BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tenaga kesehatan gigi dalam menjalankan profesinya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

ISNANIAR BP PEMBIMBING I:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Perencanaan Program Kesehatan: na i lisis M asa h a Kesehatan Tujuan Metode

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

BAB I PENDAHULUAN. penduduk pada tahun 2000 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia

SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN TINDAKAN PENATALAKSANAAN NEEDLE STICK INJURY DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya,

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari. seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada akhir tahun 2009 terdapat lebih dari kasus Acquired

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme. tidak diwaspadai dapat ditularkan kepada orang orang yang menangani

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN DARI KLIEN HIV/AIDS DI RUANG MELATI 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan epidemi HIV (Human Immunodefisiency virus) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. intelejensi bagi setiap orang guna menjalani kegiatan serta aktifitas sehari-hari secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terkait keselamatan di RS yaitu: keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pekerjaan dalam rumah sakit di Indonesia, dikategorikan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama diterapkan di berbagai sektor industri, kecuali di sektor


BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2009 tentang

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan jasa yang di dalamnya terdapat

PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

PERSEPSI TERHADAP APD

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. 1 Walaupun berbagai upaya kesehatan terus dikembangkan dan sarana diagnostik dan terapi terus mengalami kemajuan, namun angka kejadian infeksi masih terus merupakan tantangan bidang kesehatan. Bahkan kini, kita dihadapkan pula pada masalah infeksi virus Hepatitis dan AIDS yang membutuhkan penanganan khusus untuk menaggulanginya. Dengan makin bayaknya pusat pelayanan kesehatan dewasa ini, sebenarnya makin besarlah kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi, bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2 Sampai saat sekarang hepatitis B masih tetap merupakan permasalahan penting karena dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis, mulai dari hepatitis akut, hepatitis fulminan, pengidap virus, hepatitis kronis yang dapat berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. 3 Walaupun hanya sekitar 5 % orang yang terkena hepatitis B meninggal karena penyakit ini, akan tetapi persentase yang tinggi menjadi karir menahun atau cacat menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja karena kerusakan permanen atas hati. 4

Penyebaran infeksi virus hepatitis B dapat terjadi dari penderita ke petugas kesehatan, yang mana pemaparannya terjadi melalui darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Misalnya jarum suntik bekas penderita tersebut secara tidak sengaja tertusuk pada kulit, terjadi percikan cairan tubuh pada membran mukosa yang utuh (mata atau hidung), serta terjadi percikan darah yang masuk pada kulit yang tidak utuh (dermatitis, akne, luka yang belum sembuh, kulit tergores). 2 Penularan hepatitis B pada petugas kesehatan yang paling sering terjadi adalah tertusuknya jari tangan saat memasang penutup jarum suntik yang habis dipakai. 5 Seringnya terjadi kecelakaan petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik ini dapat diketahui dari beberapa penelitian. Menurut Rogers (1997) yang dikutip oleh Tietjen, di Amerika Serikat lebih dari 800.000 luka karena tertusuk jarum suntik pada petugas kesehatan terjadi setiap tahun walaupun telah dilakukan pendidikan berkelanjutan dan upaya pencegahan kecelakaan. 5 Seterusnya, penelitian yang dilakukan Metha dkk pada rumah sakit di Mumbai menemukan sebanyak 380 petugas kesehatan mengalami kecelakaan tertusuk jarum suntik dalam jangka waktu 6 tahun (1998-2003). 6 Di Indonesia, informasi yang diterbitkan oleh Sriwijaya Pos menyebutkan dari survei yang dilakukan di RSMH (Rumah Sakit Dr.Moh.Hoesin) Palembang mengenai kasus pengelolaan benda tajam, terdapat 17 % kecelakaan kerja karena tusukan benda tajam (jarum suntik), 70 % terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan, 13 % sesudah pembuangan, 40 % karena penyarungan jarum suntik. 7 Kecelakaan tertusuk jarum suntik tersebut menjadi perhatian bila dikaitkan dengan penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa risiko tertular

penyakit setelah terpapar dengan hepatitis B dari luka tusukan jarum satu kali berkisar 27-37 % (Seef dkk, 1978), sedangkan risiko setelah satu kali tusukan jarum suntik untuk HIV lebih rendah yakni 0,2-0,4 % (Gerberding 1990, Gersham dkk 1995), dan 3-10 % untuk HCV (Lanphear, 1994). 5 Salah satu kelompok yang berisiko tinggi untuk tertular hepatitis B adalah perawat. 8 Hal ini diperkuat dengan berita yang dimuat pada harian seputar Indonesia menginformasikan dua perawat RSUD Dr. H. Soewondo, Kendal, tertular virus Hepatitis B yang diduga akibat bertugas di ruang perawatan. 9 Selain itu hasil penelitian Nuraisah (2007) yang menganalisis HBsAg pada perawat yang bertugas di ruang internis RS Djoelham, Binjai menyimpulkan dua orang perawat positif Hepatitis B. 10 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit Kelas A yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis sehingga memiliki banyak instalasi khusus salah satunya instalasi rawat inap penyakit dalam yakni ruang Rindu A1 dan A2 sebagai tempat perawatan pasien hepatitis B serta penyakit dalam lainnya termasuk HIV/AIDS. Dari hasil survey pendahuluan pada bulan April 2008, semua perawat di ruang Rindu A1 dan A2 pernah merawat pasien hepatitis B (dengan berbagai manifestasi kliniknya). Hasil wawancara pada survei pendahuluan dengan beberapa orang perawat, ada yang terkesan lebih waspada dalam memberikan perawatan pasien HIV/AIDS dari pada pasien hepatitis B, dan sebaliknya. Padahal, menurut Tietjen (2004) tingkat transmisi HIV jauh lebih rendah dari pada VHB (Virus Hepatitis B) yang dimungkinkan karena konsentrasi virus dalam darah orang yang terinfeksi HIV

lebih rendah, 5 sedangkan menurut Bond et al (1982) yang dikutip oleh Wisnuwardani (1994) mengemukakan bahwa efisiensi penyebaran hepatitis B tinggi yang terbukti dari penelitian bahwa melalui sedikit percikan darah terinfeksi pada dosis 10-8 ml yang masuk ke dalam mukosa mata dapat ditularkan virus hepatitis B pada orang yang rentan. 2 Sehingga dapat dikatakan penularan hepatitis B sangat cepat sesuai dengan pernyataan Ketua Divisi Hepatologi FKUI-RSCM, Ali Sulaiman yakni penularan VHB 100 kali lebih cepat dari HIV/AIDS dalam Seminar Waspada Hepatitis B dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas Hepatitis B di Jakarta, Sabtu 25 September 2004. 11 Pencegahan risiko tertular penyakit infeksi melalui darah/cairan tubuh seperti hepatitis B memang telah dilakukan perawat di ruang Rindu A1 dan A2. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan beberapa orang perawat, pencegahan berupa imunisasi hepatitis B belum ditanggung oleh pihak Rumah Sakit. Pencegahan juga terkadang dibatasi oleh ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) misalnya sarung tangan yang jumlahnya terbatas. Selain itu, salah seorang perawat mengeluhkan bahwa masih ada diantara temannya yang mengalami kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai dikarenakan belum mendapat pelatihan yang berkaitan dengan pencegahan risiko tertular penyakit infeksi melalui darah/cairan tubuh seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Pelatihan hanya diberikan pada perawat tertentu atau dokter, dan hasil pelatihan tersebut hanya disosialisasikan kepada para perawat yang bekerja di ruang Rindu A1 dan A2. Akan tetapi, sosialisasi berupa poster ataupun prosedur tertulis seperti tata laksana pajanan, cara menutup jarum dengan satu tangan, penggunaan APD yang tepat, dan sebagainya tidak semua terpampang pada dinding

sekitar ruang Rindu A1 dan A2 saat observasi. Melihat keadaan yang demikian, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B di RSUP H. Adam Malik. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran pencegahan risiko tertular hepatitis B pada perawat di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. 2. Mengetahui gambaran faktor pemudah (pengetahuan, sikap perawat) pencegahan risiko tertular hepatitis B. 3. Mengetahui gambaran faktor pemungkin (ketersediaan fasilitas dan APD, pelatihan) pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 4. Mengetahui gambaran faktor penguat (kebijakan rumah sakit) pencegahan risiko tertular hepatitis B. 5. Mengetahui pengaruh pengetahuan perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B.

6. Mengetahui pengaruh sikap perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 7. Mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 8. Mengetahui pengaruh ketersediaan fasilitas dan APD terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 9. Mengetahui pengaruh kebijakan rumah sakit terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan mengenai risiko perawat tertular hepatitis B. 2. Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.