BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan metode analisis isi yang secara umum, analisis isi kuantitatif dapat didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi. Analisis isi ditujukan untuk mengidentidikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak (manifest), dan dilakukan secara objektif, valid, reliable, dan dapat direpikasi (Eriyanto:2011). 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif dimana pada pendekatan jenis ini, suatu metode penelitian ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau. Pendekatan jenis ini mengacu pada perhitungan secara akurat mengenai aspek dan kategori dari sifat kritk sosial yang disampaikan dalam film dokumenter Di Balik Frekuensi. Selain melakukan perhitungan, peneliti juga akan mengamati dan mendeskripsikan dengan menggunakan screen capture adegan dalam film Di Balik Frekuensi. Dasar penelitian yang digunakan adalah analisis isi. 3.2 Ruang Lingkup Penelitian Pengertian ruang lingkup penelitian adalah sebuah batasan. Dimana ruang lingkup pada penelitian ini adalah film Di Balik Frekuensi. Peneliti akan melakukan pengamatan pada keseluruhan scene (75 scene) yang terdiri dari kurang lebih 1419 shot, mendeskripsikan dan mengidentifikasi hal-hal yang bersangkutan dengan pesan kritik sosial langsung dan tidak langsung yang ada pada film Di Balik Frekuensi, film berdurasi 2 jam 23 menit. 3.3 Unit Analisis dan Satuan Ukur Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian, unit analisis juga berkaitan dengan fokus atau komponen yang diteliti. Unit analisis dalam penelitian ini adalah shot. Sedangkan satuan ukurnya adalah kemunculan pesan kritik sosial 16
langsung dan tidak langsung diambil dan kemudian dimasukkan dalam kategori yang telah ditentukan. 3.4 Kategorisasi Menurut Eriyanto (2011:202-203) tahapan terpenting dalam analisis isi yakni menyusun kategori. Menyusun kategori harus dilakukan secara baik dan berhati-hati. Paling tidak ada tiga prinsip penting dalam penyusunan kategori: kategori haruslah mutually exclusive, exhaustive dan reliable. Maksudnya disini adalah mutually exclusive yakni dapat dibedakan secara jelas antar satu kategori yang lain. Untuk exhaustive yakni kategori yang dipakai harus lengkap, artinya dapat menampung sebuah kemungkinan yang muncul, sedangkan reliable disini adalah kategori yang dibuat haruslah reliable dipahami secara sama oleh semua orang. Dalam penelitian ini, peneliti membagi kategorisasi menjadi 2, yaitu kategori sasaran kritik terhadap pemerintah dan lembaga media pada film dibalik frekuensi. Dari kedua kategorisasi tersebut nantinya akan dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan mengenai kategorisai sasaran kritik yang terkandung dalam film dibalik frekuensi. 3.4.1 Sasaran Kritik Sasaran kritik disini adalah siapa saja pihak yang terkait dan diangkat dalam film dibalik frekuensi sebagai tujuan dalam penyampaian pesan antara lain : a. Pemerintah Menurut Miriam Budiardjo (2013:53) setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Dengan kata lain, pemerintah di sini bisa diartikan sebagai sekelompok orang yang membentuk suatu suatu sistem dan menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Kategorisasi sasaran kritik kepada pemerintah dibatasi dengan kritikan, sindiran dan tanggapan yang ditujukan menyangkut segala elemen pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah yang masuk dalam potongan gambar atau scene berupa dialog dan narasi film Di Balik Frekuensi. 17
b. Lembaga Media Menurut Shirley Biagi (2010:13-14) apa yang anda lihat, baca dan dengar di media massa dapat menggoda, menghibur, menginformasikan, membujuk, memprovokasi dan bahkan membingungkan anda. Dari pendapat tersebut, bisa diketahui bahwa media sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir atau mindset seseorang. Kategorisasi sasaran kritik kepada lembaga media dibatasi dengan kritikan, sindiran dan tanggapan yang ditujukan menyangkut segala elemen media terutama kepada pemilik lembaga media yang masuk dalam potongan gambar atau scene film di balik frekuensi. Dari kedua Kategorisasi di atas, peneliti membagi menjadi dua sub indikator, yaitu sub indikator kritik sosial langsung dan sub indikator kritik sosial tidak langsung 3.4.4 Pesan Kritik Langsung (Direct Messages) Menurut Onong Uchjana Effendy (2008:7) dikatakan komunikasi tatap muka ketika komunikasi berlangsung, komunikator dengan komunikan saling berhadapan sambil saling melihat. Dalam situasi komunikasi ini komunikator dapat melihat dan mengkaji dari si komunikan secara langsung. Karena itu, komunikasi tatap muka sering kali disebut komunikasi langsung (direct Communication). Menurut penjelasan diatas, komunikasi langsung juga bisa dikatakan pesan langsung, komunikasi sendiri mempunyai makna yakni penyampaian pesan komunikator kepada komunikan. Jadi yang dikatakan penyampaian pesan secara langsung yakni pesan yang ingin disampaikan kepada publik dilakukan secara langsung, menggunakan bahasa yang mudah diuraikan oleh publik. Pesan kritik langsung yang dimaksudkan disini yakni, sebuah scene atau potongan gambar yang menunjukkan bahasan yang mengandung unsur kritik langsung terhadap pemerintah adapun kritik sosial yang mengacu pada lembaga media milik perorangan. Ciri-ciri pesan kritik sosial langsung yakni, sebagai berikut : Shot yang menunjukkan dialog dan narasi pesan kritik langsung mengarah kepada pemerintah dan lembaga media. Ada dialog dalam scene yang menunjukkan atau mendiskripsikan sebuah fenomena sosial yang bersifat memberi informasi. 18
3.4.5 Pesan Kritik Tidak Langsung (Indirect Messages) Pesan kritik tidak langsung atau bisa dikatakan pesan tidak langsung, yakni pesan yang disampaikan secara tidak langsung, atau melalui sebuah kalimat perantara. Ciri-ciri pesan kritik sosial tidak langsung adalah kalimatnya berbentuk seperti kalimat berita, contohnya saja seperti Bapak Bupati Malang Juta Jangga Permadi mengatakan bahwa kendaraan berbasis online di malang sangat dibutuhkan terutama untuk kalangan menengah ke atas. Jadi, pada penelitian ini, peneliti berusaha menganalisa dan menguraikan setiap scene atau potongan gambar yang mengandung kalimat tidak langsung dalam bentuk pesan kritik sosial. Adapun peneliti menguraikan ciri-ciri pesan kritik sosial tidak langsung yakni sebagai berikut : Terdapat dialog atau narasi yang kalimat kritiknya ada kata perantara, sehingga pesan kritik sosial tersebut bisa dikatakan pesan kritik sosial tidak langsung. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Data utama dilakukan dengan cara dokumentasi. Menyusun kembali dan membuat kerangka penelitian setiap scene yang mengandung unsur pesan kritik sosial langsung dan tidak langsung yang ada pada film dibalik frekuensi yang kemudian dengan melihat secara keseluruhan film, dianalisis sesuai dengan teknik analisis yang digunakan. 19
Tabel 1. Tabel Lembar Koding 20
21
Setelah melakukan proses diatas, data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah penghitungan dan mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan pada masingmasing kategori. Maka dari itu dibuatlah tabel sebagai berikut: Sumber Data Peneliti Koder M EA EA 2 Kategorisasi Pemerintah Lembaga Media C1 C2 C1 C2 Tabel 2. Tabel Distribusi Frekuensi Jumlah Keterangan: C1 C2 : Kritik Sosial Direct (Langsung) : Kritik Sosial Indirect (Tidak Langsung) Dari tabel diatas, distribusi frekuensi dilakukan analisa deskriptif, dimana peneliti akan menghitung presentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai pesan kritik sosial pada film dibalik frekuensi (Eriyanto:2011) 3.6 Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teori analisis isi Harold D. Laswell, dimana pada teknik analisis ini menggunakan simbol koding, yaitu dengan mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. 3.7 Uji Keabsahan Data Uji keabsahan penelitian ini menggunakan penghitungan reabilitas dimana membutuhkan dua orang coder atau lebih. Peneliti akan menentukan apa saja ciri-ciri coder yang dibutuhkan yakni, sebagai berikut : Calon coder adalah mahasiswa ilmu Komunikasi. Calon coder harus sudah pernah menonton film Di Balik Frekuensi karya Ucu Agustin. Calon coder harus faham tentang sinematografi. 22
Masing-masing coder akan diberikan alat ukur dan diminta untuk menilai sesuai dengan petunjuk yang sudah diberikan peneliti. Hasil dari penilaian coder akan dibandingkan dengan rumus (Holsti dalam aldita,2014) sebagai berikut: CR = Keterangan : 2M N1+N2 CR : Coeficient Reliability M : Jumlah coding yang disetujui kedua coder N1 : Jumlah coding yang dibuat oleh Peneliti N2 : Jumlah coding yang dibuat coder Untuk memperkuat hasil uji reabilitas diatas, dihitung kembali dengan menggunakan rumus (Scott dalam Putri 2010) sebagai berikut: Dimana: Pi = (%Observed Agreement %Expected Agreement) (1 %Expected Agreement) Pi : nilai kesepakatan Observed Agreement : Jumlah yang disepakati antara pengkode yaitu nilai coefisient Reliability (CR) Expected Agreement : Persetujuan yang diharapkan dalam suatu kategori (X 2 ) Ambang penerimaan yang di setujui dari kedua koder untuk uji reabilitas kategorisasi adalah 0,70. Jika persetujuan antara pengkoding (peneliti dan hakim) tidak mencapai 0,70, maka kategorisasi operasional mungkin perlu dirumuskan lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat kesepakatan atau kepercayaan (Eriyanto:2011). 23