2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine Juli 2005).

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN BALIK

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN (Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN METODE STATISTIK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

Architecture Net, Simple Neural Net

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

NEURAL NETWORK BAB II

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Jaringan Syaraf Tiruan

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Jaringan Syaraf Tiruan

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

PENGEMBANGAN TEKNIK PENENTUAN DINI JENIS KELAMIN KOI 1

Sebelumnya... Pembelajaran Mesin/Machine Learning Pembelajaran dengan Decision Tree (ID3) Teori Bayes dalam Pembelajaran

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

Perbandingan Arsitektur Multilayer Feedforward Network dengan memakai Topologi Multiprosesor Ring Array Dan Linear Array

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

JARINGAN SYARAF TIRUAN

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB II LANDASAN TEORI

Jaringan Syaraf Tiruan

PENENTUAN KARAKTERISTIK KAWANAN IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN DESKRIPTOR AKUSTIK

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

Architecture Net, Simple Neural Net

BAB 2 LANDASAN TEORI

Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK ACOUSTIC DESCRIPTOR ANALYZER (ADA-VERSI 2004) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

BAB I PENDAHULUAN. diatur di dalam otak sebagai pengendali utama tubuh manusia. Otak manusia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing. Tugas Ujian Sarjana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengenali dan membedakan ciri khas yang dimiliki suatu objek (Hidayatno,

BAB 2 LANDASAN TEORI

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS)

ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR

Bab 4 Model Neural Network

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, tiruan dan machinelearning

Transkripsi:

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf manusia tersusun atas 10 10 sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 10 3 hingga 10 5 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis. Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine http://www.medicinenet.org,15 Juli 2005). Inti sel yang terletak di pusat badan sel saraf dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung mitokondria, lisosom, badan golgi, dan badan napsel. Mitokondria merupakan alat resrasi sel sementara lisosom menangani pembentukan enzim-enzim pencernaan. Proses ekskresi sel dilakukan oleh badan golgi sedangkan badan napsel berperan aktif dalam sintesis protein.

6 Rangsangan atau impuls berupa sinyal elektris akan diterima oleh dendrit dan diteruskan melalui dendron menuju badan sel saraf. Akson kemudian membawa impuls menyeberangi sinapsis (pertemuan antara akson suatu sel saraf dengan dendrit sel saraf lain) dan mengantarkan impuls tersebut ke sel saraf berikutnya. Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut; (1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992). (2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992). (3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur jaringan otak biologi. Dari sudut pandang teknis, JST dapat diinterpretasi sebagai kumpulan model matematik yang mencoba melakukan fungsifungsi sel saraf otak dalam memproses sejumlah informasi dengan

7 kemampuan sama atau lebih baik dari kemampuan sel saraf itu sendiri (Reid et al., 2000). Dengan demikian diharapkan JST dapat bekerja lebih cepat dan akurat dalam pemrosesan informasi dibandingkan dengan jaringan saraf biologi dan dapat beradaptasi dengan dinamika informasi yang diterimanya sebagai mana hal tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa; (1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi. (2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi. (3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk. JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih lot-lot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, teta pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule). 2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural) Sel saraf tiruan disebut juga elemen pemrosesan, nodes, atau sel. Setiap sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lainnya, sedangkan untuk menghasilkan keluarannya sendiri maka setiap sel saraf tiruan

8 menjumlahkan masukan yang diterimanya dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu pada setiap masukan. Selanjutnya, dengan memperhatikan batasan aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya, masukan-masukan tersebut dijadikan sebagai keluaran dengan menggunakan fungsi transfer. Dengan demikian kualitas koneksi antara satu sel saraf tiruan dengan sel saraf tiruan lainnya ditentukan dengan besarnya nilai bobot yang diberikan. Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal. Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O. Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan. Gambar 3 memperlihatkan sel saraf tunggal dengan r masukan. Elemen bobot W(1,1), W(1,2),, W(1,r) diberikan pada setiap masukan I(1), I(2),, I(r) untuk mendapatkan masukan berbobot W*I.

9 I(1) I(2). W * I = [ W (1,1), W (1,2),..., W (1, r) ] (1).. I( r) Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel. 2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology) Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback). target I sel saraf awal K/M sel saraf pembanding pembaruan bobot O Gambar 4 Pemrosesan umpan balik. Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory

10 connections dan exitatory connectios. Disebut inhibitory connections karena koneksi bersifat mencegah atau menghambat terjadinya pengiriman sinyal. Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lasan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung mengirimkan sinyal seperti yang terjadi antara sel saraf tiruan yang satu dengan sel saraf tiruan lain yang ada pada lasan berikutnya. 2.1.3 Aturan pembelajaran (learning rule) Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai W+ΔW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule). 1) Aturan Hebb (Hebb s Rule) Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut; Δ W = η a o. (2) i j i j dimana ΔW ij adalah perubahan bobot koneksi antara koneksi sel saraf j ke sel saraf i, a i adalah fungsi aktivasi dari sel saraf i, o j adalah keluaran dari sel saraf j, dan η adalah laju pembelajaran (learning rate). Laju pembelajaran merupakan indikator yang menunjukkan berapa besar perubahan yang dapat terjadi pada jaringan

11 akibat proses pembelajaran atau berapa cepat jaringan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Lawrence (1992) mengemukakan bahwa jika dalam proses ini perubahan terjadi secara dramatis maka jaringan dapat bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada lamanya proses pembelajaran berlangsung bahkan lebih dari itu dapat berakibat jaringan tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik. 2) Aturan Delta (Delta Rule) Aturan Delta merupakan variasi dari Aturan Hebb untuk jaringan dengan lasan sel saraf tersembunyi. Aturan Delta disebut juga Rerata Kuadrat Terkecil (Least Mean Square/LMS) yang merupakan variasi dari Aturan Hebb. Aturan ini ditemukan oleh Bernard Widrow dan Ted Hoff dari Universitas Stanford tahun 1960 (Lawrence, 1992). Jaringan penemuan mereka dinamakan ADAptive LINear Element (ADALINE). Aturan ini menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan maka untuk memperkecil perbedaan tersebut harus dilakukan perubahan pada bobot koneksi. Secara matematis besarnya perubahan bobot dapat dituliskan sebagai berikut: ΔW = η (T (t) a (t)) O (t).. (3) ij i i j dimana ΔW ij adalah perubahan bobot koneksi antara sel saraf ke-j ke sel saraf kei, T i (t) adalah hasil yang diharapkan, a i (t) adalah hasil yang didapatkan sel saraf i, O j adalah keluaran dari sel saraf j, t adalah waktu spesifik, dan η adalah laju pembelajaran. 3) Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule) Aturan Perambatan Balik pada dasarnya juga melakukan hal yang sama seperti aturan sebelumnya, yaitu mencoba memperkecil galat yang ada antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang diinginkan dengan cara memberikan koreksi (ΔW) kepada bobot pada setiap koneksi. Mengingat jumlah lasan dalam aturan perambatan balik dapat meningkatkan kemampuan jaringan saraf tiruan dalam menyelesaikan masalah yang lebih kompleks (Fausett, 1994) maka aturan yang akan digunakan dalam disertasi ini adalah aturan perambatan balik. Karena itu, penjelasan tentang aturan ini dituliskan lebih rinci dibanding kedua aturan lainnya.

12 Lap. Masukan Lap. Tersembunyi Lap. Keluaran Gambar 5 Arsitektur JSTPB sederhana. Jika dalam proses pembelajaran terdapat N pasang data masukan (I) dan keluaran yang diharapkan ( O ) yang diberi indeks p (p = 1,2,3, N) dari target yang teridentifikasi maka galat oleh sel saraf tunggal ke-i dari pasangan data ke-p adalah; E 1 2 2 (O O ) = (4) dengan O adalah keluaran yang dihasilkan oleh sel saraf ke-i untuk pasangan data ke-p. Sehingga total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lasan adalah; 1 2 E = (O O ).. (5) 2 i dan total galat yang dihasilkan oleh seluruh sel saraf untuk seluruh pasangan data pembelajaran p sebanyak N pasangan adalah; 2 E = 1 (O O )... (6) 2 p i Koreksi bobot pada masing-masing koneksi akibat total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lasan dapat ditentukan dengan menggunakan Metode Gradient Descent. Metode ini pada dasarnya juga mencari nilai ΔW dari nilai E minimum. Nilai koreksi bobot dari sel saraf j ke sel saraf ke-i di lasan diatasnya pada pasangan data pembelajaran ke-p dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

13 δe Δ p Wij = η... (7) δ Wij karena E fungsi dari A dan A fungsi dari W maka; δe δ Wij δe δa = δa δ Wij dan δe δ Wij = δe p δ Wij karena A = W j ij Opj (fungsi aktivasi sel saraf ke-i pada pasangan data ke-p) maka δa = Opj (keluaran sel saraf ke-j dari pasangan data ke-p). δ Wij Jika δe = δa δ maka δe δa Δ p Wij = η sehingga, δa δ Wij Δ p Wij = η δ Opj... (8) δe karena δa δe = δo δo δa dan O f(a ) = sehingga δ δe f '(A ) δo =... (9) jika I terletak pada lasan keluaran maka δe δo δe persamaan (4) dan didapatkan = (O O ). δo dapat dihitung langsung dari Karena O = f(a ), menjadi δo δa df = sehingga δ dari sel saraf dilasan keluaran da δ ( O O ) f '(A ) =..... (10)

14 δe jika sel saraf i tidak pada lasan keluaran maka δe δa pk = atau k δo δa pk δo δe δo = k δpk Wki sehingga δ menjadi, δ = f '(A ) δ k pk Wki... (11) dimana indeks k menunjukkan sel saraf ke-k pada lasan sebelumnya. Dengan aturan ini maka galat yang diperoleh di lasan atas dari pasangan data masukan dan keluaran dari pola-pola yang sudah teridentifikasi selanjutnya dikirimkan balik ke lasan dibawahnya dengan tujuan untuk menghitung koreksi bobot koneksi antara sel saraf sesuai dengan persamaan (8). 2.1.4 Arsitektur JST Arsitektur JST menggambarkan susunan lasan-lasan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lasan tersembunyi. Lasan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lasannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6, Gambar 6 JST dengan satu lasan, dengan r masukan dan s buah sel saraf. Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah sel saraf. Pada jaringan sel saraf diatas, setiap informasi I(r) yang diterima oleh

15 sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut: W(1,1) W(1,2) W(1,r) W(2,1) W(2,2) W(1,r) W = W(s,1) W(s,2) W(s,r) Sel-sel saraf selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga lasan yang disebut lasan masukan (input layer), lasan tersembunyi (hidden layer), dan lasan keluaran (output layer) seperti tampak pada Gambar 7. Pada gambar tersebut ditunjukkan sebuah JST dengan 1 lasan masukan (lasan j), 2 lasan tersembunyi (lasan i dan k) dengan keluaran O i dan O k, dan 1 lasan keluaran (lasan l) dengan keluaran O l.

16 Lasan Masukan j Lasan Tersembunyi i & k Lasan Keluaran l Gambar 7 Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lasan. Pada lasan masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi untuk menerima informasi dari luar yang dapat berbentuk file data, gambar hasil digitasi, atau informasi lain yang merupakan hasil pengolahan dengan program sebelumnya. Pada lasan tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari lasan masukan dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu (W ij dan W ki ) pada informasi tersebut, dimana W ij bobot dari lasan ke-j ke lasan ke-i dan W ki bobot dari lasan ke-i ke lasan ke-k. Pengolahan informasi pada arsitektur JST dengan banyak lasan seperti pada Gambar 7 dapat dijelaskan dengan Gambar 8.

17 I I O 1 O 2 W 1 W 2 rx1 n 1 s 1 x1 n s 2 x1 2 n 3 s 1 xr s 2 xs 1 s 3 xs 2 + F 1 + F 2 + F 3 s 1 x1 s 2 x1 s 3 x1 W 3 O s 3 x1 r Masukan b 1 1 1 1 b 2 s 1 x1 S 2 x1 s 3 x1 O 1 =F 1 (W 1 *I+b 1 ) O 2 =F 2 (W 2 *O 1 +b 2 ) O 3 =F 3 (W 3 *O 2 +b 3 ) b 3 O = F 3 (W 3 *F 2 (W 2 *F 1 (W 1 *I+b 1 )+b 2 )+b 3 ) Gambar 8 JST dengan banyak lasan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf.

18 2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan Dalam bidang perikanan tangkap, JST umumnya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis. Identifikasi dan klasifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan perbedaan intensitas sinyal hamburan balik yang dipancarkan kawanan ikan. Perbedaan ini dimungkinkan karena setiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu, masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson et al., 2001; Bahri & Freon, 2000; Reid et al., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya. Oleh Reid et al. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan pada: (1) Tingkatan kawanan (the school level), deskriptor-deskriptor didapatkan dari hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra akustik dari masing-masing kawanan ikan. (2) Tingkatan satuan elemen jarak contoh (the element distance sampling unit, EDSU), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei dilakukan. (3) Tingkatan wilayah (the region level), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan, misalnya dengan satelit.

19 Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan deskriptor utama (Reid et al., 2000), yaitu: (1) Positional Descriptors, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman (posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi awal dan akhir xel pada arah vertikal dan horizontal. (2) Morphometric Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan kekasarannya. (3) Energetic Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap xel, dan pusat massa kawanan ikan. (4) School Environment Descriptors, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan. (5) Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari spesies kawanan ikan yang akan diidentifikasi.

20 Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan balik yang berbeda pada setiap titik kselnya. Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr), kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan sardine, anchovy, dan horse mackerel.

21 Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi sardine, anchovy, dan horse mackarel (Haralabous & Georgakarakos, 1996) Deskriptor Simbol & Persamaan Satuan General Species Id SPE Morphological Height H m Length L m Perimeter P m Area A m 2 Elongation L/H Circularity P 2 /4πA Rectangularity (LH)/A Radius of perimeter Rmean, Rmin, Rmax, Rcv m Fractal dimension 2[ln(P/4)]/ln(A) Bathymetric School depth Dmean, Dmin, Dmax m Bottom depth Bmean, Bmin, Bmax m Altitude Amean, Amin, Amax M Energetic Total school energy E V 2 School energy Emean, Emax, Ecv V 2 Index of dispersion Evar/Emean V 2 Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Frĕon (1988), Diner et al. (1989), Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor bathymetric, morphometric, dan energetic.

22 2.2 Ikan Pelagis Ikan pelagis jika dilihat dari ukurannya, dapat dibedakan atas ikan pelagis besar dan kecil. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) mengungkapkan bahwa ikan pelagis besar mempunyai ukuran 100-125cm (ikan dewasa) dimana yang termasuk didalamnya antara lain tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp), dan lemadang (Coryphaena spp); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (Decapterus spp), kembung (Rastreligger), teri (Stolephorus spp), Lemuru bali (Sardinella Lemuru), dan jenis-jenis selar (Selaroides spp, Alepes spp, dan Atale spp). Dilihat dari kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Frĕon & Misund (1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (fish schooling) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang disebut gerombolan ikan (fish shoaling). 2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom air (Bahri & Frĕon, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan ikan dapat dilihat berikut ini: (1) Reid et al. (2000), kawanan ikan merupakan fenomena biologis yang dipengaruhi kondisi internal dan eksternal kumpulan ikan pada saat itu.

23 (2) Breder & Halpern (1946) yang diacu Frĕon & Misund (1999), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama. (3) Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang bersama-sama. (4) Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang terpolarisasi dan tersinkronisasi. (5) Frĕon & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara individu (nearest neighbour distance) yang tertentu. Dalam kawanan umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat jarang terlihat pada gerombolan ikan. (6) He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan. Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (fish school) adalah kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu teta tidak terorganisir sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan. Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru (sardinella lemuru). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005), mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang menggambarkan kumpulan lemuru.

24 Gambar 10 Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti sebelumnya antara lain; (1) Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval, bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lasan dasar dan permukaan umumnya berbentuk h sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund, 1993). (2) Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin lambat pergerakannya (Hara,1987), teta menurut Misund (1993) hal tersebut tidak berlaku untuk kawanan ikan capelin yang bergerak semakin cepat ketika kawanannya semakin besar. (3) Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982). Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut pada siang hari (Frĕon et al., 1993). Jack Mackarel banyak dijumpai dekat permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas (Williams & Pullen, 1993). (4) Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin besar densitasnya (Misund, 1993). Densitas ikan pelagis dipengaruhi posisi

25 vertikal thermoklin. Jika thermoklin semakin dekat permukaan maka kawanan ikan pelagis semakin tis dan semakin tebal jika thermoklin bergerak kearah lasan dasar (Inakage & Hirano, 1983). (5) Diperairan Laut Jawa dan Selat Makassar, secara vertikal kawanan ikan di Laut Jawa berbeda berdasarkan musim (Nugroho et al., 1997), teta tidak terdapat perbedaan nyata tentang penyebaran densitas ikan pelagis di perairan Selat Makassar antara siang dan malam hari (Pasaribu et al., 1997). Selanjutnya He (1989) mengemukakan bahwa kawanan ikan pelagis dapat dibedakan berdasarkan struktur (structure), ukuran (size), dan bentuk (shape) atau pola dari kawanan ikan. 2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis Struktur kawanan ikan dapat dilihat dari pola kawanan (pattern) yang memperlihatkan posisi individu ikan relatif terhadap individu lain yang ada disekitarnya. Pola yang umum terlihat pada sebuah kawanan ikan adalah pola berbentuk berlian. Struktur pola pergerakan berbentuk berlian ditentukan oleh jarak terdekat antara individu yang berdamngan (nearest neighbouring distance, NND). Pengaturan jarak terdekat antar individu ikan dilakukan untuk mengurangi tekanan air yang diterima ikan ketika sedang beruaya (Freon & Misund,1999). Lebih lanjut He (1989) mengemukakan bahwa semakin panjang ukuran ikan maka semakin besar jarak terdekatnya teta semakin cepat ikan beruaya maka semakin kecil jarak terdekat antara individu. Posisi ikan dalam kawanannya diilustrasikan dengan Gambar 11.

26 NND: nearest neighbouring distance Gambar 11 Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989). Besarnya variasi jarak terdekat antar individu bergantung pada spesies ikan, sudut arah pergerakan kawanan (heading) yang dipengaruhi oleh arah arus, dan ukuran ikan dalam kawanan (size). Kalaupun terdapat variasi jarak terdekat antara individu akibat variasi ukuran panjang ikan, variasi tersebut tidak akan lebih dari 30% (He, 1989). 2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis Ukuran kawanan ikan adalah luasnya ruang yang ditempati oleh kawanan ikan. Ukuran kawanan ikan bervariasi dan dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan, waktu harian (siang atau malam hari), musim, dan tahapan fisiologis perkembangan ikan (Freon & Misund, 1999). Spesies ikan pelagis besar umumnya menunjukkan kawanan ikan yang lebih besar teta dengan densitas yang lebih kecil dibanding spesies ikan pelagis yang lebih kecil (He, 1989). Pada malam hari umumnya kawanan ikan terpecah menjadi kawanankawanan yang mengelompok pada kawanan yang lebih kecil yang berpencar pada beberapa lasan (Shaw, 1961 yang diacu Frĕon & Misund, 1999).

27 Pada musim gugur (fall) dan musim dingin (winter) kawanan anchovy membentuk kawanan ikan yang lebih kecil dibandingkan dengan kawanan ikan anchovy pada musim semi (spring) dan musim panas (summer) (Frĕon & Misund, 1999). Pada musim gugur dan musim dingin anchovy utara dapat membentuk kawanan ikan dengan ukuran 25-35 m pada arah horisontal dan 12-40 m pada arah vertikal sedangkan ukuran kawanan hering saat makan lebih kecil dibandingkan dengan saat memijah teta, ukuran kawanan ikan hering dan capelin yang terbesar dapat ditemukan pada saat ikan tersebut memijah (He, 1989). 2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis Bentuk kawanan ikan bervariasi. Jika dilihat dari atas maka rataan perbandingan antara panjang, lebar, dan kedalaman kawanan ikan adalah sebesar 3: 2: 1 (He, 1989). Variasi bentuk kawanan ikan ini bergantung pada aktivitas kawanan tersebut saat terdeteksi. Bentuk kawanan ikan yang sedang menghada pemangsanya berbeda dengan bentuk kawanan ikan yang sedang makan. Kawanan ikan yang sedang menghada pemangsanya umumnya membelah menjadi bagian yang kecil atau berubah bentuk menjadi bentuk bola yang berputar dengan tujuan untuk membingungkan pemangsanya. Pecahan-pecahan kecil dari ikan-ikan tersebut akan membentuk kawanan seperti semula jika ancaman dari pemangsa telah dapat dihindari (Frĕon & Misund, 1999). Kawanan ikan yang sedang beruaya cepat memiliki ukuran panjang kawanan yang lebih besar dibandingkan dengan lebarnya (He, 1989). Gambar 12 dan Gambar 13 menggambarkan beberapa ilustrasi tentang bentuk dan pola kawanan ikan di dalam kolom air.

Gambar 12 Bentuk-bentuk kawanan ikan yang terdeteksi dengan peralatan Sonar (He, 1989). 28

Gambar 13 Pola sebaran ikan di dalam kolom air (Reid et al., 2000). 29

30 Gambar 13 menunjukkan pola-pola sebaran ikan yang terdapat di permukaan, kolom, dan dasar perairan. (1) Tipe 1, Scattered Fish menggambarkan citra akustik sejumlah besar gema dari ikan-ikan tunggal yang menyebar secara acak pada kolom air, tanpa adanya struktur yang jelas. (2) Tipe 2, Fish in school menggambarkan citra akustik sebaran beberapa kawanan ikan yang terstruktur yang terdapat pada kolom air. (3) Tipe 3, Fish in aggregations menggambarkan sejumlah besar gema dari ikanikan tunggal yang menggerombol yang menyebar secara acak pada kolom air, tanpa adanya struktur yang jelas. (4) Tipe 4 dan 5, Fish in a pelagic & demersal layers menggambarkan citra akustik dari kawanan besar ikan pelagis (a) dan ikan demersal (b) yang terdapat di kolom dan dekat dasar perairan. Dalam disertasi ini deskriptor akustik kawanan ikan pelagis dengan tipe 2, 4 dan 5 yang akan diukur sebagai data penelitian. Hal ini didasarkan pada studi literatur yang dilakukan sebelumnya dimana hamr semua kawanan ikan pelagis ekonomis beruaya dengan tipe sebagaimana yang disebutkan (Lawson et al., 2001; Lu & Lee, 1995; Coetzee, 2000; Bahri & Freon, 2000).