1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing di tingkat regional maupun daya saing daerah di tingkat lokal. Oleh karena itu, untuk menghadapi fenomena perkembangan daya saing tersebut dibutuhkan sebuah strategi yang tepat. Pada bagian pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan, serta manfaat dari penelitian strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas. Latar Belakang Perkembangan Daya Saing Nasional Pertumbuhan negara-negara berkembang diperkirakan tidak secepat dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Setelah beberapa tahun pertumbuhan negara-negara berkembang mendominasi pertumbuhan global, capaian ini turun karena perubahan lingkungan dengan karakteristik semakin besarnya untuk mengakses model demikian pula turunnya harga komoditas yang mendorong pertumbuhan ekonomi di masa lalu. Pertumbuhan negara-negara berkembang tidak terlepas dari produktivitasnya. Produktivitas sebuah negara ditentukan oleh seperangkat institusi, kebijakan, dan faktor yang terdefinisi sebagai daya saing (WEF, 2010-2014). Perkembangan peringkat daya saing daya saing Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 2010 2014 No Nama Negara Global Competitiveness Index 2010 2011 2012 2013 2014 1 Brunei D. 28 28 28 26-2 Cambodia 109 97 85 88 95 3 Indonesia 44 46 50 38 34 4 Lao PDR - - - 81 93 5 Malaysia 26 21 25 24 20 6 Myanmar - - - 139 134 7 Philippines 85 75 65 59 52 8 Singapore 3 2 2 2 2 9 Thailand 38 39 38 37 31 10 Vietnam 59 65 75 70 68 Peringkat daya saing Indonesia pada tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu dari peringkat 38 pada tahun 2013 menjadi peringkat 34 pada tahun 2014. Daya saing global ini diukur menggunakan 13 indikator yang ditetapkan oleh World Economic Forum. Daya saing nasional tidak terlepas dari daya saing tingkat propinsi. Menurut Tan dan Amri (2013) daya saing masing-masing propinsi di Indonesia pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
2 Tabel 2 Peringkat daya saing propinsi di Indonesia Tahun 2010 No Propinsi Peringkat Nilai 1 DKI Jakarta 1 3,6977 2 Jawa Timur 2 1,8484 3 Jawa Tengah 3 1,3414 4 Jawa Barat 4 1,1964 5 Kalimantan Timur 5 1,0473 6 DI Yogyakarta 6 0,7847 7 Banten 7 0,5658 8 Sulawesi Selatan 8 0,3858 9 Bali 9 0,3564 10 Kepulauan Riau 10 0,3433 11 Sumatera Selatan 11 0,3145 12 Riau 12 0,1575 13 Kalimantan Selatan 13 0,0985 14 Sulawesi Utara 14 0,0130 15 Gorontalo 15-0,1872 16 Aceh 16-0,2734 17 Sumatera Barat 17-0,3158 18 Sulawesi Tenggara 18-0,3490 19 Sumatera Utara 19-0,4032 20 Sulawesi Barat 20-0,4049 21 Lampung 21-0,4158 22 Sulawesi Tengah 22-0,4818 23 Kalimantan Barat 23-0,5059 24 Jambi 24-0,6207 25 Nusa Tenggara Barat 25-0,6294 26 Kalimantan Tengah 26-0,6466 27 Maluku 27-0,6585 28 Bengkulu 28-0,6681 29 Papua 29-0,7616 30 Papua Barat 30-0,8849 31 Bangka Belitung 31-1,0046 32 Maluku Utara 32-1,3483 33 Nusa Tenggara Timur 33-1,5910 Menurut Tan dan Amri (2013), pengukuran daya saing provinsi di Indonesia menggunakan empat pendekatan lingkungan dengan masing-masing 3 sub pendekatan lingkungan yaitu stabilitas makro ekonomi (semangat ekonomi regional keterbukaan pada perdagangan dan jasa daya tarik untuk investor asing); tata lembaga dan pemerintah (kebijakan pemerintah dan keberlanjutan fiskal institusi, pemerintah dan kepemimpinan kompetisi, regulasi standar, dan peraturan atau hukum); kondisi keuangan, bisnis, dan tenaga kerja (produktivitas fleksibilitas pasar tenaga kerja efisiensi bisnis); kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur (standar kehidupan, pendidikan, dan stabilitas sosial infrastruktur teknologi infrastruktur fisik). Peringkat pertama daya saing propinsi di Indonesia ditempati oleh DKI Jakarta dengan nilai 3,6977. Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga dengan nilai 1,3414. Daya saing propinsi
3 tidak terlepas daya saing masing-masing kabupaten atau kota di dalamnya. Menurut BPMD dalam Millah (2013), profil daya saing masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Peringkat daya saing daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2010 No Kabupaten/Kota Nilai 1 Kota Magelang 6.02 2 Kab. Banyumas 5.44 3 Kab. Kudus 5.26 4 Kab. Purbalingga 5.03 5 Kota Surakarta 4.89 6 Kab. Wonogiri 4.86 7 Kota Semarang 4.86 8 Kota Salatiga 4.84 9 Kota Tegal 4.82 10 Kab. Boyolali 4.59 11 Kab. Pemalang 4.57 12 Kab.Cilacap 4.46 13 Kota Pekalongan 4.41 14 Kab. Wonosobo 4.36 15 Kab. Brebes 4.35 16 Kab. Jepara 4.30 17 Kab. Pekalongan 4.30 18 Kab. Karanganyar 4.28 19 Kab. Rembang 4.27 20 Kab. Banjarnegara 4.26 21 Kab. Semarang 4.22 22 Kab.Blora 4.18 23 Kab. Sragen 4.17 24 Kab.Magelang 4.15 25 Kab. Batang 4.12 26 Kab. Tegal 4.06 27 Kab. Pati 4.05 28 Kab. Purworejo 3.99 29 Kab. Sukoharjo 3.94 30 Kab. Kebumen 3.91 31 Kab. Kendal 3.83 32 Kab. Klaten 3.76 33 Kab. Demak 3.70 34 Kab.Grobogan 3.61 35 Kab. Temanggung 3.51 Kabupaten Banyumas menduduki peringkat daya saing kedua dengan nilai 5,44 pada tahun 2010. Peringkat daya saing masing-masing kabupaten atau kota di Jawa Tengah ini disusun dengan menggunakan 6 indikator yaitu iklim bisnis, kinerja, pemerintah, infrastruktur, kinerja ekonomi, kinerja investasi, dan dinamika bisnis. Daya saing mulai dari kabupaten atau kota, propinsi sampai dengan tingkat nasional mempengaruhi pertumbuhan negara.
4 Kontribusi Sektor Industri Dalam Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan daya saing juga berhubungan dengan kontribusi sektorsektor tertentu dalam ekonomi nasional. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari persentase seluruh sektor dalam pendapatan domestik bruto. Menurut BPS (2015), mulai tahun 2012 s.d. 2014 profil Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. 30,00 25,00 23,96 23,69 23,71 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 1 Distribusi PDB atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2012 2014 Sampai dengan 2014 industri pengolahan memberikan kontribusi cukup nyata yaitu 23,71% dari seluruh PDB seluruh sektor. Kontribusi PDB Nasional dipengaruhi juga oleh kontribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut BPS Provinsi Jawa Tengah (2015) profil PDRB di Jawa Tengah mulai dari tahun 2012 s.d. 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.
5 40,00 35,00 34,95 35,41 36,31 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 2 Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku di Jawa Tengah tahun 2012 2014 Sejalan dengan kontribusi industri di PDB nasional, sektor industri memberikan kontribusi sebesar 36,31% pada tahun 2014 di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banyumas merupakan bagian dari penyumbang PDRB di Jawa Tengah. Menurut BPS Kabupaten Banyumas (2015), profil PDRB Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 s.d. 2014 dapat dilihat pada Gambar 3. 25,00 20,00 21,73 22,11 23,38 15,00 10,00 5,00 0,00 2012 2013 2014 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN B A N G U N A N PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI JASA - JASA LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. Gambar 3 Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku di Banyumas tahun 2012 2014
6 Kontribusi industri pada PDRB Kabupaten Banyumas pada tahun 2014 adalah sebesar 23,38%. Selain berkontribusi pada PDB dan PDRB sektor industri juga berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja nasional. Profil penyerapan tenaga kerja nasional berdasar sektor dapat dilihat pada Gambar 4. 45 000 000 40 000 000 35 000 000 30 000 000 25 000 000 20 000 000 15 000 000 10 000 000 5 000 000 14 541 562 15 615 386 14 959 804 2011 2012 2013 PERTANIAN, PETERNAKAN, PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. JASA - JASA Gambar 4 Penduduk 15 tahun ke atas pada lapangan pekerjaan utama 2011 2013 Isu Stategis Sektor industri memiliki kontribusi yang nyata dalam perekonomian nasional maupun daerah. Selain berkontribusi terhadap ekonomi, industri juga mendorong penyerapan tenaga kerja. Sektor industri berkontribusi 13,27% dari penduduk yang bekerja di Indonesia. Masing-masing skala industri juga memiliki penyerapan tenaga kerja yang berbeda. Menurut BPS (2015) Distribusi penyerapan tenaga kerja berdasar skala sektor industri dapat dilihat pada Gambar 5. 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000-5.607.782 5.408.857 4.791.144 4.325.254 3.483.491 3.523.506 2011 2012 2013 Mikro Kecil Menengah&Besar Gambar 5 Jumlah Tenaga Kerja Industri Di Indonesia Tahun 2011 2013 Kontribusi industri mikro dan kecil pada tahun 2013 menyumbang 9,7 juta tenaga kerja pada tahun 2013. Penyerapan tenaga kerja yang cukup besar di sektor
7 Industri Kecil dan Menengah (IKM) memberi kontribusi besar pada pertumbuhan nasional. Pemberdayaan IKM dimaksudkan untuk untuk mewujudkan IKM yang berdaya saing, berperan signifikan dalam penguatan struktur Industri nasional, berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui pemerataan pembangunan industri, perluasan kesempatan kerja, dan menghasilkan barang dan/atau Jasa Industri untuk pasar dalam negeri dan ekspor (Pemerintah Indonesia 2015). Sunaryanto (2006), mengungkapkan bahwa pada dinamika pertumbuhan vertikal, suatu unit usaha akan dapat mengalami pertumbuhan yang positif sehingga mengalami kenaikan status (industri menengah menjadi industri besar), atau sebaliknya mengalami pertumbuhan yang negatif sehingga mengalami penurunan status (industri menengah menjadi industri kecil/rumah tangga). Salah satu sifat dari IKM adalah naluri untuk survive dan sifat easy market entry and out of market dalam dunia ekonomi, sehingga membuat produktivitas usaha ini sukar ditingkatkan. Menurut Juzar (2006), dalam era otonomi daerah maka kepala daerah berwenang untuk mengelola sumber daya yang terdapat di wilayahnya untuk digunakan memacu pengembangan industri yang perumusan starteginya perlu melibatkan unsur pemerintah termasuk pemerintah daerah bersama seluruh pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait. Sasaran pokok pembangunan ekonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya (Blakely dan Bradshaw 2002) yang dapat dilakukan melalui peningkatan daya saing. Menurut Daryanto (2004), konsep pembangunan pada suatu wilayah harus tetap mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (inward looking). Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal (local spesifik). Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif semata berupa kekayaan alam yang berlimpah, upah tenaga kerja murah, dan posisi strategis, saat ini sulit untuk dipertahankan lagi. Daya saing tidak dapat diperoleh dari misalnya faktor upah rendah atau tingkat bunga rendah, tetapi harus pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara berkesinambungan. Identifikasi Permasalahan Menurut Muchdie (2000), keunggulan bersaing suatu daerah akan tercipta jika daerah tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari daerah lainnya. Kompetensi inti daerah ini dapat diwujudkan melalui penciptaan berbagai faktor produksi yang bisa menyebabkan prestasi daerah tersebut jauh lebih baik dibandingkan daerah pesaing-pesaingnya. Untuk menunjang kompetensi inti daerah maka potensi daerah perlu dikembangkan secara optimal menjadi produk unggulan daerah (PUD) yang berdaya saing dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah. Menurut Alfita (2011). Produk unggulan daerah tidaklah harus berupa hasil industri yang berteknologi canggih atau dengan investasi tinggi tetapi produk unggulan bisa dengan produk lokal. Penentuan PUD sangat penting
8 dilakukan karena PUD merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya jual, dan daya dorong dan mampu memasuki pasar global. Langkah yang perlu ditempuh dalam menjamin tercapainya sasaran pengembangan PUD antara lain dengan peningkatan kapasitas kelembagaan daerah serta menuangkan pengembangan produk unggulan daerah dalam dokumen perencanaan daerah (Kemendagri 2014). Oleh karena itu, perlu dirumuskan sebuah strategi pengembangan produk unggulan daerah di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah yang selaras dengan kebijakan pengembangan industri terkait sejak pemerintah pusat hingga daerah. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut: (1) Apa produk unggulan daerah (PUD) kabupaten Banyumas? (2) Di mana prioritas kecamatan pengembangan PUD kabupaten Banyumas? (3) Apa alternatif solusi pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas? (4) Siapa pemangku kepentingan yang berperan sebagai penggerak dalam pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas? (5) Bagaimana penyelarasan alternatif solusi dalam kerangka kebijakan sebagai strategi pengembangan daya saing produk unggulan daerah (PUD) industri kecil menengah (IKM) kabupaten Banyumas. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebuit di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan produk unggulan daerah (PUD) kabupaten Banyumas. (2) Menentukan prioritas kecamatan pengembangan PUD kabupaten Banyumas. (3) Merumuskan alternatif solusi pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas. (4) Menentukan pemangku kepentingan yang berperan sebagai penggerak dalam pengembangan PUD IKM kabupaten Banyumas. (5) Menentukan prioritas strategi dan penyelarasan kebijakan pengembangan daya saing PUD IKM di Kabupaten Banyumas.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB