1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

PENDAHULUAN. laut yang sangat besar untuk dikembangkan, luas potensi budidaya laut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI MELALUI EKONOMI KELAUTAN & PERIKANAN

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

VI. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beralihnya ke bidang usaha perikanan karena semakin tingginya permintaan akan produk

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI RUMPUT LAUT YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN SUMBA TIMUR ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Pe n g e m b a n g a n

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KECAMATAN TALANGO KABUPATEN SUMENEP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Bila pada tahun 1969 pangsa sektor pertanian primer

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang paling potensial dikembangkan di Indonesia dan juga merupakan salah satu produk unggulan pemerintah dalam mencapai visi pembangunan kelautan dan perikanan yaitu menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015. Keoptimisan ini didasarkan pada adanya peningkatan produksi rumput laut nasional dari tahun ke tahun yang bersumber dari hasil produksi propinsi-propinsi produsen utama rumput laut. Jenis rumput laut yang dikembangkan secara luas di Indonesia adalah Eucheuma Cottonii, Gracillaria sp, dan Sargassum. Ketiga jenis rumput laut ini paling banyak digunakan untuk keperluan bahan baku industrial grade, food grade, dan pharmaceutical grade (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (DJPB) 2013). Sumber: DJPB (2013) Gambar 1Produksi rumput laut nasional Peningkatan produksi rumput laut nasional diikuti pula dengan peningkatan volume dan nilai ekspor rumput laut. Ekspor rumput laut Indonesia masih didominasi oleh rumput laut kering sebagai bahan baku industri pengolahan. Masih tingginya volume ekspor rumput laut kering Indonesia dibandingkan dengan produk intermediet-nya menyebabkan nilai tambah yang diperoleh masih relatif rendah jika dibandingnya dengan negara eksportir lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Oleh karena itu, orientasi pemanfaatan rumput laut sebagai komoditas ekspor dalam bentuk raw material mulai diarahkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah tinggi, yaitu dalam bentuk alkali treated cottoni (ATC), semi refined carrageenan (SRC), dan refined carrageenan (RC).

2 Nama Provinsi Tabel 1Propinsi produsen utama rumput laut nasional Produksi/ Tahun (Ton basah/tahun) 2008 2009 2010 2011 2012 Sulawesi Selatan 648.528 774.026 1.245.771 1.506.264 2.104.446 Sulawesi Tengah 287.268 713.562 728.279 758.910 911.590 Sulawesi Tenggara 123.486 185.229 348.981 586.965 639.192 Jawa Timur 74.823 340.238 388.952 416.379 572.538 Nusa Tenggara Barat 116.000 147.251 221.508 370.359 477.037 Maluku 36.281 47.783 260.155 610.365 474.167 Nusa Tenggara Timur 696.273 498.422 347.726 377.200 398.736 Kalimantan Timur 5.721 7.540 40.216 138.488 195.314 Sulawesi Utara 4.522 7933 43.656 98.838 159.099 Bali 129.095 135.811 99.481 106.398 144.168 Lainnya 23.063 105.763 190.292 200.034 438.567 Total Produksi 2.145.060 2.963.556 3.915.017 5.170.201 6.514.854 Sumber: DJPB (2013) Tabel 2Volume,nilai, dan harga ekspor eksportir rumput laut terbesar Tahun 2011 Eksportir Volume Ekspor (Ton) Nilai ekspor (000 USD) Harga ekspor/ton (000USD) Jepang 1.274 22.185 17,41 Amerika 1.559 18.757 12,03 Cina 36.269 188.692 5,20 Korea 27.879 136.848 4,91 Perancis 2.879 12.597 4,35 Filipina 27.141 56.070 2,07 Chile 67.768 81.160 1,20 Indonesia 159.075 157.586 0,99 Peru 25.257 16.814 0,67 Sumber: (United Nation Commudity Trade Stratistics Database dalam Pujiastuti 2014) Peralihan orientantasi pemanfaatan rumput laut dari produk yang memiliki nilai tambah rendah (raw material) ke produk dengan nilai tambah tinggi (ATC, SRC dan RC) banyak mengalami kendala dan tantangan. Kurang berkembangnya industri pengolahan rumput laut di Indonesia disebabkan karena belum terdapatnya jaminan pasokan bahan baku yang tepat jumlah, kualitas, waktu, dan harga (DKP2005). Selain bahan baku, pola tata niaga, kelembagaan, infrastruktur ekonomi, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Ilmu Pengetahuan Teknologi (IPTEK) adalah faktor-faktor yang juga membutuhkan penanganan secara serius dan intensif. Program minapolitan merupakan salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah untuk mendukung tercapainya visi dan misi kementrian kelautan serta mengatasi pengembangan industri rumput laut di Indonesia. Minapolitan adalah konsep pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan percepatan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Tujuan pengembangan kawasan minapolitan adalah untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama dengan mendorong keterkaitan antara

desa dan kota; pengembangan sistem dan usaha minabisnis yang berdaya saing; berbasis kerakyatan dan berkelanjutan (tidak merusak lingkungan); serta terdesentralisasi di kawasan minapolitan (wewenang pada pemerintah daerah dan masyarakat) (Arnawa dan Arisena 2013, Muchlisinet al. 2012, PU 2012). 3 Sumber: P3SDLP Litbang KKP (2011) Gambar 2Peta kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya Sistem klaster merupakan pendekatan yang digunakan untuk mendukung program minapolitan yang dicanangkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Klaster industri merupakan bentuk organiasasi industrial yang paling sesuai guna menjawab tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, tuntutan desentralisasi dan mendorong terbentuknya jaringan kegiatan produksi dan distribusi serta pengembangan industri untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya Porter (1998). Pendekatan sistem klaster dilakukan untuk mengembangkan industri rumput laut di Indonesia, sehingga menjadi usaha yang lebih terintegrasi dan memiliki daya saing tinggi mulai dari hulu hingga ke hilir Wibowo et al.(2011). KKP dan kementrian terkait telah membangun model untuk sistem klaster rumput laut pada kawasan minapolitan, dimana model ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi kawasan-kawasan minapolitan rumput laut dalam pengelolaan dan pengembangan kawasannya. Pembentukan model pada sistem klaster rumput laut mengacu pada kriteria-kriteria klaster berdasarkan teori

4 sistem klaster yang kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi. Sumba Timur merupakan salah satu kawasan minapolitan rumput laut dengan sistem klaster yang ditetapkan oleh KKP karena memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai lokasi pembudidayaan komoditas rumput laut jenis E.Cottonii yaitu seluas 3.772 ha yang terdiri dari areal lahan lepas dasar 2.613 ha areal dan luas lahan untuk sistim permukaan long line seluas 1.159 ha. Penetapan Kabupaten Sumba Timur sebagai kawasan minapolitan rumput laut berdasarkan pada hasil kajian kompetensi inti daerah yang dilakukan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan serta surat keputusan mentri KKP No.32/MEN 2010, tentang penetapan kawasan minapolitan. Telah terbentuknya sistem klaster yang lengkap mulai dari hulu (kegiatan budidaya) sampai ke hilir (kegiatan pengolahan) dalam kawasan minapolitan diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput laut hasil budidaya, meningkatkan nilai tambah dan daya saing dari produk hasil olahan yang dihasilkan yang pada akhirnya dapat mendukung peningkatan produksi secara nasional. Selain itu, sebagai salah satu dari 13 kawasan kelautan nasional potensial, satu-satunya kawasan minapolitan rumput laut dengan sistem klaster di Provinsi NTT yang telah terbangun dari hulu sampe ke hilir di dalam satu kawasan dan sebagai 1 dari 183 daerah tertinggal di Indonesia, penetapan Kabupaten Sumba Timur sebagai kawasan minapolitan dengan sistem klaster ini dapat dijadikan peluang dan salah satu alternatif bagi pemerintah daerah dan masyarakat Sumba Timur dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, peningkatan jumlah lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan asli daerah sesuai dengan kebijakan dan strategi KKP yang dikaitkan dengan arah kebijakan nasional(dkp Sumba Timur 2011). Perumusan Masalah Penetapan Kabupaten Sumba Timur sebagai salah satu daerah kawasan minapolitan rumput laut dengan sistem klaster diharapkan dapat mendukung tercapainya program pembangunan perikanan dan kelautan dan secara umum dapat mendukung peningkatan produksi secara nasional. Sistem klaster yang telah terbangun dalam kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur terdiri dari zona I untuk kegiatan budidaya, zona II untuk kegiatan pascapanen (pengumpulan dan distribusi) dan zona III untuk kegiatan pengolahan. Dalam penerapannya pada pengelolaan kawasan minapolitan sistem klaster ini masih mengalami berbagai macam kendala dan permasalahan, salah satu diantaranya adalah adanya permasalahan ketidakstabilan produksi hasil budidaya pada zona I baik secara kuantitas maupun kualitas. Adanya ketidakstabilan kuantitas maupun kualitas dari hasil budidaya ini, menyebabkan kegiatan pada zona II (kegiatan pengumpulan dan distribusi) dan zona III (kegiatan pengolahan) juga mengalami hambatan dan permasalahan. Ketidakstabilan kuantitas dan dan kualitas dari hasil budidaya menyebabkan zona II belum dapat melaksanakan kegiatan pengumpulan dan distribusi bahan baku secara tepat jumlah, kualitas dan waktu sesuai dengan spesifikasi kualitas bahan baku pabrik pengolahan. Pabrik pengolahan pada zona III juga mengalami permasalahan pada ketersediaan bahan baku untuk kegiatan

produksi. Keterbatasan bahan baku ini berpengaruh pada kemampuan (kapasitas produksi) dari pabrik pengolahan yang pada kondisi aktual masih berproduksi pada kapasitas 2 ton bahan baku/hari dengan kapasitas terpasang 6 ton bahan baku/hari. Rendahnya kapasitas produksi dari pabrik pengolahan ini, sangat berpengaruh pada kesiapan dan kontinuitas supply dari pabrik pengolahan terkait permintaan pasar. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penetapan alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur. Pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terjadi pada masing-masing zona pada kondisi aktual. Permasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kondisi aktual dari klaster industri rumput laut di kawasan Minapolitan Kabupaten Sumba Timur? 2. Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam mengkaji pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur? 3. Alternatif dan prioritas strategi apa saja yang dapat diterapkan untuk mengembangkan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur? Konteks berkelanjutan dalam penelitian ini adalah sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing klaster dan sebagai alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan ketersediaan bahan baku pada pabrik pengolahan. (Martin dan Mayer dalam Wibowo et al.(2011) menjelaskan bahwa daya saing klaster industri saat ini tidak hanya bertumpu pada faktor ekonomi semata, tetapi juga terkait pada perspektif lingkungan dan sosial. Tantangan yang dihadapi bagi pengembangan klaster saat ini tidak hanya terfokus pada perspektif ekonomi, tetapi juga terkait dengan perpektif lingkungan dan sosial. 5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi kondisi aktual dari klaster industri rumput laut di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur. 2. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur. 3. Merekomendasikan prioritas strategi yang tepat untuk diterapkan guna mendukung pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan bagi Pemda Kabupaten Sumba Timur.

6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi pemikiran bagi Pemda Sumba Tmur dan jajarannya dalam pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur, sehingga dapat dijadikan masukan bagi kebijakan yang sudah ada. 2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuawan dalam bidang manajemen agribisnis, khususnya di bidang rumput laut Indonesia. 4. Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan wawasan dalam menganalisis dan memahami berbagai permasalahan terutama dalam aspek manajemen agribisnis khususnya rumput laut. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dalam lingkup kajian strategis yaitu analisis perumusan langkah-langkah strategis dalam pelaksanaan operasional pengembangan klaster industri rumput laut yang berkelanjutan di kawasan minapolitan Kabupaten Sumba Timur. yang kemudian akan dijadikan masukan bagi kebijakan yang sudah ada. Pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini adalah pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan industri rumput laut di Kabupaten Sumba Timur, yang terdiri dari pemerintah Kabupaten Sumba Timur, masyarakat petani, pengumpul rumput laut, akademisi, praktisi dan PT Algae Sumba Timur Lestastari. 2 TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut Rumput laut pantas menjadi komoditi unggulan karena memiliki beberapa keunggulan atara lain karena nilai ekonomi yang tinggi (high value commodity), pohon industri yang lengkap, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3, spektrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja yang tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek (hanya 45 hari) atau quick yield dan biaya unit perproduksi sangat murah. Pengembangan industri rumput laut ke depan merupakan program yang sangat tepat dan memiliki prospek yang sangat cerah dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi (pro-growth),

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB