Mutu Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta Berdasarkan Skor Keamanan Pangan dan Uji Mikrobiologi

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT. Keywords: Food Handler s Hygiene Sanitation Practice, Escherichia coli RINGKASAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. harus memenuhi kebutuhan zat gizi, makanan juga harus aman dari

GAMBARAN ANGKA KUMAN DAN BAKTERI

ABSTRAK. Kiky Fitria, Pembimbing I : dr. Fanny Rahardja,M.Si. Pembimbing II : dr. Dani, M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI IDENTIFIKASI KEBERADAAN Escherichia coli PADA AIR CUCIAN DAN MAKANAN KETOPRAK DI KAWASAN KAMPUS UNDIP TEMBALANG

INTISARI ANALISIS KUANTITATIF BAKTERI ESCHERICIA COLI PADA ES TEH YANG DIJUAL DI SEPANJANG JALAN TARAKAN KOTA BANAJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

GAMBARAN JUMLAH ANGKA KUMAN DAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA PIRING DI RUMAH MAKAN PASAR SERASI KOTA KOTAMOBAGU TAHUN 2015 Cindy Stevani Sape

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA JAJANAN PINGGIRAN JALAN KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Oleh Zulyaningsih Tuloly NIM :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

STATUS JUMLAH KUMAN TOTAL PADA SELADA (Lactusa sativa) DI TINGKAT PEDAGANG

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

HIGIENE SANITASI PANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

SIKAP MURID DAN PENJUAL MAKANAN JAJANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI KELURAHAN RONGTENGAH KECAMATAN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

Sandi Fauzi Abdilah 1) Anto Purwanto M. Kes 2) Nur Lina S.KM., M.Kes 3)

Unnes Journal of Public Health

ANALISIS ASPEK MIKROBIOLOGI BAKSO BAKAR YANG DIJUAL DI KECAMATAN TAMPAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

KUALITAS MIKROBIOLOGIS MAKANAN DAN SIKAP PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN MAKANAN PADA KANTIN SEKOLAH DASAR DI WILAYAH

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

ABSTRAK HASIL KULTUR MIKROBIOLOGI BEBERAPA SAMPEL MAKANAN DARI BEBERAPA WARUNG MAKAN DI SEKITAR UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kontaminasi Mikroorganisme pada Jamu Gendong Di Kota Semarang

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR

JUMLAH BAKTERI DAN JAMUR DALAM RUANGAN DI JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

KONDISI BAKTERIOLOGIK PERALATAN MAKAN DI RUMAH MAKAN JOMBANG TIKALA MANADO

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

Upaya Perlindungan Kualitas Hidup Konsumen Melalui Studi Penerapan HACCP Pada Penyediaan Pangan Di Kantin Rumah Sakit

MUTU MIKROBIOLOGIS MINUMAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR WILAYAH BOGOR TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dari luar Provinsi Gorontalo maupun mahasiswa yang berasal dari luar Kota Gorontalo.

IDENTIFICATION OF SCORE OF FOOD SECURITY AND GERM RATE OF FOOD SERVING FOR PATIENTS OF CLASS III AT PANEMBAHAN SENOPATI HOSPITAL BANTUL

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

Transkripsi:

Nutrisia, Volume 15 Nomor 2, September 2013, halaman 76-81 Mutu Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta Berdasarkan Skor Keamanan Pangan dan Uji Mikrobiologi Atikah hanif 1, Elza Ismail 2, Noor Tifauzah 3 1,2,3 Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Tata Bumi No. 3 Banyuraden Gamping Sleman Yogyakarta (Email: elza.ismail@gmail.com) ABSTRACT Background: Pecel is a traditional food that is much favored by the public. Food processing has an important role in determining the quality of a product. Factors such as choosing ingredients, storing, processing, tools, location, packaging, and place greatly infl uences the quality of the food. Inadequate treatment can cause contamination by bacteria that can lower the quality of pecel which can negatively affect health. Objectives: To fi nd out the safety of pecel sold in Beringharjo Martket based on food safety score and the amount of germs. Methods: This was a descriptive observational research with cross sectional design. The sample was collected in Beringharjo Market in Yogyakarta while the microbiology analysis was conducted in Microbiology Laboratory, Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. The objects of the research were three servings of pecel from, one from each vendor. Skor Keamanan Pangan (SKP) or food safety score was evaluated with SKP scoring form, while the microbiology test was conducted with Plate Count Agar (PCA) with nutrient agar as the medium for microbes. Results: Based on the research, SKP of vendor A was 76.08%, vendor B 57.23%, and vendor C 58.66%. Two pecel servings could be categorized as risky but they were still safe to consume, while one pecel serving was not safe for consumption. The amount of germs in vendor A was 7.2 x 10 5, in vendor B 5.7 x 10 5, and in vendor C 8.2 x 10 6. Based on these numbers, it could be concluded that the overall quality of pecel was poor. Conclusion: Based on SKP assessment on three pecel vendors, all three vendors could be categorized as risky, even though two of them were still safe for consumption, while another one was deemed unsafe for consumption. According to BLK, based on the amount of germs, the quality of all three pecel samples was not good. Keywords: pecel, food quality, food safety, microbiology tests. ABSTRAK Latar Belakang : Pecel merupakan makanan tradisional yang banyak digemari oleh masyarakat. Pengolahan makanan mempunyai peranan penting dalam menentukan mutu produk, karena dalam melakukan pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, alat, tempat, kemasan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas makanan tersebut. Perlakukan yang tidak baik terhadap produk tersebut dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri sehingga dapat menurunkan mutu pecel serta dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Tujuan : Diketahuinya tingkat keamanan pecel yang dijual di Pasar Beringharjo berdasarkan Skor Keamanan Pangan dan angka kuman. Metode Penelitian : Penelitian deskriptif observasional dengan rancangan Cross sectional. Lokasi pengambilan sampel di Pasar Beringharjo Yogyakarta, sedangkan analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. Obyek penelitian adalah 3 pecel untuk setiap produsen, penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP) menggunakan form penilain SKP dan uji mikrobiologi dengan metode hitung cawan atau Plate Count Agar (PCA) dengan Nutrient Agar sebagai media pemupukan mikrobia. Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil SKP Produsen A 76,08%, produsen B 57,23%, dan produsen C 58,66%, sebanyak dua pecel dalam kategori rawan tapi masih aman dikonsumsi dan satu pecel dalam kategori rawan dan tidak aman dikonsumsi sedangkan hasil angka kuman produsen A 7,2 x 10 5, produsen B 5,7 x 10 5 dan produsen C 8,2 x 10 6. Berdasarkan angka kuman, secara keseluruhan pecel memiliki mutu yang tidak baik. Kesimpulan: Berdasarkan penilaian SKP ketiga produsen pecel dua produsen memiliki tingkat keamanan rawan tapi masih aman dikonsumsi dan satu produsen memiliki tingkat keamanan rawan dan tidak aman dikonsumsi, sedangkan berdasarkan angka kuman menurut standar dari BLK tiga sampel pecel memiliki mutu tidak baik. Kata Kunci : Pecel, mutu pangan, keamanan pangan, uji mikrobiologi. 30

Mutu Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta... PENDAHULUAN Pengolahan makanan mempunyai peranan penting dalam menentukan mutu produk, karena dalam melakukan pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, alat, tempat, kemasan dan distribusi sangat mempengaruhi makanan jajanan tersebut yang berada di kaki lima, pinggir jalan, stasiun, pasar, dan sebagainya 1. Mikroorganisme tersebar luas di alam lingkungan, dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Bahan pangan selain merupakan sebagai gizi bagi manusia, juga sebagai sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme. Pertumbuhan atau perkembangan mikroorganisme dalam makanan sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia 2. Pecel adalah makanan jajanan yang tergolong makanan utama atau main dish yang lezat. dan digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Makanan yang terdiri dari sayuran dan bumbu kacang ini dijual dengan harga terjangkau sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.dari semua jenis keracunan makanan ternyata lebih dari 90% disebabkan oleh kontaminasi mikroba, baik yang berasal dari air, tanah, udara, peralatan, bahan, dan badan manusia. Sisanya sekitar kurang dari 10% disebabkan oleh bahan kimia, baik yang berasal dari alam maupun dalam bentuk kontaminan lingkungan seperti pestisida, logam berat, (Pb dan Arsen, Cadmium), disamping oleh afl atoksin, zat warna, monomer plastik, obat dan hormon tanaman dan ternak 1. Makanan yang dihinggapi mikroorganisme akan mengalami penguraian dan didukung dengan lingkungan yang tidak baik sehingga dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan, seperti keracunan makanan 3. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan rancangan Cross sectional. Penelitian observasional yaitu penelitian yang tidak memberikan perlakuan pada obyek penelitian dan hanya melakukan pengamatan. Cross sectional yaitu rancangan dimana variable bebas yaitu Skor Keamanan Pangan dan Angka Kuman dan variabel terikat yaitu mutu makanan diamati pada waktu yang bersamaan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penjual pecel yang ada di Pasar Beringharjo. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tiga pecel yang diproduksi oleh pedagang yang berbeda dengan kriteria penjual pecel yang menetap dan yang ramai pengunjung. Analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. Penyajian analisa data bersifat deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel dibuktikan dengan gambar kemudian diinterpretasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP) pecel yang dijual di Pasar Beringharjo meliputi empat komponen yang terdiri dari pemilihan dan penyimpanan bahan makanan (PPB), higiene perorangan (HGP), pengolahan bahan makanan (PMB) dan distribusi makanan (DMP). Hasil penilaian Skor Keamanan Pangan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa persentase skor penilaian Pemilihan dan Penyimpanan Bahan (PPB) pada pecel antara 9,45% sampai 13,81% dengan skor maksimal 16%. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria PPB ada yang tidak terpenuhi. Produsen A memiliki skor nilai paling tinggi, hal ini karena nilai yang belum terpenuhi hanya satu yaitu bahan makanan disimpan pada tempat tertutup. Sedangkan produsen A dan C memiliki skor yang lebih rendah karena ada beberapa kriteria yang belum terpenuhi yaitu bahan makanan disimpan di tempat yang tertutup, bahan makanan disimpan pada tempat bersih, dan bahan makanan disimpan pada tempat yang tidak terkena matahari langsung. Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa para penjual makanan masih kurang memperhatikan penyimpanan bahan makanan yang baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran penjamah makanan dalam menjaga kebersihan bahan makanan yang akan diolah. Padahal bahan makanan yang disimpan akan berpengaruh terhadap proses pengolahan agar tercipta makanan yang aman untuk dikonsumsi. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Seperti mencuci tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, dan membuang makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Penilaian HGP meliputi 8 kriteria penilaian yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan hasil bahwa skor penilaian higiene pemasak (HGP) pada pecel berkisar antara 11,25% sampai 12% dengan rata-rata 11,5% dari skor maksimal 15%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua Tabel 1. Hasil Penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP) Pecel Yang Dijual di Pasar Beringharjo Lokasi Nilai SKP (%) Total Kriteria PPB HGP PBM DMP SKP (%) Lokasi A 13,81 11,25 43,15 7,87 76,08 RTA Lokasi B 9,45 12,00 27,91 7,87 57,23 RTTA Lokasi C 11,63 11,25 27,91 7,87 58,66 RTA Skor Maksimal 16% 15% 53% 14% RTA : Rawan Tapi Aman Dikonsumsi RTTA : Rawan dan Tidak Aman Dikonsumsi 31

Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 30-34 kriteria HGP dapat terpenuhi. Berdasarkan penilaian HGP dapat diketahui bahwa pemenuhan HGP dari ketiga penjual pecel yang paling rendah adalah penjual A dan Penjual C yaitu sebesar 11,25%. Unsur yang banyak tidak tercapai dalam penilaian ini adalah tercapai yaitu pemasak memakai tutup kepala selama memasak dan pengolah makanan memakai alas kaki selama memasak. Dari hal-hal di atas sebaiknya perilaku kebersihan diri penjamah makanan harus benar-benar diperhatikan seperti kebersihan pakaian, menggunakan penutup kepala, dan membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak. Hal tersebut harus dilakukan agar makanan yang dihasilkan nantinya menjadi bersih dan tidak tercemar karena ketidakbersihan penjamah. Hasil penilaian pengolahan bahan (PBM) meliputi 24 kriteria penilaian dengan hasil penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase penilaian pengolahan bahan (PBM) pada pecel antara 27,91% sampai 43,15% dengan ratarata 32,99% dari skor maksimal 51,6%. Komponen yang kurang terpenuhi adalah higiene peralatan masak dan penyimpanan peralatan yang digunakan untuk memasak, tempat memasak yang kurang terang dan kurang bersih, pisau dan telenan yang jarang dicuci, tempat sampah yang terbuka, alat untuk memegang makanan, dan wadah untuk mengolah makanan yang tidak tertutup. Perlengkapan dan peralatan masak yang digunakan dalam penyiapan makanan juga dapat menjadi sumber kontaminasi. Jika peralatan digunakan kembali tanpa pembersihan dengan benar terutama digunakan pada makanan matang atau siap santap, patogen tersebut akan berpindah dan menjadi ancaman serius terhadap keamanan pangan 4. Oleh karena itu proses pengolahan bahan makanan, peralatan untuk mengolah bahan makanan dan dapur tempat pengolahan sebaiknya harus diperhatikan kebersihannya. Karena hal tersebut sangat mempengaruhi mutu pangan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penilaian DMP yang meliputi 6 kriteria Berdasarkan Tabel 1 persentase distribusi makanan dari ketiga penjual adalah sama yaitu sebesar 7,87%. Kriteria yang tidak terpenuhi juga sama yaitu selama perjalanan makanan ditempatkan dalam wadah bersih dan tertutup dan tangan dicuci dengan sabun sebelum membagikan makanan. Apabila ingin menyajikan makanan yang aman, maka harus mengkondisikan makanan tersebut bebas dari benda lain yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan tubuh, seperti halnya bebas dari cemaran biologis, kimia atau benda lainnya, baik yang sengaja ditambahkan ataupun yang tidak disengaja. Hal ini merupakan keharusan bagi siapapun yang memproduksi makanan sehingga makanan yang dihasilkan aman dikonsumsi 5. Dari hal di atas dapat diketahui bahwa apabila komponen tersebut tidak terpenuhi maka bisa mengakibatkan makanan terkena cemaran biologis Gambar 1. Total Skor Keamanan Pangan (SKP) pada produksi pecel yang dijual di Pasar Beringharjo atau kimia yang berasal dari tempat yang terbuka dan tidak bersih. Untuk mengkondisikan makanan bebas dari benda lain yang dapat membahayakan kesehatan tubuh adalah menutup makanan yang sudah matang. Bila makanan dibiarkan terbuka, resiko masuknya benda lain seperti debu, serangga dan lain sebagainya cukup besar. Tingkat kesadaran penjamah makanan tentang mencuci tangan menggunakan sabun dan penggunaan alat untuk menjamah makanan masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ada fasilitas mencuci tangan di tempat penjualan makanan dan tidak adanya alat yang digunakan untuk mengambil makanan. Pada aspek higiene pemasak sudah dijelaskan bahwa tangan merupakan tempat bersarangnya kuman penyakit. Berdasarkan empat aspek penilaian keamanan pangan yaitu pemilihan dan penyimpanan bahan (PPB), higien pemasak (HGP), pengolahan bahan (PBM), dan distribusi makanan pecel (DMP) pada produksi pecel yang dijual di Pasar Beringharjo maka dari tiga produsen didapatkan total Skor Keamanan Pangan (SKP) yang dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar di atas produsen A untuk masing-masing unsur secara keseluruhan memiliki penilaian yang tertinggi dibandingkan dengan produsen pecel lainnya. Produsen B dan C memiliki nilai Skor Keamanan Pangan (SKP) yang hampir sama walaupun lokasi produksinya berbeda. Produsen B memiliki nilai PPB (9,45%), HGP (12,00%), PBM (27,91%), DMP (7,87%), sedangkan produsen C memiliki nilai PPB (11,63%), HGP (11,25%), PBM (27,91%), dan DMP (7,87%). Apabila dilihat dari Gambar 1 tersebut yang menjadi faktor paling berpengaruh dalam penilaian Skor Keamanan Pangan yaitu pengolahan bahan makanan. Karena pada komponen tersebut banyak unsur yang apabila tidak terpenuhi bisa mempengaruhi mutu pecel. Kategori risiko keamanan pangan untuk setiap produsen pecel dapat dilihat pada Tabel 2. 32

Mutu Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta... Tabel 2. Kategori Risiko Keamanan Pangan pada Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo No. Lokasi SKP (%) Kriteria 1. Produsen A 76,08 RTA 2. Produsen B 57,23 RTTA 3. Produsen C 58,66 RTA Rata-rata 63,99 RTA RTA : Rawan Tapi Aman Dikonsumsi RTTA : Rawan dan Tidak Aman Dikonsumsi. Tabel 3. Angka Kuman Pecel yang Dijual di Pasar Beringharjo No. Penjual Angka Kuman Kritria Mutu 1. Penjual A 7,2 x 10 5 Tidak Aman 2. Penjual B 5,7 x 10 5 Tidak Aman 3. Penjual C 8,2 x 10 6 Tidak Aman Tabel 4. Skor Keamanan Pangan yang Dijual di Pasar Beringharjo Produsen Skor Keamanan Angka Kuman Pangan Produsen A RTA Tidak Aman Produsen B RTTA Tidak Aman Produsen C RTA Tidak Aman RTTA RTA : Rawan dan Tidak Dikonsumsi, : Rawan tetapi masih aman dikonsumsi. Berdasarkan hasil SKP pada kriteria mutu makanan pecel yang paling tinggi adalah penjual A dengan nilai 76,08% dengan kriteria rawan tapi masih aman dikonsumsi. Skor terendah dimiliki oleh warung B dengan nilai 57,23% dengan kriteria rawan dan tidak aman dikonsumsi. Apabila dilihat dari rata-ratanya keamanan pangan untuk pecel yang dijual di Pasar Beringharjo masuk dalam kategori keamanan pangan rawan tapi masih aman dikonsumsi Hal tersebut berarti pecel yang disajikan masih aman untuk dikonsumsi tetapi produsen dan masyarakat harus tetap menjaga hygiene dan sanitasi selama proses pemilihan bahan sampai pendistribusian pecel untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada produk tersebut. Sampel uji angka kuman pada penelitian ini yaitu pecel yang dijual di Pasar Beringharjo dengan jumlah 3 sampel pecel yang sebelumnya juga dilakukan pengamatan SKP. Sampel pecel diambil pada tengah hari yaitu sekitar pukul 12.00 WIB dari Pasar Beringharjo ke Laboratorium Kesehatan Yogyakarta dengan botol steril yang jarak tempuhnya ±4 km. Pada Tabel 3 disajikan angka kuman pecel yang dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa angka kuman pada pecel dari ketiga penjual antara 5,7 x 10 5 sampai 8,2 x 10 6. Angka kuman paling tinggi didapatkan pada penjual pecel C dan yang terendah yaitu penjual B. Namun karena ketiga sampel pecel dari tiga pedagang yang berbeda mempunyai jumlah angka kuman melebihi ambang batas yaitu 1 x 10 4 cfu/g maka ketiga pecel tersebut masuk kategori tidak aman. Makanan jajanan yang berair dan tidak panas mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kontaminasi 6. Pecel salah satunya merupakan makanan yang tidak panas ketika disajikan sehingga rentan terhadap kontaminasi. Penelitian yang dilakukan dari 30 sampel nasi pecel yang diperiksa ditemukan 5 sampel (16,7%) tidak mengandung E. coli dan 25 sampel (83,3%) mengandung E. coli 7. Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti membuktikan bahwa pecel merupakan makanan yang rawan terkontaminasi bakteri karena merupakan makanan jajanan yang berair. Selain itu pecel merupakan jenis makanan yang terdiri dari bermacammacam sayuran. Dari bermacam-macam sayuran ini memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri dari cara pencucian atau dari cara memasak yang tidak sesuai. Apabila memajang makanan tertutup rapat kemungkinan terjadinya pencemaran makanan akan menjadi kecil 8. Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga penjual pecel di Pasar Beringharjo sama sekali tidak menggunakan penutup makanan dalam menjajakan makanan pecel. Sayuran pecel dibiarkan terbuka dan terpapar oleh udara luar selama seharian. Sehingga sangat mudah sekali terkontaminasi oleh debu maupun asap kendaraan. Penjual A, B, dan C memiiki jumlah angka kuman yang melebihi ambang batas. Padahal apabila dilihat dari penilaian SKP yang dilakukan hanya penjual B saja yang termasuk kriteria RTTA sedangkan untuk penjual A dan C termasuk dalam kriteria RTA. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya nilai SKP tidak menjamin jumlah angka kumannya.. karena dilihat dari lokasi pendistribusian makanan dalam keadaan terbuka dan ramainya orang yang berlalu lalang disekitar tempat penjualan makanan juga mempengaruhi jumlah angka kumannya. Sehingga kemungkinan kontaminasi diakibatkan dari bakteri udara. Berdasarkan penilaian Skor Keamanan Pangan (SKP) dan uji angka kuman pada pecel yang dijual di Pasar Beringharjo didapatkan hasil pada tabel berikut. Berdasarkan Tabel 4. nilai SKP yang tinggi belum tentu menghasilkan angka kuman yang sedikit. Banyak faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu lingkungan yang kurang bersih. Hal-hal yang mempengaruhi nilai angka kuman melebihi ambang batas pada sampel tersebut karena pecel telah terpapar dari pagi sampai siang ditempat yang ramai, lingkungan yang tidak sehat, kontaminan dari penjamah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum memegang makanan, tidak menggunakan alat penjepit makanan/sarung tangan sehingga banyak mikrobia yang mencemari pecel. 33

Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 30-34 KESIMPULAN 1. Mutu dari tiga sampel pecel yang dijual di Pasar Beringharjo berdasarkan Skor Keamanan Pangan (SKP) sebanyak dua pecel dalam kriteria rawan tapi masih aman dikonsumsi dengan skor 76,08% dan 58,66% sedangkan satu pecel masuk dalam kriteria rawan dan tidak aman dikonsumsi dengan skor 57,23%, dengan rincian : a. Skor penilaian pemilihan dan penyimpanan bahan makanan (PPB) antara 9,45% sampai dengan 13,81% dengan rata-rata 11,63% dari skor maksimal 16%. b. Skor peniaian higiene perorangan (HGP) antara 11,25% sampai dengan 12% dengan rata-rata 11,5% dari skor maksimal 15%. c. Skor penilaian pengolahan bahan makanan (PBM) antara 27,91% sampai dengan 43,15% dengan rata-rata 32,99% dari skor maksimal 53%. d. Skor penilaian distribusi pecel (DMP) dari ketiga produsen pecel sama yaitu 7,87 dengan skor maksimal 14%. 2. Mutu pecel yang dijual di Pasar Beringharjo berdasarkan angka kuman sebesar 100% sampel tidak aman untuk dikonsumsi. Dengan jumlah angka kuman pada penjual A sebesar 7,2 x 10 5 cfu/gram, penjual B yaitu 5,7 x 10 5 cfu/gram, dan Penjual C yaitu 8,2 x 10 6 cfu/gram. SARAN 1. Pemerintah dan institusi Memandu dan melakukan uji kelayakan pada proses produksi pecel agar kualitas dan keamanan produk pangan tersebut terjamin serta memberikan penyuluhan dan monitoring secara rutin kepada tenaga produksi pecel tentang higiene dan sanitasi dalam pengolahan produk pangan. 2. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini hanya melalukan pengujian angka kuman pada pecel yang sudah siap dikonsumsi, sehingga peneliti lain bisa meneliti angka kuman pada alat yang digunakan untuk membuat pecel. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai mikrobia apa saja yang yang mencemari pecel tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. Winarno, F.G.1997. Keamanan Pangan. Bogor : IPB 2. Purnomo, H. Adiono (terjemahan). 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : U-Press. 3. Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Penerbit Djambatan. 4. Moetarjemi, Y & Adams, M. 2011. Dasar-Dasar Keamanan Pangan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 5. Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum edisi revisi. Malang :UMM Press. 6. Viyata, A. 1995. Pembinaan Pengusaha Makanan Jajanan dalam Upaya Peningkatan Kualitas, Seminar Nasional Sehari dan Festival Makanan Tradisional. PusLitBang TekLemLit UNDIP. Semarang 7. Ermayani, D. 2004. Hubungan Kondisi Sanitasi dan Praktik Penjamah Makanan dengan Kandungan Escherichia coli pada Nasi Pecel di Kelurahan Sumurboto dan Tembalang, Semarang. Skripsi. FKM UNDIP. Semarang 8. Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara. 34