BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

BAB I PENDAHULUAN. mulia, berkepribadian, cerdas dan memiliki keterampilan hidup sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD SAMPAI DENGAN TRIWULAN II TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, agar kelak nantinya berguna bagi dirinya dan masyarakat umumnya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. relatif (Nursid Sumaatmadja, 1988:118). Lebih lanjut beliau mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas (mutu) yang dapat diterima oleh masyarakat secara langsung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. peduli pada pembangunan sektor pendidikan. Menurut Kurniadin (2012:206)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang harus dicapai meliputi standar isi, proses, kompetensi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders), baik dari pihak pemerintah maupun

RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

RENCANA KINERJA TAHUN 2011 BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN. SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, Mei 2010

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang memiliki budi pekerti luhur,

URAIAN JUMLAH ANGGARAN REALISASI BELANJA DAERAH , ,00 89,47 1,539,241, (10.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan bersifat aktif dan terencana

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016

BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN. secara berurutan sebagaimana telah disajikan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maju dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Menurut data Organisasi Pendidikan,

BAB V RENCANA PROGRAM, RENCANA INDIKATOR KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Kopertis Wilayah III Jakarta RENSTRA. Tahun

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

GAMBARAN UMUM PERENCANAAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH

Rencana Strategis (Renstra) Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUARA ENIM NOMOR 41 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan Bank Dunia (2013) menunjukkan bahwa program sertifikasi guru

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANJAR. BAB I KETENTUAN UMUM.

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 554 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 MANAJEMEN SISTEM INFORMASI AKADEMIK BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM LAYANAN AKADEMIK SEKOLAH MENENGAH ATAS

RENCANA KINERJA TAHUN 2012 BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN. SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, Juli 2011

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

TERWUJUDNYA LAYANAN PENDIDIKAN YANG PRIMA, UNTUK MEMBENTUK INSAN LAMANDAU CERDAS KOMPREHENSIF, MANDIRI, BERIMANDAN BERTAQWA SERTA BERBUDAYA

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 19 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan

KOMPONEN D SUMBER DAYA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 46 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini persaingan bukan hanya hak monopoli bidang

I. PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam

RENCANA PROGRAM KEGIATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan. Sekolah jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul antara guru dan peserta didik, melainkan menjadi suatu sistem yang sangat kompleks dan dinamis. Sekolah berfungsi untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk masa depan. Sekolah juga mempunyai fungsi mempersiapkan anak untuk masuk dalam dunia kerja, membantu memecahkan masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Di sekolah, tujuan pendidikan nasional terbentuk. Tujuan pendidikan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dijamin juga dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia pasal 31. Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional tersebut dimulai dengan menyediakan sarana prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak sampai pada berbagai fasilitas 1

pendukung pendidikan lainnya. Dari tahun ke tahun pemerintah melakukan berbagai macam program dan kebijakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai upaya perwujudan amanat UUD 45, melalui Kementerian Pendidikan Nasional dalam Renstra Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) 2010-2014 membuat rencana strategis (2010: 39) yang memuat enam pilar kebijakan pokok pembangunan pendidikan yakni: meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan; memperluas keterjangkauan layanan pendidikan; meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan kebudayaan; mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; menjamin kepastian/ keterjaminan memperoleh layanan pendidikan; mewujudkan kelestarian dan memperkukuh kebudayaan Indonesia. Langkah pertama pada renstra tersebut adalah meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan. Program ini merupakan program pokok untuk pemenuhan pendidikan bagi warga negara, terutama pendidikan dasar yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional. Kegiatan pokok dalam upaya meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dan kebudayaan tersebut terdiri dari beberapa kegiatan utama, salah satunya melaksanakan revitalisasi serta penggabungan 2

(regrouping) sekolah-sekolah terutama SD (Sekolah Dasar), supaya efisiensi dan efektivitas sekolah dapat tercpai dengan dukungan fasilitas yang memadai. Pengaruh dari penggabungan sekolah (regrouping) dengan tingkat efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, memiliki keterkaitan pada manajemen perubahan. Manajemen perubahan merupakan suatu proses sistematis dalam penerapan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak proses tersebut. Manajemen perubahan ditujukan untuk memberi solusi sukses dengan cara terorganisir dan dengan metode yang diperlukan melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat di dalamnya. Penggabungan sekolah atau regrouping berarti mengalami suatu perubahan dalam hal fisik maupun non fisik agar bisa dipertahankan. Salah satu sasaran manajemen perubahan adalah mengupayakan agar proses transformasi tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan seminimal mungkin. Keharusan dalam melaksanakan perubahan saat ini tidak boleh menunggu hingga sebuah organisasi tersebut mengalami kemunduran, oleh sebab itu dalam melaksanakan perubahanperubahan perlu diprediksi dan diantisipasi menurut kebutuhan akan perubahan. 3

Dalam buku manajemen perubahan (management of change) ada berbagai macam alasan mengapa organisasi organisasi berubah, dan banyak terdapat tipe perubahan yang dilaksanakan oleh mereka seperti perubahan yang timbul karena kegiatan restrukturisasi, re-engineering, dan e-engineering dan TQM (Total Quality Management). Konsep dasar penggabungan sekolah (regrouping) yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri mengenai pedoman pelaksanaan penggabungan sekolah (regrouping) sekolah dasar (SD) yaitu: (1) Penggabungan (regrouping) sekolah adalah usaha penyatuan dua unit sekolah atau lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan; (2) Lingkup penggabungan sekolah meliputi SD yang terdapat antar desa/ kelurahan yang sama dan atau di desa/ kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan; (3) Sekolah Dasar kemudian disingkat dengan SD merupakan bentuk satuan pendidikan dasar milik pemerintah yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; (4) SD inti ialah SD yang terpilih diantara beberapa SD dalam satu gugus sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; (5) SD imbas adalah anggota satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; (6) SD kecil adalah SD di daerah terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan. Dari pengertian tersebut 4

salah satu program pemerintah adalah program regrouping SD di sebagian daerah yang sudah mulai dilaksanakan. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan surat keputusan Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar. Tujuan regrouping tersebut adalah untuk mengatasi permasalah kekurangan tenaga guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/ SMP kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar. Bupati Kabupaten Semarang Nomor 28 Tahun 2014 juga menerbitkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis Penggabungan Sekolah Dasar Negeri dan ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor 900/0413/2014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah sekolah yang saat ini kekurangan guru. Pada tahun 2014 Kabupaten Semarang berhasil melakukan penggabungan 25 SD negeri menjadi 12 SD. Dari penggabungan itu, diharapkan pemangku kepentingan, 5

warga sekolah, dan masyarakat sepaham dan mendukung penggabungan tersebut (Ungaran Kompas.com, 6/1/2014). Kabupaten Semarang mengalami kekurangan guru pegawai negeri sipil (PNS) hingga akhir 2014. Kekurangan guru ini disebabkan adanya guru pensiun yang tidak diimbangi dengan pengadaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk tenaga pendidik. Sebagian besar kekurangan guru PNS tersebut adalah sekolah dasar (SD). Kepala Dinas Kabupaten Semarang, Ibu Dewi Pramuningsih mengatakan "Jumlah guru PNS yang pensiun setiap tahun ada sekitar 300-an orang. Kita berharap ada pengadaan CPNS dari pemerintah pusat untuk formasi tenaga pendidik di Kabupaten Semarang untuk mengatasi kekurangan guru (Tribun Jateng, Selasa 6/1/2014). Menyikapi hal itu, Dinas Pendidikan setempat telah mewacanakan untuk menerapkan kebijakan alih fungsi guru dari guru SMP menjadi guru SD. Namun Kebijakan akan ditawarkan dahulu kepada para guru. Sebelum merealisasikan alih fungsi guru SMP menjadi guru SD, pihaknya sudah mulai menempuh upaya penggabungan atau regrouping sekolah dan pembelajaran kelas rangkap. Penggabungan sekolah dilakukan pada sekolah yang berada dalam satu kampus, jumlah muridnya sedikit dan jaraknya kurang dari 1 km. 6

Regrouping tahap pertama untuk sekolah-sekolah yang berada dalam satu kampus. Paling banyak sekolah di wilayah pinggiran. Ibu Dewi menjelaskan, sekolah kecil diberlakukan pembelajaran kelas rangkap. Sehingga satu orang guru bisa mengajar lebih dari satu kelas dengan tema pembelajaran yang sama. Selain untuk mengatasi kekurangan guru, adanya pembelajaran kelas rangkap ini diharapkan guru tidak kehilangan tunjangan profesi akibat kekurangan jam mengajar sesuai ketentuan minimal mengajar 24 jam per minggu. Persoalan pendidikan di Kabupaten Semarang dinilai masih cukup pelik. Masih banyak fasilitas pendidikan yang belum memadai, kekurangan guru hingga belum meratanya kualitas pengajar di sekolahsekolah. Kondisi ini dituding masih menjadi hambatan bagi peningkatan kualitas pendidikan di kabupaten Semarang. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengatakan, kekurangan tenaga pengajar (Kab. Semarang masih kekurangan 1.000 guru) masih menjadi kendala dalam meningkatkan mutu pendidikan. Saat ini masih ada kekurangan guru mencapai sekitar 1000 orang, hanya saja untuk menunggu rekruitmen CPNS tentunya akan lama sehingga perlu dilakukan regrouping dan mobil guru, (Republika.co.id, Ungaran). 7

Tercapaianya efisiensi dan efektifitas merupakan kunci utama diadakannya kegiatan regrouping. Secara teoritik, tujuan regrouping pemerintah dapat menambah jumlah SMP (pengambil alihan gedung SD menjadi SMP). Kebutuhan akan kekurangan gurupun akan teratasi. Anggaran untuk pemeliharaan dan penambahan sarana prasarana sekolah akan menjadi lebih efisien. Namun dari studi lapangan khususnya di SD Negeri Tukang 01 dan 02 mengenai latar belakang dilakukannya regrouping sekolah sedikit berbeda. Terdapat dua SD dalam satu kampus menyebabkan persaingan yang tidak sehat antara anggota masingmasing sekolah. Jumlah peserta didik barupun semakin menurun. Rata-rata 5 tahun terakhir sebelum regrouping SD Negeri Tukang 01 dan 02 hanya memiliki 70-80 siswa. Bahkan sejak kepala sekolah SD Negeri Tukang 01 purna tugas pada tahun 2009, terjadi kekosongan kepemimpinan dan pada akhirnya kedua sekolah tersebut diampu oleh satu kepala sekolah. Secara administrasi, pengelolaan rumah tangga SD Negeri Tukang 01 mulai terabaikan. Hingga pada akhinya melalui rapat terpadu tanggal 20 Mei 2010 yang diikuti oleh pengawas sekolah TK-SD UPTD Pendidikan Kecamatan Pabelan, komite sekolah SD Negeri Tukang 01 dan 02, dewan guru SD Negeri Tukang 01 dan 02 serta perangkat desa memutuskan bahwa mulai tahun ajaran 2010/ 2011 SD Negeri 8

Tukang 01 tidak lagi menerima peserta didik baru dan hanya mengelola siswa kelas II sampai kelas VI. Sementara yang menerima peserta didik baru hanya SD Negeri Tukang 02. Bagi guru dan karyawan, salah satu kekhawatiran adanya regrouping adalah terkait kelanjutan tugas mereka. Mereka yang merasa sudah nyaman ditempatkan di salah satu sekolah, ketika sekolah tersebut diregrouping biasanya tidak siap bila harus pindah tugas di sekolah lain. Realita tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri 01 dan 02 saling diperbantukan di ke dua SD tersebut. Namun kadangkala kekurangan jam mengajarpun terjadi, karena jumlah guru yang banyak, sementara jumlah kelas tidak memenuhi. Oleh karena itu ada permasalahan dalam hal kelebihan guru dan kekurangan jam mengajar. Regrouping memicu keresahan khususnya dikalangan guru wiyata bhakti (honorer sekolah), karena mereka juga terancam kehilangan pekerjaan. Sementara selama ini dengan permasalahan kekurangan guru, tenaga wiyata bhakti telah banyak membantu melancarkan kegiatan belajar mengajar. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) merupakan target dilakukannya wajib belajar. Pendidikan di Sekolah Dasar menjadi barang publik, dimana pemerintah tidak hanya berfikir efisien dalam penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan menyangkut 9

banyak aspek dan melibatkan berbagai stakeholder, yaitu siswa, guru, komite sekolah, wali murid dan dinas pendidikan. Semua stakeholder akan terkena dampak dari program regrouping sekolah tersebut. Kuota guru khususnya di wilayah kecamatan Pabelan sebenarnya relatif terpenuhi. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi pergantian posisi dan mutasi guru kelas, yang berdampak terhadap kekurangan jam mengajar. Regrouping sendiri telah dijalankan di berbagai daerah dengan tujuan yang hampir sama yakni efektivitas dan efisiensi. Salah satunya menurut hasil penelitian Sudiyono dkk (2009: 355) yang dilakukan di SD Pakem 1 Sleman. Dari hasil penelitian diketahui bahwa regrouping memberikan dampak positif dalam pengelolaan tenaga kependidikan khususnya guru, pengembangan kelas paralel, pengelolaan dana, pengelolaan sarana prasarana. Tetapi, dalam kebijakan regrouping di SD Pakem 1 berdasarkan penelitian Sudiyono dkk (2009: 355) memiliki dampak yang tidak diharapkan, yaitu: 1) Belum didukung oleh kebijakan teknis operasional terkait dengan pengelolaan sarana dan prasarana serta pengelolaan kelas parallel; 2) Terjadinya penurunan ranking prestasi akademik SD Pakem 1 3) Kebijakan regrouping memunculkan kelas paralel sehingga diperlukan fasilitas ruangan kelas; 4) Fasilitas gedung sekolah lama tidak dimanfaatkan bahkan dibiarkan rusak 10

dan digunakan; 5) Motivasi untuk menjadi kepala sekolah rendah. 6) Memperoleh murid baru yang memiliki kemampuan yang lebih rendah. Pada saat ini keadaan di SD Negeri Tukang 01 dan Tukang 02 terjadi pemborosan sarana prasarana, banyak ruang yang tidak terpakai sesuai dengan tujuan dari regrouping. Karena di SD Negeri Tukang 01 dan 02 berada pada berada pada satu kampus. Dengan digabungkannya kedua sekolah tersebut, banyak ruang kelas yang kosong dan tidak terpakai. Namun pada kenyataannya dalam proses implementasi program ini terjadi konflik. Hal tersebut terlihat dari kurangnya kesiapan masing masing sekolah terkait dengan penggabungan sekolah, sehingga terjadi suatu kesenjangan antar Sekolah Dasar tersebut. Kepala Sekolah yang merupakan pemegang peranan penting dalam kesuksesan implementasi program penggabungan ini juga masih mempunyai beberapa kendala karena minimnya pengalaman. Selain itu tenaga pengajar juga menjadi hal yang harus diperhatikan dimana setelah dirumuskan bahkan diimplementasikan program ini mengalami permasalahan yang timbul terkait dengan tenaga pengajar yang kemudian mengakibatkan adanya suatu kecemburuan antar tenaga pengajar. Sarana dan prasarana yang ada dan tersedia untuk penggabungan (re-grouping) Sekolah 11

Dasar ini dirasa belum bisa dikatakan terpakai dengan baik. Sehingga timbulah pertanyaan-pertanyaan seiring dengan diimplementasikannya program regrouping ini. Salah satunya adalah apakah dengan diimplementasikannya program ini akan merubah keadaan pendidikan di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang? Menurut artikel Suparlan (2006: 59) yang berjudul merger sekolah dasar, begitu perlukah? tentang program ini memang menjadi salah satu kebijakan yang telah diluncurkan oleh pemerintah, namun pelaksanaan program ini di beberapa daerah masih menghadapi berbagai kendala karena beberapa faktor antara lain (1) faktor kekhawatiran akan hilangnya posisi kepala sekolah. (2) faktor kekhawatiran akan kehilangan jejak sejarah lembaga sekolah yang pada awalnya memang telah didirikan dengan susah payah. Proses regrouping SD menjadi mudah dilakukan jika kedua faktor itu dapat diatasi. Kepmendiknas Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah, dalam ayat 1 pasal 23 dinyatakan bahwa pengintegrasian sekolah merupakan peleburan atau penggabungan dua atau lebih sekolah sejenis menjadi satu sekolah. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap program regrouping di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, untuk mengetahui implementasi, 12

faktor, dampak serta peningkatan efektifitas & efisiensi dari program regrouping sekolah. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana proses implementasi program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang? b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang? c. Dampak apa saja yang muncul setelah dilaksanakan regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang? d. Sejauh mana tujuan regrouping yaitu untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang terwujud? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memberi rekomendasi perbaikan implementasi program regrouping sekolah dasar, yang terlebih dahulu mengetahui: 13

a. Proses implementasi kebijakan regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. b. Faktor faktor yang mempengaruhi program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. c. Dampak yang muncul setelah dilaksanakan program regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. d. Tujuan regrouping sekolah dalam hal peningkatan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. 1.4. Manfaat Penelitian Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun praktis. a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih keilmuan untuk peneliti selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan evaluasi program regrouping sekolah dasar. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, kritik dan saran bagi: 1) Sekolah yang bersangkutan, sebagai bahan rekomendasi dalam peningkatan efektifitas dan 14

efisiensi pelaksanaan regrouping sekolah dan sebagai bahan informasi untuk mengelolaan regrouping sekolah selanjutnya. 2) UPTD Pendidikan, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program kebijakan regrouping sekolah dimasa yang akan datang. 3) Sekolah lain yang akan melakukan regrouping sekolah, sebagai pedoman dalam melaksanakan regrouping sekolah supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 15