TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI CILUMBER KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI FITRIA AKILAH

KONDISI PEMELIHARAAN SAPI PERAH DI PETERNAKAN RAKYAT KAWASAN USAHA PETERNAKAN (KUNAK) CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI PRIA SEMBADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

disusun oleh: Willyan Djaja

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sapi-sapi perah tersebut mampu beraklimatisasi dengan iklim Indonesia, namun

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM CISARUA KABUPATEN BOGOR SKRIPSI RIKA JULIANI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

KAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Sapi Perah Menurut Sudono et al. (2003), sapi Fries Holland (FH) berasal dari

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

disusun oleh: Willyan Djaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode pemerintahan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Sapi Perah Produksi Susu Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Pulungan dan Pambudy (1993) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat adalah usaha peternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor, sedangkan perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Tedapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam beternak sapi perah. Faktor yang terpenting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, pemilihan sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan ternak dan pemasaran yang baik (Sudono, 1999). Usaha peternakan sapi perah memiliki beberapa keuntungan yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003). Sapi Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi perah Friesian Holstein (FH). Diwyanto et al. (2001) menyatakan bahwa bangsa sapi jenis ini merupakan keturunan dari sapi Bos Taurus. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, dengan memiliki kadar lemak susu rendah. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa warna bulu bangsa sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam putih, kadang-kadang merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas. Ginting dan Sitepu (1989) melaporkan bahwa rata-rata produksi susu FH mencapai 6000-7000 liter per laktasi di negara yang peternakan sapi perahnya telah maju, sedangkan di Indonesia

Diwyanto et al. (2001) menyatakan produksi susu FH berkisar 2400-3000 liter per laktasi. Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang, memerlukan suhu yang optimum (sekitar 18 0 C) dan kelembaban 55% untuk mencapai produksi maksimalnya. Pada suhu yang lebih tinggi, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behavior). Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi FH di Indonesia umumnya terdapat pada daerah dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut, kondisi yang baik untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Faktor-faktor penentu ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Direktorat Jenderal Peternakan (1983), yaitu 1). Breeding dan Reproduksi, 2). Makanan Ternak, 3). Pengelolaan, 4). Kandang dan Peralatan, dan 5). Kesehatan Hewan. Pengembangbiakan dan Reproduksi Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa bibit sapi perah yang akan dipelihara sangat menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu: a. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya b. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat c. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki berdiri tegak dan jarak kaki kanan dengan kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun belakang) serta bulu mengilat. Besar tubuh tidak menentukan jumlah susu yang dihasilkan dan ketahanannya terhadap penyakit 4

d. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kg, sedangkan umur pejantan dua tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan produksi susu adalah aspek reproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reproduksi menurut Ginting dan Sitepu (1989) adalah dewasa kelamin dan perkawinan pertama, masa dan tanda-tanda serta siklus estrus, saat perkawinan yang tepat di waktu estrus, lama bunting, perkawinan kembali setelah beranak, cara perkawinan dan kegagalan reproduksi dan penanggulangannya. Ensminger (1971) menyatakan bahwa sapi dara dengan asupan nutrisi yang tinggi akan mengalami estrus pertama pada umur 9-11 bulan, jika asupan nutrisinya kurang baik maka estrus pertama pada umur 18-20 bulan. Lama estrus tergantung umur, sapi dara mempunyai masa estrus lebih pendek dibandingkan dengan sapi dewasa pada umumnya. Siklus estrus berkisar antara 18-24 hari (± 21 hari). Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa tanda-tanda estrus yang paling penting adalah : 1) Sapi kelihatan tidak tenang, gelisah dan nafsu makan biasanya turun 2) Vulva tampak bengkak, merah, hangat dan keluar cairan seperti lendir mirip putih telur dari vagina 3) Bulu di pangkal ekor rontok 4) Sering menguak seolah-olah memanggil pejantan 5) Produksi susu turun 6) Sapi lebih sering berbaring dibandingkan dengan berdiri 7) Bermesraan dengan sapi betina lainnya 8) Apabila di kandang, selalu ingin memisahkan diri dan jika berada di padang penggembalaan dinaiki pejantan akan diam dan pasrah, terkadang menaiki sapi lain 9) Bila pemilik memegang seekor sapi, maka sapi segera mengangkat ekornya 10) Sapi yang digembalakan sering berhenti merumput Salah satu hal yang cukup penting dalam pengembangbiakan dan reproduksi sapi perah adalah perkawinan. Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam dan kawin suntik (inseminasi buatan atau IB). Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus 5

memelihara pejantan, sedangkan kawin suntik biasa dilakukan oleh peternak kecil dengan biaya lebih murah, karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003). Syarief dan Sumoprastowo (1984) menyatakan bahwa inseminasi buatan merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak secara efisien. Perkawinan kembali setelah beranak tidak sama pada setiap bangsa bahkan setiap individu dalam satu bangsa, namun secara garis besarnya berkisar antara 60-90 hari. Ginting dan Sitepu (1989) menyatakan bahwa waktu istirahat ini sangat perlu untuk memulihkan semua jaringan tubuh sapi terutama yang erat kaitannya dengan reproduksi dan produksi susu. Interval beranak (calving interval) yang optimal adalah 12 dan 13 bulan. Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9,0 % pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila calving interval diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5 % tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena kenaikan produksi susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan makanan yang diberikan (Sudono, 1999). Pakan Sapi Perah Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah (Siregar, 2007). Sudono (1999) menyatakan bahwa pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat dan harus dilakukan secara efisien untuk mencegah timbulnya kerugian. Pemberian pakan harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu dan produksi susu, terutama bagi beberapa sapi yang telah berproduksi (Sudono et al., 2003) karena pada umumnya variasi dalam kadar lemak dan produksi susu disebabkan adanya perubahan pakan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah (Sudono, 1999). Pakan sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari hijauan dan konsentrat (Siregar, 2007). Aryogi et al. (1994) menyatakan bahwa peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Campuran pakan konsentrat biasanya disusun dari beberapa bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian dan limbah hasil proses industri bahan pangan bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil 6

kelapa, tetes dan umbi. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso,1996). Sudono et al. (2003) menyarankan bahwa pemberian konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan. Sutardi (1981) menyatakan bahwa jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang disarankan ialah 2-3% dari bobot tubuh, artinya dengan jumlah bahan kering tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Sigit, 1985). Menurut Despal et al. (2008), sapi yang berproduksi tinggi dapat mengonsumsi bahan kering pakan 3,6-4,0% bobot hidupnya. Besarnya konsumsi BK dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak (Chuzaemi dan Hartutik, 1988). Proses hidup dan produksi sangat memerlukan energi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin. Pada sapi laktasi, kekurangan energi akan menurunkan produksi dan bobot hidup. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu reproduksi (Sutardi, 1981). Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan kebutuhan untuk reproduksi (Schmidt et al., 1988). Sudono (1999) menyatakan bahwa disamping energi, protein merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan perkembangan fetus sapi perah. Selain itu, protein dibutuhkan juga untuk formulasi enzim dan hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh. Kebutuhan protein sapi merupakan kebutuhan untuk asam amino. Sintesis protein oleh mikroba rumen tergantung pada konsumsi pakan, bahan organik yang dapat dicerna, jenis pakan, level protein dan sistem pemberian pakan (Tyler dan Ensminger, 1993). Despal et al. (2008) menyarankan kadar protein ransum sekitar 17-18 %. Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi susu. Pengelolaan Pengelolaan yang baik perlu dilakukan agar kesehatan masyarakat, kesehatan sapi, dan kualitas susu yang dihasilkan dapat terjaga. Pengelolaan yang baik salah 7

satunya adalah selalu menjaga kebersihan kandang. Cara menjaga kebersihan kandang menurut Hidayat et al. (2002) yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Sebelum sapi diperah, Sudono (1999) menyarankan kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silage) karena susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Sebaiknya sapi dimandikan sebelum pemerahan. Jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor dan disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas (Hidayat et al., 2002). Pemerahan dengan cara manual lazim digunakan pada peternakan sapi perah di Indonesia. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun, Siregar et al. (1996) menyarankan peternak untuk menghindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah. Selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chlor atau iodophor dengan kepekatan 0,01% (Sudono, 1999). Kebersihan penting untuk diperhatikan pada proses penanganan produksi susu. Susu dipindahkan dari peternakan ke konsumen melalui 3 tahap yaitu a) susu dikumpulkan kemudian ditransportasikan ke tempat pemrosesan b) pemrosesan dan pengemasan ke dalam berbagai produk susu dan c) pendistribusian susu yang telah dikemas atau produk susu dari pabrik ke konsumen (Tyler dan Ensminger, 2006). Penyaringan dilakukan untuk mencegah agar kotoran tidak ikut masuk ke dalam susu (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milkcan. Selesai pemerahan, susu harus 8

segera dibawa ke Tempat Pengumpulan Susu (TPS) atau langsung ke tangki pendingin di KUD/Koperasi. Susu dan hasil olahannya harus disimpan pada suhu rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba (Hidayat et al., 2002). Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada usaha peternakan sapi perah adalah program pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan ataupun dapat meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pedet adalah anak sapi yang baru lahir sampai dengan umur delapan bulan. Pedet yang baru lahir masih perlu mendapat perhatian khusus, sebab pedet mungkin mengalami mati lemas, infeksi dan lain sebagainya jika kurang diperhatikan. Dalam membesarkan pedet harus memperhatikan pemberian pakan, penyediaan kandang, pencegahan penyakit, pemotongan tanduk, kastrasi, pemasangan kaling, pemberian tanda pengenal dan menghilangkan tanduk. Pertumbuhan sapi dara tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian pakannya. Bila pemberian makan dan minum baik, sapi betina akan tumbuh baik sampai umur empat hingga lima tahun. Dewasa tubuh pada sapi dara dapat dicapai pada umur 15-18 bulan, sehingga pada umur tersebut sapi mulai dapat dikawinkan, hal ini sangat penting supaya sapi dapat cepat beranak pada umur 2,5 tahun (Muljana, 1982). Pengeringan pada sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dilakukan. Pengeringan artinya sapi tidak boleh diperah lagi. Sudono (1999) menjelaskan, cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian pemerahan secara mendadak. Kandang dan Peralatan Fungsi utama kandang ternak yaitu untuk menjaga ternak agar tetap berada dalam lingkungan yang nyaman sesuai dengan kebutuhan ternak agar dapat berproduksi secara maksimal (Ginting dan Sitepu, 1989). Di dalam kandang dibuat sistem drainase atau pengaliran air agar kotoran mudah dibersihkan dan air buangan mengalir lancar (Suharno dan Nazarudin, 1994). Ginting dan Sitepu (1989) menjelaskan, konstruksi lantai kandang dapat dibagi atas kandang tunggal yaitu terdiri satu baris saja dan kandang ganda yang terdiri dari 2 baris kandang. Kandang ganda ada dua yaitu berhadapan artinya sapi berhadapan hanya dibatasi oleh sekat atau dinding yang rendah, dan berlawanan artinya sapi saling bertolak belakang. 9

Syarief dan Sumoprastowo (1984) menyatakan, peralatan kandang sapi perah yang selalu dipakai adalah sekop, sapu, ember, sikat, kereta dorong, tali, dan bangku kecil. Sudono et al. (2003) menambahkan, peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan meyimpan susu segar berupa ember perah dan milkcan. Kesehatan Hewan Peningkatan produktivitas sapi perah tak lepas dari masalah kesehatan hewan. Serangan penyakit pada sapi perah sedapat mungkin dicegah. Itulah sebabnya penting bagi peternak untuk selalu menjaga kebersihan kandang dan ternak serta memberikan pakan yang cukup. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga sembuh. Pengertian ternak sakit adalah suatu kondisi yang ditimbulkan oleh suatu individu hidup atau oleh penyebab lainnya, baik yang diketahui maupun tidak yang merugikan kesehatan hewan yang bersangkutan. Dari pengertian ini, maka hewan atau ternak sakit dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor mekanis, termis, kekurangan nutrisi, pengaruh zat kimia, faktor keturunan, dan sebagainya (Akoso, 1996). Beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keluron, mastitis atau radang kelenjar susu, radang limpa dan penyakit kulit dan kuku (Suharno dan Nazarudin, 1994). 10