BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) merumuskan 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan tahu terhadap

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, mandiri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi penting dalam menghadapi globalisasi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. daya manusianya (SDM) dan kualitas pendidikannya. Tingkat pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB 1 PENDAHULUAN atau yang biasa disebut kurikulum KTSP. Penyelenggaraan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia untuk menghadapinya. mengembangkan potensi peserta didik. Namun yang terjadi saat ini, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat banyak. Tuntutan tersebut diantaranya adalah anak membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Materi Garis dan Sudut dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan Software Wingeom

BAB I PENDAHULUAN. Fery Ferdiansyah, Penerapan Model Pembelajaran Osborn Untuk Meningkatkan Literasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

DALAM PEMBELAJARAN AKTIF STUDENT CREATED CASE STUDIES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

I. PENDAHULUAN. dibandingkan secara rutin sebagai mana dilakukan melalui TIMSS (the Trends in

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari peranan dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk mendidik generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu mengenai cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka batas antar negara. Persaingan hidup pun semakin ketat. Hanya orang-orang yang memiliki keahlian yang dapat bertahan terhadap dampak globalisasi. Menurut Khusdaryani (2012) menyatakan bahwa dalam persaingan era globalisasi kemenangan ditentukan oleh mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Mutu SDM sendiri ditentukan oleh pendidikan bermutu baik ditingkat dasar, menengah maupun tinggi, tetapi kenyataannya pendidikan di Indonesia masih jauh dari apa yang diharapkan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Programme Internationale for Student Assesment (PISA) pada tahun 2012 diketahui bahwa kemampuan sains siswa Indonesia masih rendah. Kesimpulan ini diperoleh dari laporan PISA 2012 dalam (Organization for Economic Co-operation and Development, 2013) yang menyatakan bahwa rata-rata nilai sains siswa Indonesia adalah 382, dimana Indonesia menempati urutan kedua terbawah dari 65 negara peserta. Hasil studi yang dilakukan PISA tentang kemampuan sains siswa tidak berbeda jauh dengan hasil survei Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) yang diterbitkan oleh situs resmi litbang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 15 Agustus 2011. Skor hasil survei untuk prestasi sains siswa kelas VIII Indonesia berada dibawah rata-rata skor internasional yaitu kurang dari 500. Menurut hasil survei TIMSS pada tahun 1999, Indonesia berada pada pringkat 32 dari 38 negara peserta, pada tahun 2003 berada pada pringkat 37 dari 46 negara peserta dan pada tahun 2007 berada pada pringkat 35 dari 49 negara peserta serta pada tahun 2011 berada pada pringkat 38 dari 48 negara peserta survei TIMSS (Litbang, 2011). 1

2 Rendahnya nilai sains siswa Indonesia hasil survei PISA dan TIMSS dikarenakan banyaknya materi uji yang ditanyakan di PISA dan TIMSS tidak terdapat dalam kurikulum pembelajaran Indonesia. Pemerintah melalui peraturan Menteri Pendidikan nomor 59 tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA dalam upaya penyempurnaan pola pikir maka Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut: (1) penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, (2) penguatan pola pembelajaran interaktif, (3) penguatan pola pembelajaran secara jejaring, (4) penguatan pembelajaran aktif-mencari (5) penguatan pola belajar sendiri dan kelompok, (6) penguatan pembelajaran berbasis multimedia, (7) penguatan pola pembelajaran berbasis klasikal-massal dengan tetap memperhatikan pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, (8) penguatan pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak, dan (9) penguatan pola pembelajaran kritis. Pelaksanaan Kurikulum 2013 yang disertai penyempurnaan pola pikir diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang pada akhirnya amanah Undang Undang Dasar 1945 bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai. Mewujudkan tujuan pendidikan yang tertuang dalam amanah UUD 1945 tidak mudah. Kenyataan dilapangan banyak ditemui kendala-kendala yang berkaitan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil observasi dan analisis Instrumen Faktor Penyebab Dengan 8 Standar di SMA Negeri 1 Magelang di peroleh nilai capaian indikator SNP (Standar Nasional Pendidikan) sebesar 94.79% dan gap sebesar 5.21%. Nilai gap terbesar disumbang oleh Standar Proses sebesar 1.90%, Standar Pendidikan dan Kependidikan sebesar 1.42%, Standar Isi dan Standar Penilaian yang masing-masing menyumbang gap sebesar 0.95%. Adanya gap sebesar 5.21% diduga telah menjadi penyebab turunnya daya serap hasil Ujian Nasional (UN) materi bioteknologi di SMA Negeri 1 Magelang. Hasil analisis daya serap UN yang dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2010-2011 untuk materi bioteknologi sebesar 83.89%, kemudian analisis daya commit serap UN to user materi bioteknologi tahun 2012-2013

3 turun menjadi 62.73% yang berarti mengalami penurunan daya serap UN materi bioteknologi sebesar 21.16% (Sofware Pamer UN BSNP 2012-2013). Nilai ratarata ulangan harian materi bioteknologi siswa juga masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai ulangan harian siswa yang di atas 79 sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) belum mencapai 75% dengan nilai ratarata 78,5. Hasil belajar siswa pada aspek sikap menunjukkan sebagian besar siswa berkategori B. Siswa berkategori A kurang dari 10% dengan nilai ratarata 78,3. Penilaian aspek keterampilan tidak diberdayakan melalui metode mengajar guru dalam proses pembelajaran materi bioteknologi. Metode mengajar guru untuk materi bioteknologi adalah ceramah. Aspek keterampilan yang kurang dilatihkan tampak dari rendahnya penggunaan laboratorium biologi sekolah untuk proses pembelajaran terutama bagi siswa kelas XII. Siswa kelas XII hanya melaksanakan 3 praktikum dari 13 praktikum yang diamanatkan dalam silabus pembelajaran selama Tahun Pelajaran 2013/2014. Praktikum yang dilaksanakan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, respirasi anaerob dan percobaan Ingenhouze. Berdasarkan analisis bahan ajar yang dilakukan pada tanggal 01 September 2014 di SMAN 1 Magelang didapatkan bahwa untuk buku materi yang digunakan oleh siswa nilai kesesuaiannya dengan kurikulum 2013 adalah 64.4% dan nilai ketidaksesuaiannya sebesar 35.6%. Buku berisi pemaparan materi dan latihan soal. Kegiatan belajar dalam buku masih minim dan belum dilengkapi dengan basis model tertentu. Hasil analisis modul biologi yang di beli dipasaran belum dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran tertentu. Modul yang ada berisi ringkasan materi, latihan soal yang mengacu pada aspek kognitif dan tiga kegiatan siswa berbasis masalah. Hasil analisis Lembar Kerja Siswa (LKS) yang di beli dipasaran dan LKS yang dibuat oleh guru untuk kegiatan pembelajaran menekankan pada hafalan dan latihan soal yang mengacu pada aspek kognitif. Berdasarkan hasil analisis bahan ajar, inovasi pengembangan modul pembelajaran biologi yang dapat memberdayakan keterampilan proses

4 sains, sikap ilmiah dan kemampuan kognitif siswa sesuai tuntutan kurikulum 2013 perlu dilakukan. Data hasil analisis bahan ajar diperkuat dengan data hasil analisis angket dan observasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 01 September 2014 di SMAN 1 Magelang. Hasil analisis angket baik guru dan siswa menyatakan bahwa buku yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tidak memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep dan mengemukakan ide-ide mereka, buku ajar biologi materi bioteknologi masih dianggap sulit dipahami oleh siswa dan kurang memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran berbasis saintifik. Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran, guru masih mendominasi kegiatan belajar dan siswa yang aktif masih dibawah 60% sedangkan yang 40% tidak aktif. Guru masih kesulitan memadukan model pembelajaran dengan LKS dalam kegiatan pembelajaran. Temuan hasil analisis angket dan observasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan bertolak belakang dengan jiwa Kurikulum 2013 yaitu guru dalam kegiatan pembelajaran dituntut mampu menggunakan metode pembelajaran berbasis saintifik yang berpusat pada siswa. Fakta-fakta yang didapat dari hasil observasi dan analisis bahan ajar berbeda jauh dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah dan nomor 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar siswa pada Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil analisis RPP dan bahan ajar kelas XII IPA di SMAN 1 Magelang tidak dilengkapi dengan penentuan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), penentuan alokasi waktu, perumusan indikator yang sesuai dengan KI dan KD, penentuan pendekatan pembelajaran, penentuan model pembelajaran, penentuan strategi pembelajaran, penentuan metode pembelajaran, pendeskripsian langkah pembelajaran, rubrik penilaian kognitif, indikator penilaian kognitif, instrumen penilaian sikap, rubrik penilaian sikap, instrumen penilaian keterampilan, rubrik penilaian keterampilan, indikator penilaian keterampilan, instrumen penilaian diri, instrumen penilaian antar teman dan informasi pengayaan belajar. Temuan hasil observasi bertentangan dengan amanat commit to kurikulum user 2013 yang menuntut buku

5 pegangan guru dan buku kerja siswa harus memiliki kesesuaian dengan pedoman umum pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kelemahan bahan ajar yang ada dapat diatasi dengan pengembangan modul pembelajaran yang disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Modul merupakan bahan ajar yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena dapat menjadi salah satu faktor penting tercapainya tujuan pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa. Modul dapat mengarahkan siswa untuk belajar aktif dalam memecahkan masalah, merangsang keingintahuan dan menemukan konsep sehingga pada akhirnya dapat memberikan hasil belajar yang maksimal. Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013). Modul yang diperlukan untuk mengatasi hasil belajar siswa rendah yang berorientasi pada keterampilan proses sains, sikap ilmiah dan kemampuan kognitif sesuai amanat kurikulum 2013 adalah modul yang mengarahkan pencarian pengetahuan secara aktif dalam memecahkan masalah, merangsang keingintahuan dan membantu penemuan konsep. Modul dengan basis pembelajaran tertentu dapat membantu mengatasi permasalahan hasil belajar siswa. Suardana et al. (2006) dalam hasil penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan modul berbasis model dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran berbasis penemuan bukanlah model yang menekankan pada produk akhir tetapi lebih menekankan kepada proses yang menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemecahan masalah dari pada transfer pengetahuan. Dalam kurikulum 2013, model pembelajaran yang digunakan harus dapat memberdayakan keterampilan proses sains seperti mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan juga harus dapat memberdayakan sikap sosial, sikap spiritual, dan pengetahuan kognitif siswa. Terberdayakannya sikap

6 spiritual, sikap sosial, aspek pengetahuan kognitif dan keterampilan proses sains melalui basis model diharapkan dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang dirasa mampu memberdayakan sikap spiritual, sikap sosial, aspek pengetahuan kognitif dan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran Discovery Learning. Pembelajaran berbasis Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk final, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013). Menurut Suryosubroto (2002) menyatakan strategi pembelajaran Discovery dapat diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Model pembelajaran Discovery Learning menuntut peran aktif siswa untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada akhirnya dapat melibatkan proses mental siswa untuk memahami suatu konsep dan prinsip berdasarkan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sasaran dari pengembangan modul berbasis Discover learning adalah siswa kelas XII IPA SMAN 1 Magelang. Tujuan pengembangan modul adalah untuk memfasilitasi guru dan siswa mengimplementasikan Kurikulum 2013 dan untuk mempermudah guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas. Pengembangan modul dilakukan pada materi bioteknologi. Materi bioteknologi merupakan materi yang berhubungan dengan multi disiplin ilmu seperti fisika, mikrobiologi, biologi molekuler, biokimia, dan genetika. Karakteristik materi bioteknologi yang multi disiplin ilmu memerlukan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran supaya dapat memahami materi bioteknologi. Siswa diharapkan dapat mencari dan menemukan konsep-konsep dalam bioteknologi serta dapat menyelesaiakan permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Model Discovery Learning merupakan basis model yang tepat diletakkan pada modul untuk memberikan pengalaman belajar siswa secara langsung guna menemukan pemahaman konsep dan prinsip bioteknologi beserta kendalanya secara mandiri.

7 Berdasarkan uraian latar belakang masalah perlu dilakukan penelitian dengan rumusan judul: Pengembangan Modul Biologi Berbasis Discovery Learning (Bagian dari Inquiry spectrum learning-wenning) pada Materi Bioteknologi Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Magelang Tahun Ajaran 2014/2015. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik produk modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi untuk siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Magelang? 2. Bagaimanakah kelayakan prototype modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi untuk siswa kelas XII IPA di SMA Negeri 1 Magelang? 3. Bagaimanakah keefektifan modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi terhadap hasil belajar siswa kelas XII IPA di SMA Negeri 1 Magelang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik produk modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi untuk siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Magelang. 2. Mengetahui kelayakan prototype modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi untuk siswa kelas XII IPA di SMA Negeri 1 Magelang. 3. Mengetahui keefektifan modul biologi berbasis Discovery Learning pada materi bioteknologi terhadap hasil belajar siswa kelas XII IPA di SMA Negeri 1 Magelang.

8 D. Manfaat Penelitian Penelitian pengembangan modul ini diharapkan memiliki manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai alternatif sumber informasi model Discovery Learning yang dapat digunakan untuk meningkat hasil belajar siswa. b. Sebagai referensi melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan modul berbasis model. 2. Manfaat Praktik a. Bagi siswa: modul membantu siswa aktif dalam pembelajaran, adanya sintaks Discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran dapat membantu siswa menemukan konsep secara mandiri dan kelompok melalui pengalaman belajar sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. b. Bagi guru: sintaks Discovery Learning yang mewarni modul dalam setiap kegiatan pembelajaran diharapkan dapat menjadi acuan guru dalam mengajarkan materi bioteknologi dan menjadi referensi pilihan modul yang baik untuk pembelajaran biologi. c. Bagi Sekolah: memberikan sumbangan ilmu dan wawasan yang lebih beragam dibidang pembelajaran khususnya tentang pengembangan modul berbasis model yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan yang baik. E. Spesifikasi Produk Pengembangan modul biologi berbasis Discovery Learning ini memiliki spesifikasi produk sebagai berikut: 1. Modul Biologi berbasis Discovery Learning terdiri dari modul siswa dan modul pegangan untuk guru yang disusun berdasarkan kurikulum 2013, yang memuat Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan

9 Permendiknas No. 59 Tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. 2. Modul yang dikembangkan berupa media cetak pada satu Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD 3.10 Memahami tentang prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses dalam menghasilkan produk baru untuk mensejahterakan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. 3. Ciri khas dari modul hasil pengembangan yang membedakan dengan modul yang telah ada adalah dalam pembelajarannya menggunakan sintak model Discovery Learning dari Wenning yang memiliki 5 tahapan pembelajaran yaitu observasi, manipulasi, generalisasi, verifikasi dan aplikasi. 4. Spesifikasi modul pegangan guru yang dikembangkan adalah: a) modul didominasi warna biru yang mencirikan keluasan ilmu seorang guru; b) terdapat halaman judul, c) terdapat halaman fransis, d) terdapat kata pengantar, e) terdapat daftar isi, f) terdapat peta isi modul, g) terdapat KI, KD dan indikator, h) dilengkapi pedoman penggunaan modul yang teridiri dari; (1) pendahuluan, (2) model Discovery Learning, (3) pembelajaran biologi, (4) petunjuk penggunaan modul guru, (5) penilaian pembelajaran, dan (6) alokasi waktu; i) kegiatan pembelajaran yang terdiri dari; (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pembelajaran, (3) kegiatan pembelajaran yang berisi kegiatan guru dalam pembelajaran berbasis Discovery Learning, (4) rangkuman, (5) latihan soal, (6) refleksi; j) info bio, k) kegiatan pengayaan, l) uji kompetensi, m) soal ujian daya serap siswa materi bioteknologi, n) daftar pustaka, o) kunci jawaban, dan p) glosarium. 5. Spesifikasi modul siswa yang dikembangkan adalah: a) modul didominasi warna hijau yang mencirikan pemahaman siswa yang masih polos, b) terdapat halaman judul, c) terdapat halaman fransis, d) terdapat kata pengantar, e) terdapat daftar isi, f) terdapat peta isi modul, g) terdapat KI, KD dan indikator, h) dilengkapi pedoman penggunaan modul yang teridiri dari; (1) model Discovery Learning, (2) petunjuk penggunaan modul siswa; i) kegiatan pembelajaran yang terdiri dari; (1) tujuan pembelajaran, (2) kegiatan pembelajaran yang berisi kegiatan commit belajar to user siswa berbasis Discovery Learning,

10 (3) materi pembelajaran, (4) rangkuman, (5) latihan soal, (6) refleksi; j) info bio, k) kegiatan pengayaan, l) uji kompetensi, m) daftar pustaka, n) kunci jawaban, dan o) glosarium. 6. Modul biologi berbasis Discovery Learning ini di peruntukan untuk siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Magelang yang disusun sesuai dengan komponen kelayakan isi, kelayakan penyajian dan kelayakan kebahasaan. F. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Penelitian pengembangan modul biologi berbasis Discovery Learning memiliki asumsi dan keterbatasan penelitian sebagai berikut: 1. Asumsi Penelitian Penelitian pengembangan modul berbasis model diasumsikan: a) modul biologi berbasis Discovery Learning di kembangkan berdasarkan hasil analisis KD 3.10 Memahami tentang prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses dalam menghasilkan produk baru untuk mensejahterakan manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan analisis kesesuaian bahan ajar dengan tuntutan Kurikulum 2013; b) penggunaan basis model Discovery Laearning pada setiap kegiatan belajar dapat membuat siswa belajar aktif; dan c) modul biologi berbasis Discovery Learning yang telah divalidasi layak untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. 2. Keterbatasan Penelitian a. Modul yang dikembangkan berbentuk media cetak dan disusun berdasarkan silabus mata pelajaran biologi Kurikulum 2013 yaitu materi bioteknologi pada KD 3.10 Memahami tentang prinsip-prinsip bioteknologi yang menerapkan bioproses dalam menghasilkan produk baru untuk mensejahterakan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. b. Penilaian kualitas produk dilakukan oleh 3 orang guru biologi, 1 orang ahli materi bioteknologi, 1 orang ahli media, dan 1 orang ahli bahasa. c. Basis model Discovery Learning bersifat kaku (kurang fleksibel) karena sintak Discovery Learning hanya cocok pada materi yang memiliki karakteristik tertentu saja.

11 d. Kemampuan awal level inkuiri siswa sebagai dasar pemilihan basis model pembelajaran yang digunakan dalam modul pembelajaran belum diketahui. e. Hasil belajar yang diukur pada saat uji keefektifan modul adalah hasil belajar aspek pengetahuan, aspek sosial dan aspek keterampilan. G. Definisi Istilah Adapun definisi istilah dalam penelitian pengembangan modul berbasis Discovery Learning adalah sebagai berikut: 1. Modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu (Purwanto dkk, 2007). Modul juga didefinisikan sebagai salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013). 2. Pembelajaran berbasis Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk final, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri (Kemendikbud, 2013). 3. Hasil belajar merupakan kompetensi atau kecakapan yang dapat dicapai oleh peserta didik setelah melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru di suatu sekolah dan kelas tertentu (Sudjana, 2009). 4. Modul berbasis Discovery Learning adalah modul biologi yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan sintaks Discovery Learning. Dalam modul Discovery Learning terdapat langkah-langkah pembelajaran dimana guru berperan mengarahkan siswa menemukan suatu konsep materi melalui petunjuk/prosedur kegiatan. Adapaun sintaks Discovery Learning dari level of inquiry adalah observasi, manipulasi, generalisasi, verifikasi dan aplikasi.