BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

jawab untuk memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan dan peluang kehidupan global. Kehidupan global akan melahirkan kebudayaan global dalam

LAPORAN ANALISIS KURIKULUM 2013

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH

PERANGKAT PEMBELAJARAN BIMBINGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) SMP MUHAMMADIYAH 1 JOMBANG

KERANGKA DASAR KURIKULUM DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RASIONAL KURIKULUM 2013

BAB II LANDASAN TEORI. kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya

PEDOMAN PERANAN GURU TIK DAN KKPI DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika SD

Kata kunci: evaluasi, diklat imlementasi kurikulum 2015, PPKN/IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. pergeseran paradigma pembangunan dari abad ke-20 menuju abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. sebab pendidikan merupakan wadah untuk meningkatkan dan. mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Literasi Matematika Dalam Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia untuk menghadapinya. mengembangkan potensi peserta didik. Namun yang terjadi saat ini, pendidikan

BAGIAN SATU. Mengapa Harus Berubah? Penerapan Metode Problem-Based Learning (PBL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

ABDUL ROHMAN, 2015 KORELASI HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FISIKA DAN KIMIA TERHADAP PENGUASAAN TEORI MATA PELAJARAN TEKNOLOGI DASAR OTOMOTIF

TJETJEP RONY BUDIMAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

Kurikulum KTSP 2006 dan Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ahmad Faiq Mu tasim Billah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

PANDUAN PENGEMBANGAN RPP

KONSEP KURIKULUM 2013

I. PENDAHULUAN. dengan lingkungannya. Dari proses belajar mengajar itu akan diperoleh suatu hasil, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik perlu memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia. tahun 1945 menyatakan bahwa, salah satu tujuan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosda Karya, 2013) hlm. 16. aplikasinya (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm, 13

I.1. Pengantar. Bab 1 - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

akan memberikan seseorang keterampilan hidup (life skill) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

2016, No Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidik

PEMBELAJARAN KREATIF DAN KOLABORATIF PADA ABAD 21 TINJAUAN KURIKULUM Dr. H. Ahmad Zaki Mubarak, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kita hidup pada abad 21 dimana segala tantangan zaman semakin meningkat.

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PROGRAM KELAS AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 KLATEN

(PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMP Negeri 2 Gemolong) SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan Indonesia masih menunjukan kualitas sistem dan mutu

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Pendidikan tidak terlepas dari Kurikulum pendidikan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

Transkripsi:

1 BAB I MENGENAL PENILAIAN KURIKULUM 2013 A. Sekilas Tentang Kurikulum 2013 Sebelum membahas mengenai penilaian dalam Kurikulum 2013, sebaiknya kita pahami dulu tentang latar belakang, arah, dan tujuan Kurikulum 2013 itu sendiri. Kurikulum 2013 lahir atas dasar kesadaran pemerintah Indonesia dalam usaha menyiapkan sumber daya manusia masa depan yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan mengemban amanat yang sangat besar sebab dunia pendidikan merupakan wahana yang lebih besar dalam pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia (Soejatmoko, 1998: 12). Sebagai modal dan pelaku pembangunan dalam negara yang kita cintai ini, dalam konteks inilah pendidikan akan semakin dituntut peranannya. Maka dari itu, lembaga pendidikan harus mempersiapkan diri dengan meningkatkan mutu dan kualitasnya agar pendidikan nasional dapat diselenggarakan secara adil, relevan, berkualitas, efektif, dan efisien. Hal ini merupakan tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia, baik berupa tantangan internal maupun tantangan eksternal.

2 Tantangan internal pendidikan terkait dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, yang dirasakan saat ini masih belum merata. Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15 64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anakanak berusia 0 14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban. Tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu tentang masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

3 dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Tantangan tersebut merupakan tantangan terbesar bagi tujuan pendidikan nasional. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap waraga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara memiliki keterampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Untuk menghadapi tantangan tersebut, hadir Kurikulum 2013 yang dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Dari segi sosiologis, Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana termaktub dalam tujuan pendidikan nasional. Dari segi psiko pedagogis, Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan perwujudan konsepsi pendidikan yang bersumbu pada perkembangan peserta didik beserta konteks kehidupannya sebagaimana dimaknai dalam konsepsi pedagogik

4 transformatif. Konsepsi ini menuntut bahwa kurikulum harus didudukkan sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan konteks lingkungan dan zamannya. Berdasarkan landasan-landasan tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut: 1. Penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari dan gaya belajarnya (learning style) untuk memiliki kompetensi yang sama. 2. Penguatan pola pembelajaran interaktif (interaktif pendidik-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya). 3. Penguatan pola pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet). 4. Penguatan pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan pendekatan pembelajaran saintifik). 5. Penguatan pola belajar sendiri dan kelompok (berbasis tim). 6. Penguatan pembelajaran berbasis multimedia. 7. Penguatan pola pembelajaran berbasis klasikal-massal dengan tetap memperhatikan pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik. 8. Penguatan pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines). 9. Penguatan pola pembelajaran kritis.

5 Secara yuridis, teknis Kurikulum 2013 diatur melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Seiring dengan perkembangan, terdapat perubahan kebijakan dalam implementasi Kurikulum 2013, antara lain: 1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan. 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dari segi teoretis, Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Berkaitan dengan hal tersebut, sejak dini, pemerintah telah melakukan berbagai pemetaan dalam sistem standarisasi pendidikan, seperti yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.

6 B. Keterampilan Menghadapi Tantangan Abad ke-21 Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai dasar pemberlakuan Kurikulum 2013, salah satunya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Menurut Griffin, Patrick (2012) yang dimodifikasi oleh Sunarya Kartadinata disebutkan bahwa kecakapan abad ke-21 mempunyai ciri kehidupan yang warganya terdiri atas warga lokal generasi Z (i generation) dan juga warga global (lahir pada masa generasi Y/milenial atau bahkan generasi X), memiliki tanggung jawab, mempunyai karier dan kesadaran akan data. Untuk menyikapi hal tersebut maka diperlukan cara berpikir yang kreatif, inovatif, kritis, dan mampu memecahkan masalah. Di samping itu, tantangan abad ke-21 juga memerlukan cara bekerja yang komunikatif dan kolaboratif. Untuk mencapai semua itu diperlukan alat bekerja berupa literasi, termasuk literasi terhadap teknologi. Dabbagh (2007: 221) memberikan karakteristik keterampilan abad ke-21 sebagai berikut: 1. Keterampilan belajar sosial; keterampilan ini meliputi kemampuan mengambil keputusan, berkomunikasi, membangun kepercayaan, dan manajemen konflik yang kesemuanya itu merupakan komponen penting atau unsur utama dari kolaborasi yang efektif. Hal ini diperlukan untuk membangun leadership dan menjadi bagian dari suatu tim, dimanapun berada baik sebagai karyawan maupun sebagai

7 anggota sosial masyarakat baik skala mikro (keluarga) sampai skala internasional. 2. Keterampilan dialogis (discursive skills); keterampilan ini meliputi kemampuan mendiskusikan suatu isu secara kritis, berbagi ide, dan argumentasi secara rasional dan logis, bernegosiasi dan menunjukkan keterbukaan (berpikiran positif) terhadap berbagai perspektif yang berbeda serta mampu menjadi pendengar efektif. 3. Keterampilan evaluasi diri dan kelompok (introspeksi); artinya kemampuan diri untuk akuntabel terhadap segala sesuatu yang dibebankan di pundaknya dan timnya, aktif, dan komitmen terhadap aktivitas kelompoknya, bekerja dengan penuh tanggung jawab, saling membantu, dan saling mengisi. Dalam hal ini, setiap individu harus memiliki kemampuan berpikir sistemik sehingga setiap permasalahan dilihat dari berbagai perspektif dan tidak mengambinghitamkan orang lain. 4. Keterampilan refleksi; ini adalah kemampuan untuk mengambil hikmah/pelajaran dari berbagai hal. Lebih jauh lagi adalah kemampuan untuk melakukan perubahan (membebaskan diri dari status quo), menerima input, masukan, dan kritik dari pihak luar, serta memperbaiki diri maupun kelompok secara terus-menerus. Membangun peserta didik agar memiliki keterampilan abad ke-21 tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri. Paradigma pembelajaran lama sudah tidak bisa lagi dipertahankan. Paradigma pendidikan modern yang lebih bersifat studentcentered dan constructive learning sebaiknya segera dilakukan

8 mulai saat ini, mulai dari hal yang kecil/sederhana. Paradigma pembelajaran konvensional berubah. Pembelajaran berpusat pada guru, berubah menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik mengonstruksi sendiri pengetahuannya, belajar melalui penemuannya dan peserta didik dapat menentukan sendiri tingkat capaian pembelajarannya. Peran guru berkembang menjadi fasilitator, memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pembelajaran. Guru lebih banyak menyiapkan alat bantu (scaffolding) bagi proses pembelajaran, dan memastikan bahwa standar tercapai. Mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat bergantung pada keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola dan memilih metode pembelajaran yang tepat bagi anak didiknya. Kurikulum dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan dunia masa depan anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils). Kecakapan-kecakapan tersebut di antaranya adalah kecakapan memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi. Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik. Guru mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatankegiatan yang menantang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya. Selain pendekatan pembelajaran, peserta didik pun harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Literasi teknologi informasi dan komunikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran untuk

9 mencapai kecakapan berpikir dan belajar peserta didik. Kegiatankegiatan yang harus disiapkan oleh guru adalah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan teknologi informasi untuk melatih keterampilan berpikir kritisnya dalam memecahkan masalah melalui kolaborasi dan komunikasi dengan teman sejawat, guru-guru, ahli atau orang lain yang memiliki minat yang sama. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian (assessment). Guru harus mampu merancang sistem penilaian yang bersifat kontinu (ongoing assessment) sejak peserta didik melakukan kegiatan, sedang, dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Penilaian bisa diberikan di antara peserta didik sebagai feedback bagi guru dengan rubrik yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan. Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran berbasis aktivitas, yang diharapkan akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi. Hal ini berimplikasi pada pelaksanaan penilaian yang meliputi penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang dilakukan menggunakan berbagai cara, antara lain observasi, penilaian proyek, dan portofolio. Pada kenyataannya, penilaian berdasarkan Kurikulum 2013 pada awal penerapannya belum terlaksana sepenuhnya sebagaimana diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di satuan pendidikan pelaksana Kurikulum 2013, teridentifikasi bahwa permasalahan utama dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah pada penilaian hasil belajar peserta didik. Kebanyakan pendidik belum dapat merancang, melaksanakan, mengolah, melaporkan, dan memanfaatkan hasil

10 penilaian dengan baik. Pada perencanaan penilaian, pendidik kesulitan merumuskan indikator, menentukan teknik penilaian yang sesuai dengan kompetensi dasar yang diajarkan, mengembangkan butir-butir instrumen penilaian dan rubrik penilaian, serta kesulitan dalam mengembangkan butir-butir soal untuk pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif yang dikombinasikan dengan keterampilan berpikir tingkat rendah hingga tinggi. Pada pelaksanaan penilaian, pendidik kesulitan melakukan penilaian sikap dengan berbagai teknik penilaian dalam waktu yang terbatas, kurang percaya diri dalam melaksanakan penilaian keterampilan. Pendidik juga mengalami kesulitan dalam mengolah dan mendeskripsikan capaian hasil penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan, dan pada akhirnya belum mampu memanfaatkan hasil penilaian dengan baik. Memperhatikan permasalahan-permasahan tersebut, penulis merasa perlu berbagi pengalaman dengan para pendidik terkait dengan pengimplementasian penilaian Kurikulum 2013. Mudah-mudahan buku sederhana ini dapat membantu dan memudahkan pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan serta memanfaatkan hasil penilaian baik aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan. C. Pendekatan HOTS dalam Penilaian Hasil Belajar Setelah memahami tentang latar belakang, arah, dan tujuan Kurikulum 2013, yang di dalamnya terdapat penilaian hasil belajar, marilah kita pahami apa sesungguhnya penilaian hasil belajar oleh pendidik itu? Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian pembelajaran