BAB IV HASIL DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB IV PETA KERENTANAN LONGSORAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB III METODE PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB IV ANALISIS GEOMORFOLOGI DAN APLIKASINYA UNTUK TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE. Waktu dan Tempat

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pengertian Sistem Informasi Geografis

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara)

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah di wilayah Indonesia,

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Batasan Masalah

BAB III METODE PENILITIAN. Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Analisis Kerentanan Longsoran Menggunakan Proses Hirarki Analitik di Daerah Sukatani dan Sekitarnya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Peta DAS penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

K NSEP E P D A D SA S R

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

2.7.6 Faktor Pembatas BAB III METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat Bahan Lokasi Penelitian...

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Suryanti Nur M. Farda

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

ANALISIS SPASIAL RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN TORAJA UTARA Dr. Paharuddin, M.Si 1, Dr. Muh. Alimuddin Hamzah, M.Eng 1, Rezky Shakiah Putri 2.

III. METODOLOGI PENELITIAN

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh tingkat pertumbuhan

Sistem Informasi Geografis. Widiastuti Universitas Gunadarma 2015

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Zonasi Kerawanan Longsoran Proses pengolahan data sampai ke tahap zonasi tingkat kerawanan longsoran dengan menggunakan Metode Anbalagan (1992) sebagai acuan zonasi dan SIG sebegai metode pengolahan data telah dilakukan dengan seksama, dan telah didapatkan peta kerawanan longsoran daerah penelitian. Dari peta kerawanan longsoran yang dihasilkan terdapat lima jenis kerawanan longsoran yaitu kerawanan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi yang diuraikan sebagai berikut (Gambar 3.9) : 1. Kerawanan Longsoran Sangat Rendah Zona ini memiliki luas 0,658 km 2 atau 1,080 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa aluvium, endapan danau, andesit, kemiringan lereng 15, relief relatif <100 m dan 100 300 m, tutupan lahan yang lebat, serta kondisi permukaan yang kering. 2. Kerawanan Longsoran Rendah Zona ini memiliki luas 24,130 km 2 atau 39,613 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa endapan danau dan batuan yang keras seperti andesit, kemiringan lereng antara 16-25, relief relatif <100 m, tutupan lahan yang lebat serta kondisi permukaan yang merembes sampai kering. 3. Kerawanan Longsoran Sedang Zona ini memiliki luas 22,289 km 2 atau 36,592 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi breksi, endapan danau, dan andesit, kemiringan lereng antara 16-25, relief relatif 100 300 m, tutupan lahan yang tertutup tumbuhan tidak terlalu lebat sampai jarang tertutup tumbuhan, kondisi permukaan yang kering sampai lembab. 35

4. Kerawanan Longsoran Tinggi Zona ini memiliki luas 13,680 km 2 atau 22,459 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa breksi, kemiringan lereng yang sedang sampai sangat tinggi yaitu antara 36-45 dan >45, relief relatif 100 300 m dan >300m memiliki tutupan lahan yang jarang tertutup tumbuhan, dan kondisi permukaan yang lembab sampai basah. 5. Kerawanan Longsoran Sangat Tinggi Zona ini memiliki luas 0.154 km 2 atau 0.253 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa breksi, kemiringan lereng antara 36-45 dan >45, relief relatif >300 m, tutupan lahan gundul serta kondisi permukaan yang basah. Berdasarkan hasil zonasi tingkat kerawanan longsoran yang dihasilkan dari pemrosesan data sebelumnya, secara umum suatu daerah rawan terhadap longsor jika memiliki faktor faktor yang mendukung, diantaranya, nilai kemiringan lereng yang tinggi, jenis batuan yang lunak, dan ditunjang oleh faktor faktor lain seperti kondisi permukaaan yang memiliki kandungan air atau kebasahan yang tinggi, lahan yang gundul, dan relief relatif yang terjal. Untuk zona dengan tingkat kerawanan longsoran yang rendah, faktor faktor yang mendukung diantaranya kemiringan lereng yang landai, kondisi permukaan yang kering, permukaan yang tertutup oleh tumbuhan lebat, relief relatif yang rendah, dan jenis litologi yang keras dan kompak. Nilai yang signifikan atau tinggi pada salah satu faktor belum tentu menunjukkan apakah daerah tersebut rawan longsor karena tingkat kerawanan longsoran ini dikontrol oleh 5 faktor berdasarkan Metode Anbalagan (1992). Sebagai salah satu acuan, daerah dengan litologi yang lunak belum bisa dikatakan rawan longsoran jika memiliki nilai kemiringan lereng yang rendah atau landai, atau memilki tutupan hutan yang lebat. 36

4.2.Verifikasi Lapangan Salah satu proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah verifikasi lapangan. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa tinggi tingkat kesesuaian dan keakuratan peta kerawanan longsoran yang telah dihasilkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Setelah dilakukan pengambilan data lapangan di beberapa lokasi, kemudian dilakukan penyesuaian dengan data yang ada sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menjadikan data penelitian ini menjadi lebih baik sesuai dengan kondisi lapangan yang ada (Lampiran 2). Secara umum, peta kerawanan longsoran yang dihasilkan telah menunjukkan kondisi yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan (Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4). Pada area area yang diidentifikasi sebagai area dengan tingkat kerawanan longsoran sangat tinggi dan tinggi terlihat berpotensi sangat besar untuk terjadinya longsoran. Begitu pun pada area dengan tingkat kerawanan menengah, terlihat lereng lereng kritis yang sangat memungkinkan untuk longsor. Sedangkan pada area area dengan tingkat kerawanan rendah dan sangat rendah, terlihat lereng lereng yang relatif stabil dan hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk longsor. Gambar 4.1 Contoh lereng dengan kerawanan longsoran sangat tinggi dan rendah di daerah penelitian dibedakan oleh tutupan lahan yang gundul dan lebat 37

Gambar 4.2 Contoh Lereng dengan kerawanan longsoran tinggi dan sedang di daerah penelitian dibedakan oleh kondisi permukaan yang lembab dan kering. Gambar 4.3 Contoh Lereng dengan kerawanan longsoran rendah dan tinggi di daerah penelitian dibedakan oleh tutupan lahan yang lebat dan gundul serta litologi berupa lapukan batuan dan breksi. Gambar 4.4 Contoh lereng dengan kerawanan rendah dan sangat rendah di daerah penelitian dibedakan oleh kemiringan lereng <15 o dan 16 o 25 o 38

4.3. Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi merupakan metode pengolahan data yang digunakan dalam hal ini. Sistem Informasi Geografi ini cukup handal dalam melakukan pengolahan data pada penelitian ini. Keberadaan fasilitas fasilitas digital dan otomatis yang diberikan oleh perangkat lunak yang digunakan, membantu penulis menghemat waktu dan tenaga dalam melakukan pengolahan data tersebut. Sistem proyeksi dan koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah WGS 84 Zona Universal Transverse Mercator 48 selatan. Penyesuaian sistem koordinat dan proyeksi ini sangat penting untuk dilakukan karena data spasial yang digunakan berasal dari berbagai sumber. Sumber yang digunakan datanya oleh penulis tidak menggunakan sistem koordinat yang sama. Melalui perangkat lunak yang ada, sistem koordinat dapat disesuaikan dengan mudah. Citra satelit digunakan juga dalam penelitian ini. Citra satelit yang digunakan oleh penulis adalah Landsat ETM+ delapan band. Data yang dihasilkan dari citra satelit tersebut adalah tutupan lahan dan kebasahan lahan. Keduanya merupakan hasil olahan dengan menggunakan metode NDVI dan Tasseled Cap. Terdapat dua jenis visualisasi dalam sistem informasi geografi, yaitu vektor dan raster. Penelitian ini menggunakan dua jenis visualisasi tersebut. walaupun secara umum data akhir yang digunakan adalah vektor. Penulis menyesuaikan semua jenis data menjadi data vektor kecuali peta geologi. Dalam hal ini peta geologi tetap dalam bentuk data vektor. Data mentah berupa vektor digunakan pada peta kemiringan lereng, dan relief relatif. Sedangkan data citra satelit merupakan data raster yang kemudian diubah menjadi data vektor. 39