Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Bab-3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

ANALISIS APBD I. PENDAPATAN DAERAH

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Struktur P-APBD TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

Transkripsi:

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Persalinan (Jampersal) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dikategorikan dalam komponen retribusi daerah. Kenaikan yang cukup tinggi pada Pendapatan Asli Daerah adalah sesungguhnya disumbang oleh Dana pusat yang didaerahkan tersebut, tetapi dimasukkan dalam komponen PAD sesuai ketentuan yang berlaku. Masuknya dalam komponen PAD, pos retribusi daerah karena uang tersebut datang setelah dilakukan klaim oleh Rumah Sakit dan Puskesmas berdasarkan pelayanan yang dilakukan terhadap masyarakat. Gambaran perkembangan realisasi PAD di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Grafik 4.1. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2006-2011), diolah Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Komponen Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bima Selama 2007-2011 Berdasarkan grafik 4.1 di atas komponen Pendapatan Asli Daerah yang relatif stabil pertumbuhannya adalah Pajak Daerah dan Laba BUMD. Retribusi Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -45-

daerah mengalami pertumbuhan fluktuasi yang relatif tinggi dan cenderung meningkat pada tahun 2011, sedangkan Lain- lain PAD mengalami fluktuatif yang relatif tajam dengan kecenderungan menurun pada tahun 2011. Grafik 4.2 Perkembangan Kontribusi Komponen Pendapatan Asli Daerah Terhadap PAD di Kabupaten Bima Selama 2007-2011 Berdasarkan grafik 4.2 retribusi menyumbang 45,84% terhadap total PAD, diikuti lain- lain PAD sebesar 35,52%, Pajak daerah sebesar 9,74% dan Laba BUMD 8,91%. Dengan demikian, peningkatan PAD ke depan harus dioptimalkan melalui retribusi daerah dan lain lain PAD. Adapun mengenai pajak daerah maupun Laba BUMD tampaknya belum dapat diandalkan. Oleh karena itu, pengembangan wilayah dan fasilitas publik diarahkan pada peningkatan retribusi. daerah mengingat relatif stabil pertumbuhannya. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -46-

Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.3 Rata- Rata Pertumbuhan Komponen PAD di Kabupaten Bima, 2007 2011 Dari grafik 4.3 di atas tampak bahwa komponen PAD selama 2007-2011 terjadi pertumbuhan yang paling tinggi adalah Laba BUMD 37,49%, Retribusi Daerah (RD) 28,32%, Pajak daerah (PD) 17,10% dan yang paling rendah pertumbuhannya adalah Lain-lain PAD 9,73%. Rendahnya pertumbuhan lain-lain PAD disebabkan terbatasnya sumber lain-lain PAD dan sifatnya yang tidak dapat ditargetkan secara pasti. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.4 Rasio PAD Terhadap Belanja di Kabupaten Bima (2007-2011) Berdasarkan Realisasi Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -47-

Berdasarkan grafik 4.4 di atas bahwa kemampuan PAD membiayai belanja daerah terus mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 4,50%, dan kembali menurun menjadi 3,20 % tahun 2008, 3,08% tahun 2009 dan kemudian meningkat kembali menjadi 4,17% tahun 2010 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 4,32%. Rasio tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 4,50%. Adanya kenaikan rasio PAD terhadap belanja pada tahun 2011 menunjukkan adanya peningkatan penggunaan PAD dalam mendukung penyelenggaraaan pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan di Kabupaten Bima. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi PAD Kabupaten Bima Selama 2007-2011 (Dalam Milyar Rupiah) Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bima mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar Rp. 22,05 Milyar dan mengalami penurunan Rp. 18,11 Milyar tahun 2008, Rp. 19,24 milyar tahun 2009 dan meningkat kembali pada tahun 2010 sebesar Rp. 27,88 Milyar dan peningkatan drastis tahun 2011 sebesar 35,64 Milyar. Peningkatan tersebut seiring terjadinya perubahan beberapa pos PAD terutama dana jamkesmas, jampersal dan jamkesda dengan anggaran yang cukup besar dimasukkan alam pos retribusi daerah. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -48-

4.1.2 Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah lainnya. Dana Perimbangan merupakan komponen terbesar dalam pendapatan daerah. Dana Alokasi Umum adalah komponen terbesar dalam Dana Perimbangan. Peningkatan Dana Perimbangan merupakan konsekuensi logis otonomi daerah yang disertai pendanaannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal melalui UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Meningkatnya alokasi dana perimbangan juga dipicu oleh penggabungan instansi vertikal menjadi organisasi perangkat daerah beserta pegawainya, yang disusul dengan peningkatan gaji dan tunjangan dalam waktu bersamaan. Selama kurun 2007-2011 terjadi peningkatan dana perimbangan dari Rp.459,74 Milyar menjadi Rp. 604,39 milyar pada tahun 2011. Peningkatan dana perimbangan terjadi karena adanya kenaikan gaji, tunjangan, penambahan CPNS dan adanya perbedaan celah fiskal (fiscal gap) dan Penerimaan Dalam Negeri sesuai formula DAU dan Dana Bagi Hasil. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.6 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Bima Selama 2007-2011 (Milyar rupiah) Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -49-

Berdasarkan grafik 4.6 realisasi dana perimbangan tertinggi mengalami pertumbuhan linear yang relatif stabil. Komponen terbesar dalam dana perimbangan adalah dana alokasi umum, diikuti dana alokasi khusus dan dana bagi hasil. Di luar komponen dana perimbangan Kabupaten Bima juga memperoleh dana penyesuaian yang diarahkan untuk program yang mendukung pelayanan publik sesuai dengan kondisi dan permasalahan spesifik daerah di bidang : pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur jalan. Apabila diperhatikan dengan seksama pertumbuhan dana perimbangan, kendatipun masih positif, namun trend-nya terus mengalami penurunan. Hal ini merupakan konsekuensi dari pendapatan dalam negeri netto, semakin banyaknya daerah pemekaran baru baik kabupaten/kota maupun provinsi. Mulai tahun 2012 terjadi perubahan variabel formula DAU dengan memasukkan wilayah laut dan pesisir dan tidak hanya daratan. Kabupaten Bima juga telah mengalami perubahan atau penambahan luas wilayah berdasrkan data dan teknologi terbaru sehingga mempengaruhi alokasi DAU. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.7 Trend Pertumbuhan Realisasi Dana Perimbangan di Kabupaten Bima Selama 2007-2011 (Persen) Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -50-

4.2. Belanja Daerah Belanja daerah terdiri dari kelompok belanja tidak langsung dan langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai (gaji), belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja subsidi,belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Komponen belanja langsung terdiri dari tiga sub komponen belanja yaitu: pegawai, barang dan jasa, dan belanja modal. Belanja tidak langsung yakni belanja yang tidak terkait dengan program dan kegiatan atau yang sifatnya rutin. Sedangkan belanja langsung adalah belanja yang berkaitan dengan program dan kegiatan untuk mencapai visi dan misi Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuia dengan tugas pokok dan fungsinya. Belanja daerah memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebab peranan APBD masih sangat tinggi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberdayakan masyarakat tidak mampu yang produktif. Sumber: Laporan Realisasi APBD (2007-2011), diolah Grafik 4.8 Perkembangan Realisasi Belanja dalam APBD Kabupaten Bima Selama 2007-2011 Tampak bahwa selama 2007-2011 belanja total mengalami peningkatan dari 490,09 milyar tahun 2007 menjadi 824,75 milyar tahun 2011. Demikian pula dengan belanja tidak langsung dari 264,65 milyar tahun 2007 menjadi 515 milyar Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -51-

tahun 2011. Sementara belanja langsung mengalami penurunan dari 260,01 milyar tahun 2008 menjadi 151,12 milyar tahun 2009, kemudian meningkat kembali pada tahun 2010 sebesar 186,71 milyar dan pada tahun 2011 sebesar 309,75 milyar.. Belanja total mengalami peningkatan yang relatif konstan, kecuali belanja langsung yang mengalami penurunan tahun 2009 akibat semakin banyaknya belanja aparatur terkait pengangkatan tenaga honda menjadi CPNSD yang tidak diikuti oleh kenaikan Dana Alokasi Umum secara signifikan. Masih rendahnya belanja langsung disebabkan karena masih tingginya komponen belanja pegawai terhadap APBD. 4.2.1. Perkembangan Belanja Program Belanja dalam APBD secara sederhana dapat dikelompokkan ke dalam: belanja rutin gaji, honor, honda, belanja operasional (perjalanan, administrasi, kebutuhan kantor), belanja sosial kemasyarakatan (bantuan sosial), belanja pembangunan infrastruktur, belanja bantuan ekonomi produktif dan belanja pengembangan kapasitas aparatur. Belanja program pembangunan yang berkaitan dengan ekonomi terus mengalami peningkatan. Program program tersebut diarahkan untuk pengembangan infrastruktur, perencanaan, pengembangan kelompok ekonomi produktif, penguatan kelembagaan dan pemasaran hasil hasil produksi. Meskipun dari tahun ke tahun alokasi belanja langsung yang diarahkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat masih sangat terbatas, namun upaya pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemandiriannya untuk mengakses modal perbankan dan lembaga keuangan semakin ditingkatkan. Selama periode 2007-2011 pertumbuhan belanja daerah mencapai 32,50% setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pendanaan semakin meningkat seiring bertambahnya aparatur dan kebutuhan pembangunan di berbagai bidang. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -52-

Grafik 4.9 Perkembangan Realisasi Belanja Program dalam APBD Kabupaten Bima, 2007-2011 Rata-rata pertumbuhan belanja langsung/ program dari 2007-2011 sebesar 32,50%. Belanja program mengalami peningkatan pada tahun 2007 dengan realisasi belanja program mencapai 236,00 milyar, mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 135,31 milyar dan dan tahun 2009 134,46 milyar. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali menjadi 186,71 milyar dan meningkat tajam pada tahun 2011 sebesar 309,75 milyar. Meningkatnya belanja program tahun 2007 disebabkan adanya konversi beberapa komponen belanja rutin tahuntahun sebelumnya menjadi belanja program sejak tahun 2007. Sedangkan penurunan realisasi pada tahun 2008 dan 2009 disebabkan meningkatkan realisasi belanja gaji untuk aparatur yang menyebabkan porsi belanja program menurun, kemudian kembali meningkat pada tahun 2010 menjadi 186,71 milyar dan tahun 2011 menjadi 309,75 milyar. Belanja program adalah belanja yang disusun berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan. Khusus yang berkenaan dengan pembangunan dari inisiatif masyarakat maka manfaat dan dampaknya akan dapat dilihat langsung terhadap peningkatan produksi, pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi secara umum. Program lahir dari proses perencanaan partisipatif yang dimulai dari musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -53-

Rencana Pembangunan Tingkat Kecamatan (RPTK), musrenbang kabupaten, musrenbang provinsi dan musrenbangnas. Dari aspek fungsinya, sebagian besar anggaran diarahkan untuk pendidikan, penyelenggaraan pemerintahan umum, kesehatan dan pengembangan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tingginya porsi anggaran untuk pendidikan disebabkan besarnya kebutuhan pelayanan maupun gaji guru, demikian pula dengan penyelenggaraan pemerintahan yang membutuhkan koordinasi, fasilitasi dan tugas- tugas umum yang bersifat rutin. Belanja kesehatan didominasi oleh belanja pembangunan dan program yang diarahkan untuk mencegah kesakitan maupun mengobati masyarakat. Sedangkan belanja program yang diarahkan untuk kegiatan ekonomi dalam bentuk pemberdayaan masyarakat masih relatif kecil, mengingat tingginya kebutuhan anggaran untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur baik jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi, listrik, telekomunikasi dan pelabuhan. 4.3. Pembiayaan 4.3.1.Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Struktur APBD sekarang telah menempatkan SiLPA pada pos pembiayaan, yang sebelumnya termasuk pos pendapatan. Perubahan pos tersebut disesuaikan dengan definisi dari pembiayaan dan pendapatan yang sesungguhnya. Pendapatan adalah penerimaan dari kegiatan utama/produktif dan bukan diperoleh melalui penjualan asset. Mengingat SiLPA merupakan sisa dari realisasi pendapatan yang tidak dibelanjakan dan sisa belanja yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka sesungguhnya SiLPA bukan tambahan pendapatan. SiLPA digunakan untuk menutupi defisit APBD. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -54-

Grafik 4.10 Perkembangan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Kabupaten Bima, 2007-2011 SiLPA dalam APBD Kabupaten Bima sebagaimana terlihat pada grafik 4.10 mengalami fluktuasi tertinggi yang cukup tajam terutama pada tahun 2007 sebesar 14,098 milyar dan tahun 2010 merupakan SilPA tertinggi yaitu sebesar 45,789 milyar. Tingginya SiLPA tahun 2010 disebabkan adanya penundaan pelaksanaan dan belum selesainya beberapa program pada tahun 2010 yang kemudian diluncurkan kembali pada tahun 2011 sementara tahun 2011 sebesar 45,579 milyar. Bila dievaluasi tampaknya selama 2007-2011 SilPA terus mengalami peningkatan, hal ini perla dicermati terutama terkait dengan penjadwalan pelaksanaan beberapa program yang didanai dari dana pusat yang sifatnya khusus, seperti DAK dan dana penyesuaian. Disamping itu, perla dilakukan percepatan penyelesaian administrasi dan keuangan yang selama ini selalu menjadi masalah dalam pelaksanaan program di Kabupaten Bima. SilPA yang tinggi dalam derajat tertentu tidak baik bagi perekonomian, apalagi sampai tidak digunakan untuk melaksanakan beberapa program prioritas, kecuali ada hambatan-hambatan tertentu yang tidak memungkinkan program tidak dilaksanakan meskipun mencukupi anggarannya, seperti: bencana alam, Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -55-

bencana sosial, perubahan aturan, batas waktu yang tidak mencukupi maupun hal- hal lainnya. 4.3.2. Penyertaan Modal Perkembangan penyertaan modal yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bima tahun 2007-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Perkembangan Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Bima No Tahun Jumlah (jutaan rupiah) 1 2007 10.075 2 2008 5.450 3 2009 187,5 4 2010 812,19 5 2011 1,395 6 2012 2,445 Sumber : Realisasi APBD Kab. Bima (2007-2012) Berdasarkan tabel 4.1 di atas tampak bahwa selama 2007-2012 besarnya penyertaan modal PEMDA mengalami fluktuasi dari 10,07 milyar tahun 2007 menjadi 812,19 juta tahun 2010 sementara tahun 2011 mencapai 1,395 milyar. Penyertaan modal tahun 2009 mengalami penurunan disebabkan adanya fokus pemanfaatan dana untuk belanja langsung (program). Besarnya penyertaan modal sangat tergantung pada kondisi keuangan pemerintah. Semakin banyak dana yang tersisa yang belum dialokasikan pada belanja, maka dapat diarahkan pada penyertaan modal untuk beberapa Perusahaan Milik Daerah seperti PT. Bank NTB, PD.BPR, LKP, PD. Wawo, PDAM dan PT. Bank Pesisir AKbar. Sementara Pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Bima mengarahkan pentertaan modal pada PT. JAMKRIDA sebesar Rp. 1,00 Miliyar. Penyertaan modal ini mempunyai arti penting dalam rangka pemberdayaan Perusahaan Milik Daerah yang sekaligus diharapkan menjadi penggerak ekonomi masyarakat sekaligus sumber Pendapatan Asli Daerah. 4.4. Hubungan APBD dan Pertumbuhan Ekonomi Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -56-

4.4.1. Belanja APBD dan Pembentukan PDRB Secara teoritis APBD memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui proses peningkatan permintaan agregat daerah sehingga menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan. Meningkatnya permintaan tersebut dapat terjadi bilamana terjadi peningkatan belanja pemerintah, baik belanja yang sifatnya rutin maupun belanja program. Dengan stabilnya harga maka pertumbuhan ekonomi atau output daerah akan meningkat pada tingkat belanja yang sama. Grafik 4.11 Diagram Sebar (Scatter Diagram) Hubungan Antara Realisasi APBD dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bima, 2005-2011 Berdasarkan grafik 4.11 di atas terlihat ada kecenderungan hubungan positif antara realisasi APBD dan pertumbuhan ekonomi. Semakin besar realisasi APBD maka pertumbuhan ekonomi juga mengalami peningkatan. Dengan demikian, ada indikasi meskipun belum melalui uji statistik, bahwa selama periode 2005-2011 APBD memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bima. Realisasi APBD dinilai sebagai pemicu atau variabel bebas (sumbu horisontal), sedangkan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel terikat (sumbu vertikal). Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -57-

Grafik 4.12 Perkembangan Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten Bima, Selama 2006-2011 Berdasarkan grafik 4.12 tampak bahwa selama 2006-2011 rasio realisasi belanja APBD terhadap PDRB relatif stabil dengan rata- rata 22,41% yang mana rasio tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 25,51% dan terendah pada tahun 2006 sebesar 21,76%. Rasio belanja terhadap PDRB mencerminkan besaran dan ukuran (size) pemerintah. Semakin besar rasio belanja terhadap PDRB maka secara teori akan menekan pertumbuhan ekonomi, apabila sumber penerimaan ditarik dari dalam daerah. Namun Kabupaten Bima mengandalkan penerimaan dari pemerintah pusat, maka akan meningkatkan aktivitas ekonomi sejalan dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -58-

Dilihat dari indikator elastisitas APBD terhadap pertumbuhan ekonomi selama 2006-2011 secara rata-rata sebesar 1,25 % yang berarti bahwa dampak APBD terhadap pertumbuhan ekonomi masih perlu dipacu lagi melalui penajaman program dan kegiatan dalam APBD. Ke depan peningkatan belanja pemerintah harus lebih banyak diarahkan pada program yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan sektoral yang selanjutnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, sektor yang berkembang tersebut menjadi sumber penerimaan daerah dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mendukung pendanaan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat. Selama ini harus diakui bahwa sumber pendanaan pembangunan di Kabupaten Bima bertumpu sepenuhnya pada dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Padahal, dalam jangka panjang seiring semakin baiknya kondisi daerah, indeks pembangunan manusia, maka dengan sendirinya dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) akan mengalami penurunan secara berarti. Upaya upaya yang sistematis, terencana dan berkelanjutan bagi peningkatan kapasitas fiskal daerah harus dilakukan dalam rangka mengantisipasi kebijakan nasional yang mengalami perubahan sewaktu-waktu. Analisis dan Tinjauan Perekonomian Kabupaten Bima, 2011-2012 -59-