BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama di tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. 2. Tujuan ANC Menurut Prawirohardjo (2000), tujuan dari ANC meliputi: (a) memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh-kembang bayi, (b) meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi, (c) mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, (d) mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin, (e) mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, (f) mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kalahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. 7
8 Untuk mencapai tujuan dari ANC dilakukan pemeriksaan dan pengawasan wanita selama kehamilannya secara berkala dan teratur agar bila timbul kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan sedini mungkin dikenal sehingga dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat (Depkes, 1996-1997). 3. Pelayanan ANC Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponenkomponen sebagai berikut: (a) mengupayakan kehamilan yang sehat, (b) melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan, (c) persiapan persalinan yang bersih dan aman, (d) perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi (Prawirohardjo, 2002). Pelayanan ANC mempunyai beberapa fungsi utama yaitu: (a) promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktivitas pendidikan baik secara individu maupun kelompok, (b) melakukan skrining (penapisan), identifikasi perempuan dengan kehamilan resiko tinggi, dan merujuknya jika perlu, (c) memantau kesehatan selama kehamilan dalam usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi (Royston, 1994). Kondisi kesehatan ibu hamil dan terjadinya komplikasi obstetri sebenarnya dapat diketahui dari ANC karena di dalam setiap awal proses ANC akan dilakukan anamnesa (pemeriksaan terhadap ibu hamil baik
9 fisik maupun wawancara mengenai keluarga, kejadian saat ini dan terdahulu, riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya). Selain itu, hasil pemeriksaan yang dilakukan petugas kesehatan akan dicatat, sehingga kondisi kesehatan ibu selama hamil dapat dipantau dan bila terjadi kegawatdaruratan akan memudahkan pengambilan tindakan (Prawirohardjo, 2002). Menurut kebijakan program dari pemerintah, kunjungan ANC sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu: (a) satu kali pada triwulan pertama, (b) satu kali pada triwulan kedua, (c) dua kali pada triwulan ketiga. Pada setiap kunjungan ANC, petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Prawirohardjo, 2002). Pelayanan ANC, minimal mencakup 7T, meliputi: (a) menimbang berat badan, (b) mengukur takanan darah, (c) mengukur tinggi fundud uteri, (d) memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), (e) memberikan tablet zat besi (minimum 90 tablet selama kehamilan), (f) tes terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS), (g) temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi (Prawirohardjo, 2002).
10 B. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, perasa. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistemology), dan untuk apa (aksiology) pengetahuan tersebut (Notoatmodjo, 2000). 2. Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu cara tradisional (ilmiah) dan cara modern (non ilmiah). Cara tradisional (ilmiah) meliputi: (a) cara coba dan salah ( trial and error), cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, apabila seseorang mengahadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahan dilakukan dengan
11 coba-coba, (b) cara kekerasan atau otoriter, pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoriter atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris atau penalaran sendiri, (c) berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu, (d) melalui jalan pikiran, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui induksi maupun deduksi. Cara modern atau non ilmiah, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2000) 3. Tingkatan pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: (a) tahu (know), (b) memahami (komprehention), (c) aplikasi (application), (d) analisis (analysis), (e) sintesis (syntesis), (f) evaluasi (evaluation) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi tentang apa yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
12 badan yang dipelajari atua rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan terhadap objek yang telah dipelajari. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real atau sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk dapat menyusun, dapat merencanakan terhadap suatu teori. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, kriteria-kriteria
13 ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2000) pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor, meliputi: (a) tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut, (b) informasi, seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas, (c) budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut, (d) pengalaman, pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas, (e) sosial ekonomi, tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. C. Sikap 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
14 menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widayatun, 1999). Mengutip dari Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni : (a) kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek, (b) kehidupan emosional, evaluasi emosional terhadap suatu objek, (c) kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap dapat bersifat positif dan negatif, dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat sikap kecenderungan menjauhi, menghindari, tidak menyukai objek tertentu. 2. Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo (2000) sikap mempunyai 4 tingkat yakni: (a) menerima (receifing), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus (objek) yang diberikan. dapat dilihat dari
15 kesediaan dan perhatian terhadap ceramah yang diberikan oleh petugas kesehatan, (b) merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, (c) menghargai (valuing), (d) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. 3. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Menurut Purwanto (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terdiri dari faktor yang menghambat perubahan sikap dan faktor yang menunjang perubahan sikap. Faktor yang menghambat perubahan sikap, meliputi: (a) stimulus bersifat indeferen, sehingga faktor perhatian kurang berperan terhadap stimulus yang diberikan, (b) tidak memberikan harapan untuk masa depan (arti psikologi), (c) adanya penolakan terhadap stimulus tersebut, sehingga tidak ada pengertian terhadap stimulus tersebut (menentang). Faktor-faktor yang menunjang perubahan sikap, meliputi faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berasal dari manusia itu sendiri. Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa perangsang yang berada di luar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif dan sikap yang sedang bekerja dalam dirinya dan mengarahkan perhatiannya kepada objek-objek tertentu. Faktor ekstern maksudnya yaitu pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor ekstern, misalnya nilai-nilai, tradisi dari masyarakat dan kepercayaan,
16 orang-orang yang menyokong pandangan baru itu. Cara pandangan itu diterangkan dan situasi tempat sikap itu diperbincangkan. 4. Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau kenyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis. D. Praktik 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2007), praktik (practice) kesehatan dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Suatu sikap optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain.
17 2. Tingkatan Praktik Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan, meliputi: (a) persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama, (b) responsi terpimpin (guide response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua, (c) mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga, (d) adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 3. Pengukuran Praktik Pengukuran praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau tindakan responden.
18 E. Kerangka Teori Faktor Predisposisi (predisposing factors) : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan Faktor Pemungkin (enabling factors) : 1. Ketersediaan fasilitas pelayananan kesehatan Faktor Penguat (reinforcing factors) : 1. Sikap & perilaku petugas kesehatan 2. Sikap & perilaku keluarga 3. Sikap dan perilaku toma 4. Sikap dan perilaku toga Praktik ibu hamil dalam ANC Bagan 2.1. Kerangka teori berdasarkan teori faktor yang mempengaruhi perilaku oleh L. Green (1980) (Notoatmodjo, 2000).
19 F. Kerangka Konsep Variabel bebas: Variabel terikat: Pengetahuan ibu hamil tentang ANC Sikap ibu hamil tentang ANC Praktik ibu hamil dalam ANC Bagan 2.2. Kerangka Konsep G. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik ANC pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kota Semarang. 2. Ada hubungan antara sikap dengan praktik ANC pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kota Semarang.