BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Zonasi Kerawanan Longsoran Proses pengolahan data sampai ke tahap zonasi tingkat kerawanan longsoran dengan menggunakan Metode Anbalagan (1992) sebagai acuan zonasi dan SIG sebegai metode pengolahan data telah dilakukan dengan seksama, dan telah didapatkan peta kerawanan longsoran daerah penelitian. Dari peta kerawanan longsoran yang dihasilkan terdapat lima jenis kerawanan longsoran yaitu kerawanan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi yang diuraikan sebagai berikut (Gambar 3.9) : 1. Kerawanan Longsoran Sangat Rendah Zona ini memiliki luas 0,658 km 2 atau 1,080 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa aluvium, endapan danau, andesit, kemiringan lereng 15, relief relatif <100 m dan 100 300 m, tutupan lahan yang lebat, serta kondisi permukaan yang kering. 2. Kerawanan Longsoran Rendah Zona ini memiliki luas 24,130 km 2 atau 39,613 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa endapan danau dan batuan yang keras seperti andesit, kemiringan lereng antara 16-25, relief relatif <100 m, tutupan lahan yang lebat serta kondisi permukaan yang merembes sampai kering. 3. Kerawanan Longsoran Sedang Zona ini memiliki luas 22,289 km 2 atau 36,592 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi breksi, endapan danau, dan andesit, kemiringan lereng antara 16-25, relief relatif 100 300 m, tutupan lahan yang tertutup tumbuhan tidak terlalu lebat sampai jarang tertutup tumbuhan, kondisi permukaan yang kering sampai lembab. 35
4. Kerawanan Longsoran Tinggi Zona ini memiliki luas 13,680 km 2 atau 22,459 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa breksi, kemiringan lereng yang sedang sampai sangat tinggi yaitu antara 36-45 dan >45, relief relatif 100 300 m dan >300m memiliki tutupan lahan yang jarang tertutup tumbuhan, dan kondisi permukaan yang lembab sampai basah. 5. Kerawanan Longsoran Sangat Tinggi Zona ini memiliki luas 0.154 km 2 atau 0.253 % daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi berupa breksi, kemiringan lereng antara 36-45 dan >45, relief relatif >300 m, tutupan lahan gundul serta kondisi permukaan yang basah. Berdasarkan hasil zonasi tingkat kerawanan longsoran yang dihasilkan dari pemrosesan data sebelumnya, secara umum suatu daerah rawan terhadap longsor jika memiliki faktor faktor yang mendukung, diantaranya, nilai kemiringan lereng yang tinggi, jenis batuan yang lunak, dan ditunjang oleh faktor faktor lain seperti kondisi permukaaan yang memiliki kandungan air atau kebasahan yang tinggi, lahan yang gundul, dan relief relatif yang terjal. Untuk zona dengan tingkat kerawanan longsoran yang rendah, faktor faktor yang mendukung diantaranya kemiringan lereng yang landai, kondisi permukaan yang kering, permukaan yang tertutup oleh tumbuhan lebat, relief relatif yang rendah, dan jenis litologi yang keras dan kompak. Nilai yang signifikan atau tinggi pada salah satu faktor belum tentu menunjukkan apakah daerah tersebut rawan longsor karena tingkat kerawanan longsoran ini dikontrol oleh 5 faktor berdasarkan Metode Anbalagan (1992). Sebagai salah satu acuan, daerah dengan litologi yang lunak belum bisa dikatakan rawan longsoran jika memiliki nilai kemiringan lereng yang rendah atau landai, atau memilki tutupan hutan yang lebat. 36
4.2.Verifikasi Lapangan Salah satu proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah verifikasi lapangan. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa tinggi tingkat kesesuaian dan keakuratan peta kerawanan longsoran yang telah dihasilkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Setelah dilakukan pengambilan data lapangan di beberapa lokasi, kemudian dilakukan penyesuaian dengan data yang ada sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menjadikan data penelitian ini menjadi lebih baik sesuai dengan kondisi lapangan yang ada (Lampiran 2). Secara umum, peta kerawanan longsoran yang dihasilkan telah menunjukkan kondisi yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan (Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4). Pada area area yang diidentifikasi sebagai area dengan tingkat kerawanan longsoran sangat tinggi dan tinggi terlihat berpotensi sangat besar untuk terjadinya longsoran. Begitu pun pada area dengan tingkat kerawanan menengah, terlihat lereng lereng kritis yang sangat memungkinkan untuk longsor. Sedangkan pada area area dengan tingkat kerawanan rendah dan sangat rendah, terlihat lereng lereng yang relatif stabil dan hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk longsor. Gambar 4.1 Contoh lereng dengan kerawanan longsoran sangat tinggi dan rendah di daerah penelitian dibedakan oleh tutupan lahan yang gundul dan lebat 37
Gambar 4.2 Contoh Lereng dengan kerawanan longsoran tinggi dan sedang di daerah penelitian dibedakan oleh kondisi permukaan yang lembab dan kering. Gambar 4.3 Contoh Lereng dengan kerawanan longsoran rendah dan tinggi di daerah penelitian dibedakan oleh tutupan lahan yang lebat dan gundul serta litologi berupa lapukan batuan dan breksi. Gambar 4.4 Contoh lereng dengan kerawanan rendah dan sangat rendah di daerah penelitian dibedakan oleh kemiringan lereng <15 o dan 16 o 25 o 38
4.3. Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi merupakan metode pengolahan data yang digunakan dalam hal ini. Sistem Informasi Geografi ini cukup handal dalam melakukan pengolahan data pada penelitian ini. Keberadaan fasilitas fasilitas digital dan otomatis yang diberikan oleh perangkat lunak yang digunakan, membantu penulis menghemat waktu dan tenaga dalam melakukan pengolahan data tersebut. Sistem proyeksi dan koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah WGS 84 Zona Universal Transverse Mercator 48 selatan. Penyesuaian sistem koordinat dan proyeksi ini sangat penting untuk dilakukan karena data spasial yang digunakan berasal dari berbagai sumber. Sumber yang digunakan datanya oleh penulis tidak menggunakan sistem koordinat yang sama. Melalui perangkat lunak yang ada, sistem koordinat dapat disesuaikan dengan mudah. Citra satelit digunakan juga dalam penelitian ini. Citra satelit yang digunakan oleh penulis adalah Landsat ETM+ delapan band. Data yang dihasilkan dari citra satelit tersebut adalah tutupan lahan dan kebasahan lahan. Keduanya merupakan hasil olahan dengan menggunakan metode NDVI dan Tasseled Cap. Terdapat dua jenis visualisasi dalam sistem informasi geografi, yaitu vektor dan raster. Penelitian ini menggunakan dua jenis visualisasi tersebut. walaupun secara umum data akhir yang digunakan adalah vektor. Penulis menyesuaikan semua jenis data menjadi data vektor kecuali peta geologi. Dalam hal ini peta geologi tetap dalam bentuk data vektor. Data mentah berupa vektor digunakan pada peta kemiringan lereng, dan relief relatif. Sedangkan data citra satelit merupakan data raster yang kemudian diubah menjadi data vektor. 39