BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Implementasi ASEAN Community pada tahun 2015 dan kesepakatan WTO dalam General

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LATAR BELAKANG dan UPAYA DIPLOMATIK CINA MENDORONG CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

LSM/NGO/ORMAS/OKP ERA MEA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir tahun 2015, ASEAN Economic Community (AEC) atau lebih

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA

ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat perusahaan merasa tidak aman bahkan di wilayah negaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi professional accountant khususnya di era ASEAN Economic

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

Parpol dan Masyarakat ASEAN Oleh: Tirta N. Mursitama, PhD

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia yang tentunya tidak akan dan tidak dapat mengasingkan diri

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

TERM OF REFERENCE MATERI: ASEAN COMMUNITY DAN REALITAS BANGSA

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 %

ASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL. [Dewi Triwahyuni]

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian dunia ditandai oleh semakin

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

PEMASARAN EKSPOR. PEMASARAN INTERNASIONAL MINGGU KE TUJUH BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. FAKULTAS EKONOMI UNIV. IGM

bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan regional maupun global. Kedua, Infrastruktur industri penerbangan juga memiliki kelebihan berupa banyaknya

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Menurut laporan Education for all (EFA ) Global

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai sebagai refleksi regionalisasi kawasan. Isu tersebut layak untuk diteliti mengingat semakin dekatnya implementasi ASEAN Community di tahun 2015, sementara integrasi ASEAN Community sendiri memperoleh banyak kritik mengingat besarnya perbedaan antar negara kawasan dan usia integrasi ASEAN yang relatif masih muda. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan inisiasi dan peningkatan integrasi antar negara kawasan. Dalam aspek diplomasi pendidikan tinggi, komitmen integrasi kawasan ASEAN diwujudkan dalam pilar AEC dan ASCC, yang kemudian menjadikan SEAMEO-RIHED serta AUN sebagai roda penggerak utama regionalisme pendidikan tinggi kawasan. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi bahwa terdapat dua arus kekuatan utama yang mendorong regionalisme pendidikan tinggi di ASEAN. Kekuatan pertama adalah terjadinya globalisasi pendidikan yang membawa liberalisasi, internasionalisasi, dan transnasionalisasi bagi sektor pendidikan tinggi kawasan. Kedua, adanya kepentingan negaranegara anggota yang dapat terpenuhi jika menjalin kerja sama di sektor pendidikan tinggi dalam rezim regionalisme ASEAN. Globalisasi pendidikan sebagai unsur pembentuk eksogen regionalisme pendidikan tinggi ASEAN membawa konsekuensi liberalisasi jasa perdagangan tinggi, seperti yang diatur dalam GATS, serta resiko internasionalisasi dan transnasionalisasi sektor pendidikan tinggi negara. Dalam konteks liberalisasi, globalisasi pendidikan tidak hanya memberikan peluang bagi negara 108

kawasan untuk memperoleh keuntungan finansial dari aktifitas perdagangan jasa seperti dalam kasus Singapura dan Malaysia, tetapi juga mengekspos sendi perekonomian dan pendidikan negara terhadap kompetisi pasar bebas, sementara sebagian besar negara ASEAN lain belum memiliki kesiapan untuk menghadapi konsekuensi liberalisasi perdagangan sektor pendidikan tinggi. Terkait hal tersebut, regionalisme merupakan alternatif yang rasional bagi negara-negara kawasan dalam merespon globalisasi pendidikan, yaitu dengan menjadi zona penyangga antara struktur global dan kondisi domestik, sebelum akhirnya memiliki kesiapan untuk memasuki era liberalisasi di level global. Di satu sisi, regionalisme menawarkan arena pasar yang lebih terkontrol, sementara di sisi lain kerja sama pendidikan tinggi regional dapat membantu negara meningkatkan daya saing sektor pendidikan tingginya. Dengan kata lain, regionalisme pendidikan tinggi dapat memberikan insentif berupa peningkatan atmosfer kompetisi pasar pendidikan tinggi, tetapi tidak memberikan dampak destruktif bagi perekonomian maupun pendidikan nasional. Selain menjadi solusi terhadap aspek liberalisasi pendidikan, regionalisme juga dapat menjadi langkah antisipasi untuk mengelola resiko internasionalisasi dan transnasionalisasi pendidikan tinggi. Dalam kasus Brunei Darussalam, resiko yang dapat diantisiapsi regionalisme adalah perlemahan sistem pendidikan tinggi nasional, sebagai akumulasi dari fenomena brain drain dan pengadopsian model pendidikan asing. Diharapkan dengan adanya harmonisasi dan mobilitas pendidikan tinggi kawasan, resiko tersebut dapat dikelola agar tidak memberi dampak merugikan bagi negara maupun kawasan. Sementara dalam aspek sosial-keamanan, regionalisme pendidikan tinggi dalam konteks mobilitas pelajar kawasan dapat mengurangi resiko eskalasi 109

konflik internal akibat masuknya pelajar internasional dari wilayah konflik yang memiliki karakter berbeda dengan karakter konflik domestik. Selain menjadi aksi kolektif untuk merespon globalisasi pendidikan, regionalisme pendidikan tinggi ASEAN nyatanya juga merupakan kebijakan negara yang didasarkan pada kalkulasi kepentingan negara dalam regional dalam rangka memasuki ASEAN Community. Dengan adanya keberagaman kondisi sosial, ekonomi, dan politik dalam kawasan, ASEAN Community merupakan momentum yang memiliki arti berbeda-beda bagi setiap negara kawasan. Bagi sebagian besar negara kawasan, ASEAN Community merupakan momentum untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, salah satunya melalui mekanisme transparasi, distribusi, dan harmonisasi dalam kerja sama regionalisme pendidikan tinggi kawasan. Namun bagi Singapura yang memiliki tingkat kualitas sumber daya manusia paling tinggi di kawasan, regionalisme pendidikan tinggi adalah strategi untuk mempengaruhi perilaku negara kawasan lain dalam isu migrasi tenaga kerja dan tingkat kesejahteraan penduduk, terkait dengan implementasi prinsip kebebasan perpindahan faktor tenaga kerja di era AEC. Kemudian dalam isu perdagangan pendidikan tinggi, regionalisme ASEAN merupakan peluang perluasan pangsa pasar bagi negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand yang merupakan pemain utama dalam pasar pendidikan tinggi kawasan. Sementara bagi Brunei Darussalam, Indonesia, dan negara-negara ASEAN lain, regionalisme pendidikan tinggi kawasan merupakan alternatif dalam merespon peningkatan permintaan pendidikan tinggi berkualitas yang tidak dapat dipenuhi oleh sektor pendidikan tinggi nasionalnya. Dengan menggunakan pendekatan regionalisme yang diungkapkan oleh Hurrel (1995), integrasi sektor pendidikan tinggi kawasan dapat dimaknai sebagai proses regionalisme. Pertama, adanya aspek regionalisasi dalam berbagai pola mobilitas ide serta fisik, baik yang terjadi secara 110

alami maupun hasil implementasi program-program SEAMEO-RIHED dan AUN. Kedua, dalam regionalisasi tersebut dipromosikan ASEAN Awareness terutama kepada generasi muda sebagai upaya untuk menumbuhkan identitas dan perasaan sebagai bagian dari masyarakat Asia Tenggara. Ketiga, berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa kerja sama yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam sektor pendidikan tinggi merupakan respon kolektif terhadap globalisasi pendidikan serta strategi untuk mengelola kepentingan dan konflik kawasan yang mungkin terjadi, terutama terkait dengan isu perdagangan jasa dan ketenagakerjaan. Keempat, adanya sentralisasi kerja sama, seperti dapat dilihat dari pembentukan ASED, SEAMEO-RIHED, dan AUN yang merupakan bentuk institusionalisasi kerja sama pendidikan tinggi regional. Dari keempat aspek tersebut, Hurrel memproyeksikan bahwa akumulasi dari kondisikondisi yang telah disebutkan merupakan fundamen untuk mewujudkan kohesifitas kawasan. Aspek kohesifitas inilah yang akan mendapat tantangan berat, karena besarnya preferensi negaranegara anggota terhadap perolehan dari luar kawasan. Dengan mengkritisi alasan-alasan pembentukan kerja sama pendidikan tinggi sebelumnya, dapat diketahui bahwa negara-negara ASEAN belum memberikan prioritas kepada kawasan untuk memenuhi kepentingannya. Dalam aspek perdagangan, dapat diketahui meskipun negara-negara seperti Malaysia dan Thailand mendominasi pangsa pasar pendidikan tinggi kawasan, keduanya tidak menjadikan kawasan sebagai prioritas pangsa pasar, dengan berupaya menarik lebih banyak pelajar dari China dan India. Untuk mode commercial presence, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Laos juga tidak memilih berpartner dengan negara dari kawasan ASEAN. Hal yang sama juga terjadi untuk aspek akademis, di mana peran Jepang dan Korea Selatan di dalam program-program pengembangan kualitas lebih besar daripada pengintensifan kolaborasi antar sesama anggota 111

ASEAN. Dengan melihat fakta-fakta tersebut, maka dapat dikatakan bahwa regionalisme pendidikan tinggi ASEAN lebih berfungsi sebagai batu loncatan dari pada tujuan. Dari perspektif globalisasi pendidikan, fenomena ini merupakan kondisi yang menguntungkan karena dapat mempermudah proses pengintegrasian negara-negara Asia Tenggara ke dalam struktur global. Meskipun demikian, kondisi ini akan mengurangi efektifitas regionalisme pendidikan tinggi kawasan, karena negara-negara anggota tidak banyak menginvestasikan kepentingannya dalam kawasan. Dalam kondisi ektrem, kondisi ini dapat membuat negara dengan mudah mengabaikan kerja sama dalam regionalisme ASEAN, karena biaya sosial, ekonomi, maupun politik yang harus dibayarkan tidak besar. Dengan memahami regionalisme pendidikan tinggi ASEAN seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, setidaknya terdapat dua aspek penting terkait dengan regionalisme ASEAN secara umum. Aspek pertama adalah adanya pola outward-looking dalam regionalisme kawasan. Dari perspektif pendidikan tinggi, hal ini dapat dilihat dalam isu transfer teknologi, perluasan jaringan, dan pendanaan, di mana negara menjadikan regionalisme kawasan sebagai strategi peningkatan posisi tawar terhadap partner kerja sama dari luar kawasan. Hal ini dapat dilihat dari sifat regionalisme pendidikan tinggi ASEAN yang sangat terbuka terhadap partner luar kawasan, terutama negara-negara dari kawasan Asia Timur yang intensif dalam mengintegrasikan sektor pendidikan tingginya dengan negara-negara ASEAN. Bagi negara dengan posisi lemah dalam konstelasi ekonomi politik sektor pendidikan kawasan, regionalisme ASEAN adalah salah satu cara untuk memperoleh akses konsesi kolaborasi yang proposional dengan negara yang memiliki posisi lebih lebih kuat. Sementara itu bagi negara yang sudah memiliki posisi mapan, jaringan eksternal yang dibangun melalui 112

regionalisme kawasan dapat memperkuat posisinya dalam aspek perdagangan maupun politik pendidikan tinggi. Aspek kedua adalah regionalisme ASEAN merupakan langkah integrasi yang dilandasi pada proyeksi kalkulasi keuntungan dan kerugian di masa mendatang, atau juga lazim dikenal dengan istilah shadow of the future. Dalam konteks pendidikan tinggi, hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa regionalisasi lebih merupakan hasil regionalisme daripada hubungan saling ketergantungan yang memang sudah ada dan ingin diinstitusionalisasikan. Terkait dengan implementasi ASEAN Community, negara memiliki proyeksi terhadap perolehan yang akan didapat dengan adanya integrasi di level common market sehingga sepakat untuk berkomitmen bersama sementara hubungan saling ketergantungan baik di level negara atau masyarakat masih rendah. Secara kritis, landasan integrasi ini adalah fondasi regionalisme yang rapuh, karena tidak ada jaminan apakah ASEAN Community dapat memenuhi ekspektasi negara-negara atau tidak di masa depan. Jika ternyata berhasil, berarti umur yang lebih panjang bagi regionalisme ASEAN. Jika tidak, maka ASEAN Community akan mengalami degradasi legitimasi sehingga akan sulit untuk bertahan di tengah dinamika kepentingan regional. Terkait dengan adanya isu kohesifitas regional, outward looking regionalism, serta shadow of the future, ASEAN Community memiliki tantangan besar dalam mewujudkan regionalisme yang efektif dan solid. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah mengubah struktur pay off agar lebih mengikat, misalnya dengan memperbesar insentif maupun hukuman, sehingga negara mau menginvestasikan lebih banyak kepentingannya dalam kawasan. Dengan menjadikan regionalisme ASEAN terus dibutuhkan, kerja sama antar negara anggota akan terus terjalin sehingga bukannya tidak mungkin ASEAN dapat meningkatkan level integrasinya lebih dari pada ASEAN Community di masa mendatang. 113