BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan Tanah merupakan medium dari tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Nutrien tersebut adalah karbon (C), nitrogen (N), posfor (P). Tiga komponen utama tanah yang menyediakan nutrient bagi pertumbuhan tanaman adalah bahan organik, turunan bahan batuan induk, dan serpih-serpih lempung. Nutrien pertama-tama dibebaskan ke dalam larutan tanah (air tanah) sebelum dipindahkan ke dalam sistem perakaran tanaman (Rao, 1994). Nitrogen bebas merupakan 79% dari udara. Unsur N 2 hanya dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan, umumnya dalam bentuk nitrat, dan pengambilannya khususnya lewat akar. Terbentuknya nitrat itu karena jasa-jasa mikroorganisme. Penyusunan nitrat dilakukan secara bertahap oleh beberapa genus bakteri secara sinergetik. Beberapa genera bakteri yang hidup bebas di dalam tanah mampu untuk mengikat molekul-molekul nitrogen guna dijadikan senyawa-senyawa pembentuk tubuh mereka, misalnya protein (Dwidjoseputro, 1990). Di dalam tanah terdapat berbagai jenis biota tanah, antara lain mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes, mikroflora, dan protozoa) serta fauna tanah. Masingmasing biota tanah mempunyai fungsi yang khusus. Dalam kaitannya dengan tanaman, mikroorganisme sangat berperan dalam membantu pertumbuhan tanaman melalui penyediaan hara (mikroorganisme penambat N, pelarut P), membantu penyerapan hara (cendawan mikoriza arbuskula), memacu pertumbuhan tanaman (penghasil hormon), dan pengendali hama-penyakit (penghasil antibiotik, antipatogen) (Anonim, 2008)
2.2 Biofertilizer Biofertilizer didefinisikan sebagai produk yang mengandung mikroorganisme hidup atau sel mikroorganisme yang tersembunyi yang mengaktifkan proses biologis untuk membuat pupuk atau membentuk unsur yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Dalam lingkup terminologi ini, biofertilizers meliputi perumusan mikroorganisme pengikat nitrogen, mikroorganisme pelarut posfat dan mikroorganisme selulolitik (Boonkerd, 2008). Biofertilizer sering disebut sebagai pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup, aktifitas mikroorganisme ini mempengaruhi ekosistem tanah dan menghasilkan zat tambahan buat tanaman (Parr et al., 2002). Bagaimanapun, spesies dan kuantitas bervariasi tergantung pada sumber daya dan bahan-bahan mentah yang digunakan untuk memproduksi pupuk. Mikroorganisme tersebut dan sumber nutrien diperoleh dari bahan baku yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan unsur hara tanah. Ada macam-macam jenis biofertilizer yang tersedia tergantung bahan baku yang digunakan, bentuk-bentuk pemanfaatan dan sumber mikroorganisme (DOAE 2003, Higa dan Parr 1994; Ngampimol dan Kunathigan, 2008). Pendekatan yang kurang komprehensif terhadap kesuburan tanah selama ini yakni hanya memfokuskan dari faktor kimianya saja telah terbukti menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas tanah dalam jangka panjang. Selain faktor kimia berupa unsur makro dan mikro yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, faktor biologis (biokimia) yang terutama dimainkan perannya oleh mikroba juga sangat penting. Berbagai senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroba dalam proses dekomposisi berbagai limbah organik di alam berperan dalam memacu merangsang pertumbuhan, mempercepat proses perbungaan, meningkatkan proses biosintesis senyawa biokimia, menghambat patogen, bahkan juga meningkatkan produksi senyawa metabolit sekunder sebagai bahan baku obat, pestisida dan sebagainya (Aryantha et al., 2002). Wild (2001) dalam Aryantha et al. (2002) menyatakan bahwa mikroorganisme tanah juga berperan penting dalam proses pelarutan mineral-mineral yang tadinya
berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam-garam yang dapat diserap oleh akar. Sebagai contoh unsur fosfor dalam senyawa kompleks batuan akan terlarutkan oleh kelompok pelarut fosfat seingga menjadi tersedia bagi tanaman. 2.3 Bakteri fotosintetik anoksigenik Semua bakteri fotosintetik anoksigenik (BFA) yang telah dilaporkan bersifat diazotrof dengan kemampuan penambatan nitrogen yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya aktivitas nitrogenase yang cukup tinggi, terutama pada Rhodobacter capsulatus, R. spaeroides dan Rhodopseudomonas viridis (Madigan et al., 1984). Bakteri fotosintetik anoksigenik dapat hidup secara aerobik, anaerobik maupun secara fermentasi (Brock dan Madigan 1991). Selain itu juga mampu menggunakan cahaya spektrum merah sampai infra merah, tahan terhadap herbisida tertentu dan mampu mendetoksikasi H 2 S (Habte & Alexander 1980). Walaupun bakteri fotosintetis anoksigenik mungkin tidak dapat menggantikan peranan pupuk nitrogen sintetik secara keseluruhan, tetapi bakteri ini memiliki potensi penambat nitrogen hayati yang diharapkan dapat mengurangi pemakaian pupuk sintetik (Seumahu et al., 1997). Gest dan Blankenship (2003) menemukan bakteri fotosintesis memproduksi fiksasi H 2 dan N 2 oleh Rhodospirillum rubrum. Studi berikutnya mengungkapkan bahwa banyak bakteri fotosintetik anoksigenik memiliki kapasitas fiksasi N 2. Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anorganik (Hindersah dan Simarmata, 2004). Unsur nitrogen termasuk unsur utama dan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan, sehingga merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan tanaman (Purwaningsih, 2004).
2.4 Lactobacillus sp. Menurut Misgiyarta dan Widowati (2002),bakteri asam laktat (BAL) yang banyak tersebar di alam Indonesia ini dapat diisolasi dari berbagai sumber antara lain buahbuahan busuk, sayuran busuk, berbagai produk asinan tradisional, susu terfermentasi, feses ternak, feses bayi, dan lain-lain. BAL yang digunakan dalam fermentasi perlu diseleksi untuk memperoleh isolat yang memiliki kemampuan unggul, sehingga memiliki kelebihan-kelebihan: 1. Memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. 2. Ketersediaan mikroba terjamin, sebab bersumber dari lingkungan alam Indonesia yang dapat diisolasi dari banyak sumber. 3. Memungkinkan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat dengan biaya yang relatif murah untuk industri besar, maupun industri kecil, karena ketersediaan yang cukup serta biaya relatif murah. Bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk menekan penyakit yang terinduksi mikroorganisme seperti Fusarium, yang terus menerus terjadi dalam program penanaman. Dalam keadaan normal, spesies seperti Fusarium melemahkan tanaman panen, sehingga menyebabkan penyakit dan meningkatkan populasi hama seperti nematoda. Penggunaan bakteri asam laktat mengurangi populasi nematoda dan kontrol propagasi dan penyebaran Fusarium, sehingga mendorong lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman (Hussain, 1999). Bakteri asam laktat dapat dimanfaatkan inokulan lainnya untuk meningkatkan keragaman mikrobia tanah serta dapat diserap langsung oleh tanaman sebagai antibiotik yang mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan (Tola et al., 2007).
2.5 Bakteri pelarut fosfat Untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat, saat ini mulai dikembangkan kemampuan bakteri dalam mengefektifkan ketersediaan unsur P. Menurut Rao (1982) dalam tanah banyak bakteri yang mempunyai kemampuan melepas P dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, salah satunya adalah Pseudomonas. Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungan di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H 2 PO - 4 dan HPO 2- - 4 yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H 2 PO 4 lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada ph yang lebih tinggi (lebih besar dari 7) bentuk HPO 2-4 lebih dominan. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Havlin et al., 1999; Elfiati, 2005). Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan, mampu meningkatkan kelarutan P yang terjerap, menghalangi terjerapnya P pupuk oleh unsur-unsur penjerap dan mengurangi toksisitas Al 3+, Fe 3+ dan Mn 2+ terhadap tanaman pada tanah masam. pada jenis-jenis tertentu, mikroba ini dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan senyawa antibiotik. Soepardi (1983) mengemukakan peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat jerami agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit (Elfiati, 2005). Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan bakteri tanah yang bersifat non patogen dan termasuk dalam katagori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Glick, 1995). BPF merupakan satu-
satunya kelompok bakteri yang dapat melarutkan P yang terjerap permukaan oksidaoksida besi dan almunium sebagai senyawa Fe-P dan Al-P (Hartono, 2000). Bakteri tersebut berperan juga dalam transfer energi, penyusunan protein, koenzim, asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik lainnya yang dapat menambah aktivitas penyerapan P pada tumbuhan yang kekurangan P (Rao, 1994; Widawati dan Suliasih, 2005). Pelarutan fosfat oleh Pseudomonas didahului dengan sekresi asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksilat, malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkelat dan memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa kompleks dengan kationkation Ca 2+, Mg 2+, Fe 2+, dan Al 3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1982). Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat sebagai salah satu penerapan bioteknologi merupakan suatu alternatif yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam mencari pemecahan masalah efektivitas ketersediaan unsur P pada tanah masam (Wulandari, 2001).