BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian. kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS).

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

Kata kunci: Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan, Tingkat Pengembalian Dana, Karakteristik Sosial Ekonomi Petani ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN ANGGOTA GAPOKTAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

Perkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh:

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

III KERANGKA PEMIKIRAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

2013, No BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan

PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) nis Perdesaan (PUAP)

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBINIS PEDESAAN (PUAP) DI PROVINSI BENGKULU

Peranan Modal dalam Produksi Pertanian. TIK : Mahasiswa dapat memahami peranan modal dalam produksi pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI

KATA PENGANTAR. Sumarjo Gatot Irianto. Jakarta, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Selaku Ketua Tim PUAP Pusat,

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) SKRIPSI. Oleh : MARTIANA LAIA PKP

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. usaha agribisnis di pedesaan, program pengembangan usaha agribisnis pedesaan

II. TINJAUAN PUSTAKA Akses Kredit Masyarakat Miskin Pada Sektor Keuangan

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan sektor pertanian di Indonesia terutama terlihat dalam kegiatan tanaman pangan, khususnya padi. Di tingkat nasional, peran lembaga pembangunan pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk program dan proyek dengan membangun kelembagaan kohersif (kelembagaan dipaksakan) seperti, Padi Sentra, Demontrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD), Insus, dan Supra Insus (Nasrul, 2012). Nasution (2002) dalam Prihartono (2009), pada tahun 1985 kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, terutama dalam penyaluran kredit. Hal tersebut lebih disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana Kredit Usaha Tani (KUT), padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit. Beberapa penyebab besarnya

tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Menurut Huraerah (2006), sumber modal kegiatan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) bertujuan: 1. Untuk menggerakkan usaha agribisnis disediakan dana bantuan kredit dari pemerintah yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana lainnya. 2. Untuk menunjang teknologi yang diperlukan, disediakan dana pembelian sarana produksi (saprodi/sapronak) dari dana bantuan kredit. 3. Dana bantuan dalam bentuk kredit uang tunai diterima kelompok dan dikelola oleh lembaga kelompok. Menurut Kasmadi (2005) dalam Prihartono (2009), tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitas Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif.

Program-program yang diintegrasikan dalam PNPM Mandiri bertambah pada Tahun 2008. Selain PPK ( Program Penanggulangan Kemiskinan) atau PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri dan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) atau PNPM-Perkotaan dari Departemen Pekerjaan Umum, maka ditambah pula Program Pengembangan Daerah tertinggal dan Khusus (P2DTK) dari Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dari Departemen Pekerjaaan Umum dan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dari Depertemen Pertanian yang mencakup program ke 10.000 desa pertanian serta program-program pendukung lainnya.puap merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Khusus untuk program dari Depatemen Pertanian RI yakni PUAP, dilaksanakan pada tahun yang sama yakni 2008 dengan menyalurkan dana BLM-PUAP ke 10.000 desa pertanian. Masing-masing desa menerima BLM- PUAP sebesar 100 juta untuk mengembangkan agribisnis perdesaan. Kebijakan tersebut diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha bagi petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, Petani penyewa. Operasional penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan terpilih sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggotanya. Agar mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP

diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Departemen Pertanian, 2008). Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan yang telah memenuhi persyaratan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur dana PUAP antara lain: a. Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, b. Memiliki struktur kepengurusan yang aktif, c. Dimiliki dan dikelola oleh petani, d. Dikukuhkan oleh Bupati atau Walikota, e. Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan sebesar Rp 100 juta. Berikut adalah pola dasar PUAP: DIKLAT 1. Kepemimpinan 2. Kewirausahaa 3. Manajemen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Penyelia Mitra Petani Komite Pengarah Gapoktan Pendamping Poktan Sumber: Departemen Pertanian, 2008. Usaha Produktif Petani Gambar 2.1. Pola Dasar PUAP

Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap SDM Tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk pelatihan. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim Pembina provinsi kepada Tim Teknis kabupaten/kota difokuskan antara lain pada peningkatan kualiatas SDM yang menangani BLM-PUAP ditingkat kabupaten/kota, koordinasi dan pengendalian, serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP. Selanjutnnya pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis kabupaten/kota kepada Tim Teknis kecamatan dilakukan dalam format pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP dilapangan nantinya. Disamping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian. Pelaksaan pengendalian dari Tim Pembina PUAP provinsi hingga kepada Tim Teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan regular dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan (Departemen Pertanian, 2008). Dalam Kebijakan Teknis PUAP 2008, strategi dasar PUAP adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP, 2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal, 3. Penguatan modal petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga miskin kepada sumber permodalan, dan 4. Pendampingan bagi Gapoktan/Poktan. Sedangkan strategi operasionalnya adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksankan melalui: a. Pelatihan bagi Pembina dan Pendamping PUAP,

b. Rekruitmen dan pelatihan bagi PMT, c. Pelatihan bagi Pengurus Gapoktan, dan d. Pelatihan bagi petani selaku pelaku PUAP penyuluh pendamping. 2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui: a. Identifikasi potensial desa, b. Penentuan usaha agribisnis (budidaya dan hilir) unggulan, dan c. Penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan. 3. Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: a. Penyaluran BLM-PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, b. Penyaluran sumber pendanaan lainnya dari provinsi dan kabupaten/kota kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, c. Pengembangan kemitraan dengan lembaga keuangan formal. 4. Pendampingan Gapoktan/Poktan dilaksanakan melalui: a. Penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap Gapoktan, b. Penempatan dan penugasan PMT di setiap Kabupaten/Kota, dan c. Pembentukan komite pengarah di setiap Gapoktan. Hal ini tentunya memerlukan peran kelompok tani dan pengurus yang aktif. Kelompok tani memberikan kinerja yang lebih baik dapat menjamin keberhasilan dibandingkan dengan kinerjanya kurang baik akan cenderung mengalami kegagalan yang sangat tinggi. Kelembagaan yang mampu tumbuh dan berkembang adalah kelembagaan atau kelompok komersial lokal yang berfungsi

ganda. Dengan kata lain kelompok tani yang mampu berkembang sesuai dengan kondisi lokal adalah kelompok multi fungsi yang luwes untuk meningkatkan produktivitas (Kukuh, 2009). 2.1.2. Kelompok Tani (Poktan) Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani sebagai suatu organisasi merupakan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda dan pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 2.1.3. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Menurut Departemen Pertanian (2008), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan berkerjasama untuk meningktakan skala usaha ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2011), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani pelaksana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk menyalurkan bantuan modal bagi anggota. Untuk mencapai hasi yang maksimal dalam Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP), Gapotan didampingi tenaga penyuluh pedamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Melalui pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. 2.1.4. Karakteristik Petani Menurut Soekartawi (1995), cepat tidaknya petani mengadopsi inovasi sangat tergantung kepada faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor sosial diantaranya: umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya: tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimiliki petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan penting dalam pengelolaan usaha tani. 2.2. Landasan Teori Modal merupakan salah satu faktor produksi pertanian. Pemilik modal menerima bunga modal yang pada dasarnya diukur dalam persen dari modal pokok untuk satu kesatuan waktu tertentu, misalnya perbulan, pertriwulan, maupun pertahun. Pemilik modal tidak perlu orang lain, hanya apabila modal pinjaman dari pihak lain dengan janji pengembalian dengan bunga tertentu maka terdapatlah kredit. Dengan demikian modal dapat dibagi dua yaitu modal sendiri (equty capital) dan modal pinjaman (credit) (Mubyarto, 1989). Dalam Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menjelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan peminjam

meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Annonimus 1, 2013). Menurut Departemen Pertanian (2011) program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bertujuan untuk : 1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. 3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. 4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan Sasaran program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu: 1. Berkembanganya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin yang terjangkau sesuai dengan potensi pertanian desa. 2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. 3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik/penggarap) skala kecil, buruh tani. 4. Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai skala usaha harian, mingguan, maupun musiman.

Indikator keberhasilan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yaitu: 1. Terfasilitasinya permodalan bagi petani pemilik maupun penggarap, buruh tani dan rumah tangga petani dalam melakukan usaha agribisnis di perdesaan. 2. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dan atau kelembagaan tani dalam menyalurkan dan memfasilitasi bantuan modal usaha kepada petani. 3. Meningktanya kinerja usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani (pemilik/penggarap) skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani dalam melakukan usaha tani di perdesaan sesuai dengan potensi. 4. Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi unggulan daerah. 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan menganalisis bagaimana perkembangan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dimulai sejak Tahun 2008 dan merupakan kebijakan baru dari Kementerian Pertanian Indonesia dalam membantu perkembangan pertanian di Indonesia terutama dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Dimana program ini dilaksanakan dengan menyalurkan dana BLM-PUAP ke 10.000 desa petani dengan masing-masing desa menerima BLM-PUAP sebesar Rp 100.000.000. Penyaluran dana BLM-PUAP ini sendiri dilaksanakan melalui Gapoktan yang terdapat di setiap desa sasaran. Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok-kelompok tani yang bergabung. Setelah Gapoktan memperoleh dana tersebut, maka Gapoktan wajib menyalurkannya kembali

kepada setiap kelompok-kelompok tani yang tergabung dan terdaftar dalam Gapoktan tersebut. Setelah kelompok-kelompok tani memperoleh dana program PUAP dari Gapoktan masing-masing, maka dana tersebut disalurkan kepada setiap petani anggota kelompok tani. Jumlah dana yang disalurkan atau dipinjamkan kepada petani disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing petani yang ditentukan dari luas lahan yang dimilikinya. Dalam hal ini luas lahan yang dimaksudkan adalah luas lahan tanaman hortikultura. Selanjutnya dalam penggunaan dana BLM-PUAP ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi masing-masing petani penerima dana PUAP tersebut. Dan karakteristik sosial ekonomi yang dimaksud adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, tingkat pendapatan, serta luas lahan petani yang dimiliki petani. Penyaluran dana program PUAP ini dilakukan dalam bentuk simpan pinjam. Selanjutnya petani penerima dana program PUAP ini akan menggunakan dana tersebut untuk membeli bibit, saprodi, pupuk dan pestisida. Dan setelah petani memperoleh benefit dari usahataninya, maka mereka wajib mengembalikan dana yang disalurkan kepada Gapoktan.

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Lingkungan PUAP Gapoktan A Lancar Gapoktan B Tidak lancar Kelompok Tani Kelompok Tani Petani Petani Karakteristik sosial ekonomi petani penerima dana program PUAP: 1. Umur (X1) 2. Tingkat Pendidikan (X2) 3. Pengalaman bertani (X3) 4. Jumlah tanggungan (X4) 5. Luas lahan (X5) 6. Pengembalian Dana (Y) Ketaatan pengembalian dana program PUAP Lingkungan Keterangan: : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Proses : Menyatakan Pengaruh Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran pengaruh karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap pengembalian dana program PUAP di Gapoktan A dan Gapoktan B : Umur (X1) Tingkat pendidikan (X2) Pengalaman bertani (X3) Pengembalian dana program PUAP (Y) Jumlah tanggungan (X4) Luas lahan (X5) Gambar 2.3. Pengaruh Karakteristisk Sosial Ekonomi Petani Terhadap Tingkat pengembalian Dana Kerangka pemikiran hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap pengembalian dana program PUAP di Gapoktan A dan Gapoktan B : Umur (X1) Tingkat pendidikan (X2) Pengalaman bertani (X3) Pengembalian dana program PUAP (Y) Jumlah tanggungan (X4) Luas lahan (X5) Gambar 2.4. Hubungan Karakteristisk Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat pengembalian Dana

2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada perkembangan program PUAP di Kabupaten Karo. 2. Ada perbedaan tingkat pengembalian dana program PUAP di daerah penelitian. 3. Ada perbedaan karakteristik sosial ekonomi petani penerima dana PUAP di daerah penelitian (Gapoktan A pengembalian dana lancar dan Gapoktan B pengembalian dana tidak lancar). 4. Ada perbedaan pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP terhadap tingkat pengembalian dana program PUAP antara Gapoktan A dan Gapoktan B. 5. Ada perbedaan hubungan karakteristik sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, luas lahan) petani penerima dana PUAP dengan tingkat pengembalian dana program PUAP antara Gapoktan A dan Gapoktan B. 6. Dana program PUAP digunakan oleh petani penerima dana program PUAP untuk membeli saprodi, bibit, pupuk, pestisida, dan simpan pinjam.