BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 1. Perkembangan Sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan a. Pengertian Perkembangan Sosial Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi sampai ke masa dewasa. Dalam perkembangan terdapat aspek-aspek perkembangan, salah satunya perkembangan sosial. Menurut Elizabeth B. Hurlock menjelaskan makna perkembangan sosial adalah: Perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses. Ketiga proses tersebut diantaranya adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial (1978: 250). Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, individu harus mampu menciptakan perilaku sosial untuk menjadi orang yang bermasyarakat. Dalam kehidupan sosial, individu diharapkan mampu mencapai tiga proses sosialisasi, yakni: 1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial Setiap kelompok sosial tentunya memiliki standart kriteria bagi para anggotanya tentang perilaku sosial yang dapat diterima di dalam kelompok sosial. Dalam hidup bermasyarakat, anak tidak hanya mengetahui sebatas perilaku sosial yang dapat diterima lingkungan sosial, melainkan juga harus menyesuaikan perilaku sosial dirinya dengan patokan yang dapat diterima oleh lingkungan sosial. Sehingga anak mampu bertingkah laku positif sesuai dengan harapan sosial. Perilaku sosial ini diperoleh anak dari proses belajar memahami kondisi-kondisi sekitar, mana yang sesuai untuk dilakukan dan mana yang tidak sesuai untuk dilakukan dalam lingkungan sosial tersebut. 6

2 7 2) Memainkan peran sosial yang dapat diterima Di dalam suatu kelompok sosial tentunya terdapat pola kebiasaan yang menjadi tuntutan sosial yang telah ditentukan oleh semua anggota kelompok sosial. Setiap anggota kelompok memiliki peran sosial yang berbeda-beda, diharapkan semua individu mampu menjalankan peran sosial sesuai dengan tuntutan sosial yang berlaku. Dan juga semua peran sosial yang ada harus mengacu pada nilai dan norma yang berlaku dalam kelompok sosial tersebut. 3) Perkembangan sikap sosial Untuk bermasyarakat dengan baik, anak-anak harus menyukai komponen di dalam lingkungan sosial beserta aktivitas sosial yang dilakukan. Jika anak mampu melakukan hal tersebut, berarti anak telah berhasil dalam penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial dimana anak menggabungkan diri. Perkembangan sosial adalah proses perolehan kemampuan untuk berperilaku yang sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang dan sesuai dengan tuntutan dan harapan-harapan sosial yang berlaku di dalam masyarakat (Sutirna, 2014: 118). Hal ini berarti perkembangan sosial merupakan suatu perubahan bersifat progresif yang berhaluan kearah perbaikan dalam berperilaku sesuai dengan tuntutan dan harapan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Ahmad Susanto, 2012: 40). Berdasarkan pendapat di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa perkembangan sosial merupakan perubahan-perubahan yang dialami menuju pada tingkatan kematangan dalam hubungan sosial yang sesuai dengan norma kelompok, moral dan tradisi yang berlaku dalam masyarakat.

3 8 Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial (Syamsu Yusuf LN, 2006: 122). Hal ini berarti perkembangan sosial merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan manusia untuk mencapai batas maksimal perkembangan dalam hubungan sosial. Dalam proses perkembangan sosial, individu dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri dengan lingkungannya. Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya (Elizabeth B. Hurlock, 1978: 287). Keinginan untuk diterima dalam suatu kelompok sosial menyebabkan individu mengalami proses penyesuaian diri yang berlebihan. Individu senantiasa mempelajari nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial masyarakat dan menampilkan keterampilan sosial yang baik, agar mendapat penerimaan sosial yang baik dari anggota masyarakat yang lain. Perkembangan sosial individu sangat tergantung pada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta keterampilan mengatasi masalah yang dihadapi (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2008: 93). b. Aspek Perkembangan Sosial Menurut Enung Fatimah (2010: 95) dalam fase perkembangan masa remaja adalah memiliki keterampilan sosial untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan keluhan atau pendapat orang lain, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai dengan baik oleh remaja pada fase tersebut, berarti ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

4 9 Menurut Konstelnik, Soderman, dan Waren (dalam Mansur, 2011: 56) mengemukakan bahwa terdapat dua aspek penting dalam perkembangan sosial, yaitu: 1) Kompetensi Sosial Kompetensi sosial menggambarkan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya secara efektif. Bentuk dari kemampuan individu tersebut antara lain adalah dengan belajar berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial. 2) Tanggung Jawab Sosial Tanggung jawab sosial antara lain ditunjukkan oleh komitmen individu terhadap tugas-tugasnya, menghargai perbedaan individual, dan memperhatikan lingkungannya. c. Karakteristik Perkembangan Sosial pada Remaja Dalam masa remaja banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara fisik, kognitif maupun psikososial. Perubahanperubahan ini dapat bersifat positif maupun negatif, tergantung bagaimana cara individu dalam menghadapi masa peralihan yang cenderung berbeda dengan masa sebelumnya, terlebih lagi terdapat perubahan fisik yang menyebabkan individu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Masa remaja (adolescence) merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia sekitar sepuluh sampai sebelas tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia dua puluh awal, serta melibatkan perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan (Diane E Papalia, Sally Wendkos Olds, dan Ruth Duskin Feldman, 2009: 8). Menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2008: 3), gejala yang tampak sebagai akibat dari perkembangan individu dalam aspek sosial pada masa remaja, antara lain sebagai berikut: 1) Semakin berkembangnya sikap toleran, empati, memahami, dan menerima pendapat orang lain.

5 10 2) Semakin santun dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada orang lain. 3) Adanya keinginan untuk selalu bergaul dengan orang lain dan bekerja sama dengan orang lain. 4) Suka menolong kepada siapa yang membutuhkan pertolongan. 5) Kesediaan menerima sesuatu yang dibutuhkan dari orang lain. 6) Bersikap hormat, sopan, ramah dan menghargai orang lain. Sesuai dengan paparan di atas dapat diberi makna bahwa individu yang tergolong perkembangan sosialnya kategori tinggi akan memiliki jiwa sosial yang mencerminkan sikap toleran, empati, suka menolong kepada siapa saja, bersikap hormat kepada orang lain, bersikap santun dalam menyampaikan pendapat, dan sebagainya. Syamsu Yusuf LN menjelaskan bahwa karakteristik perkembangan sosial remaja adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kemampuan untuk memahami orang lain, antara lain memahami bahwa orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaan. 2) Memiliki dorongan untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain. 3) Dalam hubungan pertemanan, remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya sendiri, baik menyangkut minat, sikap, nilai dan kepribadian. 4) Memiliki kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai, dan kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (2006: 198). Perkembangan sosial pada remaja dapat memberikan dampak yang positif bagi dirinya. Untuk itu individu harus memiliki sifat khas tertentu yang mengacu pada perkembangan sosial yang baik. Individu yang memiliki sifat sosial yang baik cenderung memiliki kemampuan untuk memahami orang lain, senang menjalin hubungan dengan orang lain, mengikuti pendapat orang lain dan sebagainya. Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2008: 91-92) mengemukakan bahwa karakteristik yang menonjol dari perkembangan sosial remaja adalah sebagai berikut: 1) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Hal ini menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi

6 11 dengan mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. Remaja memiliki solidaritas yang amat tinggi dan kuat dengan kelompok sebayanya, jauh melebihi dengan kelompok lain. Bahkan dengan orang tuanya sekalipun. Untuk itu remaja perlu diberikan perhatian intensif dengan cara melakukan interaksi dan komunikasi secara terbuka dan hangat kepada mereka. 2) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Ini menyebabkan remaja senantiasa mencari nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan. Menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya. Untuk itu orang tua harus menunjukkan konsistensi dalam memegang dan menerapkan nilainilai dalam kehidupan. 3) Meningkatkan ketertarikan pada lawan jenis. Keinginan membangun hubungan sosial dengan lawan jenis dapat dipandang sebagai suatu yang berpangkal pada kesadaran akan kesunyian. Menyebabkan remaja pada umumnya berusaha keras memiliki teman dekat dari lawan jenisnya. Untuk itu remaja perlu diajak komunikasi secara rileks dan terbuka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis. 4) Mulai memiliki kecenderungan memilih karier tertentu. Dengan melihat kondisi sekitar yang ada pada lingkungan sosial, individu memiliki ketertarikan akan karier-karier tertentu yang dianggap cocok dengan potensi yang dimiliki. Untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan harapan lingkungan sosial, individu berusaha menampilkan ciri-ciri tertentu dalam hubungan soial, yakni: berkembangnya dorongan untuk bergaul dengan orang lain, berusaha mencari nilai-nilai sosial yang dijadikan acuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, memiliki keinginan untuk menjalin hubungan lebih akrab dengan teman lawan jenis dan mulai memilih karir tertentu dengan melihat kondisi sekitar yang ada pada lingkungan.

7 12 d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial dipengaruhi oleh lingkungan sosial, Syamsu Yusuf LN (2006: ) mengatakan: Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebaya. Apabila lingkungan sosial memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti orang tua yang kasar; sering memarahi; acuh tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tata karma/ budi pekerti; cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder; (2) senang mendominasi orang lain; (3) bersifat egois/ selfish; (4) senang mengisolasi diri/ menyendiri; (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa; dan (6) kurang mempedulikan norma dalam berperilaku. Dari uraian di atas dapat diberi makna bahwa perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebaya. Lingkungan sosial yang sangat mempengaruhi adalah lingkungan keluarga dikarenakan keluarga merupakan hal yang utama dan pertama dalam perkembangan anak. Dalam perkembangan sosial anak, anak berusaha mencari nilainilai sosial sebagai pegangan dalam hubungan sosial dan sosialisasi. Apabila keluarga memfasilitasi perkembangan anak secara positif, seperti halnya membiasakan kehidupan beragama dalam keluarga dengan cara memberikan bimbingan; teladan; pengajaran; pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma atau agama sebagai acuan dalam bertingkah laku yang baik dan benar, maka anak dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, sehingga mampu menjalin hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sosial. Namun apabila keluarga kurang kondusif dalam membiasakan kehidupan beragama dalam keluarga yang baik, seperti halnya membiarkan anak melanggar aturan agama, tidak

8 13 memberikan tauladan dalam dalam penerapan norma agama, maka anak tidak dapat mencapai perkembangan sosial secara matang, sehingga anak cenderung menampilkan perilaku ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri, seperti halnya kurang memiliki perasaan tenggang rasa, kurang memperdulikan norma dalam berperilaku karena tidak memiliki pengangan dalam bertingkah laku. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Roland Robertson (1988: 72) bahwa: Mengapa keyakinan yang sifatnya pribadi dan individual tersebut dapat terwujud sebagai tindakan kelompok atau masyarakat? Sebab yang utama adalah hakikat agama itu sendiri yang salah satu penekanan ajarannya adalah hidup dalam kebersamaan dengan orang lain atau hidup bermasyarakat. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa agama merupakan suatu sistem keyakinan individual yang selanjutnya menjadi suatu acuan dalam tindakan masyarakat. Pada dasarnya, hakikat agama merupakan penekanan ajaran akan bagaimana hidup bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Sehingga agama sangat penting dalam kehidupan sosial anak. Menurut Hasbullah (2009: 89) mengemukakan bahwa Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Sehingga dapat diberi makna bahwa keluarga merupakan peletak dasar bagi kehidupan beragama anak. Hal ini sangat perlu diperhatikan mengingat bahwa agama merupakan acuan dasar yang mengajarkan anak bagaimana bertingkah laku dalam kehidupan sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan sosial menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004: 93-98) adalah sebagai berikut: 1) Lingkungan Keluarga Ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima, dan menyatakan

9 14 diri. Iklim kehidupan keluarga memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan hubungan sosial remaja karena sebagian besar kehidupannya ada di dalam keluarga. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari (Ahmad Susanto, 2012: 40). Dari pendapat di atas dapat diambil makna bahwa perkembangan hubungan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau bimbingan orang tua dalam menerapkan norma-norma kehidupan, seperti norma agama untuk dijadikan pedoman dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu orang tua hendaknya memberikan dorongan dan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma khususnya norma agama untuk dijadikan pegangan dalam bertingkah laku yang baik yang tetap memperhatikan kaidah agama sehingga dapat diterima dalam kelompok sosial. Menurut Hasbullah (2009: 34) mengemukakan bahwa keluarga berfungsi sebagai: a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak. Kehidupan seorang anak saat masa kanak-kanak sangat tergantung kepada kedua orang tuanya. Karena keluarga merupakan pengalaman pertama dan faktor penting dalam perkembangan anak. Sehingga keseimbangan jiwa dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan sesuai dengan pendidikan yang diberikan oleh orang tua di masa kanakkanak. b) Menjamin kehidupan emosional anak. Suasana di dalam keluarga tentunya merupakan suasana yang meliputi rasa cinta, simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tenteram, suasana percaya mempercayai.

10 15 c) Menanamkan dasar pendidikan moral. Penananman utama dalam dasar-dasar moral anak adalah keluarga. Sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak, sehingga dapat mencerminkan perilaku anak di luar rumah, sesuai dengan nilai moral yang ditanamkan keluarga. d) Memberikan dasar pendidikan sosial. Perkembangan benih-benih kesadaran sosial hendaknya dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang saling tolong-menolong dan lain sebagainya. e) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak. Keluarga berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilainilai keagamaan ke dalam pribadi anak, masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar kehidupan beragama yang terjadi dalam keluarga. 2) Lingkungan Sekolah Kehadiran di sekolah merupakan perluasan lingkungan sosialnya dalam proses sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat menantang atau bahkan mencemaskan dirinya. Sebagaimana dalam keluarga, lingkungan sekolah juga dituntut menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif, memiliki potensi memudahkan atau menghambat perkembangan hubungan sosial remaja. Suasana kondusif timbul dengan adanya interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, keteladanan guru, dan kualitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menjadi model bagi siswanya. 3) Lingkungan Masyarakat Iklim kehidupan masyarakat memberikan urutan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial remaja. Apalagi, remaja senantiasa ingin selalu seiring sejalan dengan trend yang sedang berkembang dalam masyarakat agar tetap selalu merasa dipandang trend.

11 16 Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono (2006: ) merumuskan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1) Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. 2) Kematangan Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan bahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik, diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik. 3) Status Sosial Ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Adapun pengaruh status ekonomi terhadap kepribadian remaja, adalah bahwa orang tua dari status ekonomi rendah cenderung lebih menekankan kepatuhan figur-figur yang mempunyai otoritas, kelas menengah dan atas cenderung menekankan kepada pengembangan inisiatif, keingintahuan, dan kreativitas anak (Syamsu Yusuf LN, 2006: 53).

12 17 4) Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengaplikasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. 5) Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Dari pendapat ahli yang dijelakan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, yakni keluarga yang merekayasa perilaku kehidupan sosial anak, kematangan fisik dan psikis agar anak mampu bersosialisasi dengan baik, status kehidupan sosial ekonomi keluarga lingkungan masyarakat, tingkat pendidikan untuk mengaplikasikan ilmu yang normatif, dan kemampuan intelektual serta kemampuan pengendalian emosional yang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial. 2. Kehidupan Beragama dalam Keluarga a. Pengertian Kehidupan Beragama dalam Keluarga Azis Ahyadi (1991: 49) mengemukakan bahwa kehidupan beragama yang diidealkan selalu ada di depan kesadaran beragama, yang mampu direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari. Kesadaran beragama dijadikan sebagai hasil peranan fungsi kejiwaan terutama motivasi, emosi dan intelegensi. Motivasi berfungsi sebagai penggerak mengarahkan kehidupan mental. Emosi berfungsi melandasi dan mewarnainya, sedangkan intelegensi yang mengorganisasi dan memberi pola.

13 18 Menurut Djamari (2000: 91) mengemukakan bahwa beragama sebagai aktivitas melaksanakan sesuatu yang sakral, yang merupakan hasil kekuatan masyarakat yang terkonsentrasi secara aktual. Maka akan memberi suatu kesadaran kolektif dan memberi inspirasi norma moral yang dibungkus oleh ide-ide kesucian. Menurut Prof. Dr. H. Ramayulis (2002: 117) Tingkah laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan di dasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri. Pendapat tersebut memberi makna bahwa tingkah laku keagamaan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan manusia dalam mencari suatu kekuatan serta ketenangan yang dapat melindungi dan memberikan pencerahan terhadap diri pribadi. Menurut Prof. Dr. H. Jalaluddin (2009: 23) dalam pandangan Islam, sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi keberagamaan. Potensi ini baru dalam bentuk sederhana, yaitu berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi pada sesuatu. Agar kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi ini tidak salah, maka perlu adanya bimbingan dari luar. Secara kodrati orang tua merupakan pembimbing pertama yang mula-mula dikenal anak. Oleh karena itu Rasul Allah SAW menekankan bimbingan itu pada tanggung jawab kedua orang tua. Hal ini mengandung makna bahwa orang tua mampu membentuk arah keyakinan anak, karena manusia dilahirkan pasti membawa fitrah keagamaan, setiap bayi yang dilahirkan tentu memiliki potensi untuk beragama. Yang kemudian fitrah keagamaan tersebut dikembangkan melalui bimbingan, pemeliharaan dan pelatihan yang intensif. Sehingga keagamaan anak sangat bergantung pada pengaruh orang tua. Keluarga merupakan lembaga sosialisasi yang pertama dan utama bagi anak. (Sri Lestari, 2012: 121). Keluarga mengajarkan anak untuk

14 19 mengenal dan menyesuaikan diri dengan dunia luas. Keluarga menjadi sarana primer yang memberikan pengetahuan tentang keagamaan, khususnya ketika anak-anak berada pada fase perkembangan awal yang memiliki kecenderungan untuk menirukan aktivitas yang dilakukan oleh orang tuanya. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anaknya adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sehingga keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak, dengan cara memberikan didikan religius dan memberikan tauladan yang baik bagi anak-anaknya. Selanjutnya, Muhibbin Syah (2013: 37) menjabarkan bahwa: Dipihak lain, jika orang tua berkehendak mendidik anaknya dalam bidang agama, maka ia tak akan lepas dari upaya pengajaran agama dengan cara dan kemampuannya sendiri. Dalam hal ini, pengajaran agama orang tua itu tentu tidak harus dilaksanakan dengan cara berceramah seperti guru dikelas, tetapi dengan memberi wejangan, teladan, dan bimbingan praktis sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. Keluarga merupakan institusi pendidikan pertama yang didapatkan anak dari orang tuanya. Orang tua sebagai peletak dasar pendidikan agama berkewajiban untuk memberikan wawasan pengetahuan tentang agama serta memberikan tauladan yang baik agar dapat dijadikan acuan anak dalam bertingkah laku. Ketika keluarga menanamkan pendidikan agama secara intensif, anak memiliki acuan yang jelas dalam bertingkah laku agar dapat mencapai perkembangan sosial yang dapat diterima oleh masyarakat. Sedangkan ketika keluarga kurang menanamkan pendidikan agama terhadap anak-anaknya, anak cenderung membangkang dari aturan yang berlaku dalam norma agama karena anak tidak memiliki acuan yang jelas dalam bertingkah laku, sehingga perkembangan sosial anak tidak diterima dengan baik oleh masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh makna bahwa kehidupan beragama dalam keluarga merupakan penerapan kaidah agama yang dilaksanakan dalam suatu unit keluarga, yang menjadikan agama sebagai aturan mutlak dalam bertingkah laku baik dengan Tuhan, sesama

15 20 manusia dan diri sendiri. Dalam keluarga yang memiliki sikap keagamaan, akan menjadikan agama sebagai patokan dalam segala sesuatu yang terjadi sepanjang rentang kehidupan, agama diyakini sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu kebaikan serta menjadikan agama sebagai ketentuan antara mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam ajaran agama yang dianut. Sehingga dalam sikap keagamaan manusia terkandung makna bahwa agama sebagai acuan dalam beribadah, bertingkah laku yang baik, dan berbuat kebaikan. b. Aspek dan Dimensi Kehidupan Beragama Manusia beragama tentunya tidak hanya mengetahui berbagai konsep dan ajaran agama, melainkan juga meyakini, menghayati, mengamalkan dan mengaplikasikan agama dalam kehidupan sehari-hari. Glock dan Stark (dalam Taufik Abdullah, 1989: 93) mengklasifikasikan kehidupan beragama menjadi tiga komponen dasar yang berupa pengetahuan, penghayatan dan perbuatan. 1) Aspek pengetahuan atau kognitif berisi informasi berupa kepercayaan dari konsep ajaran agama, mencakup dimensi keyakinan (ideologis) dan dimensi pengetahuan agama (intelektual). 2) Aspek penghayatan atau afektif berisi penghayatan terhadap keberadaan agama, mencakup dimensi penghayatan (eksperiensial). 3) Sedangkan aspek behavioral atau perbuatan mewakili tampilan riil baik berupa ritual, mencakup dimensi praktek agama (ritualistik) dan dimensi pengalaman (konsekuensial). Dalam kehidupan beragama terdapat tiga komponen dasar yang harus terpenuhi, yakni berupa pengetahuan yang berisi informasi akan keyakinan agama dan pengetahuan agama, penghayatan yang berisi pengahayatan akan penerapan ajaran agama, dan perbuatan yang mencerminkan penerapan ibadah dan pengalaman tentang hidup bagama. Glock dan Stark (dalam Roland Roberson, 1988: ) membagi dimensi kehidupan beragama menjadi lima dimensi berikut:

16 21 1) Dimensi Keyakinan (Ideologis) Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui doktrin-doktrin tersebut. Dimensi ideologis menyangkut seperangkat kepercayaan yang menjadi dasar penjelas hubungan antara Tuhan, manusia dan alam (Taufik Abdullah, 1989: 93). Hal ini dapat diperoleh makna bahwa dimensi keyakinan mengacu pada tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. 2) Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual) Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus, kitab suci dan tradisi. Dapat diartikan bahwa dimensi pengetahuan lebih terfokus pada tingkat pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun atau yang lainnya. 3) Dimensi Penghayatan (Eksperiensial) Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan tertentu yang merujuk pada seluruh keterlibatan subjektif dan individual dengan hal-hal yang suci dari suatu agama. Dimensi penghayatan bersifat afektif terkait dengan kualitas emosi dan sentimen terhadap ajaran agama. Taufik Abdullah (1989: 93) mengemukakan perasaan keagamaan dapat bergerak dalam empat tingkatan: a) Konfrimatif yakni merasakan kehadiran Tuhan atau apa saja yang diamatinya. b) Responsif yakni merasa bahwa Tuhan menjawab kehendaknya dan keluhannya. c) Eskatik yakni merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan.

17 22 d) Partisipatif yakni merasa menjadi kekasih Tuhan. Dapat diambil makna bahwa dimensi eksperiensial berupa perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan. 4) Dimensi Praktek Agama (Ritualistik) Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dimensi ritualistik merujuk pada pedoman-pedoman pokok dalam pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari (Taufik Abdullah, 1989: 93). Dimensi ini sejajar dengan ibadah yang berkaitan dengan syarat dan rukun yang ditetapkan dalam Al-Quran serta penjelasan dalam hadis nabi. 5) Dimensi Konsekuensi Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan, praktek, penghayatan, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dimensi konsekuensial atau dimensi sosial meliputi segala implikasi sosial dari pelaksanaan ajaran agama (Taufik Abdullah, 1989: 93). Dari dimensi kehidupan beragama yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi dalam kehidupan beragama, yakni dimensi keyakinan yang berupa akidah islam atau rukun iman, dimensi pengetahuan agama berupa pengetahuan Al-Quran baik isi kandungan maupun maknanya dan konsep ajaran agama, dimensi pengahayatan berupa pengahyatan akan hubungan dengan tuhan, dimensi praktek agama berupa pengaplikasian ibadah sehari-hari, dan dimensi konsekuensi berupa konsekuensi yang ditimbulkan oleh ajaran agama seperti hubungan manusia dengan manusia.

18 23 c. Karakteristik Kehidupan Beragama Dalam kehidupan beragama, agama dijadikan acuan dasar yang mengatur individu dalam bertingkah laku. Semua manusia pasti memiliki agama, namun sikap keagamaan setiap manusia berbeda-beda, sesuai dengan kadar ketaatan terhadap agama. Sikap keagamaan merupakan keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama (Jalaluddin, 2009: 291). Dapat diberi makna bahwa sikap keagamaan merupakan integrasi antara perasaan agama, pengetahuan agama, serta tindakan agama dalam diri seseorang. Rasa keagamaan merupakan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Manusia memiliki sikap keberagamaan karena mengharapkan pahala dan menghindari dosa. Bagi manusia yang memiliki kadar ketaatan terhadap agama yang tinggi, agama dijadikan sebagai kebutuhan dan keinginan yang bersifat universal, sama halnya ketika manusia membutuhkan makan dan minum agar dapat menjalani aktivitas sehari-hari. Sehingga dengan reflek akan senantiasa menjalankan ajaran agama, sekalipun ketika terdapat halangan yang membuat individu tersebut tidak menjalankan ajaran agama, dirinya akan merasa tidak tenang dan merasa berdosa. Syamsu Yusuf LN (2006: 145), secara umum kriteria kematangan dalam kehidupan beragama adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran bahwa setiap perilaku yang dilakukan manusia baik perilaku yang tampak maupun tersembunyi, tidak lepas dari pengawasan Tuhan. Kesadaran ini terefleksi dalam sikap dan perilakunya yang jujur, amanah, istiqomah dan merasa malu untuk berbuat yang melanggar aturan Allah. 2) Mengamalkan ibadah ritual secara ikhlas dan mampu mengambil hikmah dari ibadah tersebut dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Senantiasa memiliki prinsip bahwa ibadah merupakan suatu kebutuhan yang tidak boleh ditinggalkan.

19 24 3) Memiliki penerimaan dan pemahaman secara positif akan irama kehidupan yang ditetapkan oleh Tuhan, yaitu bahwa kehidupan setiap manusia mengalami kegoncangan antara suasana kehidupan yang kesulitan dan kemudahan. Sehingga senantiasa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala merupakan jerih payah yang diberikan Tuhan. Sebaliknya segala bentuk penderitaan merupakan keteledoran atas kesalahan yang pernah dilakukan. Pribadi seperti ini memiliki keyakinan bahwa Tuhan maha pengasih dan penyayang. 4) Bersyukur pada saat mendapatkan suatu anugerah, baik dengan ucapan maupun perbuatan dan bersabar pada saat mendapat musibah. Bagi orang yang telah matang sikap keagamaannya, akan menyadari bahwa musibah merupakan ujian dari Tuhan yang akan meningkatkan nilai keimanannya. Anggapan bahwa musibah datang sebagai peringatan Tuhan atas perbuatan dosa. Menyebabkan manusia mengalami keguncangan jiwa yang menimbulkan kesadaran akan kebutuhan keagamaan. Bahkan semakin berat musibah yang dialami, maka semakin tinggi kadar ketaatan terhadap agama. 5) Menjalin dan memperkokoh jalinan persaudaraan dalam bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Manusia hidup dalam lingkungan sosial yang membentuk proses sosialisasi, dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan bantuan orang lain. Sehingga antar manusia menciptakan jalinan persaudaraan yang baik sesuai dengan ajaran agama. 6) Senantiasa mencegah dan memberantas kemusyrikan, kekufuran, dan kemaksiatan. Pribadi yang memiliki ketaatan agama yang tinggi akan menjauhi larangan yang ada pada ajaran agama, terlebih lagi membantu manusia lainnya untuk keluar dari jurang kemaksiatan dan mendoktrin orang lain bahwa Tuhan itu ada dan selalu melihat disetiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

20 25 d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Beragama Kehidupan beragama memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi akan pengembangan dalam pembentukan sikap beragama. Menurut Robert H. Thouless (2009: 34) bahwa faktor yang membentuk sikap keagamaan terdiri dari empat faktor kelompok utama, yakni: 1) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial). Faktor sosial yang dimaksudkan mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan terdiri dari: a) Pendidikan dari orang tua Pendidikan keagamaan yang didapat pada masa kanak-kanak, akan melekat hingga mencapai masa dewasa. Untuk itu pendidikan agama dari orang tua sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap keagamaan anak, karena orang tua adalah sarana pendidikan agama yang pertama dan utama bagi anak dan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat kodrati. b) Tradisi-tradisi sosial Dalam kehidupan sosial, individu berusaha untuk mempelajari ritual-ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar dan menyesuaikan diri dengan kaidah agama yang dianut, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dimana ia tinggal. Sehingga individu mampu memadukan antara tradisi ritual masyarakat dengan kaidah agama yang diyakini, dari proses perpaduan tersebut imdividu dapat mempelajari mana yang baik dilakukan dan mana yang buruk untuk dilakukan. c) Tekanan-tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan. 2) Berbagai pengalaman yang membantu perkembangan sikap keagamaan terutama pengalaman-pengalaman mengenai : a) Keindahan, keselarasan, dan kebaikan di dunia (faktor alami). Pada umumnya ada anggapan bahwa kehadiran pengalaman keindahan,

21 26 keselarasan dan kebaikan yang dirasakan dalam dunia nyata memainkan peranan dalam membentuk sikap keberagamaan. b) Konflik moral (faktor moral). Pada konflik moral terjadi suatu pertentangan antara nilai agama yang diyakini dengan keadaan yang nyata. Sehingga dari pengalaman konflik moral, individu mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan. c) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif). Pengalaman ini lebih terikat secara langsung dengan Tuhan atau dengan sejumlah wujud lain bersifat keagamaan. Dikarenakan dengan pengalaman ini akan memberikan motivasi untuk beragama. 3) Faktor-faktor yang keseluruhannya atau sebagian timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhankebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian. Dengan kata lain, latar belakang seseorang untuk meyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama dikarenakan mengalami suatu rintangan, konflik, penderitaan atau sebab lain yang sulit untuk diungkapkan yang menyebabkan ketidak tenangan batin dan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan rohani. Sehingga menimbulkan dorongan untuk memenuhi kebutuhan akan kepuasan agama. 4) Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual). Manusia adalah makhluk yang dibekali akal oleh Tuhan agar manusia mampu berpikir mana yang baik dan mana yang buruk, terlebih lagi dalam pilihan untuk meyakini suatu ajaran agama. Salah satu akibat dari pemikiran tersebut individu berusaha membantu dirinya sendiri untuk menentukan keyakinan mana yang harus diterima dan ditolak sesuai dengan pemikiran intelekual yang dimiliki. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beragama seseorang menurut Syamsu Yusuf LN (2006: 136) adalah faktor pembawaan dan lingkungan.

22 27 1) Faktor Pembawaan (Internal) Faktor pembawaan beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang, berupa keseluruhan dari potensi untuk beragama yang terdapat pada seorang individu dan kemudian menjadikan potensi tersebut sebagai masa perkembangan keagamaannya benar-benar dapat direalisasikan. Setiap manusia memiliki potensi keagamaan dengan karakteristik masing-masing, tergantung bagaimana individu menyikapi dan mengembangkan potensi keagamaan yang dimiliki. 2) Faktor Lingkungan (Eksternal) Faktor lingkungan tiada lain adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yakni lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. a) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh anak, sehingga kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak serta keluarga dinilai sebagai peletak dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh pola asuh keluarga. Jika orang tua memberikan tauladan dengan menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik, maka anak akan cenderung mengaplikasikan sikap dan tingkah laku orang tua terhadap dirinya, begitupun sebaliknya. Kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan, untuk itu seyogianya perlu dipahami pentingnya kepedulian orang tua sebagai berikut: (1) Karena orangtua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seharusnya orang tua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan berperilaku atau tatacara hidupnya.

23 28 (2) Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik, dengan memberikan curahan kasih sayang dengan ikhlas, menghargai pribadi anak, mendengarkan pendapat anak, memaafkan dan meluruskan kesalahan anak dengan alasan yang tepat. (3) Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga. (4) Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan, atau melatih agama terhadap anaknya, serta memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari tentang ajaran agama. (Syamsu Yusuf LN, 2006: ). b) Lingkungan sekolah Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun non formal sebagai perkumpulan dan organisasi. Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Dengan membentuk kepribadian anak, secara tidak langsung akan membantu perkembangan jiwa keagamaan anak. c) Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosiokultural secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau kesadaran beragama individu (Syamsu Yusuf LN, 2006: 141). Kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai. Karena itu setiap individu berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada sehingga kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang terkondisi untuk dipatuhi bersama. Bahkan, terkadang pengaruh lingkungan lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik bersifat positif ataupun negatif. Jika lingkungan sosial menampilkan perilaku

24 29 sesuai dengan kaidah agama maka individu akan cenderung beraklak baik, sebaliknya jika lingkungan sosial menampilkan perilaku yang menyimpang dari kaidah agama maka individu akan cenderung beraklak buruk. 3. Kontribusi Kehidupan Beragama dalam Keluarga terhadap Perkembangan Sosial Siswa Agama merupakan seperangkat sistem nilai dalam bentuk pembenaran untuk mengatur sikap individu dan masyarakat. Karena itu agama mengandung arti suatu undang-undang atau aturan mutlak yang berisikan nilai dan norma religius yang mengatur manusia dalam bertingkah laku, berperasaan dan berkeyakinan khusus menyangkut segala sesuatu yang bersifat ketuhanan di sepanjang rentang kehidupan. Untuk itu, manusia diharuskan memiliki sikap keberagamaan agar dapat bertingkah laku sesuai nilai dan norma yang terkandung dalam agama. Sehingga segala tingkah laku manusia tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar. Dikarenakan keluarga merupakan unit sosial terpenting yang memiliki tingkat intensitas bertemu tertinggi. Para anggota keluarga menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, tidak hanya membentuk kelompok sosial melainkan menjalankan fungsi-fungsi yang ada dalam suatu keluarga, salah satunya menjalankan fungsi religius. Pendidikan keagamaan diperoleh anak pertama kali dari keluarga. Keluarga tidak hanya menjadi pendidik keagamaan untuk anak melainkan juga menjadi tauladan bagi anak dalam menerapkan sikap keberagamaan. Tak mengherankan jika Sigmund Freud dalam (Jalaluddin, 2009: 21) menyatakan bahwa Keberagamaan anak terpola dari tingkah laku bapaknya. Segala tingkah laku yang akan dilakukan oleh anak, cenderung melihat panutan pertamanya, yakni orang tua yang dianggap sebagai figur contoh dalam segala tingkah laku yang akan dilakukan oleh anak. Ketika anak bergaul di lingkungan sosial, banyak sekali pengaruhpengaruh yang muncul, terlebih lagi dari faktor eksternal, salah satunya pengaruh teman sebaya. Sedangkan di zaman modern ini, pengaruh negatif

25 30 lebih besar imbasnya daripada pengaruh positif. Jika dalam diri anak tidak ditanamkan sikap keberagamaan oleh orang tuanya, anak cenderung kurang bisa menyesuaikan diri dan menempatkan diri dalam lingkungan sosial. Sebaliknya jika dalam diri anak ditanamkan sikap keberagamaan oleh orang tuanya, pribadi anak akan cenderung mampu menyesuaikan diri dan menempatkan diri dalam lingkungan sosial, sehingga anak mendapatkan penerimaan sosial yang baik oleh masyarakat. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Elizabeth B. Hurlock (1978: 275 bahwa: Jika perilaku sosial tidak memenuhi harapan sosial, hal itu membahayakan bagi penerimaan sosial oleh kelompok. Jika hal ini terjadi, akibatnya akan menghilangkan kesempatan anak untuk belajar sosial, sehingga sosialisasi mereka semakin jauh lebih rendah dibandingkan teman seusia. Dari pendapat ini, dapat diketahui bahwa perilaku sosial akan mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial anak, sedangkan perilaku sosial terbentuk dari sikap keluarga, sehingga dengan penanaman sikap keberagamaan dalam keluarga dapat dijadikan acuan atas perilaku sosialnya dikarenakan agama merupakan undang-undang tertinggi mengandung nilai dan norma yang mengatur individu dalam bertingkah laku. 4. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian kontribusi keberagamaan dalam keluarga terhadap perkembangan sosial siswa sebagai berikut: a. Penelitian yang dilakukan oleh Sujianti tahun 2014 yang berjudul Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosi Anak Prasekolah Di Kb dan TK Al-Irsyad 01 Cilacap. Penelitian ini diperoleh kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial emosi anak di KB dan TK Islam Al-Irsyad 01 Cilacap tahun 2014, yakni orang tua yang menerapkan tipe pola asuh demokratis memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang tinggi, sedangkan orang tua yang menerapkan tipe pola asuh otoriter memiliki anak dengan perkembangan sosial emosi yang rendah.

26 31 b. Penelitian ini dilakukan oleh Nurul Setyaningsih tahun 2012 yang berjudul Kontribusi Kehidupan Keberagamaan dalam Keluarga Terhadap Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa, Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ada kontribusi yang signifikan dari kehidupan keberagamaan dalam keluarga siswa terhadap tingkat pencapaian tugastugas perkembangan siswa kelas VIII SMP. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan keberagamaan dalam keluarga memiliki keyakinan akan agamanya yang taat dan tinggi akan mempengaruhi pencapaian tugastugas perkembangan siswa. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan teori yang diungkapkan di atas, dapat ditarik suatu gagasan bahwa kehidupan beragama dalam keluarga diduga berpengaruh terhadap perkembangan sosial siswa. Keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan sosial anak, salah satunya dalam hal beragama. Kehidupan beragama dalam keluarga yang cenderung tinggi akan memberikan sumbangan terhadap perkembangan sosial anak. Sebaliknya, kehidupan beragama dalam keluarga yang rendah, akan menghambat perkembangan sosial anak. Kehidupan Beragama dalam Keluarga Siswa Suatu rutinitas dalam keluarga yang ditandai dengan ada tidaknya penerapan kaidah agama dalam kehidupan seharihari yang digunakan sebagai acuan dalam bertingkah laku mencakup aspek pengetahuan, aspek penghayatan, dan aspek perbuatan. Perkembangan Sosial Siswa Tercapai tidaknya kematangan perkembangan individu dalam sosialisasi dan hubungan sosial yaitu ada tidaknya kemampuan individu dalam bertingkah laku sesuai dengan tuntutan dan harapan-harapan sosial, dapat tidaknya individu diterima secara sosial. Gambar Kerangka Berpikir

27 32 C. Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suwarto dan St. Y. Slamet, 2007: 76). Berdasarkan kerangka berpikir tentang kontribusi kehidupan beragama dalam keluarga terhadap perkembangan sosial siswa, pada siswa kelas XI SMK Batik 1 Surakarta, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: 1. Perkembangan sosial siswa kelas XI SMK Batik 1 Surakarta tergolong kategori sedang. 2. Kehidupan beragama dalam keluarga siswa tersebut tergolong kategori sedang. 3. Kehidupan beragama dalam keluarga berkontribusi terhadap perkembangan sosial siswa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG A. Analisis relevansi kurikulum dengan perkembangan sosial Perkembangan sosial

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang UPI Kampus Serang Iis Jamilah, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang UPI Kampus Serang Iis Jamilah, 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Agama Agama dapat diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan Yang Mahakuasa, tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian

Lebih terperinci

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang anak, keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan terutama yang dikenalnya. Pada pendidikan keluarga seorang anak tumbuh dan berkembang. Sumaatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini bukan hanya mengenai ekonomi, keamanan dan kesehatan, tetapi juga menurunnya kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA. A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun

BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA. A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun BAB II HUBUNGAN SOSIAL KELOMPOK USIA 5-6 TAHUN DAN SENTRA IMAN DAN TAQWA A. Perkembangan hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun 1. Pengertian hubungan sosial kelompok usia 5-6 tahun Perilaku sosial merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial Perilaku prososial didefinisikan sebagai tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk membantu atau memberi keuntungan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 129) merupakan perasaan senang, lega, gembira karena hasrat, harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut kepercayaannya. Glock & Stark, (1965) mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem

Lebih terperinci

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Artikel MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Oleh: Drs. Mardiya Masalah moral dan agama merupakan salah satu aspek penting yang perlu di tumbuh kembangkan dalam diri anak. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Perilaku Sosial Anak 2.1.1) Pengertian Perilaku Sosial Anak Hakikat manusia adalah mahluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan dan menyelaraskan pembangunan dan kemajuan, maka nilai akhlak harus tetap dilestarikan dan ditanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset keluarga yang harus dijaga dengan baik, kelak mereka akan menjadi aset bangsa dan negara, yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara,

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang disebut pendidikan dan sebuah proses belajar. Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern ini pendidikan keluarga merupakan pendidikan informal yang berperan sangat penting membentuk kepribadian peserta didik untuk menunjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan anak usia dini, secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematang emosi, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dianugerahkan potensi beragama. Potensi ini berupa kecenderungan untuk tunduk dan mengabdi kepada sesuatu yang adikodrati (supernatural)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama sebagai dasar pijakan umat manusia memiliki peran yang sangat besar dalam proses kehidupan manusia. Agama telah mengatur pola hidup manusia baik dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri Kontrol diri perlu dimiliki oleh setiap orang yang akan mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya dengan seluruh kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin i Topik Makalah Keluarga Adalah Miniatur Perilaku Budaya Kelas : 1-ID08 Tanggal Penyerahan Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

Lebih terperinci

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia A. Landasan Sosial Normatif Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia. Landasan normatif akhlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG A. Analisis Pembinaan Mental Keagamaan Siswa di SMP N 2 Warungasem Batang Pembinaan mental keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak dan masa ke dewasa, dimulai dari pubertas yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan akan menjadi penentu agar bangsa kita dapat berkembang secara optimal. Dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM

BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM BAB IV ANALISIS TENTANG PROSES PENANAMAN NILAI NILAI AGAMA ISLAM PADA SISWA TAMAN KANAK KANAK DI R.A TARBIYATUL ISLAM Keinginan seorang guru untuk mendidik anak didiknya menjadi orang yang pintar, berbudi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu lembaga yang terbentuk akibat adanya interaksi terpola secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua dan guru sudah barang tentu ingin membina anaknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, mental sehat dan akhlak yang terpuji.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Permasalahan moral banyak dibicarakan pada akhir abad 20 dan abad 21 ini. Dari hasil mengamati dan membaca fenomena yang akhir-akhir ini terjadi banyak peristiwa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Budi pekerti adalah perilaku nyata dalam kehidupan manusia. Pendidikan budi pekerti adalah penanaman nilai-nilai baik dan luhur kepada jiwa manusia, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa, oleh karena itu setiap warga Negara harus wajib mengikuti jenjang pendidikan baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, peningkatan intelegensi maupun pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral

BAB I PENDAHULUAN. individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demensi moral erat hubungannya dengan dimensi watak. Setiap individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Namun krisis moral bisa diatasi dengan pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG BAB IV ANALISIS TENTANG PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG A. Analisis Pembinaan Mental Keagamaan Siswa di SMP N 2 Warungasem Batang Pembinaan mental keagamaan

Lebih terperinci

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam 204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci