BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 1

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. 1 Peta persebaran longsoran di dinding utara penambangan Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Dept. Geoteknik dan Hidrogeologi PT.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB III METODA PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan emas selain digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

Lintong Mandala Putra Siregar 1, Fauzu Nuriman 2

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI TEMBAGA PADA AREA PENAMBANGAN TERBUKA BATU HIJAU, SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH BATU HIJAU, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami kondisi geologi daerah penelitian.

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB I PENDAHULUAN. geologi secara detail di lapangan dan pengolahan data di studio dan laboratorium.

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Lingkup Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Trenggalek didominasi oleh morfologi positif dimana morfologi ini

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik larutan hidrotermal, dan kondisi pembentukannya. Studi mengenai hubungan ubahan hidrotermal dan mineralisasi bijih suatu daerah dapat menghasilkan suatu informasi yang berharga dalam menjelaskan proses dan pembentukan mineral bijih ekonomis. Endapan porfiri Cu-Au pada umumnya memiliki karakteristik penyebaran yang cukup luas, meskipun jumlah kadar emas dan tembaganya dapat dinilai lebih rendah kadarnya daripada endapan epitermal. Penyebaran yang cukup luas dari endapan ini membuat endapan porfiri menjadi bernilai ekonomis karena memiliki cadangan tembaga maupun emas yang cukup besar. Endapan ini juga dicirikan oleh adanya stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan dengan proses alterasi dan mineralisasi pasca terjadinya intrusi porfiritik (Garwin, 2000). Mineralisasi yang terbentuk dapat berada di dalam dan di luar massa magma. Di luar massa magma tersebut diantaranya berupa pengisian rongga hidrotermal (hydrothermal cavity filling) dan celah (fissure) membentuk jalinan urat (stockwork). Kumpulan urat biasanya terjadi pada intrusi batuan beku plutonik intermedier sampai asam, tapi dapat juga terjadi di sekitar kontak litologi. Batu Hijau merupakan salah satu endapan porfiri Cu-Au yang berlokasi di bagian baratdaya Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Endapan porfiri ini termasuk kedalam 10 besar endapan porfiri Cu-Au terbesar di dunia dan saat ini dieksplotasi oleh PT. Newmont Nusa Tenggara. Batu Hijau dengan wilayah 12 km x 6 km mememiliki cadangan mencapai 914 juta ton dengan kadar 0,53% tembaga (mengandung 4,8 juta ton Cu) dan 0,40 g/t emas (dengan 366 ton Au). Dengan mempelajari proses alterasi, mineralisasi dan urat kuarsa yang ada dalam sistem endapan ini, diharapkan dapat diketahui apakah terdapat hubungan antara densitas urat kuarsa, termasuk litologi, alterasi dan mineralisasi didalamnya terhadap penyebaran Au-Cu, khususnya pada section 050 di daerah penelitian. 1

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung. Adapun tujuan dari studi ini adalah: 1. Mengetahui litologi, alterasi, dan mineralisasi section 050 di daerah penelitian, 2. Mengetahui tipe-tipe urat kuarsa yang terdapat section 050 di daerah penelitian, 3. Mengetahui penyebaran densitas urat kuarsa section 050 di daerah penelitian, 4. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara penyebaran densitas urat kuarsa dengan pola penyebaran Au-Cu section 050 di daerah penelitian. 1.3 Lokasi Daerah Penelitian Daerah penelitian merupakan area penambangan terbuka yang sejak tahun 1986 menjadi bagian wilayah kontrak kerja PT. Newmont Nusa Tenggara (Gambar 1.1). Lokasi daerah penelitian berada di Batu Hijau yang secara administratif berada di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan secara geografis Batu Hijau terletak pada 08 57 55 BT dan 116 52 21 LS. Daerah penelitian berada di bagian selatan Pulau Sumbawa dan berada di bagian barat Kabupaten Lemurun serta Kabupaten Lunyu. Gambar 1.1. Peta lokasi Batu Hijau dan wilayah kontrak kerja PT. Newmont Nusa Tenggara (Tim Geologi Batu Hijau, 2009) 2

1.4 Metode dan Tahapan Penelitian Data yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan dengan beberapa metode, yaitu: a. Pendeskripsian batuan inti bor Conto inti bor yang dianalisis meliputi 11 sumur pemboran (core) yang melalui garis penampang timurlaut-baratdaya, yaitu section 050 (Gambar 1.2; Gambar 1.3; Tabel 1.1). Gambar 1.2. Peta kontur area penambangan terbuka Batu Hijau dengan garis penampang timurlaut-barat daya (section 050) dan letak sumur bor b. Pengamatan singkapan dan pengambilan conto batuan permukaan dilakukan terhadap dinding-dinding area penambangan. Data yang diperoleh berupa litologi, alterasi, dan mineralisasi. 3

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: 1. Tahap persiapan Tahap persiapan meliputi studi pustaka dilakukan dengan mencari dan membaca literatur mengenai kondisi daerah penelitian dengan beberapa data yang diperlukan untuk penelitian di lapangan seperti data bor, peta geologi, peta alterasi, peta mineralisasi, dan nilai assay. Tabel 1.1 Daftar sumur pemboran yang dianalisis No. KODE SUMUR KOORDINAT ELEVASI KEDALAMAN (m) 1 SBD 270 6169,8 E; 9481,2 N 335,6 1182,6 2 SBD 030 5996,477 E; 9406,851 N 543,887 545,7 3 SBD 191 5924,036 E; 9140,124 N 389,456 777,7 4 SBD 245 5919,6 E; 8881,4 N 225 915,3 5 SBD 003 5686,93 E; 9097,155 N 563,764 576,9 6 SBD 183 5140,933 E; 9020,768 N 464,311 1230,8 7 SBD 044 5426,026 E; 9074,47 N 452,409 559,5 8 SBD 010 5451,103 E; 8861,575 N 388,05 771 9 SBD 229 5378,72 E; 8701 N 359,8 807,9 10 SBD 351 5114,75 E; 8679,41 N 368,53 600 11 SBD 305 5020,68 E; 8525,76 N 465,19 1029,3 TOTAL KEDALAMAN 8996,7 2. Tahap pengambilan data Tahap pengambilan data ini meliputi pengambilan data primer dan data sekunder yang dilakukan menggunakan metode-metode yang telah disebutkan disertai pengambilan conto-conto yang akan dianalisis pada tahap berikutnya. Pengolahan data primer yang dilakukan adalah mendeskripsi inti bor yang dilakukan di tempat penyimpanan inti bor (Drill Core Storage) di daerah penelitian. berikut, yaitu: Estimasi perhitungan densitas urat kuarsa dilakukan dengan langkah sebagai a. Mengamati urat kuarsa secara penuh dalam satu lubang b. Membuat suatu interval tingkatan densitas urat kuarsa pada lubang yang sedang diamati c. Persentase penentuan densitas urat kuarsa dihitung dengan menggunakan rumus: Tebal urat kuarsa dalam suatu interval % densitas urat kuarsa = x 100% Panjang suatu interval 4

5 Gambar 1.3. Posisi sumur bor pada penampang topografi area penambangan terbuka Batu Hijau dengan garis vertikal dari sumur bor yang diteliti dan titik-titik tempat pengambilan conto inti bor untuk dianalisis

Klasifikasi densitas urat kuarsa dibagi menjadi 4 kelas (Tim Geologi PT NNT, 2011), yaitu: a) 0 1% : Densitas urat kuarsa sangat jarang b) 1 5% : Densitas urat kuarsa jarang c) 5 10% : Densitas urat kuarsa sedang d) 10 50% : Densitas urat kuarsa melimpah 3. Tahap analisis dan pengolahan data Tahap analisis laboratorim merupakan tahap lanjut dari analisis di lapangan. Pada tahap ini, penelitian dilakukan di Laboratorium Petrografi, Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung yaitu dengan analisis petrografi pada sayatan tipis (thin section) dan analisis mineragrafi pada sayatan poles (polished section). a. Sayatan tipis (thin section) Pengamatan sayatan tipis digunakan untuk mengidentifikasi mineral dalam batuan berdasarkan sifat optiknya untuk mengetahui genesa batuan yang dihubungkan dengan pembentukan mineral bijih. Dalam identifikasi batuan, ciri-ciri yang perlu diamati yakni sifat fisik dan sifat optik, meliputi: warna, tekstur, ukuran, dan komposisi batuan; sedangkan untuk identifikasi mineralnya meliputi: warna, pleokroisme, bentuk, belahan, relief, pemadaman, kembaran, kelimpahan, dan ciri khusus lainnya. b. Sayatan poles (polished section) Untuk mengidentifikasi mineral logam/bijih, terlebih dahulu dibuat penyediaan sayatan poles. Tujuan pengamatan sayatan poles untuk mengetahui paragenesa mineral bijih. Pengamatan sayatan poles dilakukan dengan identifikasi mineral logam, deskripsi tekstur, dan analisis komposisi mineral logam yang nantinya dapat membantu untuk interpretasi paragenesanya. Dalam identifikasi mineral logam/bijih, ciri-ciri yang perlu diamati yakni sifat fisik dan sifat optik. Sifat optik yang penting diamati ialah: warna, bireflectance/pleokroik, anisotropik-isotropik, relatif intensitas pantulan cahaya dan refleksi dalam/internal reflection; sedangkan sifat fisik yakni bentuk, ukuran mineral, relatip kekerasan (polishing hardness), belahan (cleavage) dan kembaran (twinning). 6

b. Analisis XRD (X-Ray Difraction) Tujuan dari penggunaan analisis ini adalah untuk mengidentifikasi mineral lempung yang tidak dapat teridentifikasi secara megaskopis. Analisis ini dilakukan pada batuan yang banyak mengandung mineral lempung. 4. Tahap penyusunan skripsi Tahap ini merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian berupa laporan hasil penelitian. Hasil penelitian pada tahap-tahap sebelumnya dievaluasi. Berikut ini merupakan diagram alir pengerjaan penelitian, yaitu: Studi Pustaka Deskripsi Megaskopis (core, singkapan permukaan ) Analisa Laboratorium Petrografi Mineragrafi Analisis XRD Analisa Studio Zonasi Litologi Zonasi Alterasi Zonasi Mineralisasi Zonasi Densitas Urat Kuarsa Penyebaran Assay Au-Cu Penyusunan Laporan Penelitian Gambar 1.4 Diagram Alir Penyusunan Laporan Penelitian 7