BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun. Begitu pula menurut Smith (1994) yang menyatakan bahwa di Nepal dan secara umum di

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit menular Tuberkulosis masih menjadi

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk percikan dahak (droplet nuclei) ( Lippincott, 2011). 39 per penduduk atau 250 orang per hari. Secara Global Report

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. kasus baru TB BTA positif dengan kematian Menurut. departemen kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Angka Insidensi T B Tahun 2011 (WHO, 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH


BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terus meningkat, terutama negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman penyebab penyakit Tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian tuberkulosis (TB) dengan sterategi DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun1995. TB adalah penyakit infeksi menular pembunuh nomor satu di dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapat 9,6 juta kasus TB yang tersebar di seluruh negara didunia. Kejadian ini meningkat jika dibandingkan dua tahun sebelumnya, dimana jumlah kasus TB berdasarkan data WHO tahun 2013 yaitu 9 juta kasus dan pada tahun 2012 yaitu 8,6 juta kasus (WHO, 2013). Sekitar 80% dari kasus TB yang dilaporkan terjadi di 22 negara (TB high burden countries), 11 diantaranya adalah negara-negara yang berada di Asia. Sebagian besar jumlah kasus TB di dunia pada tahun 2015 terjadi di Asia yaitu pada regional South-East Asia and Western Pacific (58%) dan regional Afrika (28%), 4 proporsi kecil dari kasus yang terjadi di regional East Mediterania (8%), regional Eropa (3%) dan regional Amerika (3%) (WHO, 2015). Prevalensi kasus TB di dunia tahun 2015 ialah 174 kasus per 100.000 penduduk. Angka insiden kasus TB di dunia tahun 2015 ialah 133 kasus per 100.000 penduduk. India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan merupakan enam negara yang memiliki jumlah terbesar insiden kasus TB pada tahun 2015. Diketahui juga bahwa India, Indonesia dan Cina menyumbang total gabungan 43% dari kasus global pada tahun 2015, sedangkan Indenesia berada pada urutan ke dua dunia (WHO, 2015). Riskesdas (2013) mengemukakan, prevalensi TB paru Indonesia tahun 2013 sebesar 0,4 persen, sedangkan Provinsi Sumatera Barat sebesar 0,2 persen berada di bawah prevalensi nasional, hal ini bisa diartikan pelaksaan program TB di Provinsi Sumatera Barat sudah baik. Persentase kasus TB BTA (+) Kabupaten

Dharmasraya sebesar 3,3 % dari seluruh kasus TB BTA (+) di Sumatera Barat (Dinkes Sumatera Barat, 2014). Angka kejadian kasus baru TB BTA (+) pada tahun 2012 di Kabupaten Dharmasraya berjumlah 156 kasus dengan angka penemuan kasus per 100.000 penduduk 76,2. Tahun 2013 angka kasus baru sebesar 141 kasus dengan angka penemuan kasus per 100.000 penduduk 68,83.Tahun 2014 berjumlah 135 kasus baru dengan angka penemuan kasus per 100.000 penduduk 67,68 sedangkan pada tahun 2015 angka kasus baru berjumlah 183 kasus dengan angka penemuan kasus per 100.000 penduduk 82,02 (Dinkes Dharmasraya, 2015). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Dharmasraya tahun 2015 diketahui kasus TB BTA (+) paling banyak pada Puskesmas Koto Baru sebanyak 50 (27.3 %) kasus dan Puskesmas Sungai Dareh 42 (23.%) kasus, sedangkan Puskesmas Tiumang dan Puskesmas Sungai Limau masing-masing sebanyak 3 (1,6 %) kasus (Dinkes Dharmasraya, 2015). Secara program, semakin tinggi angka penemuan kasus makin baik program pengendalian TB (standar nasional 90 % pada tahun tahun 2015) (Kemenkes RI), Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular secara bermakna akan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB (Kemenkes, 2014). Tapi dilihat dari sifat penyakit TB yang menular melalui udara serta cara penularan kuman Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui droplet atau bercak dahak dari pasien yang terinfeksi dan kurang dilaksanakannya aturanaturan oleh penderita TB seperti menutup saat batuk atau bersin, tidak meludah sembarangan ditambah dengan tradisi masyarakat minang kabau yang sering nongkrong di warung kopi saat sore hingga malam hari dan masih banyaknya masyarakat yang menggunakan angkutan umum untuk bepergian keluar kota, sehingga menyebabkan masyarakat rentan dan mudah terinfeksi. Hal inilah yang menyebabkan penyakit TB masih merupakan masalah kesehatan. Setelah terinfeksi ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena TB (Kemenkes, 2014). Inilah yang menjadi fokus kesehatan masyarakat bagaimana masyarakat yang

terpapar dengan kuman Mycobacterium tuberculosis hanya menjadi terinfeksi saja tidak sampai menjadi sakit apalagi meninggal dunia karena TB. Menurut teori John Gordon timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Apabila faktor lingkungan berada pada posisi tidak menguntungkan agent dan daya tahan tubuh baik atau meningkat maka seseorang tidak akan mengalami sakit. Puskesmas Koto Baru dan Puskesmas Sungai Dareh secara geografis berdekatan dengan jalan lintas sumatera, sedangkan Puskesmas Tiumang dan Puskesmas Sungai Limau berada jauh dari jalan lintas sumatera. Selain letak geografis, kepadatan penduduk pada wilayah Koto Baru sebesar 130,29 per km 2 dan 4,9 rata-rata jiwa per rumah tangga, kepadatan penduduk pada wilayah Pulau Punjung (Sungai Dareh) sebesar 84,09 per km 2 dan 4,60 rata-rata jiwa per rumah tangga, kepadatan penduduk pada wilayah Tiumang sebesar 102,80 per km 2 dan 3,65 rata-rata jiwa per rumah tangga, dan kepadatan penduduk pada wilayah Asam Jujuhan (Sungai Limau) sebesar 49,16 per km 2 dan 4,12 rata-rata jiwa per rumah tangga, sedangkan kepadatan hunian tidak diketahui karena keterbatasan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya (Dinkes Dharmasraya, 2015). Ada beberapa faktor risiko pemicu seperti faktor lingkungan, sosial ekonomi dan perilaku serta didukung oleh faktor geografi yang menyebabkan besarnya angka insiden kasus TB seperti pada penelitian Sayuti (2013), diketahui pada analisis buffer di Kabupaten Lombok Timur ditemukan kecenderungan pengelompokan kasus Tuberkulosis Basil Tahan Asam Positif (TB BTA (+)) dengan radius 0-1.500 meter dari Puskesmas dan pada radius 0-100 meter dari jalan, sedangkan faktor risiko TB BTA (+) adalah variabel ventilasi, merokok dalam rumah, tinggal serumah, penggunaan bahan bakar memasak, kepadatan penduduk dan rumah sehat. Nugraha (2010) dalam Sayuti (2013) yang telah melakukan penelitian tentang faktor risiko dan sebaran TB BTA (+) di Kota

Kendari menyatakan bahwa kecenderungan pengelompokan kasus ditemukan pada radius 0 1.000 m dari Puskesmas dan radius 0-200 m dari jalan. Jaenudin (2010), menjelaskan dari hasil penelitiannya didapatkan adanya clustering kasus TB BTA (+) di wilayah Kecamatan Harjamukti dan di wilayah Kecamatan Lemahwungkuk, pada wilayah Kecamatan Harjamukti mempunyai proporsi ventilasi buruk yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan karena wilayah Kecamatan Harjamukti mempunyai proporsi pendapatan kurang dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah lainnya, akibat dari kurangnya pendapatan tersebut belum bisa membangun rumah hunian yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga menjadi rentan untuk terkena penyakit TB, dilihat dari faktor kepadatan hunian, wilayah Kecamatan Harjamukti mempunyai proporsi kepadatan hunian yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah lainnya. Dengan keadaan rumah yang penghuninya padat menjadi rentan tertularnya penyakit TB oleh anggota rumah tangga yang menderita kasus TB BTA (+), karena bila dalam satu rumah ditemukan seorang penderita TB, maka seluruh penghuni rumah tersebut merupakan kelompok berisiko. Susie (2008) menyatakan, kepadatan hunian merupakan salah satu faktor risiko kejadian TB BTA (+) dengan Odds Ratio (OR) sebesar 1,89 diantara banyak faktor risiko lainnya seperti faktor jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan lain-lain. Menurut muaz (2014) selain status gizi, pekerjaan, penghasilan, imunisasi BCG, pengetahuan dan pencahayaani hunian, tingkat pendidikan juga merupakan faktor risiko dengan OR 1,898 yang berarti mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki kemungkinan untuk menderita TB sebanyak 1, 8 kali dibanding dengan mereka yang memiliki pendidikan yang tinggi. Selain faktor risiko penyebab TB BTA (+), faktor tingkat penularan kuman juga menjadi penyebab tingginya kasus TB di Indonesia. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA (+) adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil

kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17% (Kemenkes, 2014). Dari hasil penelitian yang ada, faktor yang paling sering atau dominan penyebab risiko kejadian TB BTA (+) adalah faktor sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, pendapatan, faktor lingkungan seperti kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan dan keberadaan pelayanan kesehatan (Widada, 2008, Jaenudin, 2010, Sayuti, 2013). Menurut Widada (2008), terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk, pendapatan dan jarak pelayanan kesehatan dengan kasus TB Paru BTA (+). Sedangkan menurut Sayuti (2013), terdapat hubungan yang signifikan antara ventilasi, merokok dalam rumah, tinggal serumah, penggunaan bahan bakar memasak, kepadatan penduduk dan rumah sehat dengan kejadian kasus TB Paru BTA (+). Girsang (2002) dalam Jaenudin (2010), menyatakan bahwa penyakit TB umumnya menyerang kelompok masyarakat sosial ekonomi lemah dan berpendidikan rendah. Sedangkan menurut Adisasmito (2007) dalam Jaenudin (2010), salah satu penyakit yang banyak diderita oleh penduduk miskin adalah penyakit tuberculosis. Rendahnya perekonomian mengakibatkan masalah kesehatan, yaitu penyakit menular lebih banyak berkembang di wilayah penduduk miskin dan terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya. Sebagian besar masalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan adalah karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Sedangkan menurut Zhang et al.(2007) dalam Jaenudin (2010), Perbedaan sosial ekonomi yaitu kelompok yang mempunyai pendapatan kurang dan pendidikan kurang merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena penyakit TB. Analisis spasial adalah sebagian dari bagian manajemen penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan uraian tentang data penyakit secara geografi berkenaan dengan kependudukan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan antar variabel tersebut (Achmadi 2005), analisis spasial penyakit tuberkulosis paru misalnya, memperhatikan sebaran jumlah penderita dalam suatu wilayah pada waktu

tertentu dengan memperhatikan variable faktor risiko kejadian TB serta dapat diketahui adakah pengelompokan sebaran kasus (cluster) tersebut dan mengetahui besaran jarak (buffer) dari cluster tersebut, serta melihat faktor risiko apa saja yang mempengaruhi sehingga kasus TB ini mengelompok, selain itu analisis spasial juga dapat mengetahui jarak sebaran kasus dengan sarana layanan kesehatan, jalan, sungai dan lain-lain. Kecenderungan pengelompokan kasus TB BTA (+) ini sangat berguna untuk mengidentifikasi faktor risiko dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa analisis spasial dengan Sistim Informasi Geografi (SIG) dapat membantu mengidentifikasi distribusi dan clustering kasus penyakit, daerah yang berisiko tinggi, serta mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhinya, sehingga dapat membantu upaya pengendalian penyakit (Tiwari, et al., 2006 & Touray, et al., 2010 dalam Sayuti, 2013). Sedangkan menurut Alvarez-Hernandez, et al. (2010) dalam Sayuti (2013) bahwa analisis spasial sangat berguna untuk mengidentifikasi clustering kasus TB dan mendeteksi daerah berisiko tinggi, sehingga dapat membantu para pembuat keputusan dalam upaya pencegahan dan intervensi pengendalian. Berdasarkan uraian penyebab penyakit TB BTA (+) diatas dan manfaat analisis spasial dengan SIG tersebut, maka peneliti ingin mengetahui pola sebaran penderita kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya secara spasial dan mencari faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor sosial ekonomi dilihat dari tingkat pendidikan, pendapatan, faktor lingkungan berdasarkan kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan dan keberadaan pelayanan kesehatan menjadi faktor risiko kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya tahun 2015.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui sebaran kasus penderita TB BTA (+) dan mengetahui faktor risiko penyebab kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui clustering kasus TB BTA (+) secara kewilayahan di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. b. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. c. Mengetahui hubungan antara pendapatan dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. d. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. e. Mengetahui hubungan antara ventilasi dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. f. Mengetahui hubungan antara pencahayaan dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. g. Mengetahui hubungan antara keberadaan sarana pelayanan kesehatan dengan kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. h. Mengetahui faktor risiko yang paling dominan penyebab kejadian kasus TB BTA (+) di Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015. D. Manfaat Penelitian 1. Aspek teoritis/ilmiah Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan masyarakat dan juga sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut.

2. Aspek praktis a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Dharmasraya dalam menentukan arah kebijakan program pengendalian TB. b. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah pengalaman belajar dalam penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan dan menambah wawasan pengetahuan.