BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. 1 Walaupun berbagai upaya kesehatan terus dikembangkan dan sarana diagnostik dan terapi terus mengalami kemajuan, namun angka kejadian infeksi masih terus merupakan tantangan bidang kesehatan. Bahkan kini, kita dihadapkan pula pada masalah infeksi virus Hepatitis dan AIDS yang membutuhkan penanganan khusus untuk menaggulanginya. Dengan makin bayaknya pusat pelayanan kesehatan dewasa ini, sebenarnya makin besarlah kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi, bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2 Sampai saat sekarang hepatitis B masih tetap merupakan permasalahan penting karena dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis, mulai dari hepatitis akut, hepatitis fulminan, pengidap virus, hepatitis kronis yang dapat berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. 3 Walaupun hanya sekitar 5 % orang yang terkena hepatitis B meninggal karena penyakit ini, akan tetapi persentase yang tinggi menjadi karir menahun atau cacat menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja karena kerusakan permanen atas hati. 4
Penyebaran infeksi virus hepatitis B dapat terjadi dari penderita ke petugas kesehatan, yang mana pemaparannya terjadi melalui darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Misalnya jarum suntik bekas penderita tersebut secara tidak sengaja tertusuk pada kulit, terjadi percikan cairan tubuh pada membran mukosa yang utuh (mata atau hidung), serta terjadi percikan darah yang masuk pada kulit yang tidak utuh (dermatitis, akne, luka yang belum sembuh, kulit tergores). 2 Penularan hepatitis B pada petugas kesehatan yang paling sering terjadi adalah tertusuknya jari tangan saat memasang penutup jarum suntik yang habis dipakai. 5 Seringnya terjadi kecelakaan petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik ini dapat diketahui dari beberapa penelitian. Menurut Rogers (1997) yang dikutip oleh Tietjen, di Amerika Serikat lebih dari 800.000 luka karena tertusuk jarum suntik pada petugas kesehatan terjadi setiap tahun walaupun telah dilakukan pendidikan berkelanjutan dan upaya pencegahan kecelakaan. 5 Seterusnya, penelitian yang dilakukan Metha dkk pada rumah sakit di Mumbai menemukan sebanyak 380 petugas kesehatan mengalami kecelakaan tertusuk jarum suntik dalam jangka waktu 6 tahun (1998-2003). 6 Di Indonesia, informasi yang diterbitkan oleh Sriwijaya Pos menyebutkan dari survei yang dilakukan di RSMH (Rumah Sakit Dr.Moh.Hoesin) Palembang mengenai kasus pengelolaan benda tajam, terdapat 17 % kecelakaan kerja karena tusukan benda tajam (jarum suntik), 70 % terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan, 13 % sesudah pembuangan, 40 % karena penyarungan jarum suntik. 7 Kecelakaan tertusuk jarum suntik tersebut menjadi perhatian bila dikaitkan dengan penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa risiko tertular
penyakit setelah terpapar dengan hepatitis B dari luka tusukan jarum satu kali berkisar 27-37 % (Seef dkk, 1978), sedangkan risiko setelah satu kali tusukan jarum suntik untuk HIV lebih rendah yakni 0,2-0,4 % (Gerberding 1990, Gersham dkk 1995), dan 3-10 % untuk HCV (Lanphear, 1994). 5 Salah satu kelompok yang berisiko tinggi untuk tertular hepatitis B adalah perawat. 8 Hal ini diperkuat dengan berita yang dimuat pada harian seputar Indonesia menginformasikan dua perawat RSUD Dr. H. Soewondo, Kendal, tertular virus Hepatitis B yang diduga akibat bertugas di ruang perawatan. 9 Selain itu hasil penelitian Nuraisah (2007) yang menganalisis HBsAg pada perawat yang bertugas di ruang internis RS Djoelham, Binjai menyimpulkan dua orang perawat positif Hepatitis B. 10 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit Kelas A yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis sehingga memiliki banyak instalasi khusus salah satunya instalasi rawat inap penyakit dalam yakni ruang Rindu A1 dan A2 sebagai tempat perawatan pasien hepatitis B serta penyakit dalam lainnya termasuk HIV/AIDS. Dari hasil survey pendahuluan pada bulan April 2008, semua perawat di ruang Rindu A1 dan A2 pernah merawat pasien hepatitis B (dengan berbagai manifestasi kliniknya). Hasil wawancara pada survei pendahuluan dengan beberapa orang perawat, ada yang terkesan lebih waspada dalam memberikan perawatan pasien HIV/AIDS dari pada pasien hepatitis B, dan sebaliknya. Padahal, menurut Tietjen (2004) tingkat transmisi HIV jauh lebih rendah dari pada VHB (Virus Hepatitis B) yang dimungkinkan karena konsentrasi virus dalam darah orang yang terinfeksi HIV
lebih rendah, 5 sedangkan menurut Bond et al (1982) yang dikutip oleh Wisnuwardani (1994) mengemukakan bahwa efisiensi penyebaran hepatitis B tinggi yang terbukti dari penelitian bahwa melalui sedikit percikan darah terinfeksi pada dosis 10-8 ml yang masuk ke dalam mukosa mata dapat ditularkan virus hepatitis B pada orang yang rentan. 2 Sehingga dapat dikatakan penularan hepatitis B sangat cepat sesuai dengan pernyataan Ketua Divisi Hepatologi FKUI-RSCM, Ali Sulaiman yakni penularan VHB 100 kali lebih cepat dari HIV/AIDS dalam Seminar Waspada Hepatitis B dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas Hepatitis B di Jakarta, Sabtu 25 September 2004. 11 Pencegahan risiko tertular penyakit infeksi melalui darah/cairan tubuh seperti hepatitis B memang telah dilakukan perawat di ruang Rindu A1 dan A2. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan beberapa orang perawat, pencegahan berupa imunisasi hepatitis B belum ditanggung oleh pihak Rumah Sakit. Pencegahan juga terkadang dibatasi oleh ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) misalnya sarung tangan yang jumlahnya terbatas. Selain itu, salah seorang perawat mengeluhkan bahwa masih ada diantara temannya yang mengalami kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai dikarenakan belum mendapat pelatihan yang berkaitan dengan pencegahan risiko tertular penyakit infeksi melalui darah/cairan tubuh seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Pelatihan hanya diberikan pada perawat tertentu atau dokter, dan hasil pelatihan tersebut hanya disosialisasikan kepada para perawat yang bekerja di ruang Rindu A1 dan A2. Akan tetapi, sosialisasi berupa poster ataupun prosedur tertulis seperti tata laksana pajanan, cara menutup jarum dengan satu tangan, penggunaan APD yang tepat, dan sebagainya tidak semua terpampang pada dinding
sekitar ruang Rindu A1 dan A2 saat observasi. Melihat keadaan yang demikian, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B di RSUP H. Adam Malik. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran pencegahan risiko tertular hepatitis B pada perawat di ruang rawat inap penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. 2. Mengetahui gambaran faktor pemudah (pengetahuan, sikap perawat) pencegahan risiko tertular hepatitis B. 3. Mengetahui gambaran faktor pemungkin (ketersediaan fasilitas dan APD, pelatihan) pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 4. Mengetahui gambaran faktor penguat (kebijakan rumah sakit) pencegahan risiko tertular hepatitis B. 5. Mengetahui pengaruh pengetahuan perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B.
6. Mengetahui pengaruh sikap perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 7. Mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 8. Mengetahui pengaruh ketersediaan fasilitas dan APD terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. 9. Mengetahui pengaruh kebijakan rumah sakit terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan mengenai risiko perawat tertular hepatitis B. 2. Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.