1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PENANAMAN MODAL DAERAH (RKPPMD) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V. PERKEMBANGAN KEMISKINAN. 5.1 Perkembangan Kemiskinan pada Masa Pemerintahan Orde Baru

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

GUBERNUR JAWA TENGAH

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BADAN PUSAT STATISTIK

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

PENEMPATAN TENAGA KERJA

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

STRUKTUR EKONOMI, KESEMPATAN KERJA DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PELAYANAN KB DAN PENURUNAN AKI AKB DI JAWA TENGAH

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing di tingkat regional maupun daya saing daerah di tingkat lokal. Oleh karena itu, untuk menghadapi fenomena perkembangan daya saing tersebut dibutuhkan sebuah strategi yang tepat. Pada bagian pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan, serta manfaat dari penelitian strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas. Latar Belakang Perkembangan Daya Saing Nasional Pertumbuhan negara-negara berkembang diperkirakan tidak secepat dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Setelah beberapa tahun pertumbuhan negara-negara berkembang mendominasi pertumbuhan global, capaian ini turun karena perubahan lingkungan dengan karakteristik semakin besarnya untuk mengakses model demikian pula turunnya harga komoditas yang mendorong pertumbuhan ekonomi di masa lalu. Pertumbuhan negara-negara berkembang tidak terlepas dari produktivitasnya. Produktivitas sebuah negara ditentukan oleh seperangkat institusi, kebijakan, dan faktor yang terdefinisi sebagai daya saing (WEF, 2010-2014). Perkembangan peringkat daya saing daya saing Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 2010 2014 No Nama Negara Global Competitiveness Index 2010 2011 2012 2013 2014 1 Brunei D. 28 28 28 26-2 Cambodia 109 97 85 88 95 3 Indonesia 44 46 50 38 34 4 Lao PDR - - - 81 93 5 Malaysia 26 21 25 24 20 6 Myanmar - - - 139 134 7 Philippines 85 75 65 59 52 8 Singapore 3 2 2 2 2 9 Thailand 38 39 38 37 31 10 Vietnam 59 65 75 70 68 Peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu dari peringkat 38 pada tahun 2013 menjadi peringkat 34 pada tahun 2014. Daya saing global ini diukur menggunakan 13 indikator yang ditetapkan oleh World Economic Forum. Daya saing nasional tidak terlepas dari daya saing tingkat propinsi. Menurut Tan dan Amri (2013) daya saing masing-masing propinsi di Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

2 Tabel 2 Peringkat daya saing propinsi di Indonesia Tahun 2010 No Propinsi Peringkat Nilai 1 DKI Jakarta 1 3,6977 2 Jawa Timur 2 1,8484 3 Jawa Tengah 3 1,3414 4 Jawa Barat 4 1,1964 5 Kalimantan Timur 5 1,0473 6 DI Yogyakarta 6 0,7847 7 Banten 7 0,5658 8 Sulawesi Selatan 8 0,3858 9 Bali 9 0,3564 10 Kepulauan Riau 10 0,3433 11 Sumatera Selatan 11 0,3145 12 Riau 12 0,1575 13 Kalimantan Selatan 13 0,0985 14 Sulawesi Utara 14 0,0130 15 Gorontalo 15-0,1872 16 Aceh 16-0,2734 17 Sumatera Barat 17-0,3158 18 Sulawesi Tenggara 18-0,3490 19 Sumatera Utara 19-0,4032 20 Sulawesi Barat 20-0,4049 21 Lampung 21-0,4158 22 Sulawesi Tengah 22-0,4818 23 Kalimantan Barat 23-0,5059 24 Jambi 24-0,6207 25 Nusa Tenggara Barat 25-0,6294 26 Kalimantan Tengah 26-0,6466 27 Maluku 27-0,6585 28 Bengkulu 28-0,6681 29 Papua 29-0,7616 30 Papua Barat 30-0,8849 31 Bangka Belitung 31-1,0046 32 Maluku Utara 32-1,3483 33 Nusa Tenggara Timur 33-1,5910 Menurut Tan dan Amri (2013), pengukuran daya saing provinsi di Indonesia menggunakan empat pendekatan lingkungan dengan masing-masing 3 sub pendekatan lingkungan yaitu stabilitas makro ekonomi (semangat ekonomi regional keterbukaan pada perdagangan dan jasa daya tarik untuk investor asing); tata lembaga dan pemerintah (kebijakan pemerintah dan keberlanjutan fiskal institusi, pemerintah dan kepemimpinan kompetisi, regulasi standar, dan peraturan atau hukum); kondisi keuangan, bisnis, dan tenaga kerja (produktivitas fleksibilitas pasar tenaga kerja efisiensi bisnis); kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur (standar kehidupan, pendidikan, dan stabilitas sosial infrastruktur teknologi infrastruktur fisik). Peringkat pertama daya saing propinsi di Indonesia ditempati oleh DKI Jakarta dengan nilai 3,6977. Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga dengan nilai 1,3414. Daya saing propinsi

3 tidak terlepas daya saing masing-masing kabupaten atau kota di dalamnya. Menurut BPMD dalam Millah (2013), profil daya saing masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Peringkat daya saing daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010 No Kabupaten/Kota Nilai 1 Kota Magelang 6.02 2 Kab. Banyumas 5.44 3 Kab. Kudus 5.26 4 Kab. Purbalingga 5.03 5 Kota Surakarta 4.89 6 Kab. Wonogiri 4.86 7 Kota Semarang 4.86 8 Kota Salatiga 4.84 9 Kota Tegal 4.82 10 Kab. Boyolali 4.59 11 Kab. Pemalang 4.57 12 Kab.Cilacap 4.46 13 Kota Pekalongan 4.41 14 Kab. Wonosobo 4.36 15 Kab. Brebes 4.35 16 Kab. Jepara 4.30 17 Kab. Pekalongan 4.30 18 Kab. Karanganyar 4.28 19 Kab. Rembang 4.27 20 Kab. Banjarnegara 4.26 21 Kab. Semarang 4.22 22 Kab.Blora 4.18 23 Kab. Sragen 4.17 24 Kab.Magelang 4.15 25 Kab. Batang 4.12 26 Kab. Tegal 4.06 27 Kab. Pati 4.05 28 Kab. Purworejo 3.99 29 Kab. Sukoharjo 3.94 30 Kab. Kebumen 3.91 31 Kab. Kendal 3.83 32 Kab. Klaten 3.76 33 Kab. Demak 3.70 34 Kab.Grobogan 3.61 35 Kab. Temanggung 3.51 Kabupaten Banyumas menduduki peringkat daya saing kedua dengan nilai 5,44 pada tahun 2010. Peringkat daya saing masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah ini disusun dengan menggunakan 6 indikator yaitu iklim bisnis, kinerja, pemerintah, infrastruktur, kinerja ekonomi, kinerja investasi, dan dinamika bisnis. Daya saing mulai dari kabupaten atau kota, propinsi sampai dengan tingkat nasional mempengaruhi pertumbuhan negara.

4 Kontribusi Sektor Industri Dalam Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan daya saing juga berhubungan dengan kontribusi sektorsektor tertentu dalam ekonomi nasional. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari persentase seluruh sektor dalam pendapatan domestik bruto. Menurut BPS (2015), mulai tahun 2012 s.d. 2014 profil Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. 30,00 25,00 23,96 23,69 23,71 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 1 Distribusi PDB atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2012 2014 Sampai dengan 2014 industri pengolahan memberikan kontribusi cukup nyata yaitu 23,71% dari seluruh PDB seluruh sektor. Kontribusi PDB Nasional dipengaruhi juga oleh kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut BPS Provinsi Jawa Tengah (2015) profil PDRB di Jawa Tengah mulai dari tahun 2012 s.d. 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.

5 40,00 35,00 34,95 35,41 36,31 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 2 Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah tahun 2012 2014 Sejalan dengan kontribusi industri di PDB nasional, sektor industri memberikan kontribusi sebesar 36,31% pada tahun 2014 di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari penyumbang PDRB di Jawa Tengah. Menurut BPS Kabupaten Banyumas (2015), profil PDRB Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 s.d. 2014 dapat dilihat pada Gambar 3. 25,00 20,00 21,73 22,11 23,38 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN B A N G U N A N PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI JASA - JASA LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. Gambar 3 Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku di Banyumas tahun 2012 2014

6 Kontribusi industri pada PDRB Kabupaten Banyumas pada tahun 2014 adalah sebesar 23,38%. Selain berkontribusi pada PDB dan PDRB sektor industri juga berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja nasional. Profil penyerapan tenaga kerja nasional berdasar sektor dapat dilihat pada Gambar 4. 45 000 000 40 000 000 35 000 000 30 000 000 25 000 000 20 000 000 15 000 000 10 000 000 5 000 000 14 541 562 15 615 386 14 959 804 2011 2012 2013 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 4 Penduduk 15 tahun ke atas pada lapangan pekerjaan utama 2011 2013 Isu Stategis Sektor industri memiliki kontribusi yang nyata dalam perekonomian nasional maupun daerah. Selain berkontribusi terhadap ekonomi, industri juga mendorong penyerapan tenaga kerja. Sektor industri berkontribusi 13,27% dari penduduk yang bekerja di Indonesia. Masing-masing skala industri juga memiliki penyerapan tenaga kerja yang berbeda. Menurut BPS (2015) Distribusi penyerapan tenaga kerja berdasar skala sektor industri dapat dilihat pada Gambar 5. 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000-5.607.782 5.408.857 4.791.144 4.325.254 3.483.491 3.523.506 2011 2012 2013 Mikro Kecil Menengah&Besar Gambar 5 Jumlah Tenaga Kerja Industri Di Indonesia Tahun 2011 2013 Kontribusi industri mikro dan kecil pada tahun 2013 menyumbang 9,7 juta tenaga kerja pada tahun 2013. Penyerapan tenaga kerja yang cukup besar di sektor

7 Industri Kecil dan Menengah (IKM) memberi kontribusi besar pada pertumbuhan nasional. Pemberdayaan IKM dimaksudkan untuk untuk mewujudkan IKM yang berdaya saing, berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri nasional, berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui pemerataan pembangunan industri, perluasan kesempatan kerja, dan menghasilkan barang dan/atau Jasa Industri untuk pasar dalam negeri dan ekspor (Pemerintah Indonesia 2015). Sunaryanto (2006), mengungkapkan bahwa pada dinamika pertumbuhan vertikal, suatu unit usaha akan dapat mengalami pertumbuhan yang positif sehingga mengalami kenaikan status (industri menengah menjadi industri besar), atau sebaliknya mengalami pertumbuhan yang negatif sehingga mengalami penurunan status (industri menengah menjadi industri kecil/rumah tangga). Salah satu sifat dari IKM adalah naluri untuk survive dan sifat easy market entry and out of market dalam dunia ekonomi, sehingga membuat produktivitas usaha ini sukar ditingkatkan. Menurut Juzar (2006), dalam era otonomi daerah maka kepala daerah berwenang untuk mengelola sumber daya yang terdapat di wilayahnya untuk digunakan memacu pengembangan industri yang perumusan starteginya perlu melibatkan unsur pemerintah termasuk pemerintah daerah bersama seluruh pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait. Sasaran pokok pembangunan ekonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya (Blakely dan Bradshaw 2002) yang dapat dilakukan melalui peningkatan daya saing. Menurut Daryanto (2004), konsep pembangunan pada suatu wilayah harus tetap mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (inward looking). Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal (local spesifik). Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah tenaga kerja murah, dan posisi strategis, saat ini sulit untuk dipertahankan lagi. Daya saing tidak dapat diperoleh dari misalnya faktor upah rendah atau tingkat bunga rendah, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara berkesinambungan. Identifikasi Permasalahan Menurut Muchdie (2000), keunggulan bersaing suatu daerah akan tercipta jika daerah tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari daerah lainnya. Kompetensi inti daerah ini dapat diwujudkan melalui penciptaan berbagai faktor produksi yang bisa menyebabkan prestasi daerah tersebut jauh lebih baik dibandingkan daerah pesaing-pesaingnya. Untuk menunjang kompetensi inti daerah maka potensi daerah perlu dikembangkan secara optimal menjadi produk unggulan daerah (PUD) yang berdaya saing dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah. Menurut Alfita (2011). Produk unggulan daerah tidaklah harus berupa hasil industri yang berteknologi canggih atau dengan investasi tinggi tetapi produk unggulan bisa dengan produk lokal. Penentuan PUD sangat penting

8 dilakukan karena PUD merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya jual, dan daya dorong dan mampu memasuki pasar global. Langkah yang perlu ditempuh dalam menjamin tercapainya sasaran pengembangan PUD antara lain dengan peningkatan kapasitas kelembagaan daerah serta menuangkan pengembangan produk unggulan daerah dalam dokumen perencanaan daerah (Kemendagri 2014). Oleh karena itu, perlu dirumuskan sebuah strategi pengembangan produk unggulan daerah di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah yang selaras dengan kebijakan pengembangan industri terkait sejak pemerintah pusat hingga daerah. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut: (1) Apa produk unggulan daerah (PUD) kabupaten Banyumas? (2) Di mana prioritas kecamatan pengembangan PUD kabupaten Banyumas? (3) Apa alternatif solusi pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas? (4) Siapa pemangku kepentingan yang berperan sebagai penggerak dalam pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas? (5) Bagaimana penyelarasan alternatif solusi dalam kerangka kebijakan sebagai strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebuit di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan produk unggulan daerah (PUD) kabupaten Banyumas. (2) Menentukan prioritas kecamatan pengembangan PUD kabupaten Banyumas. (3) Merumuskan alternatif solusi pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas. (4) Menentukan pemangku kepentingan yang berperan sebagai penggerak dalam pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas. (5) Menentukan prioritas strategi dan penyelarasan kebijakan pengembangan daya saing PUD IKM di Kabupaten Banyumas.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB