BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kridalaksana dalam Chaer (1994:32) Bahasa adalah sistem. untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DAN KURIKULUM B. RAGAM KESANTUNAN DALAM MEMOHON BAHASA JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tertulis. Dalam komunikasi secara lisan, makna yang

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, manusia akan melakukan sebuah komunikasi. Saat berkomunikasi

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serius, karena terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa. ibu pembelajar yang didasari oleh berbagai hal.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Jepang, ungkapan disebut dengan hyougen. Menurut Ishimori (1994:710),

ANALISIS PENGGUNAAN STRATEGI PENOLAKAN TIDAK LANGSUNG DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA BAHASA JEPANG STBA YAPARI ABA BANDUNG

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah (1) sistem lambang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu kendala yang selalu terjadi kepada pembelajar bahasa asing pada. kemampuan berkomunikasi adalah memiliki kemampuan dalam hal

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kata bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks

BAB V KESIMPULAN. dengan tamu dan setiap tutur katanya tidak dapat dipisahkan dengan kesan hormat

Bab 1. Pendahuluan. Sejak zaman dahulu kala, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

TINDAK TUTUR MEMOHON DALAM BAHASA JEPANG (IRAI): ANALISIS SKENARIO DRAMA TELEVISI JEPANG LOVE STORY KARYA ERIKO KITAGAWA

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasikan diri (KBBI, 2001: 85). Sehingga dapat dikatakan bahwa

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III)

BAB I PENDAHULUAN. lengkap (Chaer, 2007:240). Menurut Widjono (2005:141) kalimat merupakan

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan mitra tutur saat melakukan tuturan. Maka pada saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dedi Sutedi, bahasa adalah alat pengungkap pikiran maupun perasaan. Melalui

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す.

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pratamawati, 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang penting dalam kontak

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipelajari sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lain seperti kesusastraan, filologi,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRAGMATIK, ASPEK SITUASI UJAR, DAN TINDAK TUTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

ビナ ヌサンタラ大学日本語科三年生にみられる ~ てある と ~ ておく という動詞の使用能力の分析

BAB I PENDAHULUAN. 1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antar manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya era globalisasi jumlah orang asing yang datang ke

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Silakan lihat lampiran 1.

BAB 1. Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial, di mana bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang yang dapat berdiri sendiri dan dipakai untuk

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PARTIKEL GURAI DAN GORO. Menurut Drs. Sugihartono ( 2001:178 ), joshi adalah jenis kata yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Jodoushi dantei terdiri dari dua buah kata yaitu jodoushi dan dantei. Sudjianto

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi

BAB I PENDAHULUAN. Materi utama dalam pengajaran bahasa Jepang ada tiga macam, yaitu

BAB 3 ANALISIS DATA. instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal

BAB 1. Pendahuluan. Manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

Keyword : Speech Act, Refusal,Keigo

Bab 1. Pendahuluan. semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi namun juga media untuk melakukan tindakan dan cerminan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen)

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa sebagai sarananya.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang adalah salah satu bahasa yang banyak dipelajari di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, penguasaan terhadap bahasa asing sangat dibutuhkan. Bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Untuk

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II

BAB I PENDAHULUAN. Kelas kata dalam bahasa Jepang (hinshi bunrui) diklasifikasikan ke dalam 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG JOSHI

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa terdiri dari unsur kalimat, klausa, frase dan kata. Salah satu

BAB 2 TEORI TINDAK TUTUR

2015 UNGKAPAN ~NAKEREBANARANAI DAN ~NAKEREBAIKENAI DALAM BAHASA JEPANG (KAJIAN SEMANTIK)

Pergi kemana? どこへ行きますか

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pertamanya untuk tujuan tertentu. Salah satu bahasa asing yang

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di dalam menjalani kehidupan, manusia tidak akan pernah bisa terlepas dari bahasa. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan alat yang sangat penting didalam menyampaikan ide, pikiran, serta hasrat manusia demi mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Kridalaksana dalam Chaer (1994:32) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Holmes dalam Susanti (2007:1) mengatakan dua skala fungsi komunikasi yakni, 1. Fungsi Referensial, mengacu kepada komunikasi yang bertujuan menyampaikan informasi atau pesan. 2. Fungsi Efektif, mengacu kepada komunikasi yang bertujuan memelihara hubungan sosial diantara penutur dan petutur. Sesuai dengan defenisi tersebut, bahasa juga memiliki beberapa sifat dan ciri yang salah satunya adalah karena digunakan oleh manusia yang masing-masing mempunyai cirinya sendiri untuk pelbagai keperluan, bahasa mempunyai fungsi. Fungsi itu bergantung pada faktor-faktor siapa, apa, kepada siapa, tentang siapa,

di mana, berapa lama, untuk apa, dan dengan apa bahasa itu diujarkan.(kridalaksana, 2005: 6). Fungsi bahasa tersebut dapat diterapkan didalam menyampaikan perintah atau meminta tolong kepada lawan bicara. Namun, sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi bahasa tersebut, kita harus memperhatikan situasi didalam menyampaikan permohonan tersebut kepada lawan bicara agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Seperti, siapa yang akan menyampaikannya, kepada siapa permohonan tersebut disampaikan, tentang apa atau siapa, serta dalam situasi apa perintah tersebut disampaikan. Oleh karena itu, kita sedapat mungkin harus menyesuaikan tingkat kesantunan berbahasa di dalam menyampaikan tuturan memohon tersebut kepada lawan bicara. Setiap bahasa di dunia memiliki ciri dan keunikan tersendiri didalam pemakaiannya, termasuk didalamnya adalah bahasa Jepang. Selain ketatabahasaan yang menjadi dasar ujaran tersebut diterima, dalam bahasa Jepang juga mempertimbangkan faktor sosial dan budaya yang melatari ujaran tersebut dipilih. Faktor sosial mengacu kepada hubungan masyarakat di dalam lingkungannya, dan faktor budaya mengacu kepada perilaku kebahasaan anggota-anggotanya. Menurut Simatupang dalam Susanti (2007: 2) penelitian bahasa yang berdiri sendiri tidak akan memberikan gambaran yang lengkap mengenai bahasa, karena bahasa juga memiliki sistem makna dan fungsi yang mengikatnya dengan hal-hal diluar bahasa, yaitu konteks sosial budaya dan dunia kenyataan. Konteks sosial budaya bagi masyarakat Jepang berhubungan dengan kelompoknya yang terbagi dua, yaitu uchi dalam, dan soto luar. Selain itu mengacu pada perilaku budaya masyarakat Jepang itu sendiri.

Osamu Mizutani dan Nobuko Mizutani dalam Sa adah (2008:11-12) menjelaskan bahwa di dalam meminta tolong di dalam bahasa Jepang, dikenal bentuk (te)-itadakemasenka dan (te) kudasaimasenka yang dipakai untuk menunjukkan rasa hormat dan santun. Contohnya: もう少し詳しく説明していただけませんか Bisakah Anda jelaskan dengan lebih detail? これ ちょっとごらん下さいませんか Maukah Anda melihat ini sebentar? Ujaran-ujaran seperti di atas berfungsi untuk memperhalus maksud si penutur terhadap lawan bicaranya di dalam menyampaikan maksud atau tujuan. Selain pemilihan kata yang tepat seperti contoh di atas, pemakaian ujaran secara tidak langsung atau menyembunyikan maksud sebenarnya untuk meminta juga dapat memperhalus dan menunjukkan sopan santun di dalam tutur memohon atau menyampaikan perintah. William Mc Clure dalam Sa adah (2008:12) menyatakan bahwa orang Jepang biasa menggunakan cara bicara yang samar (vague) dan tidak langsung untuk menunjukkan kesantunannya. Semakin tidak langsung dan tidak efektif suatu ujaran maka semakin santun ujaran tersebut. Contoh: Denwa wo shitain desu kedo... Saya ingin menelepon, tapi... Ujaran tersebut merupakan tanda/ isyarat bagi lawan bicara untuk mengizinkan penutur menggunakan telepon. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam bahasa Jepang adalah penggunaan tingkat tutur (speech level). Pemilihan penggunaan tingkat tutur harus tepat dan disesuaikan dengan lawan bicara. Misalnya tingkat tutur keigo diperuntukkan bagi

orang yang berstatus sosial lebih tinggi atau kepada orang yang lebih tua dari penutur. Tingkat tutur bentuk biasa dipergunakan bagi teman sebaya/ akrab atau kepada orang yang lebih muda dari si penutur. Bila terjadi kesalahan penggunaanya maka pemakaiannya akan dianggap aneh bahkan tidak santun. Untuk itu diperlukan strategi kesantunan di dalam penggunaannya. Hal inilah yang menumbuhkan ketertarikan penulis untuk meneliti penggunaan ragam kesantunan di dalam tindak tutur memohon bahasa Jepang bagi mahasiswa pembelajar bahasa dan sastra Jepang Fakultas Sastra USU. Dalam hal ini pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan linguistik khususnya bidang pragmatik. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan proposal penelitian ini. Sehingga penulis memilih judul Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang Semester V dan Semester VII Fakultas Sastra USU yang bertitik tolak pada ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam kurikulum. I.2. RUMUSAN MASALAH Bahasa Jepang merupakan bahasa yang sangat menarik dan unik untuk diteliti. Hal ini dapat dilihat dari pemakaiannya yang harus disesuaikan dengan situasi dan unsur sosial budaya yang mempengaruhinya. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian tuturnya yang juga harus memperhatikan tingkat kesantunan dengan sangat teliti.

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana pemakaian kesantunan memohon di dalam bahasa Jepang oleh mahasiswa pembelajar Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra. Beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauh mana pemahaman ragam kesantunan memohon bahasa Jepang tingkat menengah oleh mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU? 2. Bagaimanakah penerapan kurikulum ragam kesantunan memohon bahasa Jepang tingkat menengah kepada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU? 3. Apakah penggunaan ragam kesantunan memohon yang digunakan mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU sesuai dengan tingkat kesantunan bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam kurikulum? I.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa hal saja, seperti kesantunan yang akan diteliti hanya pada tindak tutur memohon saja. Banyaknya pengaruh dari luar bahasa dapat menyebabkan banyaknya variasi kesantunan didalam bahasa tersebut. Oleh karena itu, untuk memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, kita juga perlu mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial diantara mereka, atau status relatif diantara mereka.

Namun, pengaruh tersebut akan jelas terlihat apabila yang melakukan aktifitas percakapan adalah penutur yang memperoleh bahasa tersebut sebagai bahasa pertamanya. Hal ini disebabkan oleh mereka telah memahami berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan bahasa tersebut. Berbeda halnya apabila yang melakukan aktifitas percakapan adalah para pembelajar bahasa yang memperoleh bahasa tersebut sebagai bahasa kedua atau ketiga seperti mahasiswa pembelajar Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra USU. Proses pemahaman terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesantunan bahasa tersebut tentu akan bervariasi, terutama dalam hal memohon. Hal ini disebabkan adanya berbagai hal yang mempengaruhi munculnya variasi pemahaman tersebut, seperti bahan ajar yang diajarkan, proses penyampaian bahan ajar oleh pengajar bahasa Jepang tersebut dan kemampuan pemahaman mahasiswa di dalam memahami bahan ajar tersebut serta adanya pengaruh bahasa pertama. Hal inilah yang akan diteliti secara mendalam dengan cara penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu ada baiknya jika membatasi permasalahan yang akan dibahas nantinya. Beberapa pembahasan yang akan menjadi batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ragam kesantunan memohon dalam bahasa Jepang tingkat menengah. 2. Situasi pemakaian kesantunan memohon bahasa Jepang tingkat menengah. 3. Kesesuaian pemakaian kesantunan memohon bahasa Jepang dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

I.4. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI I.4.1. Tinjauan Pustaka Tindak tutur imperatif pada penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian sosiopragmatik, karena yang diteliti adalah penggunaan bahasa di dalam sebuah masyarakat budaya di dalam situasi tertentu. Sosiopragmatik digunakan untuk meneliti tentang ungkapan yang digunakan serta untuk meneliti struktur bahasa secara eksternal, yaitu faktor sosial budaya sebagai penentu ungkapan memohon tersebut dituturkan. Menurut Trosborg dalam Susanti (2007:8) bahwa sosiopragmatik mengacu pada analisis pola interaksi di dalam situasi sosial tertentu dan atau sistem sosial tertentu. Mey dalam Susanti (2007:9) dalam bukunya Pragmatics an Introduction mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai kondisi dari penggunaan bahasa yang digunakan oleh manusia yang bergantung pada konteks sosial dengan penekanan penggunaan bahasa tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan sosial. Dari defenisi Mey tersebut, Rahardi (2005:49) menyimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat sitentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks yang dimaksud mencakup dua macam hal, yakni konteks yang bersifat sosial (social) dan konteks yang bersifat sosietal (societal). Konteks sosial (social context) adalah konteks yang timbul sebagai akibat munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks sosietal (societal context) adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan (rank) anggota masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di dalam masyarakat

sosial dan budaya tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar dari munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari konteks sosial adalah adanya solidaritas (solidarity). Keuntungan yang didapat dari mempelajari pragmatik dikemukakan oleh Yule dalam Susanti (2007:10) dalam bukunya Pragmatics, yaitu seseorang dapat mengatakan apa yang orang lain maksudkan, asumsi-asumsi mereka, tujuan mereka, dan berbagai tindakan (seperti memohon) pada saat berbicara. I.4.2. Kerangka Teori Tindak tutur sebenarnya merupakan salah satu fenomena dalam masalah yang lebih luas, yang dikenal dengan istilah Pragmatik. Istilah mengenai tindak tutur pertama sekali diperkenalkan oleh Charles Morris pada tahun 1938 yang kemudian dikembangkan oleh J.L. Austin pada tahun 1956 yang kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word? Teori tersebut memperkenalkan konsep penggunaan bahasa sebagai sebuah tindakan, dalam arti sebuah tuturan berfungsi bukan saja menyampaikan informasi tetapi sebenarnya terdapat tindak melaksanakan sesuatu dalam sebuah tuturan. Austin dalam Susanti (2007:10-11) membedakan tiga jenis tindakan, yaitu : 1. Tindak Lokusioner, adalah tindak mengatakan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat, seperti saya lapar. Saya sebagai orang pertama tunggal dan lapar mengacu pada perut kosong.

2. Tindak Ilokusioner, adalah tindak melakukan sesuatu dengan adanya maksud dan fungsi ujaran, dari contoh saya lapar dimaksudkan untuk meminta makanan. 3. Tindak Perlokusioner, adalah mengacu pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Tindak tutur perlokusioner lebih ditekankan pada diri petutur. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa implikasi tindak lokusioner terhadap petutur inilah yang disebut dengan tindak perlokusioner, dan implikasi tersebut dapat membuat petutur menjadi marah, senang, simpati, dan sebagainya. Tetapi teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi Linguistik setelah Searle dalam Susanti (2007:11) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language yang menjelaskan bahwa yang termasuk ke dalam tindak ilokusioner adalah verba yang menunjukkan makna perintah, memohon, meminta maaf, dan sebagainya. Tindak tutur yang digunakan dalam suatu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sopan santun yang berlaku pada masyarakat tersebut, karena kita menyadari bahwa komunikasi sehari-hari selalu berkisar pada kesantunan. Kesantunan (Politeness) menurut Yule dalam Susanti (2007:12) adalah: Di dalam suatu interaksi kesantunan mempunyai makna memperlihatkan kesadaran akan muka orang lain. Dalam hal ini kesantunan dapat menghilangkan jarak sosial atau keakraban dalam sebuah situasi. Muka yang dimaksudkan oleh Yule dapat dijelaskan melalui teori Brown Levinson dalam Susanti (2007:12-13). Menurut mereka muka face terdiri atas

positif face muka positif dan negative face muka negatif. Muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya merupakan nilai-nilai yang ia yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik. Muka negatif mengacu kepada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya melakukan tindakannya. Muka dalam sebuah interaksi dapat dipermalukan dan dapat juga dilindungi. Oleh karena itu, peserta tutur wajib saling menjaga muka. Akan tetapi, dalam sebuah tindak ujaran keterancaman terhadap muka pasti akan terjadi. Tindak seperti itu oleh Brown dan Levinson disebut Face Threating Act (FTA). Menurut Brown dan Levinson dalam Rahardi (2005:68-70) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu: 1. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur, yang banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. 2. Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau sering kali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. 3. Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan pada kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Niyekawa dalam Susanti (2007:14) dalam bukunya Minimum Essential Politeness mengatakan bahwa cara yang sopan untuk bicara dalam bahasa Jepang adalah dengan memperhatikan aturan tata bahasa, seperti nomina, pronomina, dan

verba. Selain itu, bagi orang asing langkah awal untuk belajar berbicara bahasa Jepang dengan baik adalah dengan memahami struktur sosial masyarakat Jepang, kelompok dan hadiah. Pada struktur sosial masyarakat Jepang status dan hirarki merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan ketika melakukan suatu ujaran. Hirarki ditentukan oleh tingkatan dan posisi, status sosial, umur dan gender. Kelompok, suatu kelompok dalam masyarakat Jepang dapat menunjukkan bahwa bahasa Jepang yang digunakan pada umumnya menunjukkan identitas kelompok yang menaungi mereka. Hadiah, memberikan hadiah merupakan cara kita mengekspresikan penghargaan mereka atas pemberian mereka kepada kita. Jadi, terkandung makna giving memberi dan receiving menerima. Penelitian tentang tindak tutur memohon dalam bahasa Jepang belum banyak dilakukan. Beberapa yang telah melakukan tindak tutur memohon adalah Samuel E. Martin dan Akito Ozaki dalam Susanti (2007:15-16). Martin lebih terfokus pada ragam ungkapan memohon dan ia mengatakan request bahasa Jepang dibentuk berdasarkan perintah langsung yang menggunakan bentuk imperatif dan bentuk circumlocutions tindak tutur basa-basi. Pada request dapat ditambahkan dengan frasa : Tanomu kara... 頼むから..., dan Onegai Da/ desu kara... お願いだ / ですから... Request pada bentuk memohon dapat dibentuk dari berbagai kalimat verbal, tetapi dalam prakteknya akan ditemukan adanya suatu batasan. Selain itu, dapat juga dibentuk dari bahasa sopan honorific seperti nasaru yang sepadan dengan suru. Request pada bentuk circumlocutions ketaklangsungan dibagi ke dalam tujuh belas bagian.

Request berikutnya adalah penelitian dari Akito Ozaki (1989) dalam bukunya Request for Clarification in Convertation Between Japanese and Non- Japanese. Request for Clarification (RCs) yang dimaksud oleh Ozaki adalah correction strategies strategi perbaikan, dilakukan oleh penutur dengan tujuan agar lawan bicara mengabulkan sesuatu yang diinginkan oleh penutur. Request for Clarification dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu request clarification intention dengan enam sub bab, request clarification forms dan request clarification referents. Berdasarkan hasil penelitian Ozaki diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan strategi komunikasi agar percakapan yang dilakukan lebih menarik. Strategi yang dimaksud dalam penelitian Ozaki adalah correction strategies. Tujuan dari hal tersebut adalah menghindari terjadinya kesalahpahaman komunikasi. Linguis lainnya, yaitu Sakata dan Kuromochi memasukkan ragam ungkapan memohon ke dalam jodoushi kata kerja bantu. Pengelompokan ragam tersebut terdiri atas dua bagian, yaitu 1. ~te kure, ~te kurenaika, dan ~te moraenaika 2. ~se(sase)te kure, ~se(sase)te kurenaika, ~se(sase)te moraenaika, dan ~se(sase)te morau. Kemudian kedua kelompok besar tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa bagian ragam ungkapan memohon. Selain itu, ragam memohon dalam bahasa Jepang menurut Kaneko Shiro dalam Nihongo Journal dalam Susanti (2007:28-36) dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu:

Onegai wo suru (Membuat Permohonan), ragam memohon ini di dalam penggunaanya mengandung sifat mulai dari hikui rendah sampai permohonan yang bersifat takai tinggi. Contoh : ちょっと来て Ke sini sebentar Kyoka wo Onegai suru (Memohon Izin), kelompok kedua ini digunakan pada waktu memohon izin sesuatu. Pembentukannya menggunakan verba ~wo ~sa(sete). Contoh: 写真 撮らせて ( 友達に ) Fotokan (kepada teman) でんわつかわせてくれる? ( ともだちに ) Boleh pinjam telepon? (kepada teman) Sono Hoka no Onegai no Hyogen (Ungkapan memohon yang lainnya, pada kelompok in menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kaneko Shiro mencontohkannya dengan membuat kalimat bertanda kurung yang sebenarnya ingin diucapkan, tapi tidak disampaikan.

Contoh: 子供が寝ているので.., ( 静かにしてください). Anak saya sedang tidur ( mohon tenang). Selain Shiro, ada juga linguis lain yang mengungkapkan ragam memohon (Request) bahasa Jepang yang secara garis besar terdiri atas dua bagian yaitu memohon akan barang dan memohon akan suatu tindakan atau jasa. Bentuk yang digunakan terhadap dua hal tersebut adalah onegaishimasu, V ~te itadakitai atau moraitai dan hoshi, serta (V) atau verba potensial (V pot) yang diikuti dengan you(ni) onegai shimasu. Memohon juga dapat dibentuk dari question kalimat tanya. Ditambahkan pula, memohon akan suatu tindakan dapat berbentuk kalimat positif dan negatif, baik petutur melakukan atau tidak melakukan tindakan tersebut. Adapun ragam memohon tersebut dikelompokkan sebagai berikut. 1. Nomina/ nomina verbal (wo) onegai suru. Verba ~te (+ verba performatif/ adjektiva) Verba ~te itadakitai/ moraitai Verba ~te hoshii Kalimat you(ni) onegai shimasu 2. Memohon dalam kalimat tanya negatif/ positif/ potensial Verba ~te kurenai/ masenka Verba ~te moraenaika (na) Verba ~te itadakeru/ masuka/ ~nai/ ~masenka

Dalam penelitian ini, peneliti hanya memasukkan teori Kaneko Shiro dan Yone Tanaka sebagai acuan. Berdasarkan teori tersebut, penulis akan meneliti bagaimana penggunaan ragam memohon tersebut disesuaikan dengan tingkat kesantunan dan situasi pemakaiannya hanya dibatasi pada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan semester VII Fakultas Sastra USU saja. I.5. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.5.1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman ragam kesantunan memohon bahasa Jepang oleh mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU? b. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kurikulum ragam kesantunan memohon bahasa Jepang kepada mahasiswa Sastra Jepang semester V dan VII Fakultas Sastra USU? c. Untuk mengetahui apakah penggunaan ragam kesantunan memohon yang digunakan mahasiswa Sastra Jepang semester VI dan VIII Fakultas Sastra USU sesuai dengan tingkat kesantunan bahasa Jepang yang telah dipelajari dalam silabus? I.5.2. Manfaat Penelitian a. Untuk menambah wawasan serta pengalaman dalam penelitian serta sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahaan.

b. Meningkatkan pemahaman peneliti di dalam pemakaian ragam kesantunan memohon bahasa Jepang. c. Sebagai bahan bacaan yang dapat menambah wawasan mengenai linguistik bahasa Jepang khususnya dalam hal pemakaian tindak tutur memohon bahasa Jepang. I.6. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif kuantitatif. Setyadi mengutip dari Bodgan dan Taylor dalam Zahara (2009:5), bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari manusia dan perilakunya yang dapat diamati sehingga tujuan dari penelitian ini adalah pemahaman individu tertentu dan latar belakangnya secara utuh. Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menggunakan angka-angka dan data-data statistik. Data-data tersebut berbentuk variabel-variabel dan operasionalisasinya dengan sakala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio. Berdasarkan penelitian diatas, dapat dikatakan juga bahwa jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut Mukhtar dalam Ambarita (2009:14) Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu variabel atau tema, gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari bagaimana proses penelitian itu sendiri berlangsung/ dilakukan. Sesuai dengan judul

penelitian ini, maka penelitian deskriptif inipun termasuk ke dalam jenis penelitian field research (penelitian lapangan). Lapangan yang dimaksudkan di sini adalah Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra. Penelitian lapangan ini biasanya tidak hanya mengandalkan data-data dokumentasi dari perpustakaan maupun data yang didapat secara on line (media internet), namun juga memerlukan responden sebagai salah satu sumber informasi. Untuk itu penelitian ini akan menggunakan angket sebagai salah satu instrumen untuk berkomunikasi dengan responden. Penelitian yang menggunakan kuisioner kebanyakan menghasilkan data-data yang berisi angka-angka yang dirangkaikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu data statistik. Namun, karena penelitian ini adalah merupakan penelitian kualitatif kuantitatif yang menjabarkan hasil penelitian secara deskriptif, maka walaupun akan ada data statistik yang dihasilkan, data statistik tersebut hanya akan disajikan dalam bentuk yang sederhana saja. I.6.1. Populasi dan Sampel Penelitian Berhubungan dengan adanya angket, maka penelitian ini memerlukan populasi. Populasi adalah jumlah keseluruhan koresponden yang berada dalam suatu ruang lingkup yang sama. Dimana ruang lingkup tersebut merupakan satu kesatuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka populasi yang ditetapkan peneliti pada penelitian ini adalah mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester V dan semester VII, hal ini disebabkan populasi tersebut memenuhi beberapa kriteria yang dibutuhkan pada penelitian ini, yaitu: 1. Merupakan mahasiswa pembelajar bahasa, sastra dan budaya Jepang.

2. Telah mempelajari ragam kesantunan di dalam berkomunikasi bahasa Jepang tingkat menengah. Jumlah populasi dalam penelitian ini keseluruhannya berjumlah 68 orang yang dibagi atas dua tingkatan mahasiswa. Tingkatan pertama adalag mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester V yang berjumlag 32 orang, yang terdiri atas 11 orang responden pria dan 21 orang responden wanita. Tingkatan yang kedua adalah mahasiswa Sastra Jepang Fakultas Sastra USU semester VII yang berjumlag 36 orang, yang terdiri atas 10 orang responden pria dan 26 orang responden wanita. Kisaran umur responden antara 19 tahun sampai dengan 23 tahun. Dalam penelitian ini, seluruh data diambil dari keseluruhan anggota populasi yang disebut Total Sampling. I.6.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan penulis untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang sesuai dengan topik penelitian. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survey dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dalam Anggreni, 2008: 7-8). Data yang dikumpulkan pada saat penelitian meliputi: a. Data Primer Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti pada saat penelitian. Teknik yang digunakan adalah dengan mengajukan pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada 68 responden yang menjadi subjek penelitian.

b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang telah diolah dan disajikan oleh pihak lain. Penulis mengumpulkan sejumlah data yang diperoleh dari buku, internet, skripsi, tesis, disertasi serta jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian. I.7. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas empat bab, yaitu: BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penulisan skripsi, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian serta metode penelitian serta sumber data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang dan Kurikulum, berisi tentang berbagai teori yang menjelaskan ragam kesantunan memohon di dalam bahasa Jepang serta ragam kesantunan memohon bahasa Jepang yang telah dipelajari di dalam kurikulum Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra USU yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini. BAB III Analisis Pemakaian Ragam Kesantunan Memohon Bahasa Jepang pada Mahasiswa Sastra Jepang USU Semester V dan Semester VII, berisi tentang analisis sumber data dari angket yang disebarkan kepada 68 responden yang dibagi atas 32 orang mahasiswa semester V dan 36 orang mahasiswa semester VII. BAB IV Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan serta saran dari penulis.