HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014 Endang Wahyuningsih Latar Belakang Penelitian, Asupan makanan yang tidak seimbang pada bayi dan anak menyebabkan masalah gizi. Sekitar 5 juta anak balita (27,5%) di Indonesia mengalami kekurangan gizi. Salah satu strategi untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia adalah dengan memperluas cakupan pemberian makan bagi bayi anak sesuai standar yaitu melalui pelatihan PMBA. Pelatihan PMBA dirasa tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Bidan dalam melaksanakan tugas pentingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelatihan pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) dengan keterampilan konseling pada Bidan. Metode penelitian adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua bidan di wilayah kawedanan Pedan sebanyak 111 orang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling diperoleh sebanyak 26 responden. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden di wilayah kawedanan Pedan adalah berumur 21-40 tahun (69,2%), berpendidikan D III Kebidanan (84,6%) dan lama kerja >10 tahun (73,1%), 84,6% pernah diberi pelatihan PMBA, 92,3% keterampilan konseling bidan adalah baik, p value sebesar 0,001 (p < 0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan pelatihan pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) dengan keterampilan konseling pada Bidan di Wilayah Kawedanan Pedan. Saran bagi bidan yaitu harus selalu memberikan konseling pada ibu yang memiliki bayi usia 0-24 bulan. Kata kunci : pelatihan, pemberian makan pada bayi dan anak, keterampilan konseling
52 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 I. PENDAHULUAN Pola pemberian makan mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pemberian makan yang optimal pada usia 0 2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada pertumbuhan otak anak. Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup banyak anak yang menderita kurang gizi. Kekurangan gizi memberi kontribusi 2/3 kematian balita dan hal tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini (WHO/UNICEF, 2004). Menurut Depkes (2011) yang dikutip Badan Pusat Statistik, di Indonesia sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%) sedangkan kasus gizi buruk pada balita tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 8,9%. Penyebab masalah gizi balita di Indonesia adalah karena asupan makanan yang tidak seimbang (Depkes, 2011). Persentase balita dengan gizi kurang Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,35% sedangkan Balita Gizi Buruk berjumlah 3.187 (0,10%) (Profil Jawa Tengah 2011). Angka tersebut menurun apabila dibandingkan tahun 2012, persentase balita dengan gizi kurang sebesar 4,88% dan Balita Gizi Buruk berjumlah 1.131 (0,06%). Penyebab gizi buruk tersebut adalah asupan gizi yang kurang dan minimnya variasi gizi yang diberikan kepada balita karena faktor kemiskinan (Profil Jateng, 2012). Kabupaten Klaten pada tahun 2012 dari jumlah 89.093 balita yang ada menunjukkan prevalensi gizi kurang pada balita sebanyak 838 orang (1,16%) sedangkan gizi buruk sebanyak 23 orang (0,03%). Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2011, penderita gizi kurang tahun 2011 sebanyak 1.078 (1,18%) dan penderita gizi buruk sebanyak 56 orang (0,06%) dari 90.980 balita. Penyebab gizi buruk di wilayah Kabupaten Klaten adalah pola asuh dan pemberian makan pada anak yang tidak tepat yaitu pemberian makan sebelum usia 6 bulan (Dinkes Klaten, 2012 : 1) Wilayah kawedanan Pedan pada tahun 2011 jumlah penderita gizi kurang dan gizi buruk, dari 20.564 balita yang ada terdapat 229 orang (1,11%) yang mengalami gizi kurang dan 10 orang (0,05%) yang mengalami gizi buruk sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan yaitu dari 16.900 balita, jumlah penderita gizi kurang sebanyak 103 orang (0,61%) dan gizi buruk sebanyak 2 orang (0,01%). Penyebab gizi buruk tersebut adalah pola asuh dan pemberian makan pada anak yang tidak tepat (Dinkes Klaten, 2012).
Endang Wahyuningsih 53 Salah satu strategi untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia adalah dengan memperluas cakupan pemberian makan bagi bayi anak sesuai standar yaitu melalui pelatihan PMBA (Rivani, 2013). Untuk menindaklanjuti strategi peningkatan makanan bayi dan anak, WHO/UNICEF pada tahun 2011 telah melatih tenaga-tenaga kesehatan di tingkat Kabupaten Klaten terdiri dari 16 orang meliputi petugas gizi dinas Kabupaten Klaten, Bidan desa serta konselor untuk menjadi fasilitator yang akan melatih bikor dan petugas gizi. Selanjutnya para bikor dan petugas gizi menjadi fasilitator dengan melatih bidan di setiap Puskesmas tempat kerjanya dengan tujuan agar bidan dapat menjadi fasilitator dalam pelaksanaan praktek-praktek pemberian makan bayi dan anak secara nyata di masyarakat (Dinkes Klaten, 2012). Bidan desa merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat desa. Pelatihan PMBA dirasa tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Bidan dalam melaksanakan tugas pentingnya. Dengan mengikuti pelatihan diharapkan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu. Bidan desa yang telah memiliki pengetahuan tentang PMBA akan memberikan informasi kepada kader/masyarakat dengan pendekatan teknik konseling yang tepat (Retno, 2013). Studi pendahuluan pada 15 November 2013 di wilayah Kawedanan Pedan, jumlah Bidan sebanyak 111 orang. Pelatihan PMBA pernah dilakukan pada awal Januari 2013, dari seluruh Bidan yang ada hanya 5 Bidan yang belum memperoleh pelatihan PMBA karena merupakan Bidan baru dan pindahan dari kota lain. Pelatihan PMBA dilakukan oleh bidan koordinator, petugas gizi dan konselor di masing-masing Puskesmas dengan menggunakan lembar balik dan buku panduan dari UNICEF. Survey pada 20 orang Bidan yang sudah dilatih PMBA, menunjukkan pelaksanaan keterampilan konseling mengenai PMBA pada Bidan masih kurang, hal ini dikarenakan dalam memberikan konseling, Bidan hanya melihat dari cara ibu dalam memberikan makan saja seperti jenis makanan dan porsi yang diberikan pada anak. Bidan tidak menjelaskan secara rinci mengenai jumlah tekstur serta frekuensi pemberian makan yang baik pada anak. Menurut PMBA bayi sebelum usia 6 bulan hanya diberi ASI saja sedangkan setelah 6 bulan bayi harus diberi makanan tambahan namun jumlah, tekstur, frekuensi dan jenis makanan harus yang sesuai dengan kebutuhan gizi anak. PMBA yang salah dapat berdampak terhadap ibu dalam pemberian makan yang tidak tepat pada anak yaitu pemberian makan sebelum usia 6 bulan sehingga pertumbuhan anak menjadi tidak seimbang atau gagal tumbuh. Berdasarkan latar belakang dan hasil studi pendahuluan
54 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 yang dilakukan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Pelatihan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) dengan Keterampilan Konseling pada Bidan di Wilayah Kawedanan Pedan. II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian dengan cara menggambarkan hubungan antara dua variabel pada sekelompok subyek (Notoatmodjo, 2010). Hubungan antara dua variabel tersebut adalah hubungan pelatihan pemberian makan pada bayi dan anak terhadap keterampilan konseling pada bidan. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua bidan di wilayah kawedanan Pedan sebanyak 111 orang. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh sebanyak 103 bidan. Apabila subyeknya lebih dari 100, dapat diambil sampel antara 10-15% atau 20-25%, tergantung dari kemampuan peneliti, sempit luasnya wilayah pengamatan, dan besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti (Arikunto, 2010). Peneliti mengambil sampel 25% dari 103 jumlah populasi, perhitungannya yaitu : S = 25% x 103 = 25,8 26. Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 26 bidan di wilayah kawedanan Pedan. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan kriteria inklusi sebagai berikut : Bidan di wilayah kawedanan Pedan yang memiliki BPM, Bidan yang bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah : Bidan yang menjabat sebagai MOT, Bidan yang tidak bersedia menjadi responden. Cara pengumpulan data menggunakan data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan cara melakukan observasi mengenai ketrampilan konseling pada responden, lembar observasi yang digunakan telah baku, diambil dari WHO (2013) sedangkan untuk mengetahui pelatihan PMBA diperoleh dari data sekunder yaitu dari laporan pelatihan di Puskesmas dan DKK serta data absensi pelatihan PMBA. Uji statistik dilakukan menggunakan uji Chi Square karena skala data yang digunakan berbentuk nominal dan ordinal. III. HASIL DAN BAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan distribusi frekuensi karakteristik responden,
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel yang dilakukan analisis univariat pada penelitian ini adalah karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan dan lama kerja serta variabel bebas yaitu pelatihan PMBA dan variabel terikat yaitu keterampilan konseling bidan. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut : a. Umur Umur responden pada penelitian ini dikategorikan menjadi 17-20 tahun, 21-40 tahun dan 40-60 tahun, hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umur responden terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Wilayah Kawedanan Pedan No. Umur Frekuensi % 1 2 3 17-20 tahun 21-40 tahun 41-60 tahun 0 18 8 0 69,2 30,8 Jumlah 26 100 Tabel 4.1 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur 21-40 tahun sebanyak 18 responden (69,2%) sedangkan sebagian kecil adalah responden berumur 41-60 tahun sebanyak 8 responden (30,8%). b. Pendidikan Pendidikan responden dikategorikan menjadi D I Kebidanan, D III Kebidanan dan D IV Kebidanan, dimana hasil penelitiannya terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Wilayah Kawedanan Pedan No. Pendidikan Frekuensi % 1 2 3 Endang Wahyuningsih 55 D I Kebidanan D III Kebidanan D IV Kebidanan 4 22 0 15,4 84,6 0 Jumlah 26 100 Tabel 4.2 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berpendidikan D III Kebidanan sebanyak 22 responden (84,6%) dan sebagian kecil responden berpendidikan D I Kebidanan sebanyak 4 responden (15,4%).
56 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 c. Lama kerja Lama kerja responden pada penelitian ini dikategorikan menjadi 1-10 tahun dan >10 tahun. Hasil penelitiannya terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Lama Kerja Responden di Wilayah Kawedanan Pedan No. Lama kerja Frekuensi % 1 2 1-10 tahun 7 26,9 >10 tahun 19 73,1 Jumlah 26 100 Tabel 4.3 di atas lama kerja responden adalah >10 tahun sebanyak 19 responden (73,1%) sedangkan responden yang bekerja 1-10 tahun sebanyak 7 responden (26,9%). d. Pelatihan PMBA Pelatihan PMBA merupakan bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori tentang PMBA. Hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pelatihan PMBA pada Bidan di Wilayah Kawedanan Pedan No. Pelatihan PMBA Frekuensi % 1 2 Pernah diberi 22 84,6 Belum pernah diberi 4 15,4 Jumlah 26 100 Tabel 4.4 di atas terlihat bahwa sebanyak 22 responden (84,6%) pernah diberi pelatihan PMBA dan sebanyak 4 responden (15,4%) belum pernah diberi pelatihan PMBA. e. Keterampilan konseling bidan tentang PMBA Keterampilan konseling pada bidan tentang PMBA merupakan hasil dari latihan berulang pada Bidan, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif sebagai hasil dari aktivitas konseling tentang PMBA. Keterampilan konseling diketahui berdasarkan hasil observasi pada responden selanjutnya dikategorikan menjadi baik, cukup atau kurang. Hasil penelitian yang diperoleh dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Keterampilan Konseling pada Bidan Tentang PMBA di Wilayah Kawedanan Pedan No. Keterampilan konseling Frekuensi % 1 2 3 Baik Cukup Kurang 24 2 0 92,3 7,7 0 Jumlah 26 100 Pada tabel 4.5 di atas diketahui bahwa sebagian besar keterampilan konseling bidan tentang PMBA termasuk dalam kategori baik sebanyak 24 responden (92,3%) dan sebagian kecil dalam kategori cukup yaitu sebanyak 2 responden (7,7%). 2. Analisis bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pelatihan pemberian makan pada bayi dan anak dengan keterampilan konseling pada bidan. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan uji Chi square, dimana hasil penelitian yang diperoleh digambarkan sebagai berikut : Tabel 4.6 Hubungan Pelatihan Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak dengan Keterampilan Konseling Pada Bidan di Wilayah Kawedanan Pedan Keterampilan konseling No Pelatihan PMBA Baik Cukup Kurang Total X 2 p 1. 2. Pernah diberi Belum pernah diberi f % f % f % f % 22 84,6 0 0 0 0 22 84,6 2 7,7 2 7,7 0 0 4 15,4 Jumlah 24 92,3 2 7,7 0 0 26 100 Endang Wahyuningsih 57 11,917 0,001 Pada tabel 4.6 di atas diketahui bahwa responden yang pernah diberi pelatihan PMBA cenderung memiliki keterampilan konseling baik tentang PMBA sebanyak 22 responden (84,6%) dan tidak ada responden yang memiliki minat cukup atau kurang sedangkan responden yang belum pernah diberi pelatuhan PMBA masing-masing terdapat 2 responden (7,7%) yang memiliki keterampilan konseling baik dan cukup. Hasil analisis bivariat diketahui bahwa nilai X 2 hitung sebesar 11,917 dan X 2 tabel sebesar 3,481 sedangkan nilai p = 0,001 berarti p < 0,05 artinya ada hubungan pelatihan pemberian makan pada bayi dan anak dengan keterampilan konseling pada bidan.
58 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 B. Bahasan Penelitian ini dilakukan pada 26 bidan yang berada di Wilayah Kawedanan Pedan. Hasil penelitian mengenai umur responden diperoleh bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini berumur 21-40 tahun yaitu sebanyak 18 responden (69,2%). Responden pada usia ini lebih banyak ditemukan karena pada usia ini seseorang sudah disebut sebagai usia dewasa. Menurut Hurlock (2004) dalam Muchlas (2008), seseorang dikatakan telah dewasa adalah ketika usianya sudah diatas 18 tahun. Hasil ini didukung penelitian Anis Sih Retno (2013), bahwa sebagian besar bidan (67,5%) berusia 21-40 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keterampilan konseling bidan karena dengan bertambahnya umur maka akan terjadi perubahan fisik dan psikologis sehingga mempengaruhi keterampilan konseling pada bidan. Hal ini didukung oleh Mubarak (2007), bahwa dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. Perolehan hasil penelitian mengenai pendidikan responden diperoleh bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini berpendidikan D III Kebidanan sebanyak 22 responden (84,6%). Hasil ini sebanding dengan Retno (2013) bahwa (89,4%) telah menempuh pendidikan hingga D III Kebidanan. Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa responden telah mengerti arti pentingnya pendidikan sehingga responden berusaha mengembangkan ilmu yang dimiliki melalui pendidikan. Pendidikan diperkirakan terkait dengan keterampilan konseling pada bidan. Menurut Mubarak (2007), pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhimya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya sehingga semakin baik pula keterampilannya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Hasil penelitian mengenai lama kerja menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja >10 tahun sebanyak 19 responden
Endang Wahyuningsih 59 (73,1%). Hasil ini didukung oleh Susanti (2012), bahwa sebagian besar responden pada penelitiannya adalah ibu bekerja dengan masa kerja yang dijalani selama >10 tahun sebesar (64,2%). Lama kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada sebuah instansi dihitung sejak menjadi pertama kali datang untuk mengabdi. Semakin lama masa kerja maka semakin dapat meningkatkan kinerjanya sehingga keterampilannya akan semakin baik. Masa kerja yang lama dalam sebuah lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga dengan pengalaman dan pengetahuan yang baik, seseorang akan lebih mudah dalam menjalankan perannya (Mubarak, 2007). Hasil penelitian pelatihan PMBA pada bidan diperoleh bahwa sebanyak 22 responden (84,6%) pernah diberi pelatihan tentang PMBA. Hasil ini didukung oleh penelitian Anis Sih Retno (2013), bahwa sebesar 50% responden pada penelitiannya diberikan pelatihan PMBA. Hasil ini menunjukkan pentingnya pemberian pelatihan PMBA bagi para bidan. Pemberian pelatihan pada bidan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan konseling dan dapat diimplementasikan kepada kader kesehatan yang ditujukan kepada para ibu yang memiliki bayi usia 0-24 bulan. Hasil ini didukung oleh Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (2007), bahwa pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori. Meskipun pelatihan PMBA dinyatakan sangat penting, namun hasil penelitian di lapangan masih terdapat 4 responden (15,4%) yang belum pernah dilatih karena merupakan Bidan baru dan pindahan dari kota lain. Pemberian pelatihan tentang PMBA dimaksudkan agar bidan dapat menambah pengetahuannya dan meningkatkan keterampilan konseling mengenai PMBA. Hal ini didukung oleh Notoatmodjo (2007), pelatihan memiliki tujuan penting yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program kesehatan secara keseluruhan. Bidan sebagai tenaga kesehatan perlu mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pelatihan bagi bidan dapat berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi dan praktek (Depkes, 2006). Keterampilan konseling bidan mengenai PMBA diperoleh hasil bahwa sebagian besar keterampilan konseling bidan dalam kategori baik sebanyak 24 responden (92,3%). Hasil ini sebanding dengan penelitian
60 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 Anis Sih Retno (2013), bahwa 30% responden dalam penelitiannya memiliki keterampilan konseling baik. Keterampilan dalam kategori baik ini diperoleh karena adanya pelatihan secara berulang pada bidan. Sesuai dengan USU (2011), bahwa keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Baiknya keterampilan konseling bidan tentang PMBA dikarenakan pengaruh dari pemberian pelatihan, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis bivariat hubungan pelatihan pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) dengan keterampilan konseling pada Bidan dengan uji Chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,001 berarti p < 0,05. Jadi dalam hal ini hipotesis kerja diterima, yang berarti bahwa pemberian pelatihan PMBA pada bidan berpengaruh terhadap keterampilan konselingnya. Hasil ini didukung oleh Anis Sih Retno (2013), bahwa terdapat pengaruh pelatihan PMBA terhadap keterampilan konseling (p= 0,000). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna, dimana sesuai dengan teori Simon dkk (1995) dalam USU (2011), peningkatan keterampilan Bidan sangat dipengaruhi adanya pelatihan, dengan pelatihan diharapkan Bidan dapat meningkatkan keterapilan konseling sesuai kompetensinya, karena keterampilan atau psikomotor merupakan domain yang sangat penting bagi pembentukan perilaku seseorang. Teori lain yang mendukung yaitu Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa seseorang yang telah mendapatkan pelatihan maka keterampilannya meningkat dan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian. Penelitian ini juga ditemukan sebanyak 2 responden (7,7%) yang belum pernah diberi pelatihan namun keterampilan konselingnya baik. Hal tersebut dikarenakan pengalaman yang dimiliki responden, dimana masa kerja responden adalah >10 tahun sehingga responden sangat berpengalaman mengenai PMBA, selain itu responden juga telah memperoleh informasi dari rekan kerjanya. Hal ini sesuai dengan USU (2011), bahwa keterampilan bidan dapat meningkat dikarenakan pengalaman Bidan selama menjalankan tugasnya. Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan FKM UI (1998) dalam USU (2011), bahwa keterampilan dipengaruhi oleh adanya pembinaan, dengan pembinaan Bidan akan meningkatkan pengetahuan, aktivitas dan keterampilan dalam menjalankan tugasnya. Bimbingan dan
Endang Wahyuningsih 61 supervisi dari petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan Bidan. Disamping itu kemampuan Bidan juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan Bidan baru, pelatihan ulang Bidan, pengalaman Bidan selama menjalankan tugasnya. Bidan desa merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat desa. Pelatihan PMBA dirasa tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Bidan dalam melaksanakan tugas pentingnya. Dengan mengikuti pelatihan diharapkan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu. Bidan desa yang telah memiliki pengetahuan tentang PMBA akan memberikan informasi kepada kader/masyarakat dengan pendekatan teknik konseling yang tepat (Retno, 2013). C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasi, dalam mengobservasi bidan ditemukan kesulitan dalam menentukan jadwal untuk pelaksanaan observasi antara peneliti, bidan dan pasien (ibu yang memiliki bayi usia 0-2 tahun). IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Karakteristik responden di wilayah kawedanan Pedan adalah berumur 21-40 tahun (69,2%), berpendidikan D III Kebidanan (84,6%) dan lama kerja >10 tahun (73,1%). Pelatihan pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) di Wilayah Kawedanan Pedan adalah sebesar 84,6%. Keterampilan konseling Bidan mengenai PMBA di Wilayah Kawedanan Pedan adalah baik (92,3%). Ada hubungan pelatihan pemberian makanan pada bayi dan anak (PMBA) dengan keterampilan konseling pada Bidan di Wilayah Kawedanan Pedan dengan p value 0,001 (p < 0,05). B. Saran Memotivasi bidan agar mau mempraktekkan hasil pelatihan yang diperoleh kepada masyarakat khususnya yang memiliki bayi usia 0-24 bulan sehingga ibu dapat praktek secara langsung mengenai PMBA yang baik dan benar. Puskesmas mengadakan minilokakarya mengenai PMBA agar dapat terisolasi kepada masyarakat. Memasukkan program PMBA dalam kurikulum dan mengimplementasikan kepada mahasiswa. Melakukan penelitian eksperimen dengan membandingkan kelompok kontrol dan intervensi. Melakukan sosialisasi dengan ibu khususnya yang memiliki bayi usia 0-24 bulan agar mau melaksanakan PMBA yang sesuai.
62 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016 DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Depkes. 2006. Buku Kader Posyandu dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Depkes RI. Jakarta. Depkes. 2010. Strategi Peningkatan Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. Depkes. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dinkes Klaten. 2012. Status Gizi Balita Kabupaten Klaten. DKK Kabupaten Klaten. Mubarak I.W., dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pedidikan. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.Rivai. 2004. Kinerja Dalam Usaha. Rineka Cipta. Jakarta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Permenkes No. H6.02.02//MENKES/149/I/2010, tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Permenkes RI No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan Profil Jawa Tengah. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Departemen Kesehatan Jawa Tengah. Retno. 2013. Pengaruh Pelatihan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) terhadap Pengetahuan, Keterampilan Konselling dan Motivasi Bidan Desa di Kabupaten Klaten. Skripsi UNS Surakarta. Rukyanti. 2005. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi (MP-ASI) Terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Umur 6-11 Bulan di Puskesmas Bareng Kota Malang. Universitas Muhammadiyah Malang
Silawati, dkk. 2013. Kegiatan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) dalam Situasi Bencana. Departemen Komunikasi World Vision Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung. Endang Wahyuningsih 63 Susanti. 2012. Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP-ASI dengan Gizi Buruk pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Pannampu Makasar. Universitas Hasanudin Makasar. USU. 2005. Pelatihan http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56137/bab%20ii %20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=2. tanggal akses 20 November 2013. USU 2011. Keterampilan Konseling. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56137/bab%20ii %20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=2. Tanggal akses 20 November 2013. World Health Organization dan UNICEF. 2004. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Sitasi: www.who.int/nutrition/topics/ global_strategy/en/index.html. Diakses: 1 Juni 2012.