IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

(STREPTOCOCCUS SOBRINUS)

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERAN IMUNOGLOBULIN (IgY) SEBAGAI ANTI ADHESI DAN OPSONIN UNTUK PENCEGAHAN SERANGAN Salmonella ENTERITIDIS EFRIZAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Imunoglobulin Yolk (IgY)

3. METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 5.1. Hasil tes serial dilusi Streptococcus mutans terhadap infusum Kismis Konsentrasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

METODELOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus Penderita Diabetes

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

Gambar Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1 B. Permasalahan... 4 C. Tujuan penelitian... 5 D. Manfaat penelitian... 5

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

18 Media Bina Ilmiah ISSN No

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikeluhkan masyarakat.menurut survei di Indonesia, karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi C. albicans

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gb STRUKTUR FOSPOLIPID (Campbell, 1999:72)

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Re-Karakterisasi Isolat Bakteri Re-karakterisasi bakteri pada biakan agar darah serta hasil uji gula-gula (biokimia) menggunakan Kit Microgen TM GN-ID Identification dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 7. Tabel 3 Karakteristik Streptococcus sobrinus Karakteristik Isolat S. sobrinus MS type d (S. sobrinus) * Diameter 0,5 mm 0,5 mm Hemolisis non hemolisis α / non hemolisis Fermentasi : Glukosa Sukrosa Manitol Sorbitol Rafinose Salicin Laktosa + + - - - - + + a + a + a c - b - b + a Hidrolisis : Arginin - - b Keterangan : a > 90 % strain positif, b > 90 % strain negatif, c 11 89 % strain positif (* Sumber : Sneath et al. 1986, Loesche 1986, Gronroos 2000). Hasil re-karakterisasi menunjukkan bahwa isolat bakteri dan koloni yang berdiameter 0,5 mm, non hemolisis, mampu memfermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, dan tidak memfermentasi manitol, sorbitol, rafinose, serta tidak menghidrolisis arginin. Loesche (1986) menyatakan bahwa bakteri dalam grup mutan streptococcus mampu memfermentasi manitol. Ketidakmampuan isolat bakteri yang digunakan untuk memfermentasi manitol dapat disebabkan pemulihan kondisi bakteri yang kurang optimum karena dibiakkan dalam agar darah yang bukan merupakan media spesifik. Menurut Little et al. (1977) pemulihan kondisi MS yang terbaik adalah pada media agar darah yang mengadung sukrosa 5%. Hasil 23

yang diperoleh menunjukkan kesamaan sebesar 90% dengan karakteristik mutan streptococcus serotipe d (S. sobrinus). Chismirina (2006) pun telah menentukan bahwa isolat bakteri FKH-IPB ini adalah serotipe d mutan streptococcus (S. sobrinus) dengan metode PCR. Gambar 7 Pertumbuhan S. sobrinus pada Agar Darah 4.2 Produksi IgY Anti Streptococcus sobrinus pada Telur Ayam Minggu Tabel 4 Hasil Uji AGP pada Serum dan Telur Ayam Serum Telur 1 2 3 4 1 2 3 4 I* - - - - *** *** *** *** II* - - - - *** *** *** *** III* - - - - *** *** *** *** IV* - - - - *** *** *** *** V + + + + *** *** *** *** VI + + + + - - - - VII** - - - + - - - - VIII + + + + - - - - IX + + + + + + + + X + + + + + + + + XI + + + + + + + + XII + + + + + + + + Keterangan * Waktu imunisasi ** Imunisasi ulang *** Belum dilakukan koleksi telur + Terdeteksi garis presipitasi pada uji AGP - Tidak terdeteksi garis presipitasi pada uji AGP 24

IgY spesifik S. sobrinus pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi (AGP). Keberadaan IgY spesifik S. sobrinus ditandai dengan pembentukan garis presipitasi pada agar gel (Gambar 8 a & b). IgY mulai terdeteksi minggu kelima dan tidak terdeteksi lagi pada minggu ketujuh setelah imunisasi pertama. Sementara IgY didalam telur belum terdeteksi sampai minggu ketujuh setelah imunisasi pertama (Tabel 4). Setelah dilakukan pengulangan imunisasi (booster), satu minggu kemudian IgY didalam serum terdeteksi lagi. Sedangkan IgY di dalam telur mulai terdeteksi dua minggu setelah booster. IgY didalam serum dan telur masih terdeteksi sampai dengan minggu ke-12 setelah imunisasi pertama. a b Ag Ag Gambar 8 Hasil uji Agar Gel Presipitasi, Ag = antigen terlarut S. sobrinus, = antibodi S. sobrinus, ( ) garis presipitasi. (a) Garis presipitasi pada uji AGP kuning telur, (b) Garis presipitasi pada uji AGP serum Bellanti (1993) menyatakan bahwa injeksi dosis pertama akan menghasilkan antibodi spesifik didalam serum, pemaparan pertama ini membangkitkan respon primer. Injeksi dengan sel-sel bakteri akan memunculkan reaksi antibodi sepuluh sampai empat belas hari pasca injeksi. Pembentukan antibodi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : imunogenesitas, kualitas, bentuk kelarutan stimulan, spesies hewan yang di imunisasi, rute aplikasi, dan sensitifitas assay. Aplikasi imunisasi secara intravena diharapkan dapat segera memicu pembentukan antibodi didalam darah. Pengulangan imunisasi plus ajuvan secara intramuskular pada minggu ke-2,3, dan 4 diharapkan dapat merangsang pembentukan antibodi dalam jumlah yang lebih banyak dan secara konsisten tetap 25

terbentuk. Ajuvan adalah zat yang dapat memperbesar respon imun bila disuntikan bersama-sama dengan imunogen karena ia memperluas permukaan antigen dan memperlama penyimpanan antigen didalam tubuh sehingga memberi kesempatan pada sistem limfoid untuk menuju antigen (Bellanti 1993). Sementara Kuby (1997) menyatakan bahwa ajuvan adalah substansi yang jika dicampurkan dengan antigen kemudian diinjeksikan bersama-sama akan bekerja memperbesar imunogenesitas antigen. Ajuvan digunakan untuk meningkatkan respon imun apabila antigen memiliki imunogenesitas rendah atau apabila jumlah antigen sedikit. 4.3 Ekstraksi dan Purifikasi IgY dari Telur Ayam IgY-Ss dikoleksi dari kuning telur ayam yang menunjukkan reaksi positif pada uji AGP. Ekstraksi bertujuan untuk memisahkan protein dari lemak telur. Metode yang dipilih adalah pemisahan dengan menggunakan PEG-amonium sulfat (Polson et al. 1980). PEG digunakan untuk memisahkan lemak, mempresipitasi, serta mengendapkan IgY (Harris dalam Mustopa 2004). Amonium sulfat sering digunakan untuk memisahkan protein dalam larutan. Protein didalam larutan akan membentuk ikatan hidrogen dengan air, ketika amonium sulfat ditambahkan ke dalam larutan tersebut maka ia akan menjadi kompetitor untuk berikatan dengan air. Hal ini menyebabkan rendahnya molekul air dari protein, menurunnya daya larut dan menyebabkan presipitasi protein (Harlow & Lane 1988). Hasil purifikasi dengan Fast Purification Liquid Chromatography yang dikoleksi adalah fraksi dengan puncak tertinggi dan teruncing karena pada posisi tersebut protein yang dipurifikasi adalah yang paling murni. Protein yang dikoleksi adalah fraksi 3, 4, dan 5. Hasil ekstraksi IgY-Ss yang telah dipurifikasi (Gambar 9) memiliki konsentrasi sebesar 3,1 mg/ml (fraksi 3), 4,3 mg/ml (fraksi 4), dan 4,46 mg/ml (fraksi 5). Hasil purifikasi ini kemudian di analisa profil pita proteinnya menggunakan SDS-PAGE. IgY-Ss hasil purifikasi menunjukkan satu profil pita protein yaitu molekul 180 kda (Gambar 10). Tidak adanya pita protein lain menunjukkan kemurnian hasil purifikasi IgY-Ss. Sementara itu serum ayam positif antibodi S. sobrinus selain terdapat pita protein dengan berat molekul 180 kda, juga menunjukkan pita protein serum albumin pada 66,2 kda. Raj (2004) menyatakan bahwa IgY memiliki berat molekul 180 kda, dengan rantai berat 60 kda dan rantai ringan 25 kda. 26

Gambar 9 Kromatogram Hasil Purifikasi IgY-Ss kda 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 200 IgY-Ss 180 kda 97,4 66,2 45 31 21,5 Gambar 10 Profil Pita Protein IgY-Ss, (1) Marker umum (BioRad), (2) IgY standar non imun (Promega), (3,4) IgY non imun, (5,6,7) Serum ayam positif antibodi S. sobrinus, (8, 9, 10) IgY-Ss hasil purifikasi 27

4.4 Aktifitas biologis Ig Y-Ss Preinkubasi 100 µg IgY-Ss dapat menurunkan nilai adhesi pada sel epitel pipi (Gambar 11 dan Tabel 5). Rataan nilai adhesi tanpa preinkubasi adalah 39,9 sel bakteri/ sel epitel pipi, sementara rataan nilai adhesi dengan preinkubasi 100 µg IgY- Ss adalah 30,7 sel bakteri/sel epitel pipi. Hasil analisa statistik dengan uji t pada taraf nyata α = 0,05 menunjukkan bahwa pemberian IgY secara signifikan dapat menurunkan adhesi bakteri pada sel epitel pipi (t hitung > t tabel). Tabel 5 Nilai Rataan, Simpangan Baku, dan Nilai t Assay Adhesi S. Sobrinus Simpangan baku Perlakuan Nilai rataan Nilai t (s) Tanpa IgY 39,9 t hitung = 6,1 5,55 IgY 100 µg 30,7 (t tabel = 1,31) Nilai Adhesi S. sobrinus Jumlah sel bakteri 40 30 20 10 0 39.9 30.7 Tanpa IgY IgY 100 µg Gambar 11 Nilai Adhesi S. sobrinus pada Sel Epitel Pipi Tanpa dan Dengan Preinkubasi IgY-Ss Peran IgY-Ss sebagai anti adhesi (Gambar 12) diduga karena kemampuannya untuk berikatan dengan molekul adhesi dari bakteri MS sehingga mencegah perlekatan (yang merupakan proses awal kolonisasi) pada permukaan gigi. Selain itu IgY-Ss dapat mengagregat S. sobrinus sehingga mengurangi kemampuan adhesinya (Jiang et al. 2004). Antibodi spesifik dapat mempresipitasi, mengaglutinasi, dan menetralisasi antigen (Baratawidjaja 2006). 28

GTF Protein pengikat glukan Molekul adhesi Reseptor saliva Sukrosa Glukan IgY Permukaan gigi Gambar 12 Peran IgY-Ss sebagai Anti Adhesi pada Permukaan Gigi (Smith 2003) b a Gambar 13 Proses Adhesi Streptococcus Sobrinus pada Sel Epitel Pipi, (a) inti sel epitel pipi, (b) sitoplasma sel epitel pipi, ( ) bakteri S. sobrinus. Adhesi bakteri pada permukaan gigi merupakan langkah penting dalam kejadian karies, sehingga intervensi pada kolonisasi mutan streptococcus dapat mencegah karies. Proses adhesi S. sobrinus pada sel epitel pipi akan ditunjukkan pada Gambar 13. Raamsdonk et al. (1995) menginformasikan bahwa imunisasi pasif 29

dengan antibodi poliklonal atau monoklonal dapat mengurangi kolonisasi mutan streptococcus karena adanya serangan dari antibodi ini mempengaruhi gerakan bakteri selama langkah awal adhesi. Beberapa penelitian yang lain juga menunjukkan fenomena yang sama yaitu, IgY mampu mengurangi adhesi bakteri Helicobacter pylori pada sel AGS (Shin et al. 2002) dan EPEC K1.1 pada sel Hep-2. Opsonisasi bakteri S.sobrinus dengan 100 µg IgY-Ss dapat meningkatkan kapasitas fagositosis. Rataan kapasitas fagositosis tanpa opsonisasi adalah 1, 6 sel bakteri/makrofag, sedangkan rataan kapasitas fagositosis dengan opsonisasi adalah 5,18 sel bakteri/makrofag. Hasil analisa statistik dengan uji t pada taraf nyata α = 0,05 menunjukkan bahwa opsonisasi dengan IgY secara signifikan dapat meningkatkan kapasitas fagositosis makrofag (t hitung > t tabel). Opsonisasi S. sobrinus dengan IgY-Ss bertujuan untuk melapisi permukaan S. sobrinus agar mudah difagositosis. Proses opsonisasi dapat meningkatkan hirofobisitas serta mengagregasi S. sobrinus sehingga bakteri lebih mudah untuk difagosit dalam jumlah banyak. Tsuda (2000) menyatakan bahwa hidrofobisitas yang semakin baik akan mempermudah proses fagositosis. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Raamsdonk et al. (1995) bahwa preinkubasi S. sobrinus dengan antibodi poliklonal dapat meningkatkan hidrofobisitas bakteri sehingga bakteri lebih mudah untuk difagosit. Bakteri gram positif seperti mutan streptococcus memiliki dinding sel yang terbuat dari peptidoglikan dan lipoteichoic acid (LTA), LTA inilah yang bertanggung jawab terhadap hidrofobisitas bakteri (Tsuda 2000). Walaupun opsonisasi meningkatkan kapasitas fagositosis tetapi proses ini tidak berpengaruh pada aktifitas fagositosis. Hal ini dapat terjadi karena IgY tidak berikatan dengan reseptor Fc bakteri pada makrofag mamalia. Kapasitas dan aktifitas fagositosis ditunjukkan melalui Gambar 14 dan Tabel 6. Fenomena yang sama juga pernah dilaporkan oleh Utama et al. (2000) bahwa opsonisasi S. equi subsp. zooepidemicus dengan leukosit polimorf babi hanya meningkatkan kapasitas fagositosis namun tidak berpengaruh pada aktifitas fagositosis. Proses fagositosis ditunjukkan pada Gambar 15. 30

14 12 10 8 6 4 2 0 12 8.18 5.18 1.6 Tanpa IgY IgY 100 µg Aktifitas fagositosis (%) Kapasitas fagositosis (sel bakteri/ makrofag) Gambar 14 Nilai Aktifitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Tanpa dan Dengan Preinkubasi Igy-Ss Tabel 6 Nilai Rataan, Simpangan Baku, dan Nilai t Kapasitas Makrofag Simpangan baku Perlakuan Nilai rataan Nilai t (s) Tanpa IgY 1,6 t hitung = 25 1,25 IgY 100 µg 5,18 (t tabel = 1,31) a b Gambar 15 Proses Fagositosis S. sobrinus oleh Makrofag, (a) sitoplasma makrofag, (b) bakteri yang terfagosit 31