HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Lokasi penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

Scientific Echosounders

3. METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

EVALUASI METODE AKUSTIK UNTUK PEMANTAUAN PADANG LAMUN SRI RATIH DESWATI

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

III HASIL DAN DISKUSI

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

Lampiran 2. Alat pengambilan sampel sedimen

ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

II BAHAN DAN METODE. II.1 Faktor yang Mengontrol Pergerakan Sedimen

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. ketika pemberian pakan. Berikut adalah ilustrasi posisi ikan sebelum dan saat

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

3 METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002)

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab!

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Analisis dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

PENGUKURAN NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK Enhalus acoroides DI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA SITI HASANAH RUSMAYANTI SKRIPSI

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara)

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

Matematik Ekonom Fungsi nonlinear

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada pada lintang dan bujur 05,8561 o 05,8562 o LS, 106,5969 o 106,5970 o BT. Secara umum kondisi dasar perairan adalah homogen dengan dasar perairan pasir berlumpur dan kontur perairan yang relatif datar dengan kedalaman rata-rata adalah 3 meter berdasarkan data penyelaman. Pada lokasi penelitian hanya ditemukan satu spesies lamun yaitu Enhalus acoroides (Gambar 13). Lokasi penelitian merupakan daerah dengan komposisi lamun yang tidak beragam, keberadaan lamun tidak padat namun hanya pada titiktitik tertentu dengan kondisi yang tidak rapat, berdasarkan pengamatan dengan penyelaman lamun hanya ada beberapa koloni pada tiap kelompoknya (gambar ditampilkan pada Lampiran 2). Tabel 4 Hasil observasi visual langsung berupa data tutupan lamun Transek Posisi LS( o ) BT( o ) % Tutupan lamun Rata-rata tinggi lamun (m) Tipe sedimen 1 5.8562 106.5970 15 0.93 Lumpur berpasir 2 5.8561 106.5970 5 0.90 Lumpur berpasir 3 5.8561 106.5970 10 0.96 Lumpur berpasir 4 5.8561 106.5970 10 0.98 Lumpur berpasir 5 5,8561 106,5969 0 0 Lumpur berpasir 6 5.8562 106.5969 10 0.93 Lumpur berpasir 7 5.8562 106.5969 10 0.93 Lumpur berpasir 8 5,8561 106,5970 0 0 Lumpur berpasir 9 5.8561 106.5970 10 0.77 Lumpur berpasir 31

Gambar 13 Spesies lamun yang ditemukan di lokasi studi Enhalus acoroides Data Hidro Akustik Echogram Hasil ekstrak data menggunakan program readekraw data menghasilkan tampilan echogram (Gambar 14) yang merupakan interpretasi dari nilai scattering volume (Sv), dengan unit decibel (db). Hasil pembacaan raw data dari readekraw data diuraikan pada Lampiran 3. Nilai Sv berkisar antara -130 hingga 30 db. Pada nilai Sv yang tinggi sekitar 30 db merupakan indikasi adanya gaung (noise) yang cukup kuat. Hal ini mungkin disebabkan oleh gaung (noise) yang berasal dari permukaan perairan atau permukaan transduser hingga aktivitas biota yang berada di kolom perairan. Nilai Sv yang sangat kecil merupakan Sv dari sinyal biota atau partikel dasar maupun partikel kolom perairan yang berukuran kecil dengan tekstur yang lunak yang masih dikenai sinyal akustik sehingga masih memberikan pantulan yang terekam oleh transduser. Echogram merupakan penampang melintang dari hasil rekaman akustik, sumbu x adalah jumlah ping dan sumbu y adalah kedalaman perairan. Pada permukaan nilai Sv yang terekam sangat tinggi, sekitar 10 db, kondisi ini terjadi karena proses kavitasi yang terjadi pada permukaan transduser, yaitu terbentuknya gelembung- 32

gelembung mikro karena tekanan yang saling tarik menarik dalam air. Sebuah gelembung mikro hanya dapat bertahan sekitar 0,1 mikrodetik (1/10.000.000 detik), dan kemudian pecah karena tekanan dalam air. Gelembung mikro tersebut yang menyebabkan sinyal akustik sangant tinggi. Tampak terlihat garis merah tebal di sekitar kedalaman (range) 2 hingga 2.5 meter, garis tersebut merupakan garis yang berasal dari dasar perairan, nilai Sv dengan warna merah merupakan nilai Sv yang cukup tinggi sekitar -10 db. Hal ini menunjukan tekstur dasar yang cukup keras yang mampu mengembalikan sinyal akustik dengan nilai Sv yang cukup tinggi. Secara keseluruhan transek echogram ditampilkan pada Lampiran 4. Sv (db) Noise dari permukaan transduser Kolom perairan Dasar perairan Gambar 14 Contoh echogram yang dihasilkan di daerah studi Berdasarkan keseluruhan data akustik yang terekam oleh transduser maka diuraikan pola gema yang menggambarkan adanya beberapa pantulan yang berasal dari dasar perairan (Gambar 15). Pola gema ini adalah nilai scattering volume (Sv) 33

transek 1 yang merupakan nilai yang menggambarkan puncak gema pada Sv tertinggi untuk masing-masing puncak, dimana puncak pertama diindikasikan sebagai gema yang berasal dari gaung (noise) permukaan yang disebabkan gangguan di permukaan seperti angin yang cukup kencang ataupun gelembung (bubble) yang terjadi di permukaan transduser sehingga menimbulkan cavitasi dan menggangu pemancaran sinyal, puncak kedua sekitar -10 db merupakan gema yang berasal dasar perairan yang langsung diterima transduser. Untuk puncak ketiga dan seterusnya merupakan gema yang berasal dari dasar perairan kemudian tidak langsung kembali ke transduser tetapi dipantulkan oleh permukaan perairan atau kapal dan kembali ke dasar perairan dan kemudian kembali ke transduser, disebut juga gema 2 atau E2 dan gema 3 atau E3. Gambar 15 ini juga memperlihatkan perbandingan puncak gema yang terjadi antara time dan kedalaman, sehingga E1 pada time sekitar 100 terdapat pada kedalaman ± 2 meter. a b Gambar 15 Contoh acoustic backscatter pada transek 1 yang diterima transduser memperlihatkan pola gema yang berasal dari gaung permukaan, dasar perairan, dan pantulan ke-2 atau ke-3 dari dasar perairan, (a) berdasarkan time; (b) berdasarkan kedalaman 34

Contoh tampilan scattering volume (Sv) pada time 0 hingga 100 transek 4 dapat dilihat pada Gambar 16. Pada daerah lamun dengan jenis Enhalus acoroides ternyata memberikan pola Sv sedemikian rupa yang memperlihatkan puncak-puncak antara time 45 hingga 65, puncak tersebut diduga menampakkan kehadiran lamun. Namun puncak yang jelas terlihat pada time 85 merupakan puncak Sv yang berasal dari dasar perairan. Puncak yang dibentuk oleh lamun tersebut, berdasarkan kedalaman puncak lamun berada pada kedalaman 1.12 hingga 1.62 meter dari transduser (seperti diilustrasikan pada Gambar 17). Puncak lamun yang tidak cukup lebar tersebut menggambarkan sebaran lamun yang tidak padat sehingga puncak yang terbentuk tidak secara nyata terlihat bila dibandingkan puncak dasar perairan. Gambar 16 Contoh karakteristik sinyal echo pada daerah lamun (Enhalus acoroides) transek 4 35

Gambar 17 Contoh rata-rata Sv time 0 hingga 100 pada transek 1 Mean Scattering Volume (Sv) Sebelum melakukan pengolahan terhadap scattering volume (Sv) terlebih dahulu dilakukan pemilihan data (filtering) untuk mengurangi data yang bias atau data yang tidak diinginkan. Uraian program diuraikan pada Lampiran 5. Pemilihan data dilakukan dengan cara menghilangkan nilai yang tidak kita inginkan yaitu pada threshold > -10 dan < -80, pembatasan tersebut berdasarkan karakteristik pola gema (echo) yang ada pada transek penelitian. Setelah filtering, kemudian nilai Sv dipisahkan antara nilai Sv lamun dan dasar perairan. Nilai Sv lamun maupun dasar dipisahkan berdasarkan keberadaannya terhadap kedalaman, dasar perairan merupakan kedalaman perairan yang diinisiasikan sebagai bottom depth, sehingga nilai Sv dasar merupakan bottom depth dengan ketebalan 0.125 meter. Sedangkan lamun berada di atas bottom depth dengan ketinggian 1 meter. Berdasarkan keberadaannya tersebut nilai Sv lamun dan dasar dapat dibedakan (Gambar 18). Nilai rata-rata Sv dasar adalah berkisar antara -24.4 hingga -2.3 db, 36

sedangkan rata-rata Sv lamun berkisar antara -58.7 hingga -71.7 db bervariasi tiap transek. Nilai Sv lamun dan dasar yang cukup berbeda menandakan tekstur masingmasing yang berbeda, dasar memiliki tekstur yang lebih keras dibanding lamun yang lebih lembut menyebabkan nilai pantulan dasar lebih kuat ditandai dengan nilai Sv yang lebih tinggi bila dibanding nilai Sv lamun. Berdasarkan perata-rataan nilai Sv baik logaritmik maupun linier diuraikan pada Tabel 5 untuk masing-masing transek. Secara garis besar nilai Sv dasar perairan baik logaritmik maupun linier memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding Sv lamun. Ratarata Sv logaritmik dasar perairan adalah -26.28 db dan Sv lamun adalah -64.66 db, sedangkan untuk nilai sv linier dasar nilai rata-rata keseluruhan transek adalah 0.15 dan lamun 0.004. Nilai yang cukup berbeda antara dasar dan lamun cukup menjadikan pembeda bagi metode akustik, pada penelitian ini nilai-nilai tersebut adalah seperti yang telah diuraikan diatas merupakan nilai absolut yang telah diperoleh pada penelitian ini. Salah satu yang menyebabkan nilai dasar dan lamun berbeda adalah tekstur yang jauh berbeda. Untuk dasar dengan jenis pasir berlumpur memiliki tekstur yang keras, dimana di dalamnya terdiri dari pecahan karang maupun kerang-kerangan, sedangkan lamun memiliki tekstur yang lebih lembut, terdiri dari helaian daun yang berdiri tegak terhadap dasar dengan helaian yang lunak karena bagian daunnya yang lentur. 37

Gambar 18. Rata-rata nilai Sv (db) lamun (-) dan dasar perairan (sea bottom) (-) Tabel 5. Parameter akustik (Sv logaritmik dan sv linier) Transek Mean Sv (log), db Mean sv linier Lamun Dasar Lamun Dasar 1-65.34-25.89 0.016 0.17 2-71.79-24.86 0.009 0.19 3-62.17-29.37 0.005 0.15 4-60.30-26.02 0.003 0.15 5-61.57-24.41 0.001 0.19 6-58.72-26.64 0.001 0.17 7-67.09-25.81 0.0004 0.14 8-71.49-27.37 0.0003 0.12 9-63.48-26.12 0.0002 0.12 38

Bentuk Gelombang Gema (Echo Waveform) Bentuk sinyal antara transek lamun (transek yang terdapat lamun di dalamnya) dan transek tanpa lamun dapat dibedakan dari echo waveform pada masing-masing transek, Gambar 19 dan 20. Pada transek lamun Gambar 19, bentuk gelombang gema (waveform) terdapat puncak-puncak antara time 0 hingga 40. Namun pada transek tanpa lamun Gambar 20, puncak-puncak gema hanya terlihat pada time 35 hingga 40, puncak tersebut diindikasikan sebagai gema dasar perairan (sea bottom). Tinggi Lamun Tinggi lamun dengan konversi time terhadap kedalaman (bottom depth), maka time lamun berada pada 47.5 hingga 87.5 artinya berada pada kedalaman 1.08 hingga 2 meter dari transduser. Berdasarkan kalibrasi time terhadap kedalaman tersebut, maka tinggi lamun dapat ditentukan melalui puncak-puncak bentuk gelombang gema (echo waveform) pada Gambar 19 yang diuraikan pada Tabel 6. Tinggi lamun akustik (H) dihitung berdasarkan nilai T dikali bd dibagi dengan H + 40, dimana 40 merupakan nilai maksimum time pada Sv lamun filter (Gambar 21). Untuk melihat kecocokan tinggi lamun akustik dan tinggi lamun penyelaman ditampilkan pada Gambar 22. Pada gambar tersebut memperlihatkan adanya selisih antara kedua nilai, dimana tinggi lamun dengan akustik lebih tinggi dibanding dengan penyelaman. Selisih yang ada berkisar antara 0.03 hingga 0.3 meter. Nilai akustik yang lebih tinggi dibanding dengan pengukuran langsung dimungkinkan karena pada saat perekaman, posisi transduser tidak tepat memancaarkan sinyal yang vertikal tegak lurus terhadap dasar perairan, sehingga lamun menjadi lebih tinggi akibat kemiringa kapal tersebut. Kondisi ini mungkin saja terjadi mengingat kapal yang mengalami goncangan akibat angin maupun gerakan penumpang di atasnya. 39

Gambar 19 Echo envelope pada transek lamun Gambar 20 Echo envelope pada transek tanpa lamun 40

Tabel 6 Tinggi lamun berdasarkan akustik dan pengukuran langsung dengan penyelaman Transek T bd H L S 1 63 2.0120 1.23 1.23 80,95,100,100 0.93 0.3 2 63 2.0192 1.23 1.23 100,70,100 0.90 0.33 63 1.23 100,100,70 3 45.7 1.9522 1.04 1.04 100,95,100,100,85 0.96 0.08 4 44.8 1.9306 1.01 1.01 100,95,100,100 0.98 0.03 44.8 1.01 6 47 1.9884 1.07 1.07 100,100,95,100,70 0.93 0.14 47 1.07 47 1.07 47 1.07 7 63 2.0118 1.23 1.23 100,100,90 0.93 0.3 63 1.23 90,80,100 63 1.23 9 45.7 1.9511 1.04 1.04 70,85 0.77 0.27 45.7 1.04 Keterangan: T : time bd : bottom depth (m) H : konversi time terhadap tinggi lamun (m) : Rata-rata tinggi lamun/transek dari transduser (m) L : Tinggi lamun dengan penyelaman (cm) : Rata-rata tinggi lamun dengan penyelaman (m) S : selisih tinggi lamun dengan akustik dan penyelaman Gambar 21 Ilustrasi konversi time terhadap tinggi lamun 41

Gambar 22 Grafik perbedaan tinggi lamun berdasarkan akustik dan penyelaman Trend Linier E1 dan E2 E1 dan E2 merupakan gambaran dari kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) dasar perairan. Tahapan ini dilakukan untuk memperlihatkan karakteristik E1 dan E2 terhadap transek lamun maupun transek tanpa lamun. Data E1 dan E2 untuk masing-masing transek diuraikan pada Tabel 7. Berdasarkan data tarsebut, nilai E1 adalah nilai pada bottom depth pada time 90 100 yaitu pada kedalaman 2.2 2.4 m, sedangkan E2 merupakan nilai bottom depth * 2 pada time 190 200 di kedalaman 4.6 4.9 m. Nilai E1 dan E2 tersebut merupakan nilai scattering volume (Sv) yang dirata-ratakan untuk tiap transek. E2 atau pantulan kedua ternyata memiliki nilai yang lebih kecil dibanding nilai E1 atau pantulan pertama, hal ini karena sinyal pada pantulan kedua mengalami pengurangan (attenuation) sinyal karena telah dihamburkan mengenai dasar sebagai pantulan pertama dan kemudian dihamburkan kembali di permukaan perairan atau pada kapal, sehingga sinyal yang kembali ke transduser telah mengalami pengurangan. Hasil rata-rata keseluruhan transek untuk E1 adalah -44.71 db dan E2 adalah -48.31 db. 42

Tabel 7 E1 dan E2 serta % tutupan lamun tiap transek penelitian Transek E1 (db) E2 (db) E1/E2 % Tutupan lamun 1-45.9-50.9 0.90 15 2-45.6-44.5 1.02 5 3-40.1-48.0 0.83 10 4-48.5-51.1 0.94 10 5-49.6-50.2 0.98 0 6-38.5-44.1 0.87 10 7-39.9-47.2 0.84 10 8-48.9-49.9 0.97 0 9-45.4-48.9 0.92 10 Melihat hubungan E1/E2 terhadap keberadaan lamun ternyata pada transek tanpa lamun memperlihatkan nilai yang cukup tinggi yaitu 0.98 dan 0.97, namun nilai tersebut tidak secara pasti menentukan daerah tanpa lamun, karena pada transek 2 dengan penutupan hanya 5 % ternyata menyumbangkan nilai E1/E2 yang tinggi yaitu sebesar 1.02, dimana nilai E2 lebih besar dari E1, hal ini mungkin dikarenakan sinyal pada pantulan kedua mengenai objek yang cukup keras (dimungkinkan mengenai bagian kapal) sehingga gema yang diterima transduser cukup kuat dibanding pada pantulan pertama. Berdasarkan koefisien korelasi 0.65, menjelaskan bahwa hubungan antara E1/E2 terhadap penutupan lamun tidak cukup kuat. Hal ini mengungkapkan bahwa nilai E1/E2 kurang mampu menjadi acuan untuk menentukan penutupan lamun pada penelitian ini yang memiliki penutupan lamun yang sedikit (kurang dari 50 % transek pengukuran) (Gambar 21), sehingga untuk melihat keberadaan lamun tidak disarankan jika dilakukan melalui perhitungan E1 dan E2. 43

Gambar 23 Trend linier E1/E2 (db) dan penutupan lamun Trend linier sv (linier) terhadap penutupan Lamun Untuk melihat hubungan antara variabel intensitas akustik dan variabel penutupan lamun maka dapat digambarkan pada kurva linier yang ditampilkan pada Gambar 22. Berdasarkan trend linier yang terbentuk menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0.45, dalam hal ini metode akustik (berdasarkan nilai intensitasnya) terhadap penutupan lamun ternyata tidak memberikan hubungan yang kuat. Kondisi tersebut diantaranya disebabkan karena densitas maupun impedansi dasar perairan yang mempengaruhi intensitas akustik yang terekam di kolom perairan, selain itu gaung (noise) yang terjadi di kolom air yang disebabkan oleh aktivitas biota juga dapat mempengaruhi nilai intensitas tersebut. 44

Gambar 24 Trend linier intensitas akustik (db) dan penutupan lamun (%) Berdasarkan hasil trend linier intensitas akustik terhadap penutupan lamun ternyata menjelaskan bahwa metode akustik dengan teknik survei dan parameter akustik yang digunakan pada penelitian ini kurang mampu memberikan nilai absolut bila digunakan untuk mengetahui penutupan lamun. 45