BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta Berangkat dari idealisme luhur yang berkeinginan untuk mengabdi bagi masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan tanpa memandang latar belakang penderita, serta didukung prakarsa beberapa tokoh masyarakat Surakarta untuk mewujudkan serta meningkatkan pelayanan kesehatan maka dihadapan Notaris Soehartinah Ramli, para pendiri : 1. Hadi Soebroto, 2. Robby Sumampow, 3. dr. H. Abdullah Hafid Zaini, SpOG. Sepakat mendirikan Yayasan "Kasih Ibu" pada hari sabtu tanggal 16 Juni 1979 di Surakarta. Adapun maksud dan tujuan pendirian Yayasan "Kasih Ibu" adalah untuk dimanfaatkan bagi kemanusiaan dan membantu pemerintah dibidang pengobatan dan bidang sosial. Untuk itu diambil langkah usaha dengan mendirikan Poliklinik dan Rumah Sakit, khususnya Rumah Sakit Bersalin. Pada tanggal 2 Februari 1981 diresmikan Rumah Sakit Bersalin Kasih Ibu oleh Bapak Walikota yaitu Bapak Soekatmo, SH dengan kapasitas 60 tempat tidur, dengan Direksi dr. Risjard Sudradjad, Drs. V.Budi Santoso dan Ibu Sugiantoro. 25
26 Dalam perkembangannya, Rumah Bersalin Kasih Ibu mengalami pasang surut dan berbagai perubahan terus terjadi, pada tahun 1981 dr. Lo Siauw Ging bergabung dengan demikian terjadi perombakan struktural dan pada tahun 1982 ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Umum atas pertimbangan kebutuhan akan jasa layanan kesehatan masyarakat dan atas usul IKES (Inspektur Kesehatan). Sebagai Rumah Sakit umum, Kasih Ibu memberikan pelayanan kesehatan tidak hanya seputar masalah kebidanan dan penyakit kandungan tetapi juga untuk berbagai jenis penyakit yang lain,sehingga sejak tahun 1982 semakin berkembang dalam memberikan pelayanan kesehatan. Klinik Umum, Klinik Gigi, dan juga beragam poliklinik spesialis mulai dirintis. Dokter-dokter spesialis dan umum yang pertama kali berkarya diantaranya adalah: 1. dr. Budi Kadarto ahli Bedah, 2. dr. Hafidh Zaini ahli Kebidanan dan Kandungan, 3. dr. Arini S ahli Penyakit Dalam, 4. dr. Sabdo Waluyo ahli Penyakit Anak, 5. dr. Paul Hardjono sebagai Dokter Umum. Dibawah kepemimpinan dr. Lo Siauw Ging, pada tahun 1983-1984 dilakukan perluasan sehingga kapasitas menjadi 95 tempat tidur. Dengan adanya kemajuan yang pesat maka direksi mengusulkan perluasan gedung 5 lantai dan usulan ini disetujui
27 oleh Yayasan Kasih Ibu. Program perluasan ini memang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercamtum dalam Garis Besar Haluan Negara dan Sistem Kesehatan Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yaitu bahwa masyarakat termasuk swasta ikut bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan gedung 5 lantai dengan atap joglo yang merupakan jati diri daerah Surakarta dimulai tanggal 20 Semptember 1989 ditandai dengan pemancangan tiang pancang pertama oleh Bapak Walikotamadya Surakarta, Bapak R Hartomo dan selesai tepat waktu tanggal 20 Desember 1990 (15 bulan) dan pada tanggal 2 Februari1991 dilakukan peresmian oleh Bapak Gubernur Jawa Tengah, Bapak H Ismail, dengan kapasitas 145 tempat tidur dan mempunyai fasilitasfasilitas baik kamar perawat maupun peralatan-peralatan medis canggih yang modern dan pula telah dipikirkan mengenai dampak lingkungan, untuk itu telah dibuat "Sistem Sewage Treatment" untuk pembuangan limbah medis cair, sedangkan untuk limbah medis kering menggunakan "Incenerator". Hal ini semuanya mendukung program "Solo Berseri" khususnya amat penting dalam rangka mendukung pencapaian Adipura Kencana bagi Kota Madya Surakarta.
28 Atas kerja keras dan komitmen yang tinggi, Rumah Sakit Kasih Ibu dibawah pimpinan dr. Lo Siauw Ging sebagai Direktur, berusaha menjadi yang terbaik di Surakarta. Hal tersebut dibuktikan dengan keberhasilan Rumah Sakit Kasih Ibu menjadi juara pertama dalam lomba bidang pelayanan kesehatan, kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit tingkat Jawa Tengah pada tahun 1991 dan dalam tahun yang sama juga menjadi juara pertama lomba Rumah Sakit tingkat Nasional dalam kategori Rumah Sakit Swasta Klas Utama. Pada tahun 2001 sampai dengan Februari 2002, dilakukan pembangunan sistem pengelolaan pembuangan limbah medis cair "Sistem Dewats" untuk mengganti Sistem Sewage Treatment. Dengan menggunakan sistem yang baru ini, hasil test pengujian air limbah medis memenuhi persyaratan dengan peraturan kadar maksimum yang diperbolehkan oleh Standart Buku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Pelayanan Kesehatan Golongan II, SKGUB DIY No. 65 Tahun 1999. Tidak hanya pembangunan fisik saja yang diperhatikan tetapi kemajuan dalam pelayanan menjadi tujuan utama. Pengembangan pelayanan Persalinan yang telah dirintis oleh dr Hafidh Zaini, SpOG terus dikembangkan, melalui tenaga yang terampil dan terlatih serta didukung berbagai alat canggih, memberikan pelayanan persalinan yang aman, nyaman dan
29 benar. Peran yang besar untuk mendukung perkembangan pada awal pertumbuhan Pelayanan Kamar Bedah telah dilakukan oleh dr. Budi Kadarto, SpB beserta tim bedah Rumah Sakit Kasih Ibu yang hingga kini terus berkembang, dengan berbagai jenis layanan bedah maupun dengan peralatan yang semakin canggih. Pada tahun 1995 Rumah Sakit Kasih Ibu telah mampu melakukan bedah Laparoscopy, pembedahan dengan luka sangat minimal dan resiko lebih kecil yang dikerjakan oleh dr. Sugandi, SpB dokter bedah umum tetap Rumah Sakit Kasih Ibu. Pada tahun yang sama dilakukan pembaharuan alat USG. Pengoperasian CT Scan mulai dilaksanakan pada tahun 2001. Dalam perkembangan selanjutnya Rumah Sakit Kasih Ibu berupaya untuk terus menambah jumlah dokter tetapnya baik tenaga dokter spesialis maupun umum. Pada tahun 1998 Rumah Sakit Kasih Ibu mendapat Sertifikat Akreditasi Penuh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai pengakuan bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standart pelayanan Rumah Sakit yang meliputi 5 pokja : 1. administrasi dan manajemen, 2. pelayanan medis, 3. pelayanan gawat darurat, 4. pelayanan keperawatan, 5. rekam medis.
30 Pada tahun 2004 sampai dengan 2006 Rumah Sakit Kasih Ibu dipimpin oleh dr. Hendrik Daniel Manueke, Mkes Kemudian pada tahun 2006 sampai dengan sekarang direktur Rumah Sakit Kasih Ibu dijabat oleh dr. Sugandi Hardjanto, SpB. Tahun 2009 Rumah Sakit Kasih Ibu telah berhasil memperoleh Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan Nomor : YM.01.10/III/2742/09 tertanggal 22 Juli 2009 meliputi : 1. Administrasi Manajemen, 2. Pelayanan Medis, 3. Pelayanan Gawat Darurat, 4. Pelayanan Keperawatan, 5. Rekam Medis, 6. Farmasi, 7. K 3, 8. Radiologi, 9. Laboratorium, 10. Kamar Operasi, 11. Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit, 12. Perinatal Resiko Tinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit maka
31 pada tanggal 1 Maret 2012 telah terbit Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.05/I/356/12 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Kasih Ibu. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI ini memutuskan bahwa mulai tanggal 1 Maret 2012 Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B (http://rskasihibu.com/). Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar (Peraturan Menteri Kesehatan RI No 340/Menkes/Per/III/2010). 2. Data Dasar Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Kasih Ibu b. Jenis Rumah Sakit : Rumah Sakit Swasta c. Nama Direktur Rumah Sakit : dr. Sugandi Hardjanto, Sp.B d. Alamat : Jl. Slamet Riyadi 404 Surakarta, Jawa Tengah
32 e. Surat Ijin Penetapan 1) Nomor : YM.02.04.2.2.1479 2) Tanggal : 07 Juli 2000 3) Oleh : Departemen Kesehatan 4) Sifat : Tetap f. Penyelenggara : Yayasan Kasih Ibu g. Luas Lahan & Bangunan 1) Luas Lahan Keseluruhan : 8753 2) Bangunan : 6822.8 h. Fasilitas dan Layanan Kamar Perawatan Rawat Inap 1) Intensive Care Unit (ICU) a) PICU (ICU Anak) b) ICCU (ICU Jantung) c) ICU Umum d) NICU (ICU Bayi) 2) Kamar Bayi a) Kamar Bayi Sehat b) Kamar Bayi Sakit 3) Kamar Bersalin a) Kamar Bersalin Umum b) Kamar Bersalin VIP c) Asuransi 2
33 4) Ruang Perawatan Umum a) Ruang Amarta (kelas VIP) b) Ruang Khusus Isolasi c) Ruang Wisnu (Super VIP, SVIP Maternal, VIP, Ruang Bersalin dan Kamar Bayi VIP) d) Ruang Ayodya (VIP, SVIP) e) Ruang Narada (kelas II) f) Unit Stroke (kamar khusus untuk penderita Stroke) g) Ruang Kamajaya ( kelas III) h) Ruang Ismaya (kelas I single) i) Ruang Wirata (kelas I) 5) Ruang Perawatan Anak a) Ruang Sadewa (kelas III) b) Ruang Nakula (kelas II) c) Ruang Krisna (kelas I) d) Ruang Rama (kelas VIP) 6) Ruang Kebidanan dan Kandungan a) Ruang Srikandi (kelas III) b) Ruang Ratih ( kelas II) c) Ruang Shinta (kelas I) 7) Kamar Operasi (http://rskasihibu.com/).
34 3. Falsafah, Visi, Misi, Tujuan dan Motto a. Falsafah Rumah Sakit Kasih Ibu merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. b. Visi Menjadi Rumah Sakit unggulan dan terpercaya di Surakarta dan sekitarnya. c. Misi Senantiasa berdedikasi mengutamakan keselamatan pasien dengan memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bermutu tinggi. d. Tujuan Meningkatan derajat kesehatan masyarakat serta menurunkan angka kesakitan dengan menyediakan layanan kesehatan yang bermutu dan mandiri dalam pengembangan Rumah Sakit e. Motto Kasih Dalam Pelayanan (http://rskasihibu.com/)
35 B. Analisis dan Pembahasan 1. Bed Occupancy Rate (BOR) Bed Occupancy Rate adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Persentase ini menunjukkan seberapa jauh pemakaian tempat tidur yang tersedia di Rumah Sakit dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan rasio ini dipengaruhi oleh jumlah hari perawatan pasien dalam satu tahun dan jumlah tempat tidur dalam satu ruangan perawatan. Standar nasional indikator mutu pelayanan untuk Bed Occupancy Rate adalah antara 70-85% (Nursalam, 2014: 311). Apabila rata rata tingkat penggunaan tempat tidur di bawah standar nasional mutu pelayanan (<70%) berarti tempat tidur yang tersedia di Rumah Sakit belum digunakan sebagaimana mestinya dan apabila melebihi standar yang ditetapkan (>85%) akan mengakibatkan tempat tidur terisi penuh sehingga tidak mampu untuk menampung pasien yang mengalami kejadian luar biasa. Selain itu akan mengakibatkan tidak adanya waktu untuk pembersihan kamar pasien yang dirawat karena hampir semua tempat tidur yang tersedia selalu terisi penuh dengan pasien sehingga akan meningkatkan terjadinya infeksi nosokomial pada pasien.
36 Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio BOR ini adalah : 100% Tabel III.1 Perhitungan Bed Occupancy Rate Jumlah Kenaikan (+) / Tahun HP BOR tempat tidur Penurunan (-) 2012 46665 175 72,86-2013 50522 175 79,10 6,24 2014 46822 175 73,30-5,79 Sumber : data yang diolah Tabel III.1 di atas dapat dilihat bahwa perhitungan Bed Occupancy Rate dari tahun 2012-2014 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 menunjukkan angka rasio sebesar 72,86% yang berarti bahwa Rumah Sakit Kasih Ibu dapat memanfaatkan pemakaian tempat tidur dalam satu ruang perawatan dengan baik karena berada pada kisaran standar nasional indikator mutu pelayanan. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan sebesar 6,24 menjadi 79,10% yang berarti bahwa tingkat pemakaian tempat tidur sudah sesuai dengan standar nasional indikator mutu pelayanan. Kenaikan ini disebabkan karena jumlah hari perawatan pasien yang semakin meningkat dari tahun sebelumnya, dan kenaikan pada hari perawatan ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan pula pada jumlah pasien yang dirawat di Rumah Sakit. Pada tahun 2014 menurun menjadi 73,30% namun
37 penurunan ini tidak berarti buruk karena hasil perhitungannya masih berada pada kisaran standar yang ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Kasih Ibu sudah efisien dan efektif dalam pengelolaan mutu pelayanannya karena dapat memanfaatkan tempat tidur yang tersedia di ruang perawatan dengan baik sesuai dengan standar yang ditetapkan dan mendapatkan keuntungan / benefit yang sebesar besarnya karena semakin tinggi persentase BOR maka semakin tinggi pula keuntungan suatu Rumah Sakit. 2. Length Of Stay (LOS) Length Of Stay adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi dan memberikan gambaran mutu pelayanan. Standar nasional indikator mutu pelayanan untuk LOS antara 1-6 hari. Apabila rata-rata perhitungan lama rawat seorang pasien melebihi standar yang ditetapkan (>6 hari) maka pasien dapat terindikasi infeksi lain yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit (infeksi nosokomial) dan tingkat kepuasan pasien akan menurun sehingga bisa dikatakan bahwa Rumah Sakit belum mampu memberikan mutu pelayanan secara efisien dan efektif kepada pasien. Rasio Length Of Stay dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
38 Tabel III.2 Perhitungan Length Of Stay Lama dirawat Pasien Kenaikan (+) / Tahun LOS (HP) keluar Penurunan (-) 2012 46665 13023 3,58-2013 50522 14235 3,55-0,03 2014 46822 13579 3,45-0,10 Sumber : data yang diolah Berdasarkan tabel III.2 di atas menunjukkan bahwa rata rata perhitungan rasio LOS Rumah Sakit Kasih Ibu selama tiga tahun terakhir adalah 4 hari yang berarti bahwa pasien yang dirawat dapat pulih dan dapat pulang setelah 4 hari menjalani perawatan di Rumah Sakit. Pada tahun 2012 2014 rasio Length Of Stay terus mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan karena tersedianya fasilitas peralatan kesehatan di Rumah Sakit Kasih Ibu yang cukup memadai sehingga kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien bermutu dan memuaskan. Selain itu, penanganan dari para tenaga medis yang ahli di bidang kesehatan juga dapat mempercepat proses penyembuhan seorang pasien. Secara keseluruhan hasil perhitungan rasio LOS ini menujukkan bahwa Rumah Sakit Kasih Ibu memberikan pelayanan kepada pasien secara efektif dan efisien karena rata rata hari perawatan pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat memanfaatkan peralatan kesehatan dengan sebaik baiknya serta kemampuan para tenaga medis dalam
39 menangani pasien karena semakin rendah nilai LOS maka akan semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan sehingga pasien yang sedang menjalani perawatan dapat terhindar dari infeksi nosokomial. 3. Turn Over Interval (TOI) Turn Over Interval adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati (kosong) dari telah diisi ke saat terisi berikutnya atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati kembali oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio Turn Over Interval adalah : Tabel III.3 Perhitungan Turn Over Interval Tahun Jumlah Pasien Kenaikan (+) / tempat HP TOI keluar Penurunan (-) tidur 2012 175 46665 13023 1,33-2013 175 50522 14235 0,95-0,38 2014 175 46822 13579 1,27 0,32 Sumber : data yang diolah Berdasarkan Tabel III.3 di atas menunjukkan hasil perhitungan TOI yang paling tinggi adalah pada tahun 2012
40 sebesar 1,33 atau dibulatkan menjadi 1 hari yang berarti bahwa tempat tidur tidak terisi (kosong) dan terisi kembali dalam kurun waktu 1 hari. Pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0,38 menjadi 0,95 hari. Penurunan ini disebabkan karena semakin banyaknya pasien yang dirawat di Rumah Sakit sehingga rata rata hari tempat tidur kosong dan akan terisi kembali lebih cepat dari tahun sebelumnya. Namun semakin banyaknya pasien yang dirawat di Rumah Sakit ini tidak selalu menjadi hal yang baik karena bisa mengakibatkan pelayanan yang diberikan kepada pasien kurang maksimal terlebih jika jumlah tenaga keperawatan dalam satu ruangan perawatan tidak mencukupi untuk menangani pasien yang ada. Pada tahun 2014 angka rasio TOI kembali meningkat menjadi 1,27 hari dan masih berada dalam kisaran standar mutu yang ditetapkan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2012-2014 tempat tidur kosong dan terisi kembali rata-rata dalam kisaran 1 hari sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur Rumah Sakit dalam kategori ideal. 4. Bed Turn Over (BTO) Bed Turn Over adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode atau berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Apabila perhitungan
41 rasio ini berada diatas standar nasional indikator mutu pelayanan dapat mengakibatkan umur pakai sarana tempat tidur menjadi lebih pendek. Selain itu apabila frekuensi pemakaian tempat tidur melampaui batas ideal (>50 kali per tahun) akan mengakibatkan tingkat kepuasan pasien terhadap sarana dan prasarana pelayanan menjadi berkurang sehingga perlu untuk mengganti tempat tidur lama dengan tempat tidur yang baru. Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus : Tabel III.4 Perhitungan Bed Turn Over Jumlah Jumlah Kenaikan (+) / Tahun pasien keluar tempat BTO Penurunan (-) (hidup+mati) tidur 2012 13023 175 74,42-2013 14235 175 81,34 6,93 2014 13579 175 77,59-3,75 Sumber : data yang diolah Berdasarkan Tabel III.4 di atas dapat dilihat bahwa perhitungan Bed Turn Over dari tahun 2012-2014 melampaui standar nasional indikator mutu pelayanan. Pada tahun 2012 hasil perhitungan BTO menunjukkan angka 74,42 kali yang berarti bahwa dalam satu ruang perawatan, satu tempat tidur terpakai sebanyak 74 kali per tahun. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 6,93 menjadi 81,34 kali.
42 Peningkatan ini akan memberikan dampak negatif terhadap pasien karena apabila frekuensi pemakaian satu tempat tidur lebih dari 50 kali per tahunnya akan mengakibatkan tempat tidur menjadi tidak nyaman untuk digunakan sehingga tingkat kepuasan pasien terhadap sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia menjadi berkurang. Selain itu peningkatan ini juga akan mengakibatkan umur pakai sarana tempat tidur menjadi lebih pendek sehingga Rumah Sakit Kasih Ibu perlu untuk mengganti tempat tidur yang lama dengan tempat tidur baru. Hal ini akan menimbulkan adanya biaya untuk pengadaan tempat tidur dan biaya untuk perawatan. Pada tahun 2014 mengalami penurunan walaupun masih melampaui batas ideal, yaitu 77,59 kali/80 kali yang berarti bahwa satu tempat tidur dalam satu ruang perawatan dipakai sebanyak 80 kali. Hasil perhitungan rasio Bed Turn Over pada Rumah Sakit Kasih Ibu selama tahun 2012 2014 belum menunjukkan hasil yang efektif dan efisien karena perhitunggannya masih melampaui standar ideal yang ditetapkan. 5. Net Death Rate (NDR) Net Death Rate adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di Rumah Sakit. Standar
43 nasional indikator mutu pelayanan untuk NDR adalah <2,5%. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini : Tabel III.5 Perhitungan Net Death Rate Jumlah Jumlah NDR Kenaikan (+) / Tahun pasien mati pasien keluar (%) Penurunan (-) >48 jam (hidup+mati) 2012 228 13023 1,75-2013 221 14235 1,55-0,20 2014 175 13579 1,29-0,26 Sumber : data yang diolah Jika di lihat dari tabel III.5 pada tahun 2012 hasil perhitungan NDR Rumah Sakit Kasih Ibu menunjukkan angka 1,75% yang berarti bahwa jumlah pasien meninggal setelah 48 jam menjalani perawatan adalah sebesar 1,75%. Pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0,20 menjadi 1,55%. Penurunan ini memberikan indikasi telah terjadi peningkatan kinerja dan adanya sistem koordinasi antar unit yang sudah optimal serta kemampuan tenaga medis dalam memberikan pelayanan secara cepat, tepat, handal dan profesional karena angka kematian bersih dapat menurun dari tahun sebelumnya. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan di Rumah Sakit Kasih Ibu. Pada tahun 2014 hasil perhitungan NDR kembali mengalami penurunan menjadi 1,29%, angka ini
44 sudah sesuai dengan standar nasional indikator mutu pelayanan yakni <2,5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 sampai 2014 rata-rata nilai NDR jika dibulatkan berada pada kisaran 1-2% dan terus mengalami penurunan di setiap tahunnya sehingga dapat dikatakan bahwa Rumah Sakit Kasih Ibu sudah mampu memberikan kepuasan kepada pasien dalam pelayanan. 6. Gross Death Rate (GDR) Gross Death Rate adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar. Standar nasional indikator mutu pelayanan untuk GDR adalah <3%. Rasio Gross Death Rate dihitung dengan menggunakan rumus : Tabel III.6 Perhitungan Gross Death Rate Tahun Jumlah Jumlah pasien GDR Kenaikan (+) / pasien mati keluar (%) Penurunan (-) seluruhnya (hidup+mati) 2012 483 13023 3,71-2013 450 14235 3,16-0,55 2014 336 46822 0,72-2,44 Sumber : data yang diolah Berdasarkan dari tabel III.6 di atas pada tahun 2012 hasil perhitungan menunjukkan angka sebesar 3,71% atau dibulatkan menjadi 4% yang berarti bahwa angka kematian umum (<48 jam dan/atau >48 jam) setelah menjalani perawatan sebesar 4%.
45 Pada tahun 2013 2014 mengalami penurunan masing masing sebesar 0,55 dan 2,44. Penurunan ini mengindikasikan kondisi fisik pelayanan dari tenaga medis yang semakin baik yang ditunjukkan dengan kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efektif dan efisien sehingga angka kematian umum dapat menurun dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, hasil perhitungan Gross Death Rate pada tahun 2012 2013 di Rumah Sakit Kasih Ibu masih menujukkan hasil yang kurang baik karena hasil perhitungannya tidak sebanding dengan standar ideal yang ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena adanya pasien yang datang ke Rumah Sakit Kasih Ibu adalah pasien rujukan dari Rumah Sakit lain yang sudah dalam kondisi yang kritis. C. Temuan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan atas perhitungan BOR, LOS, BTO, TOI, NDR dan GDR pada Rumah Sakit Kasih Ibu tahun 2012 sampai 2014 memperoleh beberapa hasil penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Kelebihan a. Dilihat dari persentase BOR tahun 2012 sampai 2014 pada Rumah Sakit Kasih Ibu menunjukkan bahwa mutu perawatan dan pelayanan yang diberikan sudah cukup baik
46 serta sudah sesuai dengan standar nasional indikator mutu pelayanan yaitu 75 80%. b. Rata-rata perhitungan Length Of Stay atau lamanya perawatan pasien di Rumah Sakit Kasih Ibu pada tahun 2012 sampai 2014 sudah sesuai standar ideal dan mencapai target yang diharapkan. Kisaran lamanya perawatan pasien adalah 4 hari yang menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di Rumah Sakit Kasih Ibu dapat lebih cepat pulih karena mutu perawatan dan pelayanan yang diberikan cukup baik serta di dukung dengan ketersediaan alat-alat kesehatan yang cukup memadai. c. Berdasarkan perhitungan Turn Over Interval atau rata-rata hari tempat tidur kosong/tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya pada Rumah Sakit Kasih Ibu selama tahun 2012 sampai 2014 sudah sesuai dengan standar ideal dan mencapai target yang diharapkan yaitu kisaran 1 hari. d. Pada perhitungan NDR Rumah Sakit Kasih Ibu sudah menunjukkan hasil yang baik karena sudah sesuai dengan standar ideal dengan angka kematian kurang dari 2,5%. 2. Kekurangan a. Dilihat dari rasio Bed Turn Over atau frekuensi pemakaian tempat tidur pada Rumah Sakit Kasih Ibu selama tahun 2012 sampai 2014 berada diatas standar nasional indikator
47 mutu pelayanan. Hal ini akan mengakibatkan umur pakai sarana tempat tidur menjadi lebih pendek karena tempat tidur menjadi tidak nyaman untuk digunakan sehingga Rumah Sakit Kasih Ibu perlu untuk mengganti tempat tidur yang lama dengan tempat tidur baru yang akan menimbulkan biaya pengadaan tempat tidur dan biaya perawatan. b. Angka kematian umum atau Gross Death Rate pada tahun 2012 2013 menunjukkan keadaan yang kurang baik karena hasil perhitungannya berada diatas standar normal yang sudah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena banyak pasien rujukan dari Rumah Sakit lain sudah dalam keadaan kritis.