BAB II KERANGKA TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 2001), hlm. 42. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus Rasul terakhir yaitu Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang ini, pendidikan berbasis religius merupakan sebuah motivasi hidup sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

HaidarPputra Daulay, Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2004, hlm

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran siswa, sebab tanpa ada pemahaman materi shalat fardhu

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, 1892, hlm.1

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

TINJAUAN PUSTAKA. Orang tua menurut I.P. Simanjuntak adalah ayah dan ibu dari anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2008, hlm.1. 2

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

Modul 3 OBYEK DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Qur an sendiri menganjurkan supaya manusia memperdalam berbagai bidang

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. 2001), hlm Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 295.

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan memiliki keahlian menurut bidangnya masing-masing. menuju pendewasaan dan kematangan dalam berfikir dan bertindak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi faktor paling penting bagi karakteristik dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

PERKEMBANGAN JIWA KEBERAGAMAAN DAN PEMBINAAN ORANG TUA PADA REMAJA DI KAMPUNG PADANG LAWEH KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan persyaratan dalam perusahaan, dan juga harus mampu menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Budaya

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

BAB IV PENGEMBANGAN KONSEP RABBANI DALAM PENINGKATAN KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahanlahan.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Dan Aku (Allah ) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-ku. (QS. Adz- Dzariyat: 56)

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

PENELITIAN AGAMA MENURUT H. A. MUKTI ALI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM Muhamad Rifa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dewasa. Remaja memiliki beberapa karakter yang khas, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2008), Cet. III, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. dengan murabbi, mu alim dan muaddib. Kata murabi berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

Pembaharuan.

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu. 1 Secara umum, agama, termasuk Islam mempunya unsur pokok, antara lain sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara keagamaan, peralatan dan tempat pelaksanaan ritus keagamaan, serta penganut atau umat. 2 Selain itu dapat pula ditambahkan adanya ajaran dan pembawanya serta buku panduan atau kitab suci. 3 Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh komunitas band di Sleman yang menjadi objek penelitian ini. Agama ini sampai ke Nusantara dibawa oleh para ulama, da i ataupun penyampai yang kesemuanya merupakan kepanjangan tangan atau penerus dari Nabi Muhammad SAW. Agama mempunyai peranan yang sangat penting dalm hidup dan kehidupan manusia, karena agama tidak hanya mengatur kehidupan manusia di alam akhirat saja, tetapi juga mengatur bagaimana seharusnya hidup di dunia. Agama mengajarkan nilai-nilai moral dan mengajak manusia berbuat 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hlm.17. 2 Tim Dosen PAI UNY, Din Al-Islam, Universitas Negeri Yogyakarta, 2002, hlm. 11. 3 H. Abu Ahmadi, Sejarah Agama, Ramadhani, Solo, 1991, hlm. 21. 7 P a g e

baik dalam hubungannya dengan alam sesama manusia. Menurut Abdurrahman, dkk, bahwa kebenaran dan nilai-nilai sebagai hasil pemikiran manusia, tanpa dikendalikan oleh cahaya kebenaran agama akan mudah terjerumus dalam kesesatan. 4 Menurut Zakiah Daradjat, agama adalah yang dirasakan dengan hati, pikiran dan dilaksanakan tindakan serta membentuk dalam sikap dan cara menghadapi hidup pada umumnya. 5 Sedangkan menurut Sosiolog Durkheim agama adalah suatu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap suatu yang sakral, yaitu yang lain daripada yang lain. 6 Inti beragama adalah iman. Dalam iman terdapat unsur perlunya memahami isi wahyu berarti memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah. 7 Pemahaman pada al Qur'an dan as Sunnah seharusnya tercermin dalam pembenaran (tasdiq), perkataan (qaul) dan amal (af al). B. Keberagamaan Menurut Kamus Bahasa Indonesia, keberagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama. 8 Dengan kata lain, hal-hal yang menyangkut 4 Abdurrahman Mas'ud, et, al, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 41. 5 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1993, hlm. 127. 6 Dikutip dari Muslim Nurdin, et, al, Moral dan Kognisi Islam, Alfabeta, Bandung, 2001, hlm. 25. 7 Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 45. 8 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 191. 8 P a g e

segala aspek kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang merupakan ranah keberagamaan. Secara tersembunyi, keberagamaan berkaitan dengan aktifitas yang terjadi dalam hati atau pikiran seseorang. Diluar itu, keberagamaan dapat diwujudkan dalam sisi kehidupan manusia. Aktifitas agama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual beribadah, tetapi juga melakukan perilaku yang bernuansa ibadah. Sebagaimana dikuitip oleh Taufik Abdullah, Glock dan Stark berpendapat bahwa keberagamaan muncul dalam lima dimensi diantaranya dimensi ideologis, intelektual, eksperiensial, ritualistik, dan konsekuensial. Dua dimensi yang pertama mencakup aspek kognitif keberagamaan, dua dimensi yang terakhir aspek behavioral keberagamaan dan dimensi ketiga aspek afekstif keberagamaan. 9 Robertson 10 merinci kelima dimensi tersebut di mana dalam setiap dimensi meliputi aneka ragam dan unsur-unsur lainnya seperti dalam bentuk keyakinan, praktik, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi-konsekuensi. Berikut penjelasannya: 1. Dimensi ideologis Berkenaan dengan seperangkat kepercayaan yang memberikan premis eksistensial untuk menjelaskan Tuhan, alam, manusia, dan hubungan antara mereka. Kepercayaan dapat berupa makna yang menjelaskan tujuan 9 Taufik Abdullah, Metodologi Penelitian Agama, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta, 1989, hlm. 93. 10 Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologias, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 295. 9 P a g e

Tuhan dan peranan manusia dalam mencapai tujuan itu (puposive belief). Kepercayaan yang terakhir, dapat berupa pengetahuan tentang seperangkat tingkah laku baik yang dikehendaki agama. 2. Dimensi intelektual Seseorang yang beragama mestinya paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisitradisi. Dimensi ini mengacu pada pengetahuan agama yang harus diketahui seseorang tentang ajaran-ajaran agamanya, seberapa jauh tingkat pemahaman agama para pengikut agama. Dimensi pengetahuan mengenai suatu keyakinan merupakan hal yang penting sebagai wujud bahwa manusia adalah mahluk berpikir. Namun demikian dapat saja seseorang memiliki keyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya secara mendalam. 3. Dimensi eksperiensial Dimensi eksperiensial merupakan bagian keagamaan yang bersifat efektif, yaitu keterlibatan emosional dan sentimentil pada pelaksanaan ajaran agama yang merupakan perasaan keagamaan (religion feeling) sehingga dapat bergerak dalam beberapa tingkat yakni; konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan menjawab kehendaknya atau keluhannnya), eskatik (merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan), dan partisipasif (merasa menjadi kawan setia kekasih), atau wali Tuhan-Nya melakukan karya ilmiah. 10 P a g e

4. Dimensi ritualistik Dimensi ritualistik yaitu merujuk pada ritualistik / ritus-ritus keagamaan yang dianjurkan oleh agama dan dilaksanakan para pengikutnya. Dimensi ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu: a. Ritual Mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik suci yang semua mengharapkan pemeluknya dapat melaksanakan. Ritual merupakan suatu bentuk drama dan oleh karena itu merefleksikan kegembiraan dari satu ke yang lainnya. 11 Ritus sebagai bentuk pengabdian langsung kepada Allah SWT. yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. di antaranya; shalat wajib, puasa Ramadlan, serta ibadah haji. b. Ketaatan Salah satu buah dari ritual adalah ketaatan di mana semua agama dikenal mempunyai perangkat tindakan persembahan yang mesti dilakukan. 5. Dimensi konsekuensial Dimensi ini meliputi segala implikasi sosial dari pelaksanaan ajaran agama. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat keyakinan praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari, walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari 11 Andrew M. Greeley, Agama Suatu Teori Sekuler, Erlangga, Jakarta, 1988, hlm. 96. 11 P a g e

Keberagamaan seseorang akan mengalami perkembangan sesuai dengan usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Terkait dengan penelitian ini, di mana komunitas band yang diteliti terdiri dari orangorang dewasa, Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian: 12 1. Masa dewasa awal (young adult) Masa ini merupakan masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun. 2. Masa dewasa madya (middle adulthood) Kisaran umurnya antara umur 40 hingga 60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial. 12 Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 hal. 83 12 P a g e

3. Masa usia lanjut (older adult) Usia lanjut adalah periode akhir dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur 60 tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, peruban kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf, dan perubahan penampilan. Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 13 1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. 2. Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. 3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. 4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. 13 H. Jalaludin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007 hal. 107-108. 13 P a g e

6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani. 7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. 8. Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. Meskipun telah memasuki fase dewasa, masalah-masalah keberagamaan tetap ada. Menurut Lewis Sherril, masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa adalah: 1. Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambildengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan. 2. Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten. 3. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah pasrah. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua. 14 P a g e