BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal (Newman dkk., 2012). Penyakit periodontal ini terdiri atas gingivitis dan periodontitis. Periodontitis merupakan suatu inflamasi pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket dan resesi gingiva (Saini dkk., 2010). Menurut Novak (2006), periodontitis kronis merupakan penyakit periodontal yang menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan menyebabkan kehilangan gigi pada usia dewasa. Periodontitis kronis banyak dijumpai pada usia dewasa dan ditandai dengan adanya perdarahan gingiva, pembentukan poket periodontal, dan kehilangan perlekatan jaringan periodontal (Newman dkk., 2012). Tindakan periodontal non bedah meliputi pemeliharaan kebersihan mulut, scaling dan root planing (SRP) dan pemberian antibiotik untuk mencegah, menghentikan serta mengeliminasi penyakit periodontal yang merupakan intial phase therapy (Plemons dan Eden, 2004). Menurut Newman dkk., (2012) scaling adalah suatu proses dimana plak dan kalkulus dibuang dari permukaan supragingiva dan subgingiva gigi. Root planing adalah proses dimana sisa kalkulus yang berada
di sementum dikeluarkan dari akar untuk menghasilkan permukaan gigi yang halus, keras dan bersih. Menurut Ciancio & Mariotti (2012), untuk poket yang dalam serta adanya abses pada periapikal tindakan SRP saja tidak cukup, cara yang dilakukan dengan minum obat antibiotik setelah perawatan penyakit periodontal digunakan untuk meningkatkan proses penyembuhan pasien. Bacitracin, oxytetracycline, neomysin dan nitrofurazone telah dicobakan, namun keseluruhan bahan ini menghasilkan reaksi hipersensitif serta dilaporkan munculnya resistensi organisme dan infeksi oportunistik. Agen kemoterapis sebagai terapi tambahan pada kasus penyakit periodontal telah banyak peningkatan, dengan pembuktian melalui studi klinis bahwa tambahan terapi antimikroba lebih efektif dan mempercepat penyembuhan dibandingkan dengan terapi tunggal dengan SRP, hal ini dikatakan oleh Jonhson dan Perez (2000). Diperlukan suatu metode terapi periodontitis kronis yang mendukung terapi konvensional dengan cara memodifikasi respon inflamasi host sehingga dapat meningkatkan penyembuhan jaringan periodontal (Reddy, 2003). Krishnan dan Davidovitch (2006), mengatakan bahwa setiap agen farmakologis dan suplemen gizi yang dikonsumsi oleh pasien dapat mencapai jaringan periodontal melalui sirkulasi dan akan memberikan efek terhadap perawatan penyakit periodontal. Kombinasi suplemen glukosamin dan kondroitin sulfat disebut sebagai nutraceutical (Kalra, 2003). Definisi nutraceutical adalah sebagai produk terisolasi atau dimurnikan dari makanan, dan umumnya dijual dalam bentuk suplemen, memiliki manfaat fisiologis atau memberikan perlindungan terhadap penyakit
kronis. Sebuah kajian baru oleh Hatcock dan Shao (2007), menyimpulkan bahwa tidak ada efek yang merugikan dari suplemen kombinasi glukosamin- kondroitin sulfat meskipun dipakai jangka panjang. Glukosamin sulfat sebagi agen baru yang memodulasi respon inflamasi host dalam terapi periodontal terbukti memiliki tindakan anti-inflamasi terkait dengan kemampuannya mengurangi dan menurunkan beberapa mediator anti inflamasi seperti prostaglandin (PGE2), Nitrit Oksid (NO), Interleukin (IL-1). Konsentrasi fisiologis yang relevan dari glukosamin mengatur ekspresi gen dan sintesis NO dan PGE2 (Chan dkk., 2005). Hala (2011), menambahkan bahwa glukosamin memiliki kemampuan menekan atau menghambat fungsi neutrofil yang sintesisnya diinduksi oleh IL-1b yang mengatur sintesis sitokin, kemokin, dan molekul adhesi. Peran dari IL-1b sebagai mediator inflamasi yang menstimuli resopsi tulang pada penyakit periodontitis, maka glukosamin dapat memberikan peluang sebagai suplemen tambahan untuk perawatan periodontitis kronis. Pada gingiva normal terlihat permeabilitas vasa mikrosirkular, jumlah cairan yang memasuki sulkus gingiva adalah minimal. Peningkatan jumlah cairan gingiva yang merupakan merupakan eksudat inflamasi dapat dipertimbangkan sebagai tanda-tanda adanya penyakit gingiva (Salvi dkk., 2008). Menurut Monfort (2008), kondroitin sulfat adalah komponen utama penyusun berbagai jaringan ikat termasuk tulang rawan, tulang, tendon, ligamen dan kulit. Hasil penelitian Monfort (2008), menunjukkan kondroitin sulfat juga mengatur ratio OPG (osteoprotegerin) : RANKL (Reseptor Nuklir Faktor Kappa B Ligan), stimulasi terhadap RANKL bisa dikurangi oleh OPG, yang mengikat RANKL dan
menghambat interaksi antara RANKL dan RANK (Reseptor Nuklir Faktor Kappa). Rasio ekspresi RANKL dan OPG penting dalam proses inflamasi, induksi terhadap resorpsi tulang, termasuk periodontitis. Kunci proses resorpsi tulang adalah ikatan osteoklas dengan matriks mineral pada permukaan tulang. Faktor yang memperantarai ikatan tersebut adalah OPN (osteopontin), diekspresikan pada osteoklas dan juga ada di dalam matriks tulang yang merupakan major cell dan hydroxyapatite binding protein yang disintesis oleh osteoblas (Uemura dkk., (2001); Asou dkk., (2001)). Osteopontin memainkan peran penting dalam perlekatan sel-sel tulang dengan matriks tulang dan dalam mengontrol fungsi sel tulang dalam proses resorpsi tulang. Osteopontin banyak ditemukan pada regio permukaan tulang. Osteopontin terakumulasi pada permukaan tulang selama proses perbaikan, hal tersebut bisa menandai adanya transisi antara terjadinya resorpsi dan pembentukan pada jaringan tulang (Asou dkk., 2001) Pengaruh nutraceutical dan efektivitas kombinasi glukosamin dan kondroitin sulfat ini pada pengelolaan periodontitis kronis yang melibatkan resorpsi tulang alveolar dengan melihat kadar osteopontin pada cairan sulkus gingiva belum pernah dipelajari.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan penelitian yaitu : apakah terdapat pengaruh pemberian suplemen glukosamin- kondroitin sulfat secara sistemik setelah scaling dan root planing pada penderita periodontitis kronis dengan tinjauan pada kadar osteopontin dan volume cairan sulkus gingiva? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dengan mengetahui pengaruh pemberian suplemen glukosamin- kondroitin sulfat secara sistemik setelah scaling dan root planing pada penderita periodontitis kronis dengan tinjauan pada kadar osteopontin dan volume cairan sulkus gingiva. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai efektivitas suplemen glukosamin-kondroitin sulfat terhadap kadar osteopontin cairan sulkus gingiva pada penderita periodontitis kronis. 2. Memberikan informasi mengenai suplemen glukosamin-kondroitin sulfat dalam kaitannya dengan perubahan volume cairan sulkus gingiva. 3. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk alternatif pemberian suplemen setelah perawatan penyakit periodontal.
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan hewan tikus coba yaitu A Study of the Influence of Combined Glucosamine Sulfate and Chondroitin Systemic Suplement on Root Resorpsion and Tooth Movement in Rats oleh Taraf (2008). Kesimpulan penelitian didapatkan bahwa pemberian glukosaminkondroitin sulfat dapat mengurangi terjadinya resopsi akar, tetapi tidak mempengaruhi kecepatan perpindahan gigi. Penulis belum pernah menjumpai penelitian tentang pengaruh pemberian suplemen glukosamin-kondroitin sulfat secara sistemik setelah dilakukan scaling dan root planing pada pasien periodontitis kronis dengan tinjauan pada kadar osteopontin dan volume cairan sulkus gingiva.