CASE REPORT. Abses Hepar dan Empiema dengan Fistula Hepatopleura. Telly Kamelia

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

EMPIEMA. Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

SAKIT PERUT PADA ANAK

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

KASUS. Seorang laki-laki umur 65 thn dengan Hidropneumothoraks dextra ec keganasan primer di paru DD/ metastasis Ca di paru

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

ABSTRAK PREVALENSI AMEBIASIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, JAWA BARAT PERIODE TAHUN

Ekspertise Efusi Pleura

CHEST TUBE. b. Ruang Lingkup Menyalurkan zat baik berupa zat padat, cairan, udara atau gas dari rongga dada

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFUSI PLEURA

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

( No. ICOPIM : )

K35-K38 Diseases of Appendix

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Definisi. Mesothelioma adalah keganasan yang berasal dari sel mesotel yang terletak di rongga pleura.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Penanganan Empiema Tuberkulosis dengan Penyaliran Selang Dada di RS Persahabatan

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

Universitas Sumatera Utara

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

LAPORAN KASUS ABSES TORAKOABDOMINAL DAN PLEURITIS TB DENGAN PERBEDAAN POLA KEPEKAAN OBAT ANTI TB LINI I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PNEUMOTHORAX. Click Oleh to edit Master subtitle style IDRIES TIRTAHUSADA Pembimbing: Dr Haryadi Sp.Rad 4/16/12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP DASAR. oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, parientalis yang bersifat patologis (Sularman, 2003).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Diagnostik Lymphadenopathy Colli Dengan Metode Biopsi pada Penderita HIV-TB Di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr.

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN HIV AIDS. dr. Bambang Satoto,Sp.Rad(K),M.Kes Departemen Radiology F.K Undip /RSUP Dr Kariadi Semarang

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

DAFTAR LAMPIRAN. Gambar 1. Stadium Perkembangan Bronkhopulmoner 8. Gambar 2. Pembentukan Tunas Pulmo 8

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

SIROSIS HEPATIS R E J O

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Item Development and Review Workshop

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tindakan pembedahan. Beberapa penelitian di negara-negara industri

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

TATALAKSANA SKISTOSOMIASIS. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

Transkripsi:

CASE REPORT Abses Hepar dan Empiema dengan Fistula Hepatopleura Telly Kamelia Divisi Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta ABSTRACT Liver abscess is an inflammatory lesions of the liver that can spread into the pleural cavity resulting in empyema and lung abscess. One of the causes of spread to the pleural cavity is due to hepatopleura fistulas. In this case, a man, 43 years old, came with complaints of shortness of breath that became heavier since one week ago, accompanied by upper abdominal pain, bleeding cough one time, stomach felt enlarged, and history of smoking, promiscuity, and drinking alcohol. On physical examination, it was found the right lung left behind during inspiration, vocal fremitus decreased, dull percussion, and vesicular sounds decreased in the right lung field and hepatomegaly. IDT amoeba was 1,92 and pleural fluid examination showed an exudate. Massive pleural effusion was found on chest X-ray. In hepatology ultrasound was found liver abscess, hepatomegaly, and right pleural effusion. In thoracic ultrasound examination obtained the right loculated pleural effusion. Thoracic CT scan with contrast showed cavity with air-fluid level in the right hemithorax and hepatic lesions in 4 th,5 th segments. The results of the liver abscess fluid analysis obtained microbiological examination did not find germs, acid-fast bacilli (AFB) smear was negative, culture examination is not find microorganisms and anaerobes, pathological examination showed colored brown viscous fluid, and microscopic examination obtained the necrotic mass and fibrous connective tissue. Key words : liver abscess, empyema, lung abscess, hepatopleural fistula ABSTRAK Abses hepar merupakan lesi inflamasi pada hepar yang dapat menyebar ke rongga pleura sehingga mengakibatkan empiema maupun abses paru. Salah satu penyebab penyebaran ke rongga pleura adalah karena adanya fistula hepatopleura. Dalam kasus ini, seorang laki-laki, 43 tahun, datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 minggu yang lalu, disertai nyeri perut bagian atas, batuk berdarah sebanyak satu kali, perut dirasakan membesar, serta terdapat riwayat merokok, promiskuitas, dan minum alkohol. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan paru kanan tertinggal saat inspirasi, vocal fremitus menurun, perkusi redup, dan suara vesikuler menurun pada lapang paru kanan dan hepatomegali. Hasil IDT amoeba adalah 1,92 dan pemeriksaan cairan pleura, didapatkan kesan eksudat. Didapatkan gambaran efusi pleura masif pada foto toraks. Hasil USG hepatologi didapat abses hepar, hepatomegali, dan efusi pleura kanan. Pada pemeriksaan USG toraks didapat efusi pleura kanan dengan gambaran loculated. CT scan toraks dengan kontras didapat gambaran kavitas dengan air-fluid level pada hemitoraks kanan dan lesi segmen 4,5 hepar. Hasil analisis cairan pungsi abses hepar didapatkan pemeriksaan mikrobiologi tidak ditemukan kuman, BTA negatif, kultur tidak ditemukan mikroorganisme maupun kuman anaerob, pemeriksaan patologi didapatkan cairan berwarna cokelat kental, dan pemeriksaan mikroskopik didapatkan sediaan sitologi abses hepar yang mengandung massa nekrotik, serta serabut jaringan ikat. Kata kunci : abses hepar, empiema, abses paru, fistula hepatopleura Korespondensi : dr. Telly Kamelia SpPD Email: tellybahar@gmail.com Indonesian Journal of CHEST Critical and Emergency Medicine Vol. 3, No. 3 Jul - Sept 2016 95

Telly Kamelia PENDAHULUAN Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus abses hepar adalah penyebaran ke rongga lain, seperti pleura dan perineum. Hal tersebut dapat terjadi akibat inflamasi pada dinding rongga tersebut. Namun, pada kasus abses paru dengan penyebaran ke rongga pleura, salah satu yang perlu diperhatikan adalah adanya fistula hepatopleura yang kasusnya jarang ditemukan, tetapi dapat mempengaruhi mortalitas. ILUSTRASI KASUS Pasien laki-laki, 43 tahun, datang dengan keluhan sesak napas memberat sejak 1 minggu sebelumnya. Pasien mengeluhkan sesak napas yang disertai keluhan nyeri pada perut bagian atas. Terdapat keluhan batuk berdarah sebanyak satu kali. Pasien lebih nyaman dengan posisi berbaring ke kanan. Terdapat keluhan mengganjal saat duduk. Perut dirasakan penuh, membesar. Tidak ada keluhan mual dan muntah. Terdapat keluhan mata kuning. Terdapat penurunan berat badan sebanyak 4 kg. Tiga minggu sebelumnya, sesak mulai dirasakan, tetapi tidak dipengaruhi aktivitas dan posisi. Pasien sempat berobat ke klinik dan diberikan obat yang membuat kencing menjadi merah, tetapi hanya diminum selama 3 hari. Pasien tidak pernah dilakukan pemeriksaan dahak maupun foto dada. Pada 2 minggu sebelumnya, pasien memiliki keluhan BAB cair dengan ampas, tanpa lendir dan darah. Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya. Terdapat riwayat merokok, promiskuitas, minum alkohol. Pasien bekerja sebagai pemulung. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital dalam batas normal, konjungtiva pucat dan sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan paru didapat paru kanan tertinggal saat inspirasi, vocal fremitus menurun pada paru kanan, perkusi redup pada paru kanan ICS V, dan suara vesikuler menurun pada lapang paru kanan dari ICS II. Hepar lobus kanan teraba pada 2 jari dibawah arcus costae, dan lobus kiri teraba pada 2 jari dibawah prosesus xyphoideus. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,8 mg/dl, hematokrit 26,6 mg/dl, leukosit 28.000, trombosit 241.000, PCT 50,74, SGOT 181, SGPT 120, bilirubuin total 1,32, bilirubin direk 0,74, dan bilirubin indirek 0,58. Kadar albumin 3,17. Dilakukan pemeriksaan IDT amoeba hasilnya 1,92. Pada pemeriksaan urin lengkap didapat urin kuning keruh, berat jenis 1.025m ph 6, protein trace, glukosa negatif, bilirubin 1+, urobilinogen 16, nitrit +, hasil lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan feses didapat feses kuning dengan konsistensi lembek, leukosit 3-5, eritrosit 0-1, tidak ada telur cacing ataupun amoeba. Dilakukan pemeriksaan cairan pleura, didapatkan kesan eksudat. Pada pemeriksaan foto toraks, terdapat gambaran efusi pleura masif yang mendorong jantung dan organ mediastinum ke sisi kiri. Pada pemeriksaan USG hepatologi didapat abses hepar berukuran 9,47cm x 9.01cm, hepatomegali, dan efusi pleura kanan. Pada pemeriksaan USG toraks didapat efusi pleura kanan dengan gambaran loculated. Gambar 1. Foto toraks saat pertama kali masuk RS Gambar 2. USG toraks saat pertama kali masuk RS Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan CT scan toraks dengan kontras didapat kesimpulan gambaran kavitas dengan air-fluid level pada hemitoraks kanan berukuran 9,6 x 9,5 x 13,7 cm dengan diagnosis banding localized pyopneumothorax, abses paru, dan lesi segmen 4,5 hepar dengan diagnosis banding abses. Gambar 3. MSCT toraks Pada hari ke-5 perawatan, dilakukan pungsi abses pada hepar dan didapatkan sebanyak 320 cc warna merah tengguli yang sebagian abses belum 96 Ina J CHEST Crit and Emerg Med Vol. 3, No. 3 Jul - Sept 2016

Abses Hepar dan Empiema dengan Fistula Hepatopleura mencair. Kemudian, dilakukan USG hepatologi kembali dua hari setelah tindakan, didapatkan abses dengan diameter 8,24 cm dengan dominasi komponen padat, dan dicurigai adanya fistula ke pleura kanan. dilakukan eksisi tepi fistula. Pada pembersihan rongga dada, didapat adanya kebocoran pada beberapa bagian paru, sehingga dilakukan penjahitan primer. Setelah tindakan, dilakukan pemasangan drain 1 buah ukuran 28 Fr ke intrapleura, dan 1 buah ukuran 14 Fr ke intra hepatal. DISKUSI Gambar 4. USG hepatologi dicurigai adanya fistulasi hepar ke pleura dekstra Setelah dilakukan pungsi, dilakukan pemeriksaan secara makroskopik, mikroskopik, serta mikrobiologi abses. Pada pemeriksaan mikrobiologi, didapatkan cairan abses hepar, leukosit 4-5/lpb, tidak ditemukan adanya kuman. Hasil Pemeriksaan BTA negatif. Pada pemeriksaan kultur, tidak ditemukan mikroorganisme maupun kuman anaerob. Pada pemeriksaan patologi, didapat cairan bewarna cokelat kental. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan sediaan sitologi abses hepar yang mengandung massa nekrotik, serta serabut jaringan ikat. Pasien kemudian didiagnosis dengan abses hepar, empiema, dan suspek fistula hepatopleura. Pasien mendapatkan tatalaksana antibiotik, yaitu metronidazol 500 mg tiga kali sehari dan ceftazidim 2 gram dua kali sehari. Kemudian, pasien direncanakan tindakan torakotomi dekortikasi. Pada saat tindakan dilakukan eksplorasi dan ditemukan adanya kantung abses pada lobus paru superior, kemudian dilakukan eksisi kantung abses. Didapatkan pula adanya fistula hepatopleura dengan diameter 1 cm, kemudian Gambar 5. A) Foto polos toraks sesaat setelah dilakukan operasi B) Foto polos toraks 3 hari setelah dilakukan operasi Amebic liver abscess (ALA) merupakan lesi inflamasi pada hepar yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Insidens kejadiannya bervairasi, sekitar 3% hingga 9% dari semua kasus amebiasis. 1 Penyakit ini berhubungan dengan kurangnya hygene dan sanitasi, serta kurangnya kebersihan air dan pemahaman mengenai kesehatan. Infeksi penyakit ini melalui makanan ataupun air yang terkontaminasi kista maupun tropozoit. Hal tersebut dapat mengakibatkan disentri pada pasien dengan imun lemah maupun diare atipikal pada pasien lain. Parasit dapat menyebar ke hepar melalui sirkulasi porta, serta menyebar secara sistemik dan mengakibatkan infeksi pada bagian tubuh lain, atau kembali lagi ke saluran cerna dan akan keluar bersama feses. 2 Manifestasi dari amebiasis beragam, baik infeksi pada saluran cerna, seperti kolitis akut, apendiksitis, maupun diluar saluran cerna, seperti abses hepar, pleuropulmonal amebiasis, dan perikarditis. Infeksi ini biasa terjadi pada pasien usia 20-45 tahun. Gejala yang paling sering dialami adalah nyeri pada perut, pleuritic chest pain, dan nyeri pada kuadran kanan atas. Nyeri pada epigastrik dapat ditemukan pada pasien dengan abses hepar lobus kiri. Demam biasanya tidak terlalu tinggi, dan jika ditemukan demam tinggi dapat dicurigai adanya infeksi sekunder. Keluhan batuk dengan atau tanpa dahak, serta pleuritic pain juga dapat ditemukan pada ALA. 1,2 Pada sepertiga pasien dengan ALA, dapat ditemukan jaundice, tergantung dari besar lesi pada hepar. Keluhan diare mapun penurunan berat badan tidak selalu ditemukan. Namun, mayoritas kasus pada daerah tropik, diare merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan, tetapi kurang diperhatikan. Selain itu, keluhan nyeri pada kuadran kanan atas dan disertai dengan hepatomegali dapat ditemukan pada sekitar 80% kasus. 1,2 Menyebarnya abses ke rongga pleura dapat mengakibatkan empiema maupun abses paru. 1,2 Salah satu penyebab penyebaran ke rongga pleura adalah Ina J CHEST Crit and Emerg Med Vol. 3, No. 3 Jul - Sept 2016 97

Telly Kamelia karena adanya fistula hepatopulmonal. Kasus ini merupakan kasus yang jarang ditemukan dan terkait dengan risiko mortalitas. Fistula hepatopulmonal dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kelainan kongenital, abses hepar (amoebic, piogenik, echinococcus), obstruksi traktus bilier sekunder atau tumor, trauma tumpul atau tajam (yang mengakibatkan obstruksi), maupun fistula iatrogenik (riwayat reseksi hepar, radiasi, drainase toraks). Abses hepar dianggap sebagai predisposisi utama fistula hepatopulmonal, meskipun jumlah laporan kasusnya berkurang dalam tiga dekade terakhir. 3 Adanya fistula hepatopulmonal dapat ditandai suatu tanda dan gejala klinis maupun tidak. Gejala yang paling sering timbul adalah demam, batuk produktif, nyeri dada, nyeri pada perut bagian kanan atas, jaundice, dan bile stained sputum. 3 Diagnosis abses hepar dapat dilakukan dengan beberapa modalitas. Pemeriksaan foto polos toraks pada beberapa kasus menunjukkan adanya pneumonitis bilateral, atelektasis, maupun efusi. 2 Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat ditemukan gambaran non-homogen, hypoechoic, massa berbentuk oval atau bulat dengan batas tegas. Untuk membedakan abses amebik dan piogenik, dapat dilakukan aspirasi abses untuk pemeriksaan mikrobiologi. 1 CT scan dapat digunakan untuk memberikan gambaran patologi, terutama pada saat gejala masih timbul. Modalitas ini dapat digunakan untuk melihat gambaran abses hepar, efusi pleura, atelektasis, dan gambaran abses paru. 3 Pemeriksaan dengan MRI tidak menunjukkan adanya kelebihan. 4 Pada kasus, pasien dilakukan USG untuk diagnosis dan juga follow up setelah dilakukan tindakan aspirasi abses. Dari pemeriksaan USG juga, pasien dicurigai adanya fistula hepatopleura. Pemeriksaan CT scan mungkin dapat memberikan gambaran fistula hepatopleura. Namun, pada kasus ini, gambaran fistula tidak terlihat. Pemeriksaan kimia darah ditemukan adanya peningkatan bilirubin, leukositosis pada 75% kasus, peningkatan SGOT dan SGPT (tidak spesifik), dan peningkatan penanda inflamasi. Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan darah bercampur dengan tropozoit. Pada pemeriksaan aspirasi abses ditemukan jaringan nekrotik hepar. 4 Pemeriksaan serum antibodi amoeba dapat menunjukkan hasil positif pada infeksi E. hystolytica. Serum antibodi terhadap amoba ini dapat ditemukan pada 85-95% pasien dengan amebiasis maupun abses hepar. 1 Tatalaksana kasus ini dapat dilakukan secara farmakologi, aspirasi abses, maupun bedah. Tatalaksana farmakologi dilakukan dengan menggunakan satu obat maupun kombinasi obat, untuk kasus parasit ekstralumen. Golongan obat amebisidal yang efektif pada infeksi jaringan maupun lumen intestinal adalah metronidazol, tinidazol, dan ornidazol. Ketiga obat tersebut merupakan pilihan utama pada kasus amebiasis invasif. Aspirasi atau drainase abses tidak rutin dilakukan pada pasien dengan abses hepar, baik untuk diagnosis maupun tatalaksana. Aspirasi abses dilakukan jika tidak ada perubahan klinis setelah dilakukan tatalaksana dalam 48-72 jam, abses pada lobus kiri, dan pemeriksaan serologi negatif. Pada aspirasi didapatkan abses dengan anchovy sauce type dan warna cokelat akibat bercampurnya darah dengan jaringan hepar. Tatalaksana dengan antiamoeba saja sama efektifnya dengan kombinasi antiamoeba dengan aspirasi abses pada kasus ringan. Tindakan operatif dipertimbangkan pada kasus dengan penyebaran ke rongga lain, seperti rongga pleura maupun peritoneum. 1 Pendekatan operatif dengan torakotomi merupakan pilihan tatalaksana pada beberapa kasus. Pada kasus abses hepar dengan fistula hepatopleura, tatalaksana meliputi prinsip berikut, yaitu tatalaksana agresif dengan torakotomi, drainase adekuat, penutupan perforasi diafragma, dekortikasi paru, serta lobektomi pada fistula bronkobilier. 3 Abses hepar dengan etiologi amoeba yang menyebar hingga rongga pleura atau parenkim paru serta mengakibatkan infeksi sekunder, seperti empiema, membutuhkan tatalaksana yang tepat dan terapi dengan antibiotik serta metronidazol dan drainase pus yang adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil kultur pus. Tatalaksana dengan antibiotik dilakukan hingga suhu pasien afebris atau leukosit dalam batas normal atau rendah, drainase tube post torakostomi menunjukkan cairan kurang dari 100 ml, serta gambaran radiografi tampak normal. Pada 20-30% pasien dengan antibiotik tetapi tidak dengan drainase yang adekuat, maka respon pengobatan kurang baik. Pada kasus ini diperlukan drainase dengan metode open surgery. 5 Selang WSD dapat dilepas jika pasien sudah memenuhi beberapa kriteria, yaitu infeksi sudah terkontrol dan suhu afebris (7-10 hari setelah dimulainya terapi), drainase cairan kurang dari 100 ml perhari, ekspansi dada maksimal, dan fistula hepatopleura tertutup. 5 98 Ina J CHEST Crit and Emerg Med Vol. 3, No. 3 Jul - Sept 2016

Abses Hepar dan Empiema dengan Fistula Hepatopleura Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi dengan metronidazol. Namun, karena lesi yang cukup luas dan sudah terjadi penyebaran ke rongga pleura, sehingga pasien dilakukan tindakan operatif torakotomi dan dekortikasi. Setelah tindakan, pasien juga dilakukan pemasangan selang WSD, sebanyak dua buah. Kasus abses hepar dapat sembuh sepenuhnya dalam 2 tahun, dengan median waktu resolusi sekitar 8 bulan. 5 Relaps pada kasus ini sangat jarang ditemukan. Pada follow up dengan USG, dapat ditemukan hilangnya kavitas pada 3 bulan (29,8%), reduksi kavitas pada 25% kasus, atau dapat pula resolusi yang lambat pada 5,9% kasus. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan adalah besarnya abses saat mulai perawatan, hipoalbuminemia, dan anemia. 1,4 Prognosis dapat dilihat dengan evaluasi klinis, biokimia, maupun USG. Kadar bilirubin >3,5mg/dl, ensefalopati, volume abses, hipoalbuminemia dengan serum albumin <2,0g/dL merupakan faktor risiko mortalitas. Panjangnya masa gejala dan tatalaksana tidak mempengaruhi kejadian mortalitas. 1,4 DAFTAR PUSTAKA 1. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic Liver Abscess. JIACM. 2003;4(2):107-11. 2. Rajagopalan BS, Langer CV. Hepatic abscess. Medical Journal Armed Force India. 2012; 68: 271-5. 3. Kontoravdis N, Panagiotopoulos N, Lawrence D. The challenging management of hepatopulmonary fistulas. J Thorac Dis. 2014; 6(9): 1336-9. 4. Dutta A, Bandyopadhyay S. Management of Liver Abscess. Medicine Update. 2012; 22: 469-75. 5. Sigh G, Aggarwwai MP, Lal MK, Dwivedi S. Amoebic liver abscess resulting in empyema thoracis. JIACM. 2004; 5(2): 179-81. Ina J CHEST Crit and Emerg Med Vol. 3, No. 3 Jul - Sept 2016 99