19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas beberapa bagian ruangan yaitu ruang kantor, kandang dan ruang penetasan. Ruang kantor terdiri dari ruang tamu dan ruang karyawan. Ruang penetasan terdiri atas ruang penyimpanan mesin tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan kapasitas penyimpanan telur 750 telur per mesin tetas. Terdapat beberapa galur puyuh yaitu puyuh Coturnix pureline Coklat, puyuh Coturnix Hitam, puyuh Coturnix Hitam hasil seleksi, dan puyuh Malon. Ukuran kandang dibuat berbeda-beda disesuaikan dengan periode puyuh. Puyuh masa starter dipelihara dalam kandang berukuran 100 x 80 x 40 cm dengan populasi 150 ekor per kandang. Puyuh masa grower dipelihara dalam kandang dengan ukuran 200 x 80 x 40 cm dengan populasi 60 sampai 70 ekor per kandang. Ukuran kandang puyuh masa layer atau pembibitan adalah 100 x 60 x 40 cm dengan populasi 20 sampai 30 ekor per kandang. Menurut Wheindrata (2014) kandang yang ideal bagi puyuh petelur adalah 200 x 75 x 32 cm. Wadah pakan dan wadah minum diletakan di dalam kandang puyuh masa starter dan grower sedangkan pada kandang puyuh masa layer atau pembibitan wadah pakan dan wadah minum diletakkan di luar kandang. Hal ini sejalan dengan pendapat Wuryadi (2013) yang menyatakan wadah minum ditempatkan diluar
20 kandang agar tidak membasahi kotoran puyuh dan memudahkan peternak mengambilnya. Populasi puyuh total di Pusat Pembibitan pada bulan April 2017 adalah 2.961 ekor. Populasi puyuh pedaging sebanyak 1.576 ekor sedangkan populasi puyuh petelur sebanyak 1.385ekor. Populasi puyuh Malon sebanyak 566 ekor. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 15 minggu. Model kandang yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 50 kandang. Pemberian air minum dan ransum dilakukan dua kali sehari pada pukul 09.00 dan 15.00 WIB. 4.2 Bobot Badan Hasil analisis bobot badan puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) diperoleh data bobot badan terkecil adalah 143 gram sedangkan bobot badan terbesar adalah 211 gram dan rata-rata bobot badan sebesar 173,62 ± 13,79 serta koefisien variasi 7,94%. Nasoetion (1992) menyatakan populasi dianggap seragam jika nilai koefisien variasi dibawah 15%. Dari hasil penelitian ini didapatkan bobot badan puyuh 143-211 gram dengan rata-rata sebesar 173,62 gram hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Setiawan (2006) pada minggu ke-15 diperoleh bobot badan puyuh Coturnix coturnix japonica berkisar 127,0-143,7 gram dengan rataan 135,53 gram. Bobot rata-rata seekor puyuh betina sekitar 150 gram dan mencapai puncak produksi lebih dari 80% pada minggu ke-13 (Tetty, 2002). Bobot badan puyuh betina terus meningkat setelah memasuki masa bertelur dan kebanyakan stabil pada bobot 120-
21 130 atau 140-150 gram (Arora dan Samples, 2011). Bobot badan puyuh betina dewasa berkisar antara 140-160 g/ekor. Menurut Nugraeni (2012) Puyuh yang telah memasuki dewasa kelamin pertumbuhan badannya relatif konstan. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula konsumsi terhadap ransum. 4.3 Bobot Telur Hasil analisis bobot telur puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) diperoleh data bobot telur terkecil adalah 9 gram sedangkan bobot telur terbesar adalah 13,2 gram dan rata-rata bobot telur sebesar 11,01 dengan simpangan baku 1,02 serta koefisien variasi sebesar 9,26%. Hal ini menunjukan bahwa bobot telur seragam dengan koefisien variasi di bawah 15%. Menurut North dan Bell (1990) bobot telur biasanya seragam, hanya pada telur double yolk dan telur abnormal lainnya yang tidak seragam. Faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi telur, akibat pakan dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik. Dari hasil penelitian ini didapatkan rata-rata bobot telur sebesar 11,01 gram sejalan dengan Listiyowati dan Roospitasari (2003) yang menyatakan bahwa rata-rata bobot telur puyuh adalah sekitar 10-11 gram per butir. Bobot telur merupakan sifat kuantitatif yang dapat diturunkan jenis ransum, lingkungan kandang, serta besar tubuh induknya sangat mempengaruhi bobot telur. Selain itu, bobot telur juga sangat dipengaruhi oleh masa bertelur. Wiesje dan Rajab (2015) menjelaskan bobot telur
22 merupakan salah satu karakter fenotif yang dapat diwariskan pada unggas, karena telur yang dihasilkan oleh unggas berbeda akan mempunyai bentuk dan warna yang khas sesuai dengan bentuk dan besar saluran reproduksinya. Menurut Noor (2000) nilai heritabilitas dari bobot telur adalah 0,60 yang berarti bobot telur mempunyai sifat yang diwariskan oleh induk yang tinggi, selanjutnya menurut Etches (1996) bobot telur mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi sekitar 0,45 sampai dengan 0,85. 4.4 Korelasi antara Bobot Badan dengan Bobot Telur pada Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix japonica) Hasil analisis mengenai keeratan hubungan antara bobot badan dengan bobot telur pada puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) berkorelasi positif dengan nilai sebesar 0,792. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,792 termasuk dalam kategori korelasi yang kuat. Penelitian ini sesuai dengan peryataan Campbell dkk., (2003), yang menyatakan bahwa bobot badan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap bobot telur. Bobot yang besar akan menghasilkan telur yang besar pula. Menurut Etches, (1996) menambahkan terdapat korelasi yang tinggi antara bobot badan dengan bobot telur, dimana induk yang mempunyai bobot badan besar menghasilkan telur yang besar sedangkan induk yang kecil menghasilkan telur yang kecil. Menurut Hamdan (2005) Bobot telur yang tinggi dihasilkan dari bobot badan ternak yang tinggi pula.
23 4.5 Regresi antara Bobot Badan dengan Bobot Telur pada Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix japonica) BO BOT TELU R (Y) 11.10 10.26 13.62 12.78 11.94 9.42 8.58 136.2 149.8 163.4 177.0 190.6 204.2 217.8 BOBOT BADAN (X) Ilustrasi 1. Diagram regresi linear hubungan antara bobot badan dengan bobot telur Analisis regresi digunakan untuk menggambarkan bentuk hubungan dari dua variable atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna. Berdasarkan data yang diperoleh data dianalisis menggunakan model regresi linear sederhana yang rumusnya adalah Ŷ = a + b X, dimana a adalah konstanta dan b adalah koefisen regresinya, dan X adalah bobot badan puyuh petelur. Dari hasil perhitungan didapatkan persamaannya adalah Ŷ = 0,948 + 0,058 X ; Persamaan regresi menujukkan nilai postif yang artinya terdapat hubungan yang postif antara bobot badan dengan bobot telur pada puyuh petelur
24 Coturnix coturnix japonica yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan satu gram bobot badan (x) diikuti dengan pertambahan bobot telur sebesar 0,058 g. Koefisien determinasi (R 2 ) untuk menghitung besar kecilnya sumbangan vairabel X terhadap variabel Y. Diperoleh nilai sebesar 0,627 atau 62,7% artinya pengaruh dari bobot badan (X) terhadap bobot telur (Y) adalah sebesar 62,7% dengan sisanya 37,3% ditentukan oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Tri Yuanta (2004) beberapa faktor yang berpengaruh pada bobot telur yaitu umur, umur dewasa kelamin, berat ternak, molting, ransum dan faktor lingkungan meliputi pencahayaan dan temperatur lingkungan. Lisyowati dan Roospitasari (2005) menambahkan beberapa faktor yang mempengaruhi bobot telur antara lain jumlah pakan, kualitas pakan, jenis pakan dan lingkungan kandang.