BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terdiri dari berbagai macam individu yang berasal dari berbagai status yang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karaktersitik individu memang memiliki peran terhadap produktivitas. Hal ini didukung oleh

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dinamika organisasi. Perusahaan yang menyadari bahwa sumber daya manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

BAB II URAIAN TEORITIS

Bab II. Tinjauan Pustaka. karyawan yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan perawat Rumah Sakit Saiful Anwar

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

Judul : Pengaruh Konflik Interpersonal dan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Karyawan PT POS Indonesia (Persero) Pusat Denpasar.

KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perilaku. Peran ganda dapat didefenisikan dimana seseorang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan memenuhi fungsi sosialnya. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh motivasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu organisasi.arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir abad ke-20 sampai awal abad ke-21 ini, sudah tidak asing lagi kita

Definisi Stres Kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset yang paling penting

I. PENDAHULUAN. kompetitif dan dinamis menimbulkan banyak tantangan baru yang harus dihadapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Arthur, 1994). Menurut Samad (2006) bahwa karakteristik pekerjaan

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. baik usaha yang dilakukan oleh pemerintahan untuk waktu yang cukup lama tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor pendorong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dikehendaki, serta mempertahankan guru yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

PENGARUH STRESSOR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI JOB STRESS. ( Studi Pada PT. Sindopex Perotama Sidoarjo ) Ari Suharto

BAB I PENDAHULUAN. dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang kredit serta memberikan suatu kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai aset yang berharga. Tak jarang, perusahaan hanya mengganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB I PENDAHULUAN. kerja selalu dipenuhi oleh para pelamar setiap harinya. Pekerjaan adalah suatu aspek

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PERILAKU KEORGANISASIAN IT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DEFINISI DAN PENGUKURAN KEPUASAN KERJA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan semakin baik. Salah satu tindakan yang penting dan harus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. serta biaya baru dalam merekrut karyawan baru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hasibuan (2007) Byars dan Rue Sutrisno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi sekarang ini, tantangan terhadap perubahan

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan : Studi Kasus pada Tenaga Pengajar di Telkom University Ella Jauvani Sagala 1,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stress Kerja 2.1.1. Pengertian Stress Menurut Ivancevich dan Matteson dalam Luthans (2006), stress diartikan sebagai interaksi individu dengan lingkungan, tetapi kemudian diperinci lagi menjadi respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Menurut Luthans (2006), stress didefinisikan sebagai suatu respon adaptif terhadap sitasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Siagian (2007) menyatakan bahwa stress merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stress yang tidak diatasi dengan baik biasanya pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungannya baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luar lainnya. Hal ini berarti karyawan tersebut akan menghadapi berbagai gejala negative yang akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan. Dari beberapa pengertian tentang stress, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa stress merupakan suatu respon individu terhadap kondisi lingkungan eksternal yang berupa peluang, kendala (contraints), atau tuntutan

(demands), yang menghasilkan respon psikologis dan respon fisiologis, sehingga bisa berakibat pada penyimpangan fungsi normal atau pencapaian terhadap sesuatu yang sangat diinginkan dan hasilnya dipresepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stress dipandang positif karena dengan adanya stress seorang karyawan bisa bekerja dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya, misalnya seorang karyawan yang ingin naik jabatan menjadi manajer, maka ia akan dihadapkan pada beban pekerjaan yang memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Apabila seorang karyawan memandang stress dari sisi negatif akan menimbulkan dampak yang negatif pula.. Segala macam bentuk stress pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress. Akibat-akibat stress terhadap seorang individu dapat bermacammacam tergantung pada kekuatan konsep dirinya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi tersebut terhadap stress. 2.1.2 Pengertian Stress Kerja Robbins (2006), stress merupakan kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkanya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Pada dasarnya stress tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal tersebut berarti bahwa pada situasi dan kondisi tertentu stress yang dialami seorang individu akan mamberikan akibat

positif yang mengharuskan individu tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stress yang tinggi atau stress ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja karyawan. Ada beberapa faktor penyebab stress karyawan antara lain yaitu : a) Konflik antar pribadi dengan pemimpin b) Beban kerja yang sulit dan berlebihan c) Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan d) Tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar 2.1.3 Penyebab Stress Penyebab stress kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor penyebab saja, namun stress bisa saja terjadi karena penggabungan dari beberapa sebab sekaligus. Seperti pendapat dari Luthans (2006) bahwa penyebab stress ada beberapa faktor, yaitu: 1. Stressor Ekstraorganisasi Yaitu penyebab stress yang berasal dari luar organisasi. Penyebab stress ini dapat terjadi pada organisasi yang bersifat terbuka, yakni keadaan lingkungan eksternal mempengaruhi organisasi. Misalnya perubahan sosial dan teknologi, globalisasi, keluarga, dan lain-lain. 2. Stressor Organisasi Yaitu penyebab stress yang berasal dari organisasi termpat karyawan bekerja. Penyebab ini lebih memfokuskan pada kebijakan atau peraturan organisasi yang menimbulkan tekanan yang berlebih pada karyawan.

3. Stressor Kelompok Yaitu penyebab stress yang berasal dari kelompok kerja yang setiap hari berinteraksi dengan karyawan. misalnya rekan kerja atau supervisor atau atasan langsung dari karyawan. 4. Stressor Individual Yaitu penyebab stress yang berasal dari individu yang ada dalam organisasi. Misalnya seorang karyawan terlibat konflik dengan karyawan lainnya, sehingga menimbulkan tekanan tersendiri ketika karyawan tersebut menjalankan tugas dalam organisasi tersebut. Sedangkan menurut Robbins (2006) tingkat stress pada tiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stress seseorang. Faktor tersebut adalah : 1. Faktor Lingkungan Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stress yang dialami karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat menimbulkan perampingan pegawai dan PHK, sedangkan ketidakpastian politik menimbulkan keadaan yang tidak stabil bagi negara, dan inovasi teknologi akan membuat ketrampilan dan pengalaman seseorang akan menjadi usang dalam waktu yang pendek sehingga menimbulkan stress. Dengan ketiga faktor lingkungan tersebut karyawan akan dengan mudah mengalami stress. 2. Faktor Organisasional

Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stress karyawan adalah faktor organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai penyebab stress, yaitu: Tuntutan Tugas, Tuntutan Peran, Tuntutan antarpribadi, Struktur Organisasi, Kepemimpinan Organisasi. 3. Faktor Individual Jika dilogika, setiap individu bekerja rata-rata 40-60 jam per minggu. Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu (Robbins, 2006), sehingga akan besar kemungkinan segala macam urusan di luar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah isu-isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik kehidupan inheren (Robbins, 2006). Menurut Handoko (2001), faktor yang mempengaruhi stress dapat digolongkan menjadi dua penyebab, yaitu : 1. On The Job Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang bisa menimbulkan stress pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stress yang berasal ddari beban pekerjaan antara lain : a. Beban kerja yang berlebihan. b. Tekanan atau desakan waktu. c. Kualitas supervisi yang jelek. d. Iklim politis yang tidak aman. e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai. f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguity). h. Frustasi i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok. j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan. k. Berbagai bentuk perubahan. 2. Off The Job Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang menimbulkan stress pada karyawan. Permasalahan yang mungkin terjadi antara lain : a. Kekuatan finansial. b. Masalah yang bersangkutan dengan anak. c. Masalah fisik. d. Masalah perkawinan e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal. f. Masalah-masalah pribadi lain, misalnya kematian sanak saudara Stress juga dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal lebih banyak disebabkan oleh perilaku dan pengharapan dari individu tertentu, kesulitan terhadap nilai ini mungkin disebabkan karena pribadi tersebut memasukkan unsur stress. Sebab lain adalah faktor eksternal, faktor ini dibagi menjadi dalam dua kategori, yakni tekanan fisik dan tekanan psikologi. Tekanan fisik termasuk minimnya ventilasi udara atau pencahayaan lampu ruangan atau berbagai macam tuntutan fisik lain. Menurut Robbins ( 2006 ) penyebab stress adalah bertumpuknya fakta yang cenderung diabaikan ketik penyebab stress ditinjau secara individual sehingga

dapat dikatakan bahwa stress merupakan fenomena yang bertumpuk-tumpuk. Ada orang yang tegar ketika menghadapi situasi stress, dan ada yang lumpuh olehnya. Sekurang-kurangnya ada 5 variabel yang memperlunak hubungan penyebab stress dan stress yang dialami, yaitu persepsi, pengalaman kerja,dukungan sosial, keyakinan akan lokus kendali, dan permusuhan. a. Persepsi Potensi stress tidak terletak pada kondisi objektifnya, melainkan teletak pada penafsiran karyawan pada kondisi=kondisi yang ada. b. Pengalaman Bukti menunjukan bahwa pengalaman pada pekerjaan cenderung berhubungan secara negatif dengan stress kerja.ada dua alasan yaitu pertama adalah gagasan penarikan diri yang selektif. Keluar masuknya karyawan secara sukarela lebih mungkin terjadi dikalangan orang yang banyak stress. Oleh karena itu orang yang tetap lebih lama berada dalam organisasi adalah mereka dengan ciri yang lebih tahan stress. Kedua, pada akhirnya orang mengembangkan mekanisme mengatasi stress. c. Dukungan sosial. Makin banyak bukti yang menunjukan bahwa dukungan social dapat menyanggah stress, bertindak sebagai pereda, yang mengurangi dampak negatif dari pekerjaan yang berketeganngan sekalipun. d. Ruang (lokus ) kendali

Orang yang memiliki lokus kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka. Mereka yang memiliki lokus kendali Eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatankekuatan luar. e. Keefektifan Diri. Kepercayaan terhadap kemampuan diri seseorang dapat mengurangi stress. 2.1.4 Konsekuensi Stress Kerja Stress dapat muncul dengan beberapa gejala. Diantaranya dapat dilihat dari sakit yang diderita oleh karyawan, misalnya: tekanan darah tinggi, tukak lambung, maag, stroke. Atau dari perilaku karyawan, kesulitan mengambil; keputusan, hilangnya selera makan dan lain sebagainya. kondisi tersebut menandakan bahwa karyawan tersebut sedang mengalami stress. Dari kondisi tersebut, Robbins (2006) menyatakan ada tiga kategori umum dari konsekuensi stress, yaitu : 1. Gejala Fisiologis Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung. 2. Gejala Psikologis

Dari segi psikologis, stress dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misaalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Terbukti bahwa jika seseorang diberikan sebuah pekerjaan dengan peran ganda atau berkonflik, ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemikul pekerjaan, maka stress dan ketidakpuasan akan meningkat. 3. Gejala Perilaku Gejala stress yang dikaitkan dengan perilaku mencakup dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahandalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Pendapat yang dikemukakan oleh Griffin (2002), menyatakan bahwa konsekuensi dari stress adalah: 1. Konsekuensi Psikologis Dampak yang ditimbulkan meliputi gangguan tidur, depresi, masalah keluarga. Konsekuensi-konsekuensi medis dari stress mempengaruhi kesehatan psikologis individu. 2. Konsekuensi Fisiologis Karyawan akan kesulitan dalam menentukan keputusan. Selain itu, stress juga akan membuat karyawan mudah lupa/pikun, hipersensitif, dan menjadi lebih

pasif, sehingga lama kelamaan karyawan akan kecanduan alkohol dan obatobatan. 3. Konsekuensi Burnout Burnout berakibat pada kelelahan jangka panjang,,frustasi, dan keputusasaan. Lalu diikuti oleh peningkatan kekakuan ( tubuh ), penurunan kepercayaan diri, dan perilaku penarikan diri. 4. Konsekuensi Organisasi Biasanya, ketika karyawan mengalami permasalahan yang sulit, organisasi juga akan mencarikan jalan keluar. Karena jika karyawan mengalami stress yang tinggi, akibat bagi perusahaan adalah meningkatnya absensi dan turnover, tingkat kecelakaan kerja juga akan meningkat. Akhirnya, kepuasan karyawan terhadap pekerjaan, terhadap organisasi, relasi industri, serta produktivitas akan mengalami penurunan akibat dari stress kerja. 2.1.5 Tindakan-tindakan untuk mengurangi stress. Stress merupakan konsekuensi bagi seorang karyawan yang melaksanakan pekerjaan. Sehingga stress kerja bagi seorang karyawan tidak akan bisa dihilangkan sama sekali, selama karyawan tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi stress karyawan. Menurut Griffin (2002), ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengurangi stress, antara lain : 1. Berolahraga Individu-individu yang berolahraga secara teratur akan merasa lebih rileks, lebih tenang, lebih percaya diri, dan lebih optimis. Di sisi lain individu-individu

yang tidak berolahraga secara regular cenderung berpeluang lebih stress dan mengalami depresi. 2. Relaksasi Relaksasi memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungan dan dengan demikian lebih mampu mengatasi stress yang dialaminya. Sebuah riset baru menemukan bahwa sikap individu terhadap lingkungan kerja membaik secara signifikan setelah berlibur. Individu juga bisa lebih rileks bekerja. 3. Manajemen Waktu. Konsep dibelakang manajemen waktu adalah banyak tekanan harian dapat dikurangi atau dihilangkan jika individu mampu mengelola waktu lebih baik. Salah satu pendekatan manajemen waktu adalah menulis, setiap pagi, tugas-tugas harus dikerjakan pada hari yang bersangkutan. Daftar tugas ini dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu aktifitas yang sangat penting yang harus dikerjaka, aktifitas yang sebaiknya dikerjakan, dan aktifitas opsional atau yang bisa ditunda. Individu harus mengerjakan daftar sesuai urutan signifkansinya. 4. Grup pendukung. Sebuah grup pendukung bisa berupa kelompok sederhana seperti kelompok yang beranggotakan anggota keluarga atau teman. Dengan begitu bisa membantu menghilangkan stress yang telah terakumulasi sejak pagi. 2.1.6 Kegiatan-kegiatan personalia untuk mengurangi stress Menurut Handoko (2001) cara terbaik untuk mengurangi stress adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh merancang kembali

pekerjaan-pekerjaan sehingga para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Desain pekerjaan juga dapat mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran. Selanjutnya komunikasi dapat diperbaiki untuk memberikan umpan balik pelaksanaan kerja, dan partisipasi dapat ditingkatkan. Departemen personalia hendaknya juga membantu para karyawan untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam menghadapi stress. Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap situasi-situasi stress, dan program-program latihan dapat diselenggarakan untuk pengembangan ketrampilan dan sikap menangani stress. Pelayanan konseling, mungkin merupakan cara paling efektif untuk membantu para karyawan menghadapi stress. 2.1.7 Karakteristik Individu. Organisasi merupakah wadah bagi individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan pribadi maupun organisasi. Individu dengan karakter sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa ke dalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan, pribadi, dan penghargaan kebutuhan dan pengalaman masa lainnya. Menurut Tai, et all (1998) dalam Adi dan Kristiani (2006), keinginan pindah dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan), lama kerja, pelatihan kerja, profesionalisme, pengungkapan kebutuhan pribadi, jarak tempat kerja, keinginan dan

dinyatakan untuk tinggal di organisasi. Variabel lain yaitu variabel organisasi kerja meliputi: kompensasi yang diberikan organisasi, kesempatan promosi karier dan komitmen organisasi. Karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan status perkawinan, dan masa kerja dalam organisasi. 1. Umur Hubungan kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu (Robbins,2006). Karyawan yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggung jawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan karyawan yang lebih tua (Nitisemito dalam Saragih,2010). Maier (1971) dalam Tobing (2005) mengemukakan pekerja muda memiliki tingkat perpindahan yang lebih tinggi dari pekerja yang usianya relatif lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan keinginan pindah dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang semakin rendah keinginan pindahnya. Karyawan yang lebih muda memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berpindah. Hal ini disebabkan pekerja yang lebih tua enggan untuk melakukan perpindahan kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang berkurang, dan senioritas di tempat kerja belum tentu di dapatkan meskipun gaji dan fasilitas lebih baik (Mobley dalam tobing,2005).

2. Jenis Kelamin Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria ( Robbins, 2006). 3. Masa Kerja Masa kerja ternyata konsisten berhubungan secara negatif dengan keluar masuknya karyawan dan kemangkiran, namun memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas kerja (Robbins, 2006). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan atau perawat lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup dihari tua (Kreitner, dan Kinicki, dalam Desa, 2008). 4. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat kepuasan kerja (Kreitner, Kinicki,Dalam Desa, 2008). Pendapat lain juga menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka tuntutan tuntutan terhadap aspek aspek

kepuasan kerja di tempat kerjanya akan semakin meningkat (Kenneth, dan Gary, 2003). 5. Status Perkawinan Salah satu riset menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang bujangan. Pernikahan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting (Robbins, 2006). 2.1.8 Intensi Turnover Karyawan Keinginan ( intensi ) adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Menurut Mobley (1982) dalam Tobing ( 2005 ), intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Menurut Mueller (2003) yang mengutip pendapat Steel (2002), penelitian mengenai proses turnover sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi anggota organisasi. Keinginan pindah ada di bawah kontrol individu, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan relatif mudah diprediksi dibanding perilaku turnovernya.

Klasifikasi pindah kerja antara lain pindah kerja sukarela yang didasarkan atas kemauan sendiri dengan alasan kompensasi, kenyamanan kerja, masalah kepemimpinan dan organisasi dan tidak sukarela, yaitu pindah atas intervensi organisasi misalnya pemecatan, habis masa kontrak kerja, pensiun serta masalah medis/kematian. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa keinginan berpindah merupakan variabel paling berhubungan dan lebih banyak menerangkan varian perilaku turnover. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam bentuk tindakan pasti meninggalkan organisasi. Pengertian turnover tradisional mengasumsikan bahwa orang meninggalkan organisasi karena alasan yang sukarela dan yang tidak sukarela. 1) Perputaran secara tidak sukarela adalah pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. 2) Perputaran secara sukarela adalah karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri. Perputaran secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional, peraturan kerja, dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan. Perputaran secara sukarela dapat disebablkan oleh banyak faktor temasuk peluang karir, gaji, pengawasan, geografis, dan alasan pribadi. Perputaran secara sukarela juga dapat meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran organisasi atau

dikarenakan banyak karyawan yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan serta juga dikarenakan birokrasi organisasional yang ada dalam perusahaan. Perputaran yang tidak dapat dikendalikan, timbul karena alasan diluar pengaruh pemberi kerja. Perputaran yang dapat dikendalikan, timbul karena faktor yang dapat dipengaruhi oleh pemberi kerja. Alasan-alasan karyawan berhenti tidak dapat dikendalikan organisasi antara lain : 1. Karyawan pindah dari daerah geografis 2. Karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah karena alasan keluarga 3. Suami/istri karyawan dipindahkan 4. Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. Menurut Panggabean ( 2004 ), perputaran tenaga kerja ( labour turnover ) berhubungan dengan pemutusan hubungan kerja secara tetap. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur Labour Turnover (LTO) karyawan adalah: ( LTO ) = Jumlah karyawan yang diterima jumlah karywan yang keluar x100% 0,5 ( jumlah karyawan awal + jumlah karyawan akhir ) (Sumber Malayu Hasibuan :2003 ) Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi turnover cukup kompleks dan saling terikat satu sama lain. Diantara faktor-faktor tersebut adalah yang akan dibahas antara lain usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, keterikatan dengan organisasi, kepuasan kerja dan budaya perusahaan. 1. Usia

Maier dalam Novliadi (2007) mengemukakan pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang tinggi disbandingkan pekerja tua. Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energy yang sudah berkurang. Dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu diperoleh ditempat kerja yang baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar. Gilmer dalam Novliadi ( 2007) berpendapat bahwa tingkat Turnover yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena masih memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau organisasi kerja. 2. Lama Bekerja Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat, interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover tersebut. Karyawan dengan masa kerja lebih lama memiliki rasa tanggung jawab lebih besar daripada pekerja-pekerja baru ( Handoyo dalam Novliadi, 2007 ) 3. Tingkat pendidikan Karyawan yang mempunyai tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya mereka yang mempunyai

tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru. 4. Keterikatan terhadap organisasi Karyawan yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki, rasa aman, tujuan dan arti hidup serta gambaran diri yang positif. Akibat secara langsung adalah dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan. 5. Kepuasan kerja Arnold dan Fieldman dalam Novliadi ( 2007 ) menunjukan bahwa tingkat Turnover dipengaruhi kepuasan kerja seseorang. Mereka menemuka bahwa semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya semakin kuat dorongannya untk melakukan Turnover. Ketidakpuasan yang menjadi penyebab turnover memiliki banyak aspek yaitu ketidakpuasan terhadap manajemen perusahaan, kondisi kerja, mutu pengawasan, penghargaan, gaji, promosi dan hubungan interpersonal. 6. Budaya kerja Robbins ( 2006 ) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover. Budaya kuat ini akan membentuk kesetiaan, komitmen terhadap perusahaan pada para karyawannya yang akan mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian Imamatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan. Prosedur penarikan sampel dalam penelitian ini adalah sensus yang meliputi seluruh karyawan yang berjumlah sebanyak 40 orang karyawan. Variabel independen adalah stress kerja (X) terdiri atas variabel konflik kerja (X 1 ), beban kerja ( X 2 ), waktu kerja ( X 3 ) dan pengaruh kepemimpinan (X 4 ). Variabel dependen (Y) adalah kinerja karyawan. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel stress kerja (X) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan. Variabel waktu kerja (X 3 ), dan pengaruh kepemimpinan (X 4 ) yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan. Penelitian Muhammad Surya Desa dengan judul Pengaruh Sosiodemografi dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai. Prosedur penarikan sampel diambil secara proporsional sampling sebanyak 80 orang dengan populasi adalah seluruh bidan yang bertugas di 17 (tujuh belas) puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah 372 orang. Variabel Sosiodemografi sebagai variabel bebas X 1,karakteristik pekerjaan sebagai variabel bebas X 2 dan Keinginan Pindah Kerja sebagai variabel terikat ( Y ). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Persentase bidan yang ingin pindah di kabupaten Serdang Bedagai sebesar 28,8%, variabel karakteristik sosio

demografi tidak mempunyai pengaruh terhadap keinginan pindah kerja yang terdiri dari umur status perkawinan, status kepegawaian, jabatan, masa kerja. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, variabel hubungan kerja dan dukungan sosial, berpengaruh signifikan terhadap keinginan pindah kerja bidan, namun variabel beban kerja dan kompensasi tidak mempunyai pengaruh siginifikan terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian Paul SML Tobing ( 2005 ) dengan judul pengaruh karakteristik perawat dan lingkungan kerja terhadap keinginan pindah kerja ( Intenstion Turnover ) perawat di rumah sakit swasta di kota medan ini menganalisis pengaruh karakteristik perawat (umur, pendidikan, status perkawinan) dan lingkungan kerja (beban kerja, lama kerja, dukungan sosial, kompensasi) terhadap keinginan pindah kerja perawat. Penelitian ini bersifat analitik dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh perawat yang bekerja di tiga rumah sakit swasta tipe Madya, yaitu: RS. Mitra Sejati, RS. Vina Estetica, dan RS. Imelda, yang berjumlah 258 perawat. Sampel diambil dari sebagian populasi yang berjumlah 70 perawat. Penentuan sampel dilakukan dengan cara proportional sampling to size. Sampel yang sudah ditentukan jumlahnya selanjutnya diambil dengan cara accidental sampling, Analisis bivariat dilakukan denganmenggunakan uji Chi-Square, sedangkan analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja perawat adalah umur dan pendidikan, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh adalah status perkawinan, beban kerja, lama kerja, dukungan sosial.

2.3. Kerangka Konseptual Menurut Ivancevich dan Matteson dalam Luthans (2006), stress diartikan sebagai interaksi individu dengan lingkungan, tetapi kemudian diperinci lagi menjadi respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Pemahaman mengenai stress kerja dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu sumber potensial penyebab stress. Adapun sumber-sumber potensial stress kerja adalah : 1) Konflik kerja yaitu ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumberdaya secara bersama-sama, atau karena mereka mempunyai status,tujuan,nilai dan persepsi yang berbeda. 2) Beban kerja yaitu keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan tersebut terlalu tinggi. 3) Waktu kerja adalah kondisi dimana pekerja dituntut segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target. 4) Sikap pimpinan, dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak

yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja karyawan. Dalam pekerjaan yang bersifat stressful, para karyawan bekerja lebih baik jila pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan. Robbin ( 2006 ) stress dapat muncul lewat sejumlah cara, dan hal tersebut dibagi dalam tiga kategori umum yaitu : gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku. Gejala fisiologis berdampak dalam kodisi perubahan metabolism berupa meningkatnya laju detak jantung dan pernapasan. Dampak stress pada gejala psikologis berupa ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan, ketegangan, kecemasan dan mudah marah. Gejala stress kerja pada kondisi perilaku adalah perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar-masuknya karyawan. Menurut Robbins ( 2006 ) Karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,status perkawinan, dan masa kerja dalam organisasi. 1. Usia Semakin tua usia seseorang maka semakin kecil kemungkinan seseorang untuk berhenti dari pekerjaan. Maier dalam Novliadi ( 200 : 11 ) mengemukakan karyawan yang berusia muda mempunyai tingkat turnover yang tinggi di bandingkan karyawan yang berusia tua.hal ini disebabkan karena karyawan yang berusia tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena berbagai alasan. 2. Jenis kelamin Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria ( Robbins, 2006) 3. Masa Kerja

Masa kerja ternyata konsisten berhubungan secara negatif dengan keluar masuknya karyawan dan kemangkiran, namun memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas kerja (Robbins, 2006). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan atau perawat lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. 4. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan akan lebih berani keluar mencari pekerjaan baru. 5. Status Perkawinan Salah satu riset menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang bujangan. Pernikahan memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting ( Robbins, 2006) Menurut Zeffane dalam Hilman( 2002;32 ) intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Berdasarkan definisi tersebut maka intensi turnover adalah

kecenderungan niat atau keinginan karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Berdasarkan teori pendukung di atas, maka penulis lebih menspesifikasikan pembahasan dalam penyusunan skripsi ini pada masalah stress kerja dan karakteristik individu. Oleh karena itu kerangka konseptual pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Stress Kerja ( X 1 ) Karakteristik Individu (X 2 ) Intensi Turnover Karyawan (Y) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Robbins (2006 ) dan Ivancevich dan Matteson dalam Luthans (2006), diolah penulis 2.4. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah ditetapkan maka hipotesis yang penulis kemukakan adalah: Stress Kerja Dan Karakteristik Individu Berpengaruh Signifikan Terhadap Intensi Turnover Karyawan Pada PT Citra Kencana Industri Tanjung Morawa Medan.