2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tugas akhir atau yang sering disebut skripsi merupakan gerbang terakhir yang

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

Sindroma Down Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual. Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : Pembimbing : Diana Rohayati

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan, terampil dan pintar yang nantinya akan menjadi penerus dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekurangan, salah satunya adalah keterbelakangan mental.

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapinya. Menurut Reivich dan Shatte (2002), bahwa kapasitas seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

LEMBAR PENGESAHAN. (Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.) ( Umu Rosidah )

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

DAFTAR PUSTAKA. Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual. Retrivied From

BAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi

BAB I PENDAHULUAN. yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan selanjutnya. (Manuaba,1998). dalam kehidupannya. Pengalaman baru ini memberikan perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. telah diamanahkan Allah SWT untuk menjalani proses kehamilan. Proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

RESILIENSI PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kasus Pada Orang Tua Siswa SLB Negeri Tanjung Selor di Wilayah Kalimantan Utara)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang tua pasti berharap memiliki anak yang dapat bertumbuh kembang normal sebagaimana anak-anak lainnya, baik dari segi fisik, kognitif, maupun emosional. Namun, ada beberapa anak yang memiliki hambatan dalam perkembangannya, salah satunya mengalami down syndrome. Down syndrome adalah sebuah gangguan atau penyimpangan perkembangan yang disebabkan oleh adanya kromosom yang abnormal sejak dalam kandungan. (Muhammad, 2008). Hal ini terjadi karena terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Sulastowo, 2008). Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak penyandang down syndrome. Rosidah (2010) menyatakan bahwa kejadian down syndrome di Indonesia diperkirakan mencapai 1 per 800 hingga 1 per 1000 kelahiran. Sementara pada 2011, jumlah kasus down syndrome menurut Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) sekitar 350 ribu kasus dan merupakan 15% dari jumlah kasus down syndrome di dunia. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa (Aryanto, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Beckman (1991), menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak yang normal karena anak berkebutuhan khusus membutuhkan lebih banyak perhatian dan penanganan khusus. Orangtua menganggap mereka memiliki sedikit harapan bahwa anak mereka dapat hidup dengan normal (Goussmett, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Manchester Down Syndrome Cohort (dalam Byrne, 1988) antara tahun 1973 hingga 1980, ditemukan berbagai faktor stres yang mempengaruhi keluarga dengan anak down syndrome, antara lain: (1) reaksi orang lain baik kepada orang tua maupun kepada anak; (2) kesulitan orang tua berkomunikasi dengan anak; (3) akses layanan umum yang 1

mereka terima tidak selalu baik; (4) dukungan sosial; dan (5) kekhawatiran akan masa depan anak. Kelahiran seorang anak memiliki dampak yang sangat signifikan pada dinamika sebuah keluarga khususnya ibu sebagai figur yang dekat dengan anak (Semiawan dan Mangunsong, 2010). Diantara kedua orang tua, umumnya ibu menunjukkan kondisi stres yang lebih tinggi daripada ayah. Meskipun seorang ayah juga merasakan stres, namun mereka cenderung tidak mampu mengungkapkannya, sementara ibu cenderung lebih tertekan atas kondisi anaknya (Gousmett, 2006; Greenberg & Fewell, 1989). Ibu yang memiliki anak down syndrome mungkin akan mengalami tahap terguncang, tahap reaksi, tahap adaptasi, dan tahap orientasi (Gunarhadi, 2005). Seorang ibu yang memiliki anak down syndrome mengatakan bahwa pada awalnya ia tidak siap menerima keadaan anaknya, karena menurutnya semasa hamil ia rajin memeriksa kandungannya ke dokter dan bayi dalam kandungannya dinyatakan sehat. Tetapi ia berusaha untuk bangkit dari kesedihannya, salah satunya dengan berkonsultasi pada sejumlah dokter. Berdasarkan pengalamannya membesarkan anak yang mengalami down syndrome kini ibu tersebut telah menulis sebuah buku yang menceritakan tentang anaknya yang mengalami down syndrome (Falanta, 2013). Dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, beberapa ibu yang memiliki anak penyandang down syndrome mengatakan bahwa stressor terberat yang ia rasakan adalah pandangan orang lain pada anaknya yang mengganggap bahwa anaknya cacat. Selain itu, perawatan anak down syndrome yang menghabiskan banyak biaya seperti biaya medis, biaya pendidikan khusus, dan biaya terapi. Beberapa tahun belakangan ini, kasus orang tua yang memiliki anak down syndrome ramai diperbincangkan di media massa. Seperti dikutip dari (Asril, 2013 dalam kompas.com) seorang pengacara terkenal di Indonesia yang sering muncul di media massa tidak mau mengakui anaknya yang down syndrome. Ibu dengan anak down syndrome memiliki kecenderungan menjadi stres, salah satunya karena sebagai ibu adakalanya mereka merasa terkejut dan tidak siap anak yang dilahirkannya menyandang down syndrome, hal ini tentunya 2

disebabkan oleh banyak faktor atau sumber lain yang menimbulkan stress pada ibu (Lahey, 2008). Penelitian Lam dan Mackenzie (2002) yang dilakukan di Hongkong menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki anak down syndrome rentan terhadap stress karena pengaruh stigma dari orang-orang di sekitarnya yang melekat pada anaknya. Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Barnett & Boyce (1995) mengungkapkan bahwa stressor lain adalah karena ibu yang memiliki anak down syndrome menghabiskan waktu lebih sedikit dalam kegiatan sosial dan sulit untuk melakukan pekerjaan yang dibayar. Hal lain yang menjadi pemicu stres pada ibu adalah perasaan malu, minder, dan takut dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya karena anak down syndrome sangat mudah dikenali dari tampilan fisiknya. Secara umum, penderita down syndrome mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol seperti bentuk kepala yang agak kecil, wajah yang khas dengan mata sipit, jarak antara kedua mata berjauhan dengan tampak sela hidung yang rata dan datar (seperti mongol), hidung kecil, dan lidah yang tampak besar (Hull & Jhonston, 2008). Dalam menghadapi masalah seperti ini, ada individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif sedangkan individu lain gagal karena mereka tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu yang dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade & Fredrikson, 2004). Dalam bukunya The Resiliency Factor, Reivich & Shatte (2002) menjelaskan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya. Lebih lanjut, Reivich & Shatte (2002) mengungkapkan empat kegunaan resiliensi, yaitu untuk mengatasi hambatan di masa kanak-kanak, untuk menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, untuk bangkit dan terus maju 3

menjalani kehidupan, serta untuk meraih peluang sehingga dapat mencapai hal-hal yang sesuai dengan kapasitas diri. Ketika seorang ibu memiliki anak down syndrome, berbagai gejolak emosi muncul dalam dirinya sehingga berdampak pada kondisi psikologis maupun fisik. Tingkat gangguan ini berkaitan dengan sejauh mana daya tahan ibu dalam menghadapi masalah tersebut. Ketika perubahan hidup yang dialaminya begitu cepat, maka ibu perlu mengembangkan kemampuannya sedemikian rupa untuk mampu melewati hal tersebut. Resiliensi akan membantunya merubah cara hidup menjadi lebih positif dan membuatnya bangkit kembali dari keterpurukan (Siebert, 2005). Berdasarkan penelitian Heiman (2002), orang tua yang memiliki anak down syndrome menunjukkan kebutuhan akan keyakinan kuat tentang masa depan anak dan penerimaan terhadap anak memiliki hubungan positif dalam membentuk resiliensi pada diri mereka. Sedangkan hasil penelitian yang yang dilakukan oleh Bayrakli dan Kaner (2012) menjelaskan bahwa kuantitas dan kualitas dukungan sosial pada ibu menunjukkan hasil yang rendah namun berpengaruh positif terhadap resiliensi. Dan coping strategy yang berfokus pada masalah menunjukkan hasil yang tinggi dan berpengaruh positif terhadap resiliensi ibu yang memiliki anak down syndrome. Menurut Reivich & Shatte (2002) penelitian mengenai resiliensi yang sudah ada lebih banyak mengungkap resiliensi pada anak-anak, namun mereka juga menemukan bahwa diperlukan resiliensi pada remaja dan dewasa. Berdasarkan uraian permasalahan yang dihadapi oleh ibu yang memiliki anak down syndrome, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Proses Pembentukan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Down Syndrome. 4

B. Fokus Penelitian Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana gambaran proses pembentukan resiliensi pada ibu yang memiliki anak penyandang down syndrome. Subjek penelitian adalah dua orang ibu yang memiliki anak down syndrome di SLB Bagian ABC YPLAB Lembang Kabupaten Bandung. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana respon ibu setelah mendengar diagnosis dokter? 2. Hambatan apa saja yang dialami oleh ibu dalam merawat anak down syndrome? 3. Bagaimana cara ibu mengatasi masalah yang dihadapinya? 4. Faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan resiliensi ibu? 5. Apa saja sumber daya yang dimiliki ibu dalam pembentukan resiliensi? D. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empirik mengenai bagaimana proses pembentukan resiliensi pada ibu yang memiliki anak down syndrome. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana respon ibu setelah mendengar diagnosis dokter mengenai kondisi anaknya yang down syndrome. 2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh ibu dalam merawat anak down syndrome. 3. Untuk mengetahui bagaimana cara ibu menghadapi masalah yang dialami ditinjau dari berapa lama ibu mengalami hambatan tersebut dan upaya apa yang ibu lakukan untuk mengatasi masalah. 4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembentukan resiliensinya meliputi regulasi emosi, pengendalian impuls, analisis masalah, optimisme, kemampuan berempati, efikasi diri, dan pemaknaan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. 5

5. Untuk mengetahui sumber daya yang dimiliki oleh ibu dan mempengaruhi proses pembentukan resiliensinya. Sumber daya ini berasal dari komponen i have, i can, dan i am. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan kegunaan yang bersifat konseptual dan kegunaan yang bersifat praktis, baik pada masyarakat umum maupun pada pihakpihak khusus tertentu. Adapun manfaat tersebut antara lain: a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara ilmiah. Manfaat-manfaat dari penelitian ini, yaitu menambah kekayaan keilmuan psikologi terutama berkenaan dengan resiliensi serta dapat menambah literatur penelitian dalam psikologi mengenai pembentukan resiliensi khususnya pada ibu yang memiliki anak down syndrome. b. Manfaat Praktis Selain manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang dapat diterapkan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun manfaat praktis yang diharapkan antara lain bagi: 1. SLB Bagian ABC YPLAB Lembang Untuk pihak SLB Bagian ABC YPLAB Lembang, agar menjadi referensi mengenai proses pembentukan resiliensi pada ibu yang memiliki anak down syndrome, sehingga bisa digunakan sebagai acuan untuk membantu orang tua down syndrome maupun orang tua anak berkebutuhan khusus lainnya di SLB dalam mencapai resiliensi yang efektif. 2. Masyarakat Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya orang tua, mengenai pembentukan kemampuan resiliensi yang lebih efektif ketika memiliki anak berkebutuhan khusus, dengan harapan mampu meningkatkan kemampuan resiliensi. Serta memberikan referensi 6

kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus agar pihak terdekat orang tua dapat memberikan dukungan yang positif dalam membantu orang tua mencapai resiliensi. 3. Peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai resiliensi dan dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai resiliensi yang ditinjau dari berbagai perspektif, faktor dan motifnya, serta aspek lainnya. F. Struktur Organisasi Skripsi 1. BAB I Berisi uraian tenang pendahuluan yang merupakan bagian awal dari penulisan skripsi. Pendahuluan ini berisi latar belakang penelitian, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat dari penelitian itu sendiri. 2. BAB II Dalam bab ini berisi kajian pustaka. Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting, yang berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian. Kajian pustaka ini berisi teori yang berkaitan dengan penelitian. 3. BAB III Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen, diantaranya : lokasi penelitian, desain penelitian yang digunakan, metode penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data. 4. BAB IV Berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari : pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, dan pembahasan atau analisis temuan. Dalam penelitian kualitatif, hasil pembahasan temuan merupakan hasil bahasan yang terkait dengan teori yang dikaji dalam Bab Kajian 7

Pustaka. Pembahasan merupakan refleksi dari teori yang dikembangkan peneliti. 5. BAB V Bab V berisi kesimpulan dan saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penlitian. Kesimpulan mencakup pada jawaban pertanyaan penelitian atau rumusan masalah, sedangkan saran dan rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan ditujukan kepada pembuat kebijakan, kepada pengguna hasil peneitian yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, ataupun follow up dari hasil penlitian. 8