BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
SELF & GENDER. Diana Septi Purnama.

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

pelayanan yang baik kepada individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat harus dapat bekerjasama dengan pihak pihak lain yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GENDER DAN KESEHATAN MENTAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasikan mereka sebagai pria atau wanita. Seorang pakar psikologi

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB III. Perbedaan individual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang lain dan memahami orang lain. Konsep kecerdasan sosial ini berpangkal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Usia siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas pada dirinya. Sikap inilah yang kemudian dapat mengarahkan seseorang untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya. Karena ketika individu dapat merasakan kepuasan hidup maka kesejahteraan psikologisnya sudah terpenuhi dan otomatis keadaan mentalnya pun bisa dikatakan dalam keadaan sehat. Di dalam PWB sendiri terdapat enam dimensi sebagai indikator pencapaian kesejahteraan psikologis seseorang. Enam dimensi itu adalah dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan positif dengan orang lain, dimensi otonomi, dimensi penguasaan lingkungan, dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi. Setiap individu tentu memiliki pencapaian dimensi PWB yang berbeda dengan individu yang lain. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena faktor peran gender. Peran gender pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua, maka ia pun harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Dengan demikian peran gender ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya, lingkungan dan budaya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender merupakan bagian dari identitas sosial seseorang, sedangkan jenis kelamin merupakan sebuah penanda mengenai jati dirinya. Jenis kelamin pun hanya terbatas pada pembagian laki-laki dan perempuan saja 1

2 walaupun di beberapa negara menambahkan jenis kelamin transseksual pada penduduknya, sedangkan peran gender terbagi menjadi 4 jenis yaitu maskulin, feminin, androgini, dan undifferentiated (tak terbedakan). Selain pembahasan mengenai kesetaraan gender, kita juga perlu memperhatikan bagaimana kesejahteraan hidup seseorang yang mempunyai peran gender tertentu. Karena, belum tentu seorang yang mempunyai jenis kelamin wanita merasa bahagia dan sejahtera jika dia dituntut untuk menjalankan peran gender feminine, hal ini bisa disebabkan karena peran gender yang dimilikinya adalah cenderung maskulin, dan begitu juga sebaliknya. Selain itu, menjalankan satu peran gender maskulin atau feminin saja tidak menjamin bahwa seseorang akan sepenuhnya menjadi sejahtera. Menjalankan dua peran gender sekaligus justru bukanlah suatu kesalahan, melainkan dapat menjadikan seseorang lebih bisa fleksibel dalam menjalani kehidupannya. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian berikut yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan peran gender tertentu, pria dan perempuan androgini lebih kreatif dan optimis (Norlander, dkk, 2000), lebih mampu menyesuaikan diri (Williams & D Alessandro, 1994), lebih mampu mengadaptasi tuntutan berbagai situasi (Prager & Bailey, 1985), lebih fleksibel dalam menghadapi stress (McCall & Struthers, 1994), dan lebih puas dalam hubungan interpersonal mereka (Rosenzweig & Daley, 1989) (dalam Baron & Byrne, 2004). Dalam menjalankan peran dalam masyarakat, setiap gender mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, hal inilah yang juga memungkinkan setiap peran gender berbeda dalam pencapaian kesejahteraan psikologisnya. Menurut Ryff (1995), laki-laki pada umumnya sulit untuk bersikap hangat, terbuka, dan peduli dengan orang lain. Berbeda dengan perempuan pada umumnya yang lebih mampu untuk membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi dan intimitas.

3 Hal ini sesuai dengan karakteristik maskulin dan feminin yang dijelaskan oleh Bem (dalam Baron & byrne), bahwa peran gender maskulin cenderung dominan, agresif, ambisius, kompetitif, mandiri, mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, bergantung pada diri sendiri, bersedia mengambil sikap, dan sebagainya yang mencerminkan maskulinitas. Sedangkan pada gender feminin lebih dikenal dengan sifat lemah lembut, penyayang, hangat, dan sebagainya yang mencerminkan femininitas. Dari karakteristik-karakteristik tersebut, kemudian peneliti menyimpulkan bahwa gender maskulin mempunyai skor yang tinggi pada dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan, yang memang pada kedua dimensi tersebut seseorang memiliki kemampuan yang baik dalam hal kemandirian, kemampuan pengambilan keputusan, kompetitif, serta mampu mengatur lingkungan sekitar (Ryff, 1995). Akan tetapi, karena orang yang mempunyai peran gender maskulin cenderung kurang hangat dalam hubungan interpersonal dan kurang melibatkan emosi dalam hubungan, maka peran gender maskulin rendah pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sedangkan pada peran gender feminin, peneliti menyimpulkan akan tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain akan tetapi rendah pada dimensi otonomi, karena mereka memilki kemampuan untuk membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain, serta sangat memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi, akan tetapi cenderung kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kurang mandiri dan terlalu berpegang pada pendapat dan keputusan orang lain (Ryff, 1995). Sedangkan untuk peran gender androgini tergolong memiliki hampir semua dimensi yang ada dalam PWB karena mereka mempunyai karakteristik maskulin dan feminin yang tinggi (Sarwono, 2011). Sehingga mereka cenderung lebih fleksibel dalam berinteraksi dan beraktivitas dengan lingkungannya. Terakhir yaitu peran gender undifferentiated (tidak terbedakan) yang merupakan kebalikan dari androgini, karena mereka mempunyai karakteristik maskulin dan feminin yang rendah, sehingga hampir semua dimensi dari PWB tidak ada dalam dirinya (Sarwono,2011).

4 Selain mempunyai kaitan dengan peran gender, PWB sangat erat kaitannya terhadap proses perkembangan manusia. Semakin bertambah kematangan seseorang, maka dimensi-dimensi yang dimilikinya juga akan semakin matang. Di dalam setiap tahap perkembangan manusia sendiri tentu mengalami banyak sekali siklus yang berbeda dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya rasa tidak bahagia, karena perasaan nyaman pada tahap sebelumnya menjadi alasan ketidaksiapan individu menjalani tahap selanjutnya. Ketika individu tersebut menginjak usia remaja, maka dia dituntut untuk bisa mandiri, disiplin dan bertanggung jawab terutama terhadap dirinya sendiri. Hal ini bisa saja menimbulkan tekanan pada diri remaja karena dia telah keluar dari zona nyaman ketika dia masih menjadi anak-anak. Tekanan inilah yang menimbulkan perasaan marah, tidak bahagia bahkan dapat menyebabkan gangguan-gangguan terhadap kesehatan mental yang membuat remaja tidak merasakan adanya kesejahteraan dalam aspek psikologisnya. Akan tetapi bilamana remaja cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan kepercayaan diri pada kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang dewasa semakin meningkat, maka periode tidak bahagia lambat lau akan berkurang. Pada saat mereka duduk di kelas terakhir sekolah menengah atas dan pandangan serta perbuatannya lebih seperti orang dewasa, berangsur-angsur rasa bahagia timbul menggantikan rasa tidak bahagia dan tekanan serta ketidakpuasan yang menandai awal masa remaja sebagian besar menghilang (Hurlock, 1980). Kebahagiaan yang lebih besar yang merupakan ciri masa remaja akhir sebagian besar disebabkan karena mereka diberi status yang lebih banyak dalam usaha mempertahankan tingkat perkembangannya dibandingkan ketika pada awal masa remaja. Misalnya, remaja akhir lebih diberi kebebasan dan oleh karenanya tidak banyak mengalami kekecewaan. Remaja akhir lebih realistik akan kemampuannya dan meletakan tujuan sesuai dengan apa yang bisa dicapai, ia terus menerus berusaha dan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuannya, dan ia menambah kepercayaan diri berdasarkan pada

5 pengetahuan mengenai keberhasilan di masa-masa lalu yang melawan perasan-perasaan tidak mampu yang mengganggu pada saat ia lebih muda (remaja awal). Hipotesis intensifikasi gender (gender intensification hypothesis) menyebutkan bahwa perbedaan psikologis dan tingkah laku antara anak lakilaki dan perempuan menjadi sangat jelas selama masa remaja awal, karena adanya peningkatan tekanan-tekanan sosial dari masyarakat untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin atau feminine yang tradisional (Hill & Lynch, dalam Satrock 2002). Maka dari itu, peran pubertas remaja pada intensifikasi gender dapat menjadi tolak ukur bagi orang-orang dewasa dan lingkungan di sekitarnya seperti orang tua, teman-teman sebaya, atau bahkan para pendidik untuk lebih mengarahkan remaja tersebut sesuai dengan jenis kelamin dan stereotype gender yang dimilikinya. Dengan adanya PWB, maka akan memudahkan individu dalam menjalankan berbagai tugas perkembangan dalam tiap tahapan perkembangannya. Apalagi jika dikaitkan dengan peran gender, maka remaja akan lebih mudah untuk melakukan pencapaian terhadap dimensi PWB sesuai dengan peran gender yang dimilikinya, karena dengan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing peran gender berbeda satu sama lain, sehingga menjadikan pencapaian individu dalam tiap dimensi PWB juga berbeda. Hal inilah yang membuat peran gender menjadi begitu penting dalam penentuan kesejahteraan hidup seseorang. Melalui penelitian mengenai peran gender ini akan banyak sekali aspek yang dapat diungkap. Karena, informasi yang akan diterima oleh individu tidak hanya mengenai pembagian peran gender secara utuh lalu kemudian mengetahui tinggi rendahnya PWB seseorang saja, akan tetapi juga dapat mengetahui mengenai dimensi dari PWB apa saja yang banyak terdapat pada masing-masing peran gender. Artinya, dengan semua informasi tersebut akan memberikan kemudahan bagi seseorang dalam memenuhi perannya baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Selain itu, penelitian ini juga dapat membantu seseorang untuk memahami pencapaian dalam PWB secara optimal. Sedangkan untuk individu yang merasa sudah mampu untuk

6 mencapai PWB, maka penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi agar individu tersebut bisa mempertahankan kesejahteraan psikologis yang ada dalam dirinya. Maka dari itu, keragaman informasi dari penelitian inilah yang membuat penelitian ini sangat penting untuk dilakukan. Dari penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological well-being (PWB) remaja ditinjau dari peran gender. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya mengenai psikologi gender dan psychological well-being sendiri. Karena masih banyak masyarakat yang kurang popular dengan salah satu cabang ilmu dari positive psychology tersebut. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Remaja Dengan adanya penelitian ini diharapkan kepada para remaja agar dapat mengetahui bahwa dalam mencapai PWB tidak harus dengan satu peran gender saja. Hal ini disebabkan setiap karakteristik dari peran gender mempunyai nilai yang berbeda pada dimensi-dimensi PWB, sehingga dapat memberikan jaminan tercapainya kesejahteraan hidup seseorang.

7 b. Bagi Orang Tua dan Pendidik Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada orang tua dan para pendidik mengenai hubungan antara kesejahteraan psikologis dan peran gender, sehingga dapat dilakukan pembimbingan, pengarahan dan dukungan bagi putra-putrinya untuk melakukan tugas perkembangan sesuai dengan minat peran gender mereka, agar terbentuknya dimensi-dimensi dari PWB di dalam pribadi putra-putri mereka secara optimal.