BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau, sebab sesuatu yang terjadi pada masa lampau tentu mempengaruhi kehidupan masa kini. Begitu juga dengan apa yang dilakukan oleh manusia pada masa kini akan mempengaruhi kehidupan yang akan datang, sesuai dengan dimensi yang dimiliki sejarah yaitu masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Sulit untuk menemukan pengertian sejarah yang sebenarnya sesuai dengan yang diinginkan pembaca. Yang sering kali ditemukan ialah istilah-istilah yang artinya sama dengan sejarah. Misalnya kata sejarah yang berasal dari bahasa Yunani kuno istoria yang kurang lebih berarti belajar dengan cara bertanya-tanya pada orang pintar yang mengetahui tentang sejarah tersebut. Kata sejarah yang berasal dari bahasa Arab syajaratun berarti pohon dan juga keturunan atau asal usul. 1 Menurut defenisi yang paling umum, kata history kini berarti masa lampau umat manusia. 2 Sejarah menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang berorientasi pada kebudayaan, ekonomi sosial dan politik. Demikian juga halnya dengan Kota Pinang yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Kota Pinang menjadi salah satu tempat terjadinya 1 William H. Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi, LP3ES, Jakarta. 1982. Hlm. 1 2 Louis Gottscalk, Understanding History, Mengerti Sejarah, (Ter) Nugroho Noto Sutanto, UI Press, Jakarta. 1986. Hlm. 27
revolusi sosial di Sumatera Timur pada tahun 1946 yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek kebudayaan, ekonomi, sosial dan politik. Kota Pinang adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. 3 Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Negara Indonesia banyak mengalami perubahan, salah satunya adalah sistem pemerintahan yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia termasuk Sumatera Timur. Sistem pemerintahan di Sumatera Timur sebelum masuknya bangsa Belanda berbentuk kerajaan, seperti di Labuhan Batu terdapat beberapa kerajaan pada saat itu diantaranya adalah Kerajaan Kualuh di Tanjung Pasir, Kerajaan Bilah di Negeri Lama, Kerajaan Panai di Labuhan Bilik dan Kesultanan Kota Pinang di Pinang Awan. Sebelum kedatangan bangsa Belanda ke Sumatera Timur khususnya Kota Pinang, keadaan masyarakat Kota Pinang sangat diperhatikan oleh Sultan. Kedatangan Belanda membawa dampak negatif maupun dampak positif bagi Kesultanan Kota Pinang. Dampak negatifnya adalah dengan datangnya Belanda ke Kesultanan Kota Pinang menimbulkan penderitaan bagi rakyat Kota Pinang dimana sebelum kedatangan Belanda rakyat sudah tunduk kepada Sultan tetapi setelah kedatangan Belanda Sultan dimanfaatkan untuk memeras rakyat dengan memberikan semua hasil jerih payah rakyat kepada Sultan yang kemudian akan diserahkan oleh Sultan kepada Belanda. Belanda mempengaruhi penguasa lokal dengan menanamkan sifat feodalistis kepada penguasa lokal sehingga penguasa lokal tidak lagi memperhatikan rakyatnya. Belanda juga menguasai perekonomian dan 3 Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, Sumatera Utara masih disebut dengan Sumatera Timur.
pemerintahan di Kota Pinang, hal ini dilakukan oleh Belanda untuk kepentingannya sendiri yakni ingin menguasai daerah tersebut. Selain pengaruh yang negatif tersebut, kedatangan Belanda juga membawa pengaruh yang positif bagi Kesultanan Kota Pinang khususnya dan Indonesia umumnya. Dengan datangnya bangsa Belanda ke Indonesia, rakyat mendapat pengetahuan tentang edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan) dan transmigrasi (perpindahan penduduk). Meskipun hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengecam pendidikan pada masa penjajahan Belanda, namun hal tersebut sangat berguna nantinya untuk terjadinya revolusi sosial. Demikian juga halnya dengan irigasi dan transmigrasi, rakyat Indonesia dapat mengetahui pengairan untuk pertanian dan perpindahan penduduk yang nantinya sangat berguna sehingga rakyat Indonesia dapat bertani dengan baik dan benar juga melakukan perpindahan dari satu daerah ke daerah lain untuk mencari pekerjaan dan mengatasi terjadinya kepadatan penduduk pada satu daerah. Meskipun pada awalnya Belanda melakukan ini semua hanya untuk kepentingan kolonialnya di Indonesia. Bangsa Belanda banyak mempengaruhi sistem pemerintahan lokal di Indonesia termasuk Sumatera Timur. Masa kolonial Belanda di Sumatera Timur berlaku sejak diadakannya perjanjian antara Belanda dengan Inggris yang disebut dengan Traktat London pada tahun 1824 yang pada intinya berisikan tentang pertukaran daerah jajahan, dimana Inggris berjanji tidak akan meluaskan daerah jajahannya ke Sumatera demikian juga halnya dengan Belanda tidak akan meluaskan daerah jajahannya ke Semenanjung Melayu. Kesultanan Kota Pinang sudah lebih dulu dikuasai oleh Belanda dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Sumatera Timur seperti Kerajaan Kualuh, Bilah dan lain sebagainya yakni pada tahun 1837. Sehingga pada saat Belanda membuat kontrak politik
dengan Siak, Kesultanan Kota Pinang tidak lagi didatangi oleh Belanda untuk menekankan kekuasaannya di daerah tersebut seperti yang dilakukan oleh Belanda terhadap daerahdaerah lainnya di bawah taklukan Siak. Kontrak politik antara Belanda dengan Siak ini disebut dengan Traktat Siak yang ditandatangani pada tanggal 1 Februari 1858 dengan tujuan agar kerajaan-kerajaan yang ada di bawah taklukan Siak yakni seluruh kerajaan yang ada di Sumatera Timur kecuali Aceh menjadi berada di bawah pengaruh kolonial Belanda. 4 Kemudian Jepang datang ke Indonesia dan menggantikan kedudukan Belanda di Indonesia. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia khususnya Sumatera Timur pada awalnya disambut baik oleh rakyat karena propaganda yang diberikan oleh Jepang pada rakyat yang menyatakan bahwa Jepang adalah penolong bagi rakyat Indonesia dari jajahan Belanda. Namun itu semua bohong, Jepang melakukan itu semua agar rakyat Indonesia menuruti Jepang dan dengan mudah Jepang dapat menguasai Indonesia. Pada masa kekuasaan Jepang, posisi penguasa-penguasa lokal tidak dipengaruhi oleh Jepang seperti yang dilakukan oleh Belanda. Jepang tidak memberikan hak istimewa kepada kaum feodal dan bangsawan, bagi Jepang semua rakyat Indonesia sama. Jepang tidak memperhatikan sistem pemerintahan seperti yang dilakukan oleh Belanda, hal ini disebabkan oleh Jepang lebih menaruh perhatiannya pada usaha-usaha untuk mengumpulkan tenaga kerja untuk membangun benteng-benteng pertahanan dan membangun militer yang kuat dengan melatih rakyat untuk dijadikan pasukan perang dalam menghadapi sekutu. Untuk mewujudkan keinginan tersebut maka semua sistem pendidikan dipengaruhi oleh sistem militer. 4 Tengku Luckman Sinar, Sari Sejarah Serdang, Medan: 1971. Hlm. 63
Pada tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di Jakarta, namun realisasinya belum terwujud di seluruh Indonesia termasuk di Sumatera Timur. Berita proklamasi tersebut baru sampai ke Medan pada tanggal 29 Agustus 1945 dibawa oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan dan Dr. Amir dari Jakarta. 5 Hal ini disebabkan oleh kurang lancarnya komunikasi dan transportasi dari Jawa ke daerah-daerah di luar Jawa. Berita proklamasi tersebut belum juga dapat direalisasikan secepat mungkin disebabkan oleh keadaan di Sumatera Timur pada saat itu masih banyak Sultan yang mengharapkan kedatangan Belanda kembali ke Sumatera Timur. Para penguasa lokal atau Sultan yang ada di Sumatera Timur masih menginginkan kedudukannya kembali seperti pada masa kekuasaan Belanda, sehingga pada saat Jepang meninggalkan Sumatera Timur para penguasa atau sultan membentuk panitia untuk menyambut kedatangan Belanda kembali di Sumatera Timur. Hal ini memicu kemarahan rakyat sehingga mulailah timbul gejolak yang mengarah pada kekerasan. Rakyat menginginkan sistem pemerintahan yang bercorak demokrasi sehingga kekuasaan kaum feodal harus dihapuskan. Manifestasi dari gejolak-gejolak yang terjadi di Sumatera Timur termasuk di Labuhan Batu mencapai puncak pada bulan Maret 1946 yang disebut dengan Revolusi Sosial. Para penguasa feodal yang ada di Labuhan Batu termasuk Kesultanan Kota Pinang menjadi korban dalam revolusi sosial yang dipelopori oleh Pemuda Sosial Indonesia (Pesindo). Berdasarkan latar belakang tersebut perlulah kiranya dibuat suatu penelitian khusus untuk mengetahui ekonomi dan sosial budaya di Kesultanan Kota Pinang. Supaya tulisan 5 Mayjen TNI (Purn) H.R Sjahnan SH, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan, Dinas Sejarah Kodam-II/BB, Medan: 1982. Hlm. 9
ini tidak terlalu luas cakupannya maka penulis membatasi tulisan ini dengan memberi judul Kesultanan Kota Pinang Sekitar Proklamasi RI 1945-1946. Batasan tahun pada penelitian ini adalah tahun 1945 yakni terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan mulai tumbuhnya keinginan untuk merealisasikan kemerdekaan Republik Indonesia dan tahun 1946 menjadi batas akhir dari penulisan ini karena pada tahun inilah terjadinya revolusi sosial di Indonesia umumnya dan Kota Pinang khususnya yang menyebabkan terjadinya perubahan yang secara serta merta dalam bidang sosial, ekonomi, dan pemerintahan di Kesultanan Kota Pinang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk mempermudah penulisan serta upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka penulis perlu membatasi masalah Kesultanan Kota Pinang Sekitar Proklamasi RI 1945-1946 sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi Kesultanan Kota Pinang sebelum Proklamasi RI? 2. Bagaimana kondisi Kesultanan Kota Pinang sesudah Proklamasi RI? 3. Bagaimana proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Kota Pinang? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan yang akan dicapai, biasanya penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kondisi Kesultanan Kota Pinang sebelum Proklamasi RI. 2. Untuk mengetahui kondisi Kesultanan Kota Pinang sesudah Proklamasi RI. 3. Untuk mengetahui proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Kota Pinang.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Kesultanan Kota Pinang sekitar Proklamasi RI. 2. Memberikan pemahaman tentang dampak dari revolusi sosial baik dampak positif maupun dampak negatif agar kejadian tersebut tidak terulang kembali di daerah manapun di Indonesia. 1.4 Telaah Pustaka Dalam menyelesaikan tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan judul tulisan ini yakni tentang Kesultanan Kota Pinang Sekitar Proklamasi RI. Untuk itu penulis menggunakan beberapa buku yang dapat mendukung tulisan ini. Menurut Suprayitno dalam bukunya yang berjudul Mencoba (lagi) Menjadi Indonesia memaparkan tentang keadaan sosial ekonomi dan politik Sumatera Timur pada masa kolonial hingga pasca kemerdekaan RI. Dimana kerajaan-kerajaan tradisional yang ada di Sumatera Timur mengalami perubahan yang sangat mempengaruhi pemerintahan dan sosial ekonomi kerajaan tersebut. Dan juga menceritakan tentang bagaimana sikap penguasa lokal terhadap kolonial dan terhadap proklamasi kemerdekaan RI, hingga terjadinya revolusi sosial di Sumatera Timur pada tahun 1946 akibat kemarahan masyarakat kepada penguasa lokal. Dalam bukunya, Anthony Reid yang berjudul Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera menceritakan tentang berlangsungnya revolusi sosial di berbagai daerah di Sumatera dengan berbagai proses yang dilalui di daerah tersebut. Dengan demikian dapat diketahui bahwa revolusi sosial di setiap daerah berbeda-beda
waktu dan proses yang dilalui, seperti misalnya di daerah Tanah Karo revolusi sosial yang terjadi lebih tertib tanpa adanya pertumpahan darah dibandingkan dengan daerah Asahan yang melakukan pembantaian terhadap keluarga Sultan yang mengakibatkan banyak korban. Mayjen TNI (Purn) H. R Sjahnan SH dalam bukunya yang berjudul Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan, menceritakan tentang keadaan Sumatera Timur pada saat Jepang telah menyerah tanpa syarat pada sekutu dan masuknya tentara sekutu ke Sumatera Timur dan membonceng tentara Belanda. Melihat keadaan yang demikian, para pemuda Indonesia melakukan tindakan yaitu dengan membentuk tentara juga dari partai politik membentuk lasykar rakyat yang memiliki tujuan yang sama untuk kepentingan rakyat. 1.5 Metode Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah merekonstruksi sejarah dan menghasilkan sebuah karya yang bernilai ilmiah, sehingga suatu tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam penelitian ini memakai metode penelitian sejarah. Adapun metode penelitian sejarah dilakukan 4 (empat) langkah, antara lain heuristik, kritik, interpretasi dan historiography. 6 Langkah pertama yang dilalui ialah heuristik mengumpulkan data dan sumbersumber yang sesuai dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan). Dalam penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan beberapa dokumen, buku, majalah, dan artikel yang berkaitan dengan judul tulisan. Kemudian dalam penelitian lapangan, dengan
menggunakan metode wawancara yang terstruktur dan terbuka kepada orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan. Langkah kedua yang dilakukan ialah kritik. Dalam tahapan ini, akan melakukan kritik terhadap sumber yang terkumpul untuk mencari keaslian sumber tersebut baik dari segi substansial (isi) yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan Kesultanan Kota Pinang maupun materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsu kah sumber tersebut agar diperoleh keotentikannya. Namun karena kesulitan mencari sumber primer membuat kritik eksternal tidak dapat dilakukan secara efektif, maka kritik internal dilakukan yaitu melihat sejauh mana kebenaran informasi dari sumber tersebut. Tahapan lanjutan setelah uji dan analisa data ialah tahapan interpretasi. Dalam tahapan ini data yang telah diperoleh harus dianalisa sehingga melahirkan suatu analisa baru yang sifatnya objektif dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisa yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif. Dengan kata lain, tahap ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data/ informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada untuk diceritakan kembali. Selanjutnya tahapan akhir ialah historiografi yang akan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologis. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah Deskriptif-Analitif yaitu lewat pembeberan rangkaian peristiwa dan dilanjutkan dengan penggunaan alat analisa yang melibatkan perspektif sejarah. 6 Louis Gottschalk. Op.cit., Hlm. 34.