I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola kehidupan masyarakat Indonesia mengalami perubahan sejalan dengan membaiknya perekonomian dan ditunjang oleh kemajuan perkembangan teknologi yang sangat pesat, khususnya di bidang informasi baik media elektronik, media non elektronik maupun teknologi di bidang telematika. Perkembangan teknologi informasi menyebabkan masyarakat Indonesia mudah memperoleh informasi dari seluruh dunia, sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan. Masyarakat daerah perkotaan saat ini telah mengalami perubahan gaya hidup yang cenderung berkiblat ke dunia barat, di mana semua dapat dilakukan dengan lebih praktis, termasuk pola makan. Di samping itu kemudahan masuknya investasi asing untuk melakukan bisnis di Indonesia menyebabkan banyak pengusaha asing yang membangun bisnis di Indonesia termasuk usaha restoran dan memperkenalkan menu makanan praktis yang dikenal dengan istilah fast food. Merebaknya bisnis fast food di Indonesia didukung oleh suatu sistem yaitu sistem waralaba (franchise), di mana pengusaha asing bekerja sama dengan pengusaha lokal untuk mengembangkan bisnis tersebut. Hal ini menyebabkan semakin tingginya tingkat persaingan bisnis terutama di bidang restoran di Indonesia khususnya Jakarta. Sebagai kota metropolitan, perkembangan bisnis restoran dan kafe di Jakarta cukup tinggi. Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan jumlah restoran dan kafe di Jakarta.
Jumlah Restoran dan Kafe (buah) 1302 1589 1588 1615 1999 2000 2001 2002 Tahun Sumber: SWA (2002) Gambar 1. Pertumbuhan Jumlah Restoran dan Kafe di Jakarta Persaingan yang semakin ketat mengharuskan setiap pengusaha restoran, terutama pengusaha restoran lokal untuk bersaing dengan pengusaha restoran asing. Oleh karena itu, untuk memenangkan persaingan setiap pengusaha berusaha memberikan yang terbaik kepada pelanggannya, karena pelanggan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berkembang atau tidaknya sebuah usaha. Seorang pengusaha perlu selalu memperhatikan perkembangan usahanya agar tercapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melihat perkembangan perusahaan tersebut perlu dilakukan suatu analisis terhadap kinerja perusahaan, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat membuat keputusan-keputusan serta perencanaan-perencanaan jangka panjang yang tepat untuk dapat lebih mengembangkan usahanya. Analisis kinerja yang dikenal selama ini menimbulkan kesulitan bagi pihak manajemen dalam menentukan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan, karena analisis kinerja yang dilakukan berorientasi jangka pendek 2
dan lebih berfokus pada analisis kinerja keuangan saja. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran kinerja yang berorientasi jangka panjang yang tidak hanya berfokus pada aspek keuangan (finansial) saja akan tetapi juga aspek non keuangan (non finansial). Perpaduan kedua aspek tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja perusahaan dengan lebih baik. Untuk melakukan analisis kinerja suatu perusahaan yang berorientasi jangka panjang, Kaplan dan Norton (1996) memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja yang komprehensif dengan mengukur kinerja berdasarkan empat perspektif yang terintegrasi dengan seimbang. Keempat perspektif tersebut adalah perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Selain tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, sistem pengukuran kinerja Balanced Scorecard juga mengukur berbagai faktor yang mendorong tercapainya kinerja kompetitif jangka panjang. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang restoran adalah PT. Hot Cwie Mie Malang dan Roellie s Steak (HCMM dan RS), yang menawarkan masakan khas Jawa Timur yaitu produk berbahan dasar mie dan masakan Eropa yaitu steak. Restoran yang termasuk dalam kategori restoran keluarga ini, berkantor pusat di Jalan Radar AURI no 11 12 Cibubur, Jakarta Timur dan telah memiliki lebih dari sepuluh outlet. Pesatnya pertumbuhan usaha di bidang restoran berdampak pula terhadap penjualan HCMM dan RS. Pada Tabel 1. tampak bahwa walaupun penjualan mengalami peningkatan, namun masih berada di bawah target yang diinginkan, begitu pula dengan Pendapatan lainnya yang meliputi franchasee fee, royalty fee dan penjualan bahan baku kepada franchasee. Di samping itu justru biaya operasional yang digunakan melebihi Anggaran yang dianggarkan, seperti pada tahun 2002 dan 2003 biaya operasional meningkat 700 juta lebih dari dana 3
yang dianggarkan. Pada tahun 2002 menggelembungnya biaya operasional masih diimbangi dengan peningkatan penjualan yang melebihi target sebesar 8,2 persen (656 juta). Tidak demikian pada tahun 2003, membengkaknya biaya operasional tidak diimbangi oleh penjualan. Penjualan justru tidak mencapai target dengan kekurangan mencapai sekitar 55 juta (0,6 persen). Berdasarkan data dua tahun terakhir tersebut, maka pada tahun 2004 perusahaan mencoba menekan biaya operasional. Perusahaan dapat menghemat sekitar 240 juta rupiah untuk biaya operasional, akan tetapi dampak dari hal tersebut adalah rendahnya penjualan. Penjualan tidak mencapai target, dengan kekurangan mencapai 493 juta rupiah (4,3 persen). Oleh karena itu perusahaan perlu mengantisipasi hal tersebut, karena akan mempengaruhi kehidupan perusahaan dalam jangka panjang. Tabel 1. Rata-Rata Penjualan, Pendapatan, dan Biaya Operasional HCMM dan RS (dalam juta) Tahun Uraian 2002 2003 2004 Anggaran Aktual Anggaran Aktual Anggaran Aktual Penjualan 7.385 8.041 9.304 9.249 11.893 11.400 Pendapatan lainnya 7.681 8.295 9.992 9.803 12.658 12.008 Biaya operasional 2.496 3.215 3.496 4.233 4.489 4.250 Sumber: Perusahaan HCMM (diolah) Penekanan biaya operasional yang dilakukan berakibat munculnya ketidakpuasan para pegawai karena uang makan, bonus dan tunjangan lainnya sangat kecil, serta fasilitas dan peralatan kerja kurang mendukung. Perusahaan juga menekan biaya pelatihan untuk pegawai dan rendahnya jumlah pegawai yang mengikuti pelatihan, sehingga kualitas pelayanan menjadi rendah. Akibatnya, kepuasan konsumen terhadap pelayanan menjadi rendah. Akhir dari 4
dampak penekanan biaya operasional adalah rendahnya penjualan yang diperoleh perusahaan. Selama ini perusahaan belum pernah melakukan penilaian kinerja secara menyeluruh. Untuk perkembangan bisnisnya HCMM dan RS menilainya berdasarkan laporan keuangan, yaitu besarnya anggaran yang terealisasi, sehingga penilaian dari aspek lain selain keuangan belum terlihat. Tabel 2 menunjukkan penilaian kinerja yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Walaupun kinerja menunjukkan nilai yang baik, akan tetapi tampak bahwa nilainya mengalami penurunan, hal tersebut dikarenakan terjadinya ketidak mampuan untuk mencapai target penjualan. Salah satu faktor kemungkinan penyebabnya adalah semakin ketatnya persaingan, sehingga konsumen mempunyai banyak pilihan restoran. Table 2. Penilaian Kinerja HCMM dan RS Berdasarkan Realisasi Anggaran Penjualan 2002 2003 2004 Anggaran (juta) 7.385 9.303 11.893 Realisasi (juta) 8.041 9.249 11.400 Rasio (persen) 108,88 99,42 95,85 Keterangan Kinerja baik Kinerja baik Kinerja baik Sumber: Data Perusahaan Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran kinerja berdasarkan kinerja keuangan saja sudah tidak memadai lagi. Pengukuran kinerja seperti ini tidak dapat memberikan arahan yang jelas dan tidak dapat memberikan umpan balik kepada pihak manajemen mengenai angka yang dicapai. Kurangnya pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab baik atau buruknya kinerja juga menjadi kendala tersendiri. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak mengetahui faktor-faktor apa yang harus dipertahankan dan faktor-faktor apa yang harus ditingkatkan atau diminimalkan. 5
Seperti halnya masalah di atas yaitu terdapat penurunan kemampuan mencapai target, dan membengkaknya biaya operasional, perusahaan sulit mengetahui penyebabnya. Penekanan biaya operasional yang dilakukan dengan harapan dapat menghemat pengeluaran justru berakibat munculnya ketidakpuasan dari pegawai dan konsumen, yang pada akhirnya rendahnya penjualan yang diperoleh. Untuk itu, supaya dapat mengantisipasi setiap perubahan di dalam lingkungan persaingan yang semakin ketat, perusahaan perlu menyusun perencanaan strategis, mengimplementasikannya serta mengevaluasinya untuk penyesuaian dan perbaikan kinerja perusahaan apabila diperlukan. Dalam rangka melakukan antisipasi tersebut, maka perlu diteliti pengukuran kinerja pada perusahaan HCMM dan RS ini secara menyeluruh dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Dengan pengukuran kinerja ini diharapkan kinerja perusahaan dapat diketahui secara komprehensif dan dapat menjadi masukan bagi perusahaan, sehingga dapat memberikan umpan balik mengenai penyebab di balik hasil kinerja tersebut serta berguna bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memenangkan persaingan jangka panjang. 1.2. Perumusan Masalah Dalam tiga tahun terakhir HCMM dan RS mengalami penurunan kemampuan mencapai target penjualan, dan pendapatan lainnya. Penilaian kinerja yang dilakukan oleh HCMM dan RS pun mengalami penurunan. Akan tetapi perusahaan mengalami kesulitan untuk mengetahui penyebab penurunan tersebut, karena selama ini penilaian kinerja hanya dilakukan berdasarkan laporan keuangan saja, sedangkan aspek lain selain keuangan belum pernah dinilai secara menyeluruh. 6
Berdasarkan hal tersebut di atas maka mengharuskan pihak manajemen untuk menilik kembali kinerja perusahaan, baik dari aspek keuangan dan juga dari aspek non keuangan. Oleh karena itu perumusan masalah difokuskan pada analisis kinerja perusahaan dengan kerangka Balanced Scorecard pada perusahaan HCMM dan RS, dengan memperhatikan tiga hal berikut: 1. Indikator apa saja yang mempengaruhi dan sesuai dalam penilaian kinerja HCMM dan RS dari masing-masing perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran? 2. Bagaimana mengukur kinerja perusahaan HCMM dan RS dari perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran? 3. Langkah dan tindakan apa yang harus dilakukan HCMM dan RS dalam upaya memperbaiki kinerjanya? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dilakukannnya penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi indikator-indikator penilaian kinerja di HCMM dan RS berdasarkan perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. b. Mengukur kinerja perusahaan HCMM dan RS ditinjau dari perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. 7
c. Merekomendasikan langkah dan tindakan yang dapat digunakan dalam upaya memperbaiki kinerja HCMM dan RS. 1.3.2. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan: a. Bagi perusahaan HCMM dan RS, penelitian ini diharapkan memberikan masukan tentang kinerja dan sistem pengukuran kinerjanya, sehingga perusahaan dapat memperbaiki atau meningkatkan kinerja perusahaannya. b. Bagi penulis, penelitian ini berguna sebagai sarana dan wahana pembelajaran dan wahana untuk mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang selama ini didapat dan mencoba mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama kuliah di program Pasca Sarjana Magister Manajemen Agribisnis IPB. 1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan mengenai gambaran kinerja di Perusahaan HCMM dan RS. Ruang lingkup penelitian ini dititikberatkan pada pengukuran kinerja perusahaan dengan pendekatan Balanced Scorecard yang diterapkan ke dalam empat perspektif yaitu: perspektif keuangan, perspektif konsumen, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Di samping itu juga mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kinerja perusahaan serta menunjukkan keunggulan pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard, dibandingkan dengan sistem kinerja yang telah diterapkan perusahaan sebelumnya. 8