PERAN PEMIMPIN DESA MIYONO DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENYULUHAN PEMBUATAN KOMPOS DI KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN KEMAMPUAN KELOMPOK TERNAK KARYA UNGGUL MELALUI KELAS BELAJAR PEMBUATAN KOMPOS DI KABUPATEN BOJONEGORO

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mengubah pengetahuan (cognitive), sikap (affective) dan tindakan

PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK RUMAH TANGGA DALAM PEMBUATAN PUPUK BOKASHI DI KELURAHAN TUAH KARYA, KECAMATAN TAMPAN, PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah,

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu

PENERAPAN IPTEKS. Pemanfaatan Limbah Usaha Pemotongan Ayam dan Pertanian Untuk Penyediaan Pupuk Organik Cair dan Produksi Tanaman Organik

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

BUDIDAYA PEPAYA BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DENGAN TEKNOLOGI KOMPOS AKTIF. (Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi) 2

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

Model-Model Usaha Agribisnis. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Sri Arnita Abutani, Darlis, Yusrizal, Metha Monica dan M. Sugihartono 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PENGELOLAAN KOMPOS DI TPA BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini pandangan perkembangan pertanian organik sebagai salah satu teknologi alternatif untuk menanggulangi

SYLABUS MATA KULIAH PERTANIAN ORGANIK

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

III. METODE KERJA 1. Lokasi dan Waktu 2. Pengumpulan data

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

II. PERMASALAHAN DAN INOVASI TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

DAFTAR ISI. JUDUL... i ABSTRAK...iii ABSTRACT...iv. LEMBAR PENGESAHAN...v. RINGKASAN...vi. RIWAYAT HIDUP...x. KATA PENGANTAR...xi. DAFTAR ISI...

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk dunia bergerak cepat dan terus bertambah. Sejarah

Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RDKK Pupuk Bersubsidi

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyebar luas baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.limbah atau

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai sumber pencemaran. Limbah tersebut dapat berupa bahan organik dan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

IV. METODE PENELITIAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat maupun oleh lembaga pemerintah tetapi seringkali hanya

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

BAB I. PENDAHULUAN 1.2 Analisis Situasi Mitra pupuk organik.

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

APLIKASI COMPLETE FEED FERMENTASI LIMBAH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN KOTA BARU KOTA JAMBI

WALIKOTA PROBOLINGGO

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

Transkripsi:

PERAN PEMIMPIN DESA MIYONO DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENYULUHAN PEMBUATAN KOMPOS DI KECAMATAN SEKAR KABUPATEN BOJONEGORO Bekti Nur Utami 1, Deha Purwoko 2 1 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang 2 Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, Alamat email : bekti.n.utami@gmail.com Abstrak Di Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro setiap kepala keluarga diwajibkan mempunyai ternak sapi potong minimal sebanyak 1 ekor. Melimpahnya limbah kotoran ternak hanya ditumpuk begitu saja. Limbah peternakan menghasilkan gas-gas yang cepat menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Adanya ternak sapi memproduksi limbah ternak perlu sentuhan teknologi kepada petani. Melalui penyuluhan mengenai pengolahan limbah ternak menjadi kompos diharapkan mengubah perilaku peternak dalam mendukung pertanian organik. Tujuan penelitian adalah : (1) Mengetahui peran pemimpin desa Miyono, dan (2) Mengetahui partisipasi petani dalam penyuluhan pembuatan kompos. Pemilihan desa ini berdasarkan survei pendahuluan yaitu pemimpin desa yang peduli lingkungan. Sampel yang diambil sebanyak 40 orang dari jumlah populasi 360 orang. Peran pemimpin desa Miyono yaitu telah berhasil mengadakan penyuluhan dan pelatihan pembuatan pupuk kompos. Pelaksanaan penyuluhan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bojonegoro. Keberhasilan penyuluhan ditunjukkan dengan partisipasi petani yang mengikuti pelatihan dan akhirnya permasalahan feses kotoran sapi yang menumpuk bisa dimanfaatkan menjadi pupuk organik padat. Selanjutnya kompos dikelola oleh Gapoktan Tunas Harapan setiap harinya dapat membuat pupuk organik padat sebanyak 2 ton. Harapannya hasil penelitian ini dijadikan rekomendasi untuk pengembangan kelembagaan sehingga mempunyai unit usahatani yaitu unit pengolahan limbah kotoran ternak sapi. Kata Kunci : Peran pemimpin desa, Partisipasi petani, Penyuluhan, Kompos. Pendahuluan Di Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro mewajibkan setiap kepala keluarga memiliki minimal 1 ekor ternak sapi potong. Hal tersebut menjadikan jumlah populasi ternak sapi di Kecamatan Sekar sejumlah 7.676 ekor. Belum adanya sentuhan inovasi tehnologi tentang pemanfaatan limbah kotoran ternak maka kotoran ternak hanya ditumpuk begitu saja. Menurut Pattiselanno (2008), limbah peternakan menghasilkan gas-gas yang cepat menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Industri berbasis peternakan menunjukkan dampak serius limbah peternakan terhadap perubahan iklim (climate change) di era sekarang ini yang lebih popular dengan istilah pemanasan global (global warming). Menurut Alex (Tanpa Tahun) bahwa seekor sapi menghasilkan kotoran ternak seberat 25 kg/hari. Maka 7.676 ekor sapi menghasilkan kotoran ternak sebanyak 191.900 kg/hari. Hal tersebut sangat berpotensi untuk dijadikan unit produksi pengolahan yaitu pengolahan limbah 439

kotoran ternak berupa kompos. Kompos adalah pupuk yang dibuat dari hasil penguraian aneka bahan sampah organik (Alex, Tanpa Tahun). Potensi limbah kotoran ternak tersebut hanya dibuang begitu saja tanpa ada sentuhan inovasi tehnologi tepat guna di bidang peternakan. Dengan melihat potensi tersebut dan dalam rangka mendukung pertanian organik di Kecamatan Sekar maka Bapak Parit selaku Kepala Desa Miyono mewujudkan adanya penyuluhan dan pelatihan mengenai sentuhan tehnologi tepat guna dalam pengolahan limbah kotoran ternak sapi menjadi kompos dengan bekerjasama oleh beberapa stakeholder. Seperti tersirat dalam Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian Perkebunan Perikanan dan Kehutanan nomor 16 Tahun 2006 Pasal 1 yaitu penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau, dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, tehnologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Anonim, 2006). Materi dan Metode Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk meberikan gejala-gejala, faktafakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Zuriah, 2005). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2016. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan survei pendahuluan, yaitu di lokasi terdapat pemimpin desa yang peduli akan lingkungan di Desa Miyono Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, FGD, dan dokumentasi. Penentuan kelompoktani sebagai populasi ditentukan secara Purposive yaitu kelompoktani yang memiliki ternak sapi. Populasi sebanyak 360 orang yang terdiri dari 3 kelompoktani yaitu Kelompoktani Tirto Waluyo, Kelompoktani Subur dan Kelompoktani Tani Maju. Penentuan sampel digunakan rumus Taro Yamane dalam Rahmat (1998), sebagai berikut : n N N.d 2 +1. Keterangan : n = Jumlah sampel; N = Jumlah populasi; d = tingkat presisi (error) sebanyak 15%. 440

Maka sampel sebagai responden sebanyak 40 orang, dengan rincian : (a) kelompoktani Tirto Waluyo sebanyak 15 orang, (b) kelompoktani Subur sebanyak 13 orang, dan (c) kelompoktani Tani maju sebanyak 12 orang. Hasil dan Pembahasan Melihat potensi melimpahnya kotoran ternak maka Bapak Parit selaku pemimpin Desa Miyono beserta stakeholder setempat mengadakan pelatihan inovasi tepat guna di bidang peternakan dan penyuluhan mengenai pembuatan pupuk kompos. Peran pemimpin Desa Miyono dalam penyuluhan pembuatan kompos, yaitu : (1) Motivator. Melihat kondisi di lapangan yaitu kotoran ternak sapi hanya ditumpuk begitu saja dan bahkan dibuang. Sebagai motivator Pemimpin desa Miyono mengambil langkah : (a) Peduli terhadap setiap permasalahan yang dihadapi para anggota/petani. Strategi nyata dengan bekerja sama dengan stakeholder setempat yaitu Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pertanian Kecamatan Sekar dan juga Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bojonegoro melakukan pelatihan inovasi tepat guna di bidang peternakan dengan melakukan penyuluhan pembuatan pupuk kompos; (b) Merangsang anggota/petani untuk membekali diri dengan pengetahuan dan keahlian dalam usaha meningkatkan kompetensi, dengan mengajak petani untuk hadir ke pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani di dalam mengolah limbah kotoran ternak menjadi kompos; (c) Merangsang anggota/peserta untuk memiliki tekad dalam menyelesaikan tugas dengan tuntas, dengan memberikan demonstrasi cara dan hasil pembuatan kompos; (d) Mengajak seluruh anggota/peserta untuk berorientasi pada kualitas, pemimpin desa mengundang peserta yang mengikuti pelatihan untuk melihat perbedaan antara tanaman padi yang dipupuk menggunakan pupuk kompos saja dan campuran pupuk anorganik pada usia 3 bulan; dan (e) Mengajak anggota/peserta untuk bekerja dalam tim yang solid dan harmonis, melakukan pembagian tugas terhadap peserta dalam mempersiapkan pembuatan pupuk kompos dari bahan sampai proses pengolahan pupuk kompos. (2) Fasilitator. Agar terciptanya kondisi lingkungan yang sehat dan terbebas dari polusi limbah kotoran ternak sapi, pemimpin desa berperan sebagai fasilitator diantaranya : (a) Pusat informasi, pemimpin desa akan membantu memberikan informasi mengenai cara pengolahan pupuk kompos kepada petani walaupun pelatihan telah selesai; (b) Menciptakan kerjasama, selesainya pelatihan pembuatan kompos pemimpin desa menjalin kerjasama diantara kelompoktani untuk terciptanya unit produksi pengolahan kotoran ternak; (c) Penyedian sapras pengolahan kompos, pemimpin desa mengajukan permohonan bantuan alat kepada stakeholder setempat guna memperlancar pengolahan limbah kotoran ternak sapi 441

menjadi kompos sehingga mempermudah petani; dan (d) Bantuan modal, pemimpin desa mengajukan bantuan modal untuk petani guna menyukseskan program pemerintah daerah menuju pertanian organik. Partisipasi petani terhadap penyuluhan pembuatan kompos menuju pertanian organik, dimulai dari : (1) Perencanaan, melakukan pembagian tugas kelompoktani. Melalui Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan, ketua gapoktan membagi tugas kepada anggotanya yaitu : Kelompoktani Tirto Waluyo menyiapkan bahan baku dolomit, Kelompoktani Manunggal Jaya menyiapkan bahan baku aram sekam, Kelompoktani Tani Makmur dan Kelompoktani Tani Jaya menyiapkan Bahan Baku Dedak, Kelompoktani Subur dan Kelompoktani Tani Maju menyiapkan bahan baku utama yaitu kotoran ternak sapi dan bioaktivator (EM4), dan Kelompoktani Rukun Santoso memproses pengolahan kotoran ternak menjadi kompos; (2) Pelaksanaan, pembuatan pupuk organik. Pembagian tugas yang diberikan oleh Ketua Gabungan Kelompoktani tersebut merupakan anjuran pemimpin Desa Miyono. Setiap harinya Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan dapat membuat pupuk kompos curah sebanyak 1 ton dan pupuk bhokasi sebanyak 1 ton. Dari sinilah terbentuk wahana kerjasama antara kelompoktani sebagaimana tertera pada Peraturan Kementrian Pertanian Nomor 82 tahun 2013 pengembangan kelompoktani berdasarkan fungsinya menuju unit usaha pengolahan pupuk kompos; dan (3) Penerapan, pemanfaatan pupuk kompos. berdasarkan jumlah luasan lahan pertanian yang dimiliki Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan seluas 708,4 Ha menurut anjuran pemerintah penggunaan lahan pertanian sawah per 1 Ha diwajibkan menggunakan pupuk organik sebanyak 5 Ton. Maka dibutuhkan pupuk organik selama musim tanam sebanyak 5 Ton X 708,4 Ha = 3.542 Ton. Sedangkan hasil pembuatan pupuk kompos yang dibuat perhari sebanyak 2 Ton X 30 hari X 4 bulan adalah sebanyak 240 Ton selama musim tanam tiba. Maka masih terdapat kekurangan sebanyak = 3.542 Ton 240 Ton = 3.302 Ton. Melihat permasalahan diatas pemimpin desa mengambil langkah agar dapatnya hasil pembuatan yang diperoleh digunakan secara bergantian oleh kelompok tani sehingga pertanian organik dapat terwujud. Perubahan perilaku yang dialami oleh kelompoktani Tirto Waluyo, Kelompoktani Subur, dan Kelompoktani Tani Maju setelah penyuluhan pembuatan kompos, yaitu : (1) Pemecahan Masalah, dengan terselenggaranya penyuluhan dan pelatihan pembuatan pupuk organik padat yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan juga Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas kerjasamanya dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Dinas Pertanian dan Mahasiswa yang pmelakukan Praktik Kuliah Lapang (PKL) di Kecamatan Sekar maka permasalahan limbah kotoran ternak sapi potong yang sebelumnya hanya dibuang begitu saja, 442

sekarang dikelola oleh Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan yang setiap hari dapat membuat pupuk organik padat sebanyak 2 ton. Adanya keinginan petani untuk mengolah pupuk organik padat sebagai pemecahan masalah penumpuknnya limbah kotoran ternak menunjukkan bahwa petani mulai masuk pada tahap ketertarikan (attention); (2) Pembuatan Pupuk Organik Padat, pembuatan pupuk organik padat ini terus berkelanjutan tiap hari. Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan dengan memperdayakan anggota kelompoktani mereka dapat membuat pupuk organik padat sebanyak 2 Ton perharinya. Hal tersebut dikarenakan peran pemimpin Desa Miyono yang berorientasi terhadap bisnis. Kegiatan petani sudah bisa mengolah pupuk organik padat secara mandiri dan kontinyu menunjukkan bahwa ada perubahan perilaku petani; dan (3) Pemanfaatan pupuk organik padat, dikarenakan hasil pembuatan kompos perhari sebanyak 2 ton, maka dalam awal musim tanam tiba Gabungan Kelompoktani Tunas Harapan hanya dapat membuat pupuk organik padat sebanyak 240 ton. Lahan sawah milik anggota Gabungan Kelompoktani Tunas harapan seluas 708,4 Ha. Hasil pembuatan kompos tidak mencukupi untuk kebutuhan pemupukan luasan lahan milik anggota, maka kebijakan ketua Gabungan Kelompoktani pada awal musim tanam hasil digunakan secara bergiliran dari kelompoktani satu ke kelompoktani lainnya. Kesimpulan dan Saran Peran pemimpin desa Miyono yaitu bisa memotivasi petani untuk berpartisipasi mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos. Kegiatan penyuluhan dapat terlaksana dengan adanya bekerjasama antara pemimpin desa dengan Dinas Pertanian dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bojonegoro. Petani berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos. Selanjutnya pengolahan kotoran ternak dikelola oleh Gapoktan Tunas Harapan yang dapat membuat pupuk organik padat sebanyak 2 ton per hari. Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi dalam pengembangan kelembagaan petani di Desa Miyono sebagai unit pengolahan limbah. Selain itu mengurangi pencemaran lingkungan di wilayah Desa Miyono menuju pertanian organik. Ucapan Terimakasih Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Parit selaku Kepala Desa, Bapak Kariyono selaku PPL di Kecamatan Sekar, Bapak Serda Supriani selaku Babinsa dan masyarakat di Desa Miyono pada khususnya serta semua pihak yang telah membantu atas kelancaran penelitian ini. 443

Daftar Pustaka Anonim, 2006. Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan Perkebunan dan Kehutanan. Kementrian Pertanian. Jakarta., 2013. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/OT.140/8/2013 tentang Pedoman Pembinaan Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani. Kementrian Pertanian Jakarta. Jakarta. Alex, S. Tanpa Tahun. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik. Pustaka Baru Press Yogyakarta. Yogyakarta. Edison, E., Anwar, Y. dan Komariyah, I. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alfabeta Bandung. Bandung. Pattiselano, F. 2008. Kotoran Ternak : Antara Polusi Lingkungan dan Sumber Energi Alternatif. (https://tabloidjubi.wordpress.com/2008/05/07/kotoran-ternak-antarapolusi-lingkungan-dan-sumber-energi-alternatif/) diakses pada tanggal 26 November 2016. Rahmat, 1998. Metode dan Penentuan Sampel. Alfabeta, Bandung. Zuriah, N. 2005. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. 444