BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB, dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, FTIR jenis Perklin Elmer seri SpectrumOne, viskometer Ostwald, ph meter, cawan petri, mikropipet, pengaduk magnet, inkubator, autoklaf. Bahan-bahan yang digunakan adalah kitosan A (merupakan kitosan niaga dari Bratako dengan DD 70.15% dan BM 3.10 5 g/mol (hasil karakterisasi Wahyono (2009)), NaOH, asam asetat 1% (PT. Kalbe Farma), Bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Escherichia coli (ATCC 25922), Nutrient agar (NA), NaCl, Standar Mc Farland (BaCl 2 dan H 2 SO 4 ). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : (1) hidrolisis kitosan A dengan penambahan NaOH dihasilkan kitosan B, (2) karakterisasi kadar air, kadar abu, viskositas, BM, dan DD kitosan, (3) uji aktivitas antibakteri kitosan dengan metode difusi sumur agar terhadap bakteri S. aureus dan E. coli, dan (4) menentukan KHM kitosan sebagai antibakteri. Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH Hidrolisis kitosan A dilakukan dengan menambahkan NaOH 50% (Prasetyaningrum 2007). Sebanyak 50 g kitosan A ditambahkan 500 ml NaOH, dan diaduk selama 1 jam pada suhu 100ºC. Residu kemudian dicuci dengan aquades sampai ph netral dan dikeringkan dalam oven bersuhu 60ºC selama 4 jam. Kitosan yang dihasilkan kemudian dinamakan kitosan B.
Karakterisasi Kitosan A dan B Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak 1 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 C selama 3 jam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan secara triplo sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar abu (AOAC 1999) Kadar abu kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Cawan porselen dibersihkan dan panaskan dalam tanur untuk menghilangkan sisa kotoran yang menempel pada cawan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 0,5 g kitosan dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dipanaskan sampai tidak berasap, kemudian dibakar dalam tanur pengabuan dengan suhu 600ºC sampai diperoleh abu warna putih. Setelah itu, cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Uji viskositas dan penentuan BM kitosan (Tarbojevich & Cosani 1996) Bobot molekul kitosan ditentukan dengan menggunakan metode viskometri. Sebanyak 0.1 g kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 0.5 M, kemudian diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald-Cannon- Fenske untuk ditentukan waktu alirnya. Pengukuran juga dilakukan untuk beberapa konsentrasi lainnya dan waktu alir dibaca sebanyak 3 kali ulangan. Viskositas relatif : Viskositas spesifik : Viskositas kinematik :
Dimana k kin : koefisien kinematik viskometer Ostwald (0,009671 cst perdetik) Viskositas intrinsik: Bobot molekul kitosan dihitung menggunakan persamaan Mark-Houwink : Nilai Keterangan t : waktu alir zat T o : waktu alir pelarut η : viskositas zat η o : viskositas pelarut M : bobot molekul zat Derajat Deasetilasi Kitosan (Moore dan Robert 1977) Penentuan DD kitosan A dan B dengan metode base line menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared). Sebanyak ±2 µg kitosan A dan B masingmasing dibuat pelet dengan KBr 1%, kemudian dilakukan penyusuran pada daerah frekuensi antara 4000-400 cm -1. Contoh cara penentuan DD dari spektrum FTIR seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbansi dihitung dengan menggunakan rumus : Gambar 4 Penentuan derajat deasetilasi dengan metode base line
Perbandingan antara absorbansi pada ν = 1655 cm -1 (serapan pita amida I) dengan absorbansi pada ν = 3450 cm -1 (serapan gugus hidroksil). Deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh nilai A 1655 = 1,33. Pengukuran nilai absorbansi pada puncak yang terkait derajat N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus: Uji Aktivitas Antibakteri Pengujian antibakteri yang dilakukan menggunakan metode difusi sumur agar, meliputi beberapa tahap sebagai berikut: (1) persiapan media, yaitu media agar miring dan media agar untuk uji, (2) persiapan inokulum berupa suspensi bakteri, (3) uji aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus, dan (4) penentuan KHM. Persiapan media Media untuk pertumbuhan bakteri ini adalah NA (Bacto Nutrient Agar Dehydrated- DIFCO), dengan formula per liter berupa beef extract 3 g, pepton 5 g, dan agar 15 g. Media NA dimasak dalam erlenmeyer sebelum dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan cawan petri. Sterilisasi pada 115ºC selama 20 menit menggunakan autoklaf. Media NA sebanyak 20 ml untuk tiap petri dan sebanyak 6 ml pada setiap tabung reaksi untuk media agar miring. Sebelum dilakukan pengujian, semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada alat yang dapat mengganggu pengujian. Persiapan inokulum Mikroba uji ditumbuhkan dalam agar miring, inkubasi selama 18-24 jam suhu 37ºC. Selanjutnya mikroba uji disuspensikan dalam NaCl 8,5% sampai diperoleh kekeruhan sebanding dengan standar McFarland 10 5 cfu/ml. Suspensi bakteri yang digunakan adalah 100 µl untuk masing-masing petri.
Uji aktivitas antibakteri metode sumur agar Kitosan A dan B masing-masing dilarutkan dalam asam asetat 1% hingga diperoleh konsentrasi kitosan 10.000 ppm, kemudian dilakukan pengenceran bertingkat dengan akuades hingga konsentrasinya mencapai 5000, 2500, 1250, dan 625 ppm. Pada tiap cawan petri ditempatkan 20 ml NA dan 100 µl suspensi bakteri uji, kemudian digoyang-goyang hingga homogen. Media dibiarkan memadat, setelah itu dibuat sumur berukuran 6.5 mm yang dilakukan secara steril. Sampel yang ditambahkan pada tiap lubang sebanyak 50 µl dan pengerjaan dilakukan triplo. Masing-masing cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam kemudian diameter zona bening yang terbentuk diamati dengan menggunakan jangka sorong. Kontrol positif digunakan amoksisilin 100 ppm, sedangkan kontrol negatif digunakan asam asetat dengan konsentrasi yang sama dengan kitosan. Penentuan konsentrasi hambat minimal Konsentrasi hambat minimal kitosan A dan B ditentukan dengan metode difusi sumur agar menggunakan media agar dengan jumlah inokulum 10 5 CFU/mL. Konsentrasi kitosan secara pengenceran bertingkat, yaitu 5000, 2500, 1250, 625, 312.5, dan 156.25 ppm. Diameter zona bening diukur dengan jangka sorong, dan pada zona bening terkecil yang terbentuk merupakan KHM kitosan.