BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan kesehatan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional Pemerintah Republik Indonesia Tahun yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. Dengan beberapa indikator diantaranya adalah menurunnya prevalensi underweight balita dari 19,6% (2013) menjadi 17% (2019) dan menurunnya prevalensi stunting pada anak baduta dari 32,9% (2013) menjadi 28,0% (2019) (Renstra, 2015). Dalam upaya mendukung keberhasilan program pembangunan kesehatan maka telah ditetapkan arah dan strategi pembangunan dalam upaya peningkatan status pangan dan gizi masyarakat seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden No. 43 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Kebijakan dan strategi itu diantaranya melalui peningkatan pembinaan dan pendidikan gizi masyarakat. Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah peningkatan pemantauan pertumbuhan balita secara rutin di posyandu, peningkatan integrasi pesan pendidikan tentang perbaikan gizi dalam gerakan 1000 hari pertama kehidupan seperti Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA). Standar emas PMBA sangat direkomendasikan karena dapat menurunkan angka kematian anak. Pemberian ASI eksklusif dilanjutkan dengan MP-ASI yang tepat pada umur 6 bulan sampai 11 bulan dapat menurunkan 13% resiko mortalitas balita dan pemberian ASI sampai 2 tahun dapat mengurangi kejadian malnutrisi pada bayi dan anak di negara berkembang (Gupta dan Dadhich dalam Roesli, 2012). Pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi. Growth faltering atau fenomena gagal tumbuh pada balita di Indonesia mulai terjadi pada bayi usia 4-6 bulan ketika bayi mulai diberikan MP-ASI dan terus memburuk hingga usia bulan.kekurangan gizi memberi kontribusi 2/3 kematian balita dan 2/3 kematian tersebut terkait dengan 1

2 2 praktik pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini (WHO/UNICEF, 2003). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase menyusui eksklusif pada bayi umur 0 bulan adalah 39,8 % dan semakin menurun dengan bertambahnya umur bayi dimana pada bayi umur 5 bulan hanya 15,3% yang menyusu eksklusif. Sedangkan untuk pemberian makanan prelakteal kepada bayi baru lahir sebesar 43,6% dengan jenis makanan prelakteal yang banyak diberikan berupa susu formula, madu dan air putih. Praktik pemberian makan pada bayi dan anak yang optimal merupakan intervensi efektif dalam upaya peningkatan status kesehatan dan penurunan angka kematian anak (Nandan dan Yunus, 2009). Setiap keluarga yang mempunyai balita usia 0-24 bulan hendaknya mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemberian makan bayi dan anak, agar mampu memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat untuk anaknya. Pendampingan oleh orang terdekat termasuk dalam hal ini adalah kader posyandu sangat dibutuhkan. Untuk itu diperlukan pelatihan kepada kader posyandu agar mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan konseling tentang ASI eksklusif, MP-ASI dan melaksanakan pemantauan pertumbuhan (Amelia, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Agbozoet al. (2015) di Ghana menunjukkan bahwapengasuh anak dalam program CBGP (Community-based Growth Promotion) yang mendapat pelayanan pemantauan pertumbuhan dan konseling oleh relawan/ kader masyarakat yang telah dilatih oleh dinas kesehatan setempat memiliki pengetahuan IYCF(infant and young child feeding), inisiasi menyusu dini, ASI eksklusif,keragaman makanan dan ketepatan waktu pemberian makan lebih tinggi, dibandingkan pengasuh anak dalam program GMP (Growth Monitoring and Promotion) yang disediakan oleh tenaga kesehatan. Pelatihan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA) kepada kader posyandu merupakan pelatihan yang difokuskan pada pemantauan pertumbuhan, pemberian ASI dan MP-ASI, pemberian makanan bagi bayi yang sakit atau kurang gizi dan pemulihan gizi berbasis masyarakat. Melalui pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja kader di masyarakat dalam menjalankan

3 3 tugasnya di posyandu, yaitu sebagai pemberi layanan pembinaan gizi kesehatan ibu dan anak seperti penyuluhan gizi seimbang, konseling makanan bayi dan balita dan pemantauan pertumbuhan (Permendagri, 2011). Pemantauan pertumbuhan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penilaian pertumbuhan balita secara teratur melalui penimbangan balita setiap bulan, pengisian dan penilaian hasil penimbangan berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS); tindak lanjut setiap kasus gangguan pertumbuhan berupa konseling, penyuluhan dan rujukan; dan tindak lanjut berupa kebijakan program di tingkat masyarakat serta motivasi pemberdayaan keluarga (Depkes, 2005). Penelitian yang dilakukan Mudjianto dan Trintin (2002) menunjukkan bahwa 51,7% kader tidak pernah melakukan penyuluhan karena tidak tahu materi apa yang harus diberikan. Sementara itu penelitian pada 72 posyandu di Jawa Barat dan Jawa Tengah oleh Satoto, dkk (2002) menunjukkan bahwa posyandu yang melakukan kegiatannya secara benar hanya sekitar 30%. Sedangkan tingkat kemampuan kader, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan masih rendah. Kader posyandu yang melakukan kesalahan dalam menimbang sebanyak 90% dan yang tahu manfaat KMS untuk konseling gizi hanya 40,7%. Sehingga perlu adanya pelatihan dan supervisi yang memadai agar penilaian pertumbuhan yang dilakukan oleh kader posyandu dapat lebih valid dan akurat. Hasil pemantauan status gizi balita di Kabupaten Sleman D.I Yogyakarta tahun 2015diperoleh 12,86% stunting, 7,53% underweight, 6,14% overweight dan 3,57% wasting. Untuk itu perlu upaya pencegahan dan perbaikan masalah gizi balita, salah satunya yang dilakukan dengan meningkatkan peran kader posyandu dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling pemberian makanan bayi dan anak melaluipelatihan PMBA pada kader posyandu. Pelatihan ini dilaksanakan berjenjang di tingkat propinsi, kabupaten kepada nutrisionis puskesmas dan di tingkat pukesmas kepada kader posyandu. Suatu program pelatihan memerlukan evaluasi, sehingga bisa diketahui apakah program pelatihan mempunyai pengaruh pada tujuan yang ingin dicapai; apakah program pelatihan perlu dilanjutkan atau tidak; dan bagaimana cara meningkatkan mutu pelatihan di masa mendatang (Kirkpatrick, 2009).Dengan

4 4 evaluasi pelatihan dapat menemukan bagian-bagian dari suatu pelatihan yang berhasil ataupun tidak berhasil mencapai tujuan sehingga dapat dibuat langkahlangkah perbaikannya. Selain itu untuk mengetahui dampak kegiatan pelatihan dan memberi kesempatan kepada peserta pelatihan untuk menilai efektivitas program pelatihan yang dilakukan (Basri, H dan Rusdiana, 2015). Beberapa permasalahan pendidikan dan pembelajaran yang ada yaitu rendahnya mutu kualitas output pelatihan, kurikulum dan buku atau alat pembelajaran yang tidak memadai, metode pembelajaran yang kurang mampu memotivasi peserta pelatihan untuk belajar efektif dan efisien, sehingga seringkali pelatihan tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan (LAN, 2007). Dalam upaya untuk mengevaluasi program pelatihan PMBA maka penulis tertarik untuk mempelajari proses pelatihan PMBA bagi kader Posyandu yang diselenggarakan oleh Puskesmas di wilayah Kabupaten Sleman dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah proses pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu di Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mempelajari prosespelatihan PMBA bagi kader Posyandu di Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Khusus : a. Mengidentifikasi metode yang diterapkan dalam pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu di Kabupaten Sleman b. Mengukur persepsi peserta terhadap materi yang diberikan dalam pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu di Kabupaten Sleman

5 5 c. Mengukur persepsi peserta terhadapfasilitator dalam pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu d. Mengukur persepsipeserta terhadap fasilitas dalam pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu e. Mengukur tingkat pemahaman peserta terhadap materi sebelum dan sesudah pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu f. Mengukur ketrampilan peserta dalam pemantauan pertumbuhan di posyandusebelum dan sesudah pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu g. Mengukur ketrampilan peserta dalam konseling PMBA di posyandu sebelum dan sesudah pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu h. Mengetahui sikap stakeholder terhadap pelaksanaan pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu D. Manfaat Penelitian 1. Bahan masukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tentang efektivitas pelatihan konseling PMBA untuk kader posyandu 2. Bahan masukan bagi pimpinan puskesmas untuk mengetahui dampak pelatihan PMBA terhadap kinerja kader posyandu dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan 3. Identifikasi metode, materi, fasilitator dan fasilitas pelatihan dalam meningkatkan ketrampilan pemantauan pertumbuhan dan konseling PMBA kader posyandu 4. Pembuktian secara ilmiah pelatihan konseling PMBA terhadap peningkatan ketrampilan kader Posyandu 5. Proses pembelajaran bagi peneliti dalam menerapkan metode penelitian studi kasus dan memperoleh masukan tentang proses penyelenggaraan pelatihan.

6 6 E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa yang sudah pernah ditulis adalah sebagai berikut : 1. Zaman et al. (2008), Training in complementary feeding counselling of healthcare workers and its influence on maternal behaviours and child growth: a cluster-randomized controlled trial in Lahore, Pakistan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keberhasilan pelatihan konseling gizi pekerja kesehatan terhadap ketrampilan komunikasi, perbaikan praktik pemberian makanan, penurunan gangguan pertumbuhan pada anak 6-24 bulan. Jenis penelitian RCT (randomized controlled trial). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan konseling menggunakan modul IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan komunikasi pekerja kesehatan, dapat memperbaiki konseling pemberian makanan pada ibu, dan dapat menurunkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak mereka. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada disain penelitian, modul pelatihan, subyek penelitian dan lokasi penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelatihan konseling pemberian makan pada anak. 2. Bassichetto dan Rea (2008), Infant and young child feeding counseling : an intervention study. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keefektivan dari pelatihan terpadu konseling pemberian makan bayi dan anak terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik dokter anak dan nutrisionis yang bekerja di fasilitas kesehatan pemerintah di Brazil. Disain penelitian menggunakan a randomized intervention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan efektif meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anamnesa diet dokter anak dan nutrisionis, tetapi tidak meningkatkan ketrampilan konselingnya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian, subyek penelitian dan lokasi penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelatihan konseling pemberian makan bayi dan anak. 3. Sih Retno (2013), Pengaruh pelatihan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) terhadap pengetahuan, ketrampilan konseling dan motivasi bidan desa. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pelatihan PMBA terhadap

7 7 pengetahuan, ketrampilan konseling dan motivasi bidan desa. Jenis penelitian ini adalah eksperimen kuasi, dengan populasi penelitian seluruh bidan desa di Klaten. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan daftar tilik pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pelatihan PMBA terhadap pengetahuan dan ketrampilan konseling bidan desa tetapi tidak berpengaruh terhadap motivasi bidan desa. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada disain penelitian, subyek penelitian dan lokasi penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelatihan konseling PMBA, dan menggunakan variabel ketrampilan konseling.