BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW. Bab I. Pendahuluan

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

UKDW BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut

BAB IV ANALISIS DATA

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW. BAB I Pendahuluan

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I. A. Latar belakang permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Bab I Pendahuluan. A. Permasalahan. A.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?, Bandung, Penerbit Mizan, 1999, p. 101

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I. Pendahuluan UKDW

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pemahaman Iman GPIB Buku 1a, Ketetapan Persidangan Sinode XIX, h

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah salah satu bagian yang tidak bisa dikesampingkan di dalam berjalannya kehidupan suatu kelompok atau komunitas manusia. Ada banyak definisi yang muncul seputar masalah kepemimpinan. Dari sekian banyak definisi yang ada, secara umum kepemimpinan berarti seni atau kemampuan untuk mengarahkan dan mengatur. 1 Kepemimpinan berfungsi untuk mengarahkan serta mengatur, karena di dalam suatu kelompok manusia tentulah setiap individu memiliki pemikiran dan minat yang berbedabeda. Dalam kondisi seperti itu, kelompok manusia tersebut membutuhkan pemimpin untuk mengarahkan kelompok tersebut dalam membangun tujuan, visi, dan motivasi yang sama. 2 Jemaat sebagai bentuk nyata kehadiran gereja serta sekaligus juga sebagai salah satu bentuk komunitas manusia juga membutuhkan kepemimpinan di dalam menjalankan kehidupannya. Setiap individu dalam jemaat tentu memiliki bakat, potensi, serta keinginan dan kecenderungan yang beragam. Dalam kondisi demikian, pemimpin jemaat akan melakukan tugasnya untuk mengarahkan bakat, minat, potensi, kecenderungan serta keinginan yang beragam itu pada tujuan bersama sebagai jemaat. Di dalam kehidupan berjemaat, kepemimpinan biasanya dijalankan oleh individu-individu yang memegang jabatan gerejawi tertentu seperti pendeta, penatua, diaken atau majelis jemaat. Ketika kepemimpinan dijalankan dalam kehidupan berjemaat, kepemimpinan ternyata tidak dapat berjalan tanpa dukungan dari semua elemen jemaat. Pemimpin jemaat tentu memiliki keterbatasan dan kekurangan pada dirinya di dalam menjalankan tugas pengelolaan dan pelayanan jemaat. Tanpa dukungan seluruh elemen jemaat, setiap tugas tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam rangka menjalankan fungsi kepemimpinan dalam jemaat, pemimpin jemaat harus mampu melaksanakan fungsi kepemimpinan dengan mengarahkan bakat dan potensi seluruh elemen jemaat untuk turut serta secara aktif melaksanakan tugas pengelolaan 1 Bahan kuliah teologi manajemen yang diberikan oleh pdt. Adi Christianto 2 J. M. Pattiasina, Kepemimpinan Memasiki milenium III, Merenda Potensi Mandiri Dalam Misi, BP Sinode GKP, Bandung, 1999, hlm 30

2 dan pelayanaan dalam jemaat. Kepemimpinan jemaat tidak akan berjalan jika seluruh elemen jemaat memiliki keengganan untuk diarahkan oleh pemimpin jemaat untuk menyalurkan bakat dan potensinya dalam pelaksanaan tugas pengelolaan dan pelayanan dalam jemaat. Berdasarkan kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa efektivitas kepemimpinan jemaat harus menjadi tanggung jawab dan keprihatinan bersama dari seluruh elemen jemaat. Jika kepemimpinan sudah menjadi tanggung jawab bersama di dalam jemaat, tugas pengelolaan serta pelayanan jemaat juga akan menjadi tanggung jawab dan keprihatinan bersama dalam jemaat. Ketika kepemimpinan dijalankan dalam kehidupan berjemaat, ternyata kepemimpinan yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama di dalam jemaat ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan. Ketergantungan jemaat kepada sosok pemimpin jemaat nampaknya masih sangat besar. Hal ini disebabkan oleh pandangan tradisional bahwa pemimpin jemaat adalah sosok bapak sebagai figur yang tahu segala perkara, memiliki kemampuan dan kebijaksanaan yang tinggi, mendekati kesempurnaan dan merupakan utusan Allah. Akibat dari ketergantungan ini, jemaat terbawa pada kepemimpinan tunggal dimana segala sesuatu diatur dan ditentukan oleh pemimpin jemaat. 3 Kondisi demikian juga berarti bahwa ada perbedaan status antara pemimpin jemaat sebagai atasan dan warga jemaat sebagai bawahan. Pandangan demikian akan menyebabkan warga jemaat merasa bahwa kemampuan pemimpin jemaat saja sudah cukup untuk menjalankan tugas kepemimpinan dan pengelolaan serta pelayanan dalam jemaat. Warga jemaat akan bersikap pasif terhadap kehidupan berjemaat dan hanya akan bertindak sebagai pelaksana dari keputusan pemimpin jemaat tanpa pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan itu. Dengan pandangan warga jemaat seperti demikian, pemimpin jemaat akan mendapat tuntutan yang berlebihan dari warga jemaat, karena kelangsungan hidup jemaat sangat tergantung dari kemampuan pemimpin jemaat. Tidak jarang pemimpin jemaat merasa kewalahan di dalam melaksanakan tugasnya karena tugas jemaat tidak dapat dilaksanakan dengan hanya mengandalkan kemampuan yang dimilikinya. Pandangan tradisional yang sangat menggantungkan pelaksanaan tugas jemaat kepada pemimpin jemaat, akan menyebabkan warga jemaat tidak dibiasakan untuk berkembang dan mandiri. Dikatakan tidak berkembang karena bakat dan potensi warga jemaat tidak disalurkan pada bidang tugas yang ada dalam jemaat. Melalui bidang tugas inilah sebenarnya warga jemaat diberi kesempatan untuk melayani sekaligus mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada di 3 Malcolm Brownlee, Menuju Pola Kepemimpinan Baru Dalam Gereja-gereja Di Indonesia, UKDW, 1980, hlm 8

3 dalam dirinya. Pandangan tradisional yang menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada kemampuan pemimpin jemaat dikatakan tidak memandirikan warga jemaat karena jika pemimpin jemaat berhalangan, maka kegiatan jemaat juga tidak akan terlaksana. Tidak ada yang dapat menggantikan peran pemimpin jemaat, karena warga jemaat tidak dibiasakan dan tidak dibina untuk turut aktif dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat. Kepemimpinan kebersamaan atau kepemimpinan kooperatif sangat bertolak belakang dengan pandangan tradisional di atas. Dalam kepemimpinan kebersamaan, tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh elemen jemaat. Untuk itulah dalam kepemimpinan kebersamaan, setiap individu dihargai dan dimengerti sebagai manusia. 4 Hal ini berarti bahwa setiap potensi dan bakat serta ide-ide yang dimiliki warga jemaat harus disalurkan ke dalam bidang tugas yang ada dalam jemaat. Pemimpin jemaat tidak hanya menyalurkan potensi warga jemaat, tetapi sedapat mungkin membantu warga jemaat mengembangkan kemampuan dan potensinya itu. Hal tersebut dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan pembinaan berkesinambungan kepada warga jemaat berkaitan dengan upaya pengembangan potensi, bakat, serta kemampuan warga jemaat. Di dalam bidang tugas yang ada di jemaat, warga jemaat dapat melaksanakan keaktifan dan tanggung jawabnya terhadap tugas pengelolaan dan pelayanan jemaat. Dalam bidang tugas ini jugalah bakat dan potensi warga jemaat dapat dikembangkan. Keputusan yang diambil dalam jemaat tidak hanya diambil oleh pemimpin jemaat, tetapi juga oleh warga jemaat terutama yang memiliki kemampuan terkait dengan keputusan yang akan diambil. 5 Dalam kepemimpinan kebersamaan, pemimpin jemaat tidak memiliki perbedaan status dengan warga jemaat. Pemimpin juga harus membagikan peran dan kuasa yang dimilikinya kepada warga jemaat dalam bidang tugas yang ada. 6 Selain itu, baik warga jemaat maupun pemimpin jemaat dapat saling memberi dan menerima masukan atau kritikan atas pekerjaannya. Masukan ini kemudian disertai dengan usaha untuk saling melengkapi dan menolong demi terlaksananya tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat dengan baik. Gereja Kristen Pasundan sebagai bagian dari gereja Tuhan yang terpanggil untuk ikut serta dalam karya Allah di dunia, menyadari pula pentingnya masalah kepemimpinan. Namun 4 Jan Hendriks, Jemaat Vital Dan Menarik, Kanisius, Yogyakarta, 2002, hlm 77 5 Sda, hlm 152 6 Sda, hlm 78

4 sebelum berbicara lebih jauh tentang masalah kepemimpinan di GKP, penulis akan terlebih dulu berbicara tentang struktur organisasi yang dijalankan oleh GKP. Struktur organisasi Gereja Kristen Pasundan adalah Presbiterial Sinodal. 7 Ada dua unsur yang tetap dalam struktur ini, yaitu jemaat dan sinode. Jemaat adalah persekutuan orang beriman yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan panggilan gereja untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani sebagai jemaat sesuai dengan ketentuan Tata gereja dan peraturan pelaksanaan tata gereja di GKP. Dalam peraturan presbiterial sinodal, setiap jemaat menghayati bagiannya dalam rangka kesatuan yang lebih luas. Otonomi jemaat hanya ada secara penuh dalam rangka kesatuan seluruh jemaat-jemaat dalam satu sinode. 8 Dengan melihat keadaan seperti itu kita akan melihat unsur kepemimpinan dalam kehidupan berjemaat di Gereja Kristen Pasundan. Di dalam jemaat-jemaat Gereja Kristen Pasundan, kepemimpinan jemaat didelegasikan kepada majelis jemaat termasuk pendeta di dalamnya. Pendelegasian disini mengandung arti bahwa majelis jemaat (kecuali pendeta), dipilih oleh jemaat dan berasal dari jemaat, sedangkan pendeta jemaat adalah gembala yang dipanggil untuk melayani jemaat. 9 Majelis jemaat memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 10 1. Memimpin, membina dan menggembalakan anggota jemaat dalam melaksanakan tugas panggilan gereja yaitu bersekutu, melayani dan bersaksi. 2. Memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan kegiatan kehidupan jemaat. 3. Mengelola dan mendayagunakan keuangan dan harta miliki gereja dalam rangka pelaksanaan tugas panggilan gereja. A.2. Batasan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, skripsi ini akan membatasi masalah yang dibicarakan berkaitan dengan : 1. Bagaimana kepemimpinan dipahami dan dilaksanakan di dalam jemaat-jemaat GKP? 2. Bagaimana kepemimpinan kebersamaan dapat dikembangkan di dalam kehidupan berjemaat GKP? 7 Tata gereja dan peraturan pelaksanaan tata gereja, MS GKP, tahun 2003, Bab 6 tentang sistem dan pengorganisasian 8 Sda, Bab 6 tentang sistem dan pengorganisasian 9 Sda, Bab 9 pasal 16, tentang Majelis jemaat 10 Sda, Bab 9 pasal 16, tentang tugas dan tanggung jawab majelis jemaat

5 Dengan alasan-alasan di atas, penulis memilih pembatasan masalah pelaksanaan kepemimpinan jemaat GKP yang terjadi pada tahun 1999-2004 dengan pertimbangan : a. Dari data pelaksanaan kepemimpinan di jemaat-jemaat, data yang penulis dapatkan adalah informasi yang terbaru dan aktual. Data ini sekaligus akan membantu untuk mengukur tingkat relevansi permasalahan ini untuk diangkat ke permukaan. b. Pada tahun 1999-2004 merupakan satu periode kemajelisan di ketiga jemaat yang penulis teliti. A.3. Batas wilayah penelitian Kepemimpinan dalam jemaat memang dilaksanakan di semua jemaat-jemaat GKP. Namun karena keterbatasan penulis sebagai pengamat, maka penulis hanya memfokuskan diri pada tiga jemaat GKP : 1). GKP jemaat Bekasi Jemaat ini mewakili jemaat GKP yang masuk kategori jemaat besar. Jemaat Bekasi memiliki jumlah warga jemaat yang besar yaitu kurang lebih 2700 jiwa. Jemaat ini berdomisili di kota Bekasi. Kebanyakan warga jemaatnya adalah pendatang dan bekerja secara formal. Jemaat Bekasi dilayani oleh 1 orang pendeta, 1 orang vikaris dan 40 orang majelis jemaat. Jemaat Bekasi juga melayani 2 pos kebaktian yaitu pos kebaktian Cimuning dan Cigelam. 2). GKP jemaat Kadipaten Jemaat ini mewakili jemaat GKP yang masuk kategori jemaat sedang. Jumlah warga jemaat GKP Kadipaten adalah sebanyak 360 jiwa. Kebanyakan warga jemaat Kadipaten merupakan pendatang dan tidak bekerja secara formal. Jemaat ini berdomisili di kota Kadipaten. Jemaat ini dilayani oleh seorang pendeta jemaat dan 9 orang majelis jemaat. 3). GKP jemaat Bethesda Jemaat ini mewakili jemaat GKP yang masuk kategori kelas kecil baik. Warga jemaat GKP Bethesda adalah sebanyak 100 jiwa. Sebagian besar warga jemaat Bethesda merupakan orang Sunda sebagai penduduk asli daerah dan sebagian besar warga jemaat Bethesda tidak bekerja secara formal. Jemaat ini berdomisili di desa Kristen Cideres. Jemaat ini belum dilayani oleh pendeta jemaat tetapi dilayani oleh pendeta konsulen dan 7 orang majelis jemaat.

6 B. Alasan Pemilihan Judul B.1. Pembahasan terhadap masalah di atas akan dilakukan dibawah judul: MEMPERKEMBANGKAN KEPEMIMPINAN KEBERSAMAAN DI JEMAAT-JEMAAT GEREJA KRISTEN PASUNDAN (SEBUAH STUDI PEMBANGUNAN JEMAAT) B.2. Pemilihan judul ini dipilih berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: B.2.1. Menarik Kepemimpinan kebersamaan merupakan gaya kepemimpinan yang menekankan kebersamaan dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat. Melalui kepemimpinan kebersamaan, potensi dan bakat yang dimiliki jemaat dapat disalurkan sekaligus dikembangkan dalam pelaksanaan tugas jemaat. Melalui kepemimpinan kebersamaan, ketergantungan kepada pemimpin jemaat dapat dihilangkan. Penerapan kepemimpinan kebersamaan akan mendorong warga jemaat dan pemimpin jemaat untuk bersama-sama mewujudkan tujuan bersama dalam jemaat. B.2.2. Aktual Jemaat-jemaat GKP saat ini mulai meninggalkan pandangan tradisional yang menempatkan pendeta sebagai pemimpin tunggal dalam jemaat. Warga jemaat saat ini sudah mulai memiliki kesadaran bahwa tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat menjadi tanggung jawab seluruh elemen jemaat. Kepemimpinan kebersamaan sebagai gaya kepemimpinan yang memberi kesempatan bagi warga jemaat untuk bersama-sama pemimpin jemaat melaksanakan tugas jemaat sangat relevan dengan perkembangan pandangan jemaat saat ini. C. Tujuan Penulisan - Bagi penulis sendiri Studi memperkembangkan kepemimpinan kebersamaan di jemaat-jemaat GKP akan menjadi bekal bagi penulis selaku calon pemimpin GKP di masa depan untuk dapat menerapkan secara utuh dan benar kepemimpinan kebersamaan di dalam kehidupan berjemaat. Penerapan kepemimpinan kebersamaan yang benar, kelak akan membantu penulis untuk memberdayakan potensi warga jemaat yang ada sehingga warga jemaat dapat berperan secara aktif di dalam melaksanakan tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat. Seluruh pemahaman yang benar tentang kepemimpinan kebersamaan akan menjadi bekal bagi pelayanan penulis kelak di Gereja Kristen

7 Pasundan, secara khusus untuk membawa jemaat GKP melaksanakan tugas panggilan gereja di tengah-tengah dunia. - Gereja Pembahasan judul ini akan menjadi bahan perbandingan bagi jemaat untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan konteks jemaat masing-masing. Melalui studi kepemimpinan kebersamaan di jemaat-jemaat GKP, jemaat dapat melihat bagaimana tujuan jemaat dapat dicapai sebagai tanggung jawab bersama dan bagaimana tugas pelayanan dan pengelolaan jemaat dapat menjadi keprihatinan bersama. Studi memperkembangkan kepemimpinan kebersamaan dapat menjadi bahan perbandingan bagi jemaat untuk melihat sejauh mana efektivitas kepemimpinan jemaat telah dilaksanakan di jemaat masing-masing. D. Metode Pembahasan D.1. Metode penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis. Penulis ingin memaparkan, bagaimana kepemimpinan dalam jemaat dipahami dan dilaksanakan, melihatnya dengan perspektif pembangunan jemaat kemudian melakukan analisa dalam rangka memperkembangkan kepemimpinan kebersamaan di dalam jemaat GKP. D.2. Metode penelitian Pembahasan dengan metode di atas membutuhkan bahan-bahan yang diperoleh dengan studi : - Literatur: Studi ini dilakukan untuk mencari teori-teori pembangunan jemaat berkaitan dengan gaya, jenis, pola, tujuan, dan fungsi kepemimpinan khususnya mengenai kepemimpinan kebersamaan. - Lapangan (angket dan wawancara): metode ini dipilih untuk menggali pandangan warga jemaat dan pemimpin jemaat terhadap kepemimpinan jemaat di jemaat-jemaat GKP serta melihat langsung bagaimana kepemimpinan jemaat dilaksanakan. E. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan penjelasan tentang permasalahan yang diangkat, alasan pemilihan judul, metode pembahasan, dan sistematika. Bagian permasalahan berisi latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan dan batasan permasalahan. Alasan pemilihan

8 judul, pembahasan yang didasarkan beberapa alasan yaitu menarik, aktual, dan bermanfaat. Metode pembahasan memuat metode penulisan dan metode penelitian. Bab II. Kepemimpinan kebersamaan berdasarkan perspektif pembangunan jemaat Pada bab ini, penulis akan memaparkan teori-teori pembangunan jemaat berkenaan dengan kepemimpinan kebersamaan dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kepemimpinan kebersamaan seperti iklim, struktur, tujuan serta konsepsi identitas. Bab III. Pandangan dan pelaksanaan kepemimpinan di jemaat-jemaat GKP Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian berkenaan dengan pemahaman dan pelaksanaan kepemimpinan di jemaat Bekasi, Kadipaten dan Bethesda. Bab IV. Evaluasi terhadap pelaksanaan kepemimpinan dalam jemaat GKP berdasarkan perspektif pembangunan jemaat Pada bab ini, penulis akan menganalisa hasil penelitian di ketiga jemaat yang menjadi obyek penelitian, berkenaan dengan pemahaman dan pelaksanaan kepemimpinan di dalam jemaat kemudian mengadakan evaluasi dengan menggunakan teori-teori pembangunan jemaat. Bab V. Kesimpulan Bab ini berisi kesimpulan dan saran kepada jemaat sehubungan dengan upaya pengembangan dan penerapan kepemimpinan kebersamaan di dalam jemaat.