24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Daging ayam broiler strain Cobb fillet bagian dada dengan umur panen 4 minggu sebanyak 4 kg. Diperoleh dari Peternakan Ayam Broiler Citra Resmi di Jalan Marga Jaya Raya, Tanjungsari, Kab. Sumedang. 2) Tepung kentang sebanyak 300 gram. Diperoleh dari Super Indo Jatinangor Town Square, Kab. Sumedang. 3) Tepung tapioka sebanyak 150 gram. Diperoleh dari Super Indo Jatinangor Town Square, Kab. Sumedang. 4) Bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, garam, penyedap rasa, dan merica. Diperoleh di Pasar Ujung Berung, Bandung. 3.1.2. Peralatan Penelitian Peralatan yang akan digunakan selama penelitian ini antara lain: 1) Timbangan berkapasitas 10 kg, digunakan untuk menimbang berat bahan. 2) Timbangan Analitik, digunakan untuk menimbang sampel. 3) Termometer, digunakan untuk mengukur suhu pada saat proses perebusan. 4) Penetrometer dengan satuan mm/g/10 detik, digunakan untuk mengukur keempukan bakso. 5) Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu pada saat pengukuran keempukan bakso dengan menggunakan penetrometer
25 6) Penggilingan daging, digunakan untuk menggiling daging sebelum dijadikan adonan bakso 7) Blender, digunakan untuk menghaluskan bumbu 8) Pisau, digunakan untuk memotong bahan 9) Baskom, digunakan sebagai wadah penyimpanan bahan 10) Sendok, digunakan sebagai pencetak adonan bakso 11) Talenan, digunakan sebagai alat pada saat pemotongan 12) Dandang, digunakan sebagai tempat merebus bakso 13) Piring, digunakan sebagai tempat menyimpan bakso yang sudah matang 14) Kompor, digunakan sebagai sumber pemanas pada saat memasak 15) Saringan, digunakan sebagai alat untuk mengambil bakso dari rebusan 16) Alat uji Organoleptik seperti piring kertas, gelas, form kuesioner, dan alat tulis. 3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian menggunakan sampel yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 kali pengulangan. Terdiri dari bakso yang menggunakan tepung tapioka sebanyak 10% dari berat daging sebagai kontrol serta bakso yang menggunakan tepung kentang dengan tingkatan berturut-turut yakni 2,5%, 5%, dan 7,5% dari berat daging. Daging ayam yang dibutuhkan untuk setiap perlakuan yakni 750 gram yang akan menghasilkan 75 butir bakso dengan berat 10 gram tiap butirnya. Peubah yang diamati terdiri dari kualitas fisik (daya ikat air, susut masak, dan keempukan) dan akseptabilitas (rasa, aroma, keempukan, dan total penerimaan). Pada uji akseptabilitas diperlukan 20 sampel dari setiap perlakuan.
26 3.2.2. Prosedur Kerja Proses pembuatan bakso dalam penelitian ini mengacu pada penelitian bakso yang dilakukan Bintoro (2008) dengan modifikasi. Tahapan-tahapan pembuatan bakso tersebut dapat dilihat pada Ilustrasi 2 berikut: 1) Daging ayam fillet ditimbang sebanyak 750 gram untuk setiap perlakuan. Kemudian dilakukan pula penimbangan pada tepung yang akan digunakan berdasarkan masing-masing perlakuan. 2) Selanjutnya daging digiling bersama bumbu-bumbu dan es batu sebanyak 20% dari bobot daging. Penggilingan dilakukan selama 1 menit. 3) Adonan setengah jadi digiling kembali dengan tepung pada setiap perlakuan (P0 = tepung tapioka 10%, P1 = tepung kentang 2,5%, P2 = tepung kentang 5%, dan P3 = tepung kentang 7,5%). Penggilingan dilakukan selama 10 menit hingga adonan tercampur rata (homogen). 4) Adonan yang telah selesai digiling kemudian dicetak menjadi bulat dengan berat 10 gram untuk setiap bakso. 5) Bakso mentah yang telah dicetak kemudian direbus dalam air dengan suhu 50 0 C selama 20 menit. Lalu direbus kembali dalam air dengan suhu 80 0 C selama 15 menit hingga bakso mengambang. 6) Bakso yang telah matang ditiriskan dalam saringan selama 20 menit. 7) Bakso kemudian dikelompokkan berdasarkan perlakuan dalam penelitian ini untuk selanjutnya dilakukan analisis.
27 Daging Ayam Bagian Dada Tanpa Tulang Penggilingan I Adonan Bakso Penggilingan II Pencetakan Adonan P0 = Tepung Tapioka (10%) P1 = Tepung Kentang (2,5%) P2 = Tepung Kentang (5%) P3 = Tepung Kentang (7,5%) Es Batu (20%) Garam (2,5%) Bawang Putih (1%) Penyedap rasa (1%) Merica (1%) Perebusan I (50 o C, 20 menit) Perebusan II (80 o C, 15 menit) Bakso Penirisan Pengukuran daya ikat air, susut masak, keempukan dan akseptabilitas Ilustrasi 2. Diagram Alir Penelitian Pengaruh Penggunaan Filler Tepung Kentang (Solanum tuberosum) terhadap Kualitas Fisik dan Akseptabilitas Bakso Ayam
28 3.2.3. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain: 1) Kualitas fisik bakso yang meliputi daya ikat air (%), susut masak (%), dan keempukan (mm/g/10 detik) 2) Akseptabilitas dari bakso yang dilakukan dengan pengujian hedonik, yang terdiri dari rasa, aroma, keempukan, dan total penerimaan. 3.2.4. Prosedur Analisis 3.2.4.1.Daya Ikat Air (Soeparno, 2009) Daya ikat air pada bakso adalah kemampuan bakso untuk mengikat air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Untuk mengukur daya ikat air pada bakso digunakan metode Hamm. Tahapan pengerjaannya sebagai berikut: 1) Bakso dipotong dan ditimbang sebanyak 0,3 gram pada timbangan. 2) Potongan bakso kemudian diletakkan pada kertas saring diantara dua plat kaca. 3) Kemudian diberi beban 35 kg selama 5 menit hingga area yang tertutup sampel bakso menjadi rata. 4) Area basah diperoleh dari hasil pengurangan area total dengan area tertutup bakso pada kertas saring. Selanjutnya luas area basah ditandai dan diukur dengan menggunakan rumus: π.r. 2 5) Untuk menghitung kandungan air bebas bakso, digunakan rumus sebagai berikut: mgh 2 O = Area Basah (cm2 ) 0,0948 Keterangan: mg H2O = Kandungan air bebas 8,0
29 6) Untuk mengukur kadar air pada bakso, digunakan metode pengeringan oven (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Mula-mula cawan kosong dikeringkan dengan oven selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator (w1), kemudian ditimbang. Sampel bakso dimasukan sebanyak 4-5 gram dalam cawan (w2) yang telah ditimbang dan selanjutnya sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 O C selama 16-18 jam. Cawan yang berisi bakso tersebut dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang (w3) kembali. Dilakukan pengeringan kembali sampai diperoleh berat konstan. Selanjutnya kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir. Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan: Keterangan: Kadar Air = w 2 w 3 w 3 w 1 x 100% w1 = Berat cawan kosong w2 = Berat sampel dan cawan sebelum di oven w3 = Berat sampel dan cawan setelah di oven 7) Untuk mengukur daya ikat air dapat digunakan rumus sebagai berikut: DIA = KA% mgh 2O x 100% 300 Semakin tinggi nilai persen H2O (kandungan air bebas) maka daya ikat air (DIA) yang dihasilkan semakin tinggi pula. 3.2.4.2.Susut Masak (Soeparno, 2009) Susut masak merupakan perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada bakso. Tahapan pengerjaan untuk mengukur susut masak pada bakso sebagai berikut: 1) Bakso mentah dari masing-masing perlakuan ditimbang. 2) Bakso direbus selama 20 menit dengan suhu 50 O C.
30 3) Kemudian bakso tersebut direbus kembali selama 15 menit pada suhu 80 O C. 4) Bakso yang telah dimasak dari perebusan kedua, ditimbang kembali. 5) Susut masak adalah selisih antara berat bakso sebelum dimasak (mentah) dengan berat bakso sesudah dimasak pada suhu 80 O C dikali 100%, dibagi berat bakso mentah. 6) Untuk mengukur susut masak, digunakan rumus: Susut masak (%) = 3.2.4.3.Keempukan (Soeparno, 2009) Berat bakso mentah Berat bakso matang x100% Berat bakso mentah Pengukuran keempukan pada bakso dilakukan dengan menggunakan alat pengukur yaitu penetrometer. Prosedur kerjanya sebagai berikut: 1) Bakso dipotong dengan ukuran 3 cm x 3 cm x 3 cm. 2) Potongan bakso kemudian diletakan tepat di bawah jarum penusuk alat penetrometer sehingga jarum tepat pada permukaan sampel sedangkan jarum skala menunjuk pada angka nol dan posisi pengatur jarum menyentuh pangkal jarum. 3) Dilakukan penekanan penetrometer selama 10 detik yang diukur dengan stopwatch. Penekanan dilakukan sebanyak 10 kali pada tempat yang berbeda. Nilainya dapat dilihat pada skala. Nilai akhir adalah rata-rata 10 nilai penekanan. Keempukan bakso dinyatakan dalam mm/g/10 detik. 3.2.4.4.Uji Akseptabilitas (Modifikasi Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Pengujian akseptabilitas dilakukan dengan Uji Organoleptik berdasarkan skala hedonik pada Tabel 4. Pengujian ini meliputi beberapa kriteria yaitu rasa, aroma, keempukan, dan total penerimaan. Diperlukan panelis agak terlatih sebagai penguji yaitu mahasiswa Universitas Padjadjaran maksimal sebanyak 20 orang.
Tabel 4. Skala Numerik dan Skala Hedonik Uji Organoleptik (Rasa, Aroma, Keempukan, dan Total Penerimaan) Sumber: Soekarto (1985) Nilai Skala Hedonik 7 Amat sangat suka 6 Sangat suka 5 Suka 4 Agak suka 3 Agak tidak suka 2 Tidak suka 1 Sangat tidak suka Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Disiapkan empat piring untuk bakso pada setiap perlakuan, segelas air minum, dan lembar kuesioner. 2) Disiapkan sampel bakso sebanyak 1 butir (10 gram) dari setiap perlakuan pada piring yang telah diberi kode tiga digit yang berbeda pada piringnya. 3) Data skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala numerik untuk dihitung dengan menggunakan statistik. 31 3.2.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Penelitian dilakukan secara eksperimen di laboratorium dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap / RAL (Completely Randomized Design) dengan empat perlakuan yaitu kontrol perlakuan (tepung tapioka 10%) dan tiga penggunaan tepung kentang (2,5%, 5%, dan 7,5%), serta pengulangan sebanyak lima kali, sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Perlakuan dilakukan dengan tingkat penggunaan tepung tapioka dan tepung kentang adalah sebagai berikut: P0 = Penggunaan tepung tapioka 10% P1 = Penggunaan tepung kentang 2,5% P2 = Penggunaan tepung kentang 5% P3 = Penggunaan tepung kentang 7,5%
32 Model matematika yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2006): Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan: Yij : Respon atau nilai pengamatan dari perlakukan ke-i dan ulangan ke-j μ : Nilai tengah umum (rata-rata) : Pengaruh perlakukan ke-i τ i εij : Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i : Percobaan ke-i (1,2,3,4) j : Ulangan ke-j (1,2,3,4,5) Asumsi Nilai εij menyebar normal dan bebas satu sama lain Nilai harapan εij = 0 atay (εij) = 0 Ragam dari εij = σ 2 atau (εij) 2 = σ2. Maka εij ~ NID (0, σ2) Pengaruh perlakuan bersifat tetap Hipotesis yang diuji: Sifat Fisik (Daya Ikat Air, Susut Masak, & Keempukan) dan Akseptabilitas H0 : P2 P0 ; P2 P1 ; P2 P3, artinya P2 memberikan respon lebih kecil atau sama dengan perlakuan lain terhadap daya ikat air dan keempukan bakso. H1 : P2 > P0 ; P2 > P1 ; P2 > P3, artinya P2 memberikan respon lebih besar dari perlakuan lain terhadap daya ikat air dan keempukan bakso. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan prosedur analisa Sidik Ragam, sesuai dengan Tabel. 5 di bawah ini. Tabel 5. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman Db JK KT Fhit F0,05 Perlakuan (P) (P-1) = 3 JKP KTP KTP KTG Galat (G) P(U-1) = 16 JKG KTG Total (U.P-1) = 19 JKT Sumber : Gaspersz (2006) Keterangan: db : Derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat tengah G : Galat
33 P : Perlakuan (P0, P1, P2, P3) U : Ulangan (U1, U2, U3, U4, U5) Kaidah keputusan: Bila Fhit F tabel 0,05 Terima H0; tidak terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (tidak berbeda nyata). Bila Fhit > F tabel 0,05 Tolak H0; terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (berbeda nyata) Tingkat perbedaan rata-rata antar perlakuan diperoleh melalui Uji Dunnet, dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: DLSD t*α/2(p,dfe) Sγ KTG r DLSD = t*α /2(p,dfe).Sγ S γ = KTG r = Dunnet s Least Significant Dirrerence = Nilai kritis yang diperoleh dari tabel Dunnet = Galat baku nilai tengah = Kuadrat tengah galat = Banyaknya ulangan Kaidah keputusan: Bila P0 Pi > dα ; terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (berbeda nyata) Bila P0 Pi dα ; tidak terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (tidak berbeda nyata) Sedangkan data uji organoleptik terhadap rasa, aroma, keempukan, dan total penerimaan yang diperoleh akan diuji dengan menggunakan Uji Kruskal-Wallis, dengan rumus sebagai berikut: 12 H = k R N (N+1) i=l - 3(N + 1) n Keterangan: H = Nilai Kruskal-Wallis dari data perhitungan Ri = Jumlah peringkat dari perlakuan ke-i ni = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-1 k = Banyaknya perlakuan (i=1,2,3,4) N = Jumlah seluruh ulangan
34 Kaidah keputusan: Signifikasi nilai H menggunakan tabel Chi-kuadrat Bila H x0,05(k-1); tidak terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (tidak berbeda nyata) Bila H > x0, 05(k-1); terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (berbeda nyata) Apabila hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil berbeda nyata maka dilakukan uji Mann-Whitney, dengan rumus sebagai berikut: atau dari sampel kedua Keterangan : U R n1 n2 U = n1n2 + n 1(n 1 +1) 2 U = n1n2 + n 2(n 2 +1) 2 R1 R2 = Nilai Mann-Whitney = Jumlah peringkat yang diberikan pada kelompok = Banyak sampel dalam kelompok yang lebih kecil = Banyak sampel dalam kelompok yang lebih besar Kaidah keputusan : P = Asymp. Sig. (2-tailed) Jika, P > 0,05 ; tidak terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (tidak berbeda nyata) Jika, P 0, 05 ; terdapat perbedaan antara setiap perlakuan (berbeda nyata) 3.2.6. Pengacakan Percobaan Penelitian ini melakukan pengacakan angka pada tata letak percobaan menggunakan tabel angka acak (Gaspersz, 2006). Hal ini dilakukan agar setiap satuan percobaan mempunyai peluang yang sama untuk menerima suatu perlakuan. Berikut denah lapangan dari Rancangan Acak Lengkap yang disajikan pada Ilustrasi 3.
35 1 2 3 4 P0 P3 P2 P3 5 6 7 8 P3 P2 P1 P2 9 10 11 12 P3 P2 P0 P0 13 14 15 16 P1 P1 P3 P0 17 18 19 20 P1 P1 P0 P2 Ilustrasi 3. Tata Letak Percobaan Keterangan : P0 = Penggunaan tepung tapioka 10% P1 = Penggunaan tepung kentang 2,5% P2 = Penggunaan tepung kentang 5% P3 = Penggunaan tepung kentang 7,5%