1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan zaman, keinginan pasien untuk meningkatkan estetika semakin tinggi. Bagi kebanyakan orang, gigi yang putih dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan yang banyak dipilh pasien untuk meningkatkan nilai estetis (El-Murr dkk., 2011). Bleaching merupakan proses mencerahkan warna gigi dengan aplikasi bahan kimia untuk mengoksidasi material organik pada gigi. Pada proses bleaching, digunakan bentuk atau derivat dari hidrogen peroksida dalam berbagai konsentrasi (Roberson dkk., 2002). Prosedur bleaching untuk alasan estetis memiliki keuntungan yaitu tidak mengambil jaringan keras gigi serta lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan mahkota jaket. Bahan bleaching yang banyak digunakan saat ini adalah hidrogen peroksida 40%. Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat. Senyawa ini mengandung hidrogen dan oksigen yang dapat terurai menjadi radikal bebas. Hidrogen peroksida tersedia di pasaran dalam bentuk cairan yang bening, tidak berwarna, tidak berbau, tidak stabil, dan bersifat kaustik (Grossman dkk., 1995). Di dalam rongga mulut pasien yang akan menerima prosedur bleaching terkadang terdapat gigi yang sudah direstorasi (Waly dan El-Sharkawy, 2012). Pada kondisi tersebut, pada prosedur bleaching ekstrakoronal akan terjadi kontak antara bahan bleaching dengan material restorasi tersebut. Terdapat berbagai jenis material restorasi, salah satunya adalah resin komposit yang saat ini sangat
2 populer penggunaannya dalam dunia kedokteran gigi. Resin komposit merupakan material yang tersusun oleh polimer matriks yang diperkuat oleh bahan pengisi yang berikatan dengan matriks dengan adanya coupling agent (Anusavice dkk., 2012). Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi gigi yang memiliki nilai estetis tinggi karena memiliki warna serupa gigi. Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur email dan dentin serta memodifikasi warna dan kontur gigi. Resin komposit yang mulai berkembang pada awal tahun 1960 memiliki sifat mekanis lebih baik dibandingkan dengan akrilik dan silikat. Resin komposit memiliki koefisien ekspansi termal lebih rendah, perubahan dimensi lebih kecil, lebih resisten pada saat pemakaian, serta memiliki nilai estetis tinggi (Sakaguchi dan Powers, 2012). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki resin komposit menjadikan resin komposit sebagai material yang populer di kalangan kedokteran gigi. Jenis resin komposit yang banyak digunakan dalam dunia kedokteran gigi adalah resin komposit mikrohibrid dan nanofil (Waly dan El-Sharkawy, 2012). Bahan pengisi resin komposit mikrohibrid merupakan campuran antara partikel halus berukuran 0,04-1 µm dengan partikel silika berukuran 0,04-0,2 µm (Sakaguchi dan Powers, 2012). Jumlah bahan pengisi pada resin komposit mikrohibrid adalah 65-77% volume dan 80-90% berat total. Resin komposit mikrohibrid memiliki kelebihan yaitu sifat mekanik yang baik. Resin komposit jenis ini banyak digunakan pada daerah dengan tekanan tinggi namun tetap membutuhkan nilai estetis yang baik, contohnya adalah pada ujung insisal gigi atau pada kavitas kecil pada permukaan oklusal. Resin komposit mikrohibrid
3 banyak digunakan pada restorasi gigi anterior, termasuk pada kavitas kelas IV (Anusavice dkk., 2012). Selain resin komposit mikrohibrid, jenis resin komposit yang banyak digunakan adalah resin komposit nanofil. Resin komposit nanofil merupakan pengembangan dari resin komposit mikrohibrid yang telah banyak digunakan. Bahan pengisi resin komposit nanofil berukuran antara 0,1 hingga 100 nm (Park dkk., 2010). Resin komposit nanofil memiliki kandungan bahan pengisi sebesar 60% volume dan 78% dari berat total. Jumlah bahan pengisi pada resin komposit nanofil meningkatkan kekuatan mekanik sehingga resin komposit jenis ini cocok untuk digunakan pada gigi posterior maupun pada daerah dengan tekanan tinggi (Anusavice dkk., 2012). Resin komposit nanofil memiliki kelebihan yaitu nilai estetis dan hasil setelah proses polishing yang lebih baik dibandingkan resin komposit sebelumnya. Resin komposit nanofil memiliki pengerutan polimerisasi dan tingkat penyerapan air yang rendah. Penyerapan air dapat menyebabkan perubahan struktur resin yang diikuti dengan perubahan fisik seperti perubahan warna (Firiyani dkk., 2012). Hidrogen peroksida yang digunakan dalam prosedur bleaching dapat mendegradasi matriks polimer resin komposit sehingga mempengaruhi sifat fisik suatu material restorasi, misalnya warna, kekasaran, kekerasan, dan ion leakage. Pengaplikasian peroksida dalam konsentrasi rendah secara signifikan meningkatkan kekasaran permukaan resin komposit (El-Murr dkk., 2011). Dapat disimpulkan dari penelitian yang dilakukan Gandaatmaja dkk. (2010) bahwa terdapat perubahan kekasaran pada resin komposit mikrofil, hibrid, dan nanofil
4 setelah pengaplikasian hidrogen peroksida 25% dan 35%. Penelitian yang dilakukan Hafez dkk. (2010) menyimpulkan bahwa prosedur bleaching mempengaruhi sifat permukaan resin komposit. Menurut Anusavice (2003), kekasaran pada permukaan resin komposit dapat menimbulkan permasalahan baru, salah satunya adalah diskolorasi ekstrinsik. Semakin halus dan sedikit porositas pada permukaan resin komposit, semakin berkurang pula pelekatan zat-zat penyebab diskolorasi seperti biofilm, rokok, serta pewarna makanan (Vichi dkk., 2004 sit. Karaarslan dkk., 2013). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kopi merupakan salah satu minuman yang dapat menyebabkan diskolorasi. Kopi merupakan minuman yang menyebabkan diskolorasi terbesar pada resin komposit dibandingkan jus jeruk, jus wortel, cola, dan jus ceri (Topcu dkk., 2009). Menurut Manuel dkk. (2010), perubahan warna kecoklatan disebabkan oleh zat tanin yang dapat ditemukan pada kopi, teh, dan minuman lainnya. Dikemukakan oleh Ruyter dkk. (1988), teh dan kopi memiliki zat pewarna, pada teh pewarnaan disebabkan oleh adanya proses adsorbsi zat warna di permukaan material yang dapat dihilangkan dengan cara menyikat gigi, sedangkan pada kopi, pewarnaan terjadi akibat proses adsorbsi dan absorbsi zat warna kedalam fase organik dari material. Proses absorbsi zat warna kopi kedalam fase organik dari material menyebabkan pewarnaan pada resin komposit lebih sulit untuk dihilangkan (Al Kheraif dkk., 2013). Warna material restorasi dan kesesuaiannya dengan penampakan klinis gigi sangat mempengaruhi nilai estetis suatu material restorasi. Menurut
5 Sakaguchi dan Powers (2012), diskolorasi dan tidak sesuainya warna antara material restorasi dan gigi merupakan salah satu alasan mengganti restorasi gigi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka diajukan permasalahan, apakah ada perbedaan diskolorasi antara resin komposit mikrohibrid dan nanofil yang direndam dalam kopi setelah prosedur bleaching dengan hidrogen peroksida 40%? C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian mengenai perbedaan diskolorasi antara resin komposit mikrohibrid dan nanofil yang direndam dalam kopi setelah prosedur bleaching dengan hidrogen peroksida 40%. Waly dan El- Sharkawy (2012) melakukan penelitian untuk melihat kekasaran permukaan serta perubahan warna pada resin komposit mikrohibrid dan nanofil setelah aplikasi bahan bleaching 38% dan 9,5%. Gandaatmaja (2010) meneliti perbedaan kekasaran antara resin komposit mikrofil, hibrid, dan nanofil setelah prosedur bleaching dengan hidrogen peroksida 25% dan 35%. Penelitian tentang kekasaran permukaan dan diskolorasi warna pada resin komposit setelah prosedur bleaching dengan hidrogen peroksida 35% dan 38% dilakukan oleh Hafez dkk. (2010) dengan menggunakan resin komposit mikrofil dan mikrohibrid.
6 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan diskolorasi antara resin komposit mikrohibrid dan nanofil yang direndam dalam kopi setelah prosedur bleaching dengan hidrogen peroksida 40%. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai jenis resin komposit yang menghasilkan diskolorasi paling rendah setelah prosedur bleaching sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan bahan restorasi.