PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

II. TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

INTEGRASI PASAR FISIK CRUDE PALM OIL DI INDONESIA, MALAYSIA DAN PASAR BERJANGKA DI ROTTERDAM DIAN HAFIZAH

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN. Oleh: AHMAD YOUSUF KURNIAWAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE OLEH RENNY FITRIA SARI H

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris, di mana pertanian

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI

PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PASAR PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA DI BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA. Oleh: NUNUNG KUSNADI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

ANALISIS POLA KONSUMSI DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROPINSI BANTEN MUHARDI KAHAR

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

PRODUKSI TANAMAN PANGAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2015 (BERDASARKAN ANGKA SEMENTARA 2015)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU DAN UBI JALAR (TAHUN 2014: ANGKA TETAP, 2015 : ARAM I)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, KEDELAI, UBI KAYU DAN UBI JALAR (TAHUN 2014: ANGKA TETAP, 2015 : ARAM II)

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL - PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI TESIS

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA RAMALAN II TAHUN 2013)

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

SEKOLAH PASCASARJANA

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Transkripsi:

PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Agustus 2011 DEWI SAHARA NRP. H363070141

ABSTRACT DEWI SAHARA. The Production and Consumption Behavior of Rice Farm Households in Southeast Sulawesi (HARIANTO as Chairman, NUNUNG KUSNADI and KUNTJORO as members of the Advisory Committee) The objectives of this study are : (1) to analyse the profit efficiency and factors affecting inefficiency of profit for paddy and non-paddy farming based on the technology and wetland agro-ecosystem, (2) to assess the response of output supply and input demand toward the changes of output and input prices based on wetland agro-ecosystem, (3) to asses the response of farm households consumption toward the changes of output and input price and the households income based on the wetland agro-ecosystem and profit efficiency, and (4) to compare the response of farmer households consumption as pure consumer and their response as producer and consumer based on wetland agro-ecosystem, and the profit efficiency. The stochastic frontiers profit function, and output and input share functions were used to analyse the production behavior, whilst, the Almost Ideal Demand System Model was used to analyse the consumption behavior. The research findings showed that the rice farm households for irrigated lands with improving technology have the highest profit efficiency compared to others. Inefficient profit was influenced by the experices of farmers in farming, education level and the number of family member. The parameter estimation results by employing output and input share function showed that there was the greater impact of rice price toward output supply and inputs demand compared to fertilizer price. Meanwhile, the household expenditure share function showed that the rice farmers around the area of research were responsive for price changes of rice because rice is a main commodity, but they were less responsive on price changes of fertilizer. Aventhough they were responsive on the changes of rice price, but it became less sensitive when they were as producers and consumers. The policy implications and further research suggestions are: (1) to increase the productivity and profitability of rice farming still require wisdom specific technology and irrigation facilities development, (2) to enhance farmers' income needs to improve the price policy through improving the Government Purchasing Price standard of rice, and (3) for further research, the nutrient content of fertilizer should be considered on the production analysis, and the types of farm household and the kinds of data should be expanded, as well as, the distinguish type of purchased food should be based on the nutrient content by using the farm households model. Keywords: production, consumption and farm household

RINGKASAN DEWI SAHARA. Perilaku Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara (HARIANTO sebagai Ketua, NUNUNG KUSNADI dan KUNTJORO sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Rumahtangga petani padi tidak hanya menghasilkan padi (single commodity) melainkan juga menghasilkan tanaman pangan selain padi (multicommodity). Sebagai podusen bahan pangan, petani mengkonsumsi bahan pangan produksi sendiri dan membeli di pasar sehingga rumahtangga petani padi tidak saja sebagai produsen namun juga sebagai konsumen. Peningkatan permintaan pangan menyebabkan perhatian pemerintah terhadap kebijakan pangan lebih diarahkan pada komoditi padi, baik dari sisi teknologi maupun ekonomi. Kebijakan dari sisi teknologi mencakup berbagai program pengembangan dan penelitian, dimulai dari adanya program Bimas, Insus dan Supra Insus diiringi dengan pembangunan jaringan irigasi, hingga adanya program Prima Tani dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, sedangkan kebijakan dari sisi ekonomi dengan diterapkannya kebijakan subsidi pupuk dan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap gabah dan beras yang sering diperbaharui setiap tahun. Perubahan kebijakan harga tersebut menyebabkan perubahan harga di tingkat petani, baik harga gabah maupun harga pupuk. Perubahan harga tersebut menyebabkan berubahnya keuntungan usahatani dan pendapatan rumahtangga. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh harga output dan harga input terhadap efisiensi produksi dan inefisiensi produksi padi dan non padi berdasarkan teknologi dan agroekosistem lahan sawah, (2) mengkaji respon penawaran output dan permintaan input terhadap perubahan harga output dan harga input pada rumahtangga petani berdasarkan agroekosistem lahan sawah, (3) mengkaji respon konsumsi rumahtangga petani terhadap perubahan harga dan pendapatan rumahtangga berdasarkan agroekosistem lahan sawah dan efisiensi keuntungan, dan (4) membandingkan respon konsumsi rumahtangga petani sebagai konsumen murni dan respon konsumsi rumahtangga petani sebagai produsen dan konsumen berdasarkan agroekosistem lahan sawah dan efisiensi keuntungan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Konawe sebagai sentra lahan sawah irigasi dan Kabupaten Konawe Selatan sebagai lahan sawah tadah hujan. Populasi yang digunakan adalah petani padi dengan menggunakan sampel sebanyak 312 rumahtangga petani. Analisis produksi dalam penelitian ini menggunakan fungsi keuntungan stokastik frontir untuk efisiensi produksi, model Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk pangsa output dan pangsa input, dan analisis konsumsi menggunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS model). Berdasarkan hasil analisis fungsi keuntungan stokastik frontir menunjukkan bahwa harga output dan harga input mempunyai pengaruh yang nyata pada efisiensi keuntungan usahatani padi dan usahatani sayur. Pengaruh tersebut mengimplikasikan bahwa variable harga masih menjadi faktor penting bagi petani. Walaupun petani telah mencapai efisiensi keuntungan yang tinggi, namun efisiensi tertinggi diperoleh pada petani peserta Prima Tani lahan sawah

irigasi dengan sumber inefisiensi adalah pengalaman usahatani, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas padi dan peningkatan keuntungan petani dapat diperoleh dengan memperbaiki teknologi produksi dan adanya sarana pengairan. Hasil analisis fungsi pangsa output dan pangsa input menunjukkan bahwa petani lebih responsif terhadap perubahan harga padi dalam mengambil keputusan produksi dibandingkan dengan perubahan harga pupuk. Demikian juga dengan keuntungan usahatani lebih ditentukan oleh harga padi dan upah tenaga kerja dibandingkan oleh harga pupuk. Hal ini mengimplikasikan bahwa harga padi mempunyai dampak yang lebih besar terhadap penawaran padi dan permintaan input dibandingkan dengan subsidi harga pupuk. Hasil analisis konsumsi rumahtangga menunjukkan bahwa perilaku konsumsi rumahtangga petani lebih responsif terhadap perubahan harga padi, sedangkan perubahan harga barang pasar kurang direspon oleh petani. Hal ini disebabkan bahwa usahatani padi masih menjadi sumber pendapatan utama rumahtangga sehingga perubahan harga padi akan mempengaruhi petani untuk menjual atau mengkonsumsi hasil usahatani. Rumahtangga yang memiliki pendapatan yang lebih rendah (rumahtangga lahan tadah hujan rumahtangga efisiensi rendah) lebih responsif terhadap perubahan harga. Hal ini berkaitan dengan daya beli rumahtangga dimana rumahtangga dengan pendapatan rendah akan dengan lebih cepat merealokasi pendapatan pada saat terjadi perubahan harga. Rumahtangga petani sebagai produsen dan konsumen menjadi kurang responsif terhadap perubahan harga padi karena adanya efek keuntungan yang mempengaruhi pendapatan dan konsumsi pangan dan non pangan. Hal ini menandakan terdapat perbedaan respon antara rumahtangga petani sebagai konsumen murni dan rumahtangga petani sebagai produsen dan konsumen. Perubahan harga pupuk kurang direspon oleh semua kelompok rumahtangga sehingga konsumsi rumahtangga petani tidak dipengaruhi oleh harga pupuk. Secara keseluruhan elastisitas harga pada rumahtangga lahan tadah hujan dan efisiensi rendah lebih elastis daripada rumahtangga lahan sawah irigasi maupun rumahtangga dengan efisiensi tinggi. Hal ini mengindikasikan jika usahatani masih menjadi sumber pendapatan utama maka rumahtangga akan cepat melakukan penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga jika terjadi perubahan harga komoditas karena daya beli rumahtangga menjadi berubah. Implikasi kebijakan yang dapat disarankan, yaitu : (1) untuk meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani dapat dilakukan dengan introduksi teknologi spesifik lokasi dan ketersediaan air irigasi, (2) untuk meningkatkan pendapatan petani masih diperlukan perbaikan harga padi dengan adanya Harga Pembelian Pemerintah (HPP), (3) dalam analisis produksi menggunakan kandungan hara yang terkandung dalam pupuk yang digunakan petani, dan (4) untuk penelitian lanjutan disarankan dengan memperluas jenis rumahtangga petani dan jenis data, membedakan jenis pangan yang dibeli berdasarkan kandungan gizi dengan menggunakan model rumahtangga petani.

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Oleh : DEWI SAHARA Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Husein Sawit Ahli Peneliti Utama Pusat Sosial Eknomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. 2. Dr. Ir. Mat Syukur, MS Kepala Biro Perencanaan Kementrian Pertanian

Judul Disertasi Nama Mahasiswa Program Studi Nomor Pokok : Perilaku Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara : Dewi Sahara : Ilmu Ekonomi Pertanian : H363070141 Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Harianto, M.S. Ketua Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. Anggota Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Anggota Mengetahui, 2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian, Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 5 Agustus 2011 Tanggal Lulus : 5 Oktober 2011

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan rahmat-nya kepada penulis sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya seluruh proses pendidikan doktor ini tidak dapat lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu disela kesibukan beliau yang sangat padat untuk memberikan bimbingan dan kesempatan untuk selalu maju sejak dari tahap awal penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan disertasi hingga ujian. Hal ini yang membuat penulis merasa terdorong untuk segera menyelesaikan tugas pendidikan di IPB. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan membuka wawasan dan cara berpikir penulis untuk memperdalam kajian disertasi, disela-sela kesibukan dan waktu beliau yang padat untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa lainnya. 3. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu memberikan waktu dan saran serta masukan yang sangat membantu untuk menyempurnakan penulisan disertasi. 4. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, dan telah memberikan banyak masukan,

pertanyaan, dan kritik atas penulisan disertasi agar menjadi lebih konsisten dengan teori. 5. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas pertanyaan dan saran-saran untuk perbaikan pada Ujian Tertutup, serta ilmu-ilmu yang telah diberikan pada penulis selama masa perkuliahan. 6. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MS selaku Pimpinan Sidang pada Ujian Tertutup atas pertanyaan, masukan, dan saran perbaikan yang diberikan pada penulis. 7. Prof. Dr. Husein Sawit dan Dr. Ir. Mat Syukur, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah berkenan meluangkan waktu dan bersedia menjadi penguji luar komisi pada saat Ujian Terbuka. Terimakasih atas saran dan koreksi yang diberikan sebagai masukan bagi penulis. 8. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc atas masukan, pertanyaan dan koreksi yang diberikan pada penulis pada saat Ujian Terbuka. 9. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara yang telah mengusulkan penulis untuk melanjutkan pendidikan program doktor di IPB. 10. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas izin dan dana yang diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan program doktor di IPB. 11. Keluarga penulis, yaitu kedua orangtua penulis Bapak Soendoyo dan Ibu S. Retnowati yang telah membesarkan, mendidik dan yang tak pernah berhenti

berdoa untuk keberhasilan dan kebahagiaan penulis. Kakak-kakak penulis, Mas Suryo dan Mas Guntur, terimakasih atas bantuan dan jasa yang telah diberikan hingga penulis bisa mencapai pendidikan tertinggi. 12. Suami penulis Thomas Cahyo Purwo Negoro atas pengertian dan kesediaannya memberikan waktu pada penulis untuk menyelesaikan tahap akhir pendidikan dan kedua mertua penulis Bapak Soemarno Witoatmodjo dan Ibu Mamik Sri Suharmi atas doa yang selalu dipanjatkan agar penulis bisa menyelesaikan pendidikan dengan cepat dan sukses. 13. Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Konawe Selatan atas bantuan biaya penelitian yang diberikan. 14. Kepala Desa Wawouru, rekan-rekan penyuluh, Ketua Gapoktan, para enumerator dan responden di desa yang penulis jadikan lokasi penelitian atas kesediaannya membantu penulis dalam melakukan penelitian dan memberikan data yang diperlukan. 15. Rekan-rekan penulis di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2005, 2006, 2007 dan 2008, terutama angkatan 2007 yang telah menjadi teman dan sahabat dalam menghadapi suka dan duka selama perkuliahan. Kebersamaan merupakan kunci dan motivator bagi penulis untuk mencapai kemajuan. 16. Rekan-rekan di Sekretariat Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas perhatian, bantuan administrasi dan dukungan yang diberikan. 17. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat menambah referensi bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2011 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 6 Desember 1968 dari pasangan Bapak Soendoyo dan Ibu S. Retnowati. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Kota Rembang, yaitu pada SD Katolik Rembang, SMP Negeri I Rembang dan SMA Negeri 1 Rembang. Selanjutnya pendidikan sarjana (S1) penulis selesaikan pada tahun 1992 di Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi Universitas Hasanuddin Makassar. Pada tahun 1996 penulis diterima bekerja di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara dan lulus sebagai CPNS pada tahun 1998. Pada tahun 1999 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S2) di Fakultas Pertanian Program Studi Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, lulus pada tahun 2001. Kemudian tahun 2007 penulis kembali mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana (S3) di Institut Pertanian Bogor pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dengan beasiswa dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jenjang karier penulis dimulai pada tahun 2004 sebagai tenaga fungsional peneliti dengan jabatan Ajun Peneliti Madya. Pada tahun 2007 hingga sekarang jabatan fungsional penulis sebagai Peneliti Muda pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xx xxiii xxiv I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 9 1.3. Tujuan Penelitian... 12 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 13 II. TINJAUAN PUSTAKA... 15 2.1. Kinerja Usahatani Padi... 15 2.2. Produksi Tanaman Pangan... 18 2.3. Penelitian Terdahulu... 22 2.3.1. Penelitian tentang Efisiensi...... 22 2.3.2. Penelitian tentang Penawaran dan Permintaan Pangan... 25 2.3.3. Penelitian tentang Konsumsi Pangan Rumahtangga 28 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS... 33 3.1. Teori Produksi... 33 3.1.1. Fungsi Produksi Multi Input dan Multi Output... 33 3.1.2. Efisiensi Produksi... 36 3.2. Teori Permintaan Konsumen... 37 3.2.1. Perilaku Memaksimumkan Utilitas... 38 3.2.2. Utilitas Tidak Langsung dan Minimisasi Pengeluaran... 41 3.2.3. Sifat-Sifat Fungsi Permintaan.... 43 3.2.4. Pengaruh Perubahan Harga dan Pendapatan 45

3.3. Model Empiris dalam Penelitian... 47 3.3.1. Model Ekonomi Rumahtangga... 47 3.3.2. Model Keuntungan Translog... 57 3.3.3. Model Almost Ideal Demand System... 59 3.4. Hipotesis... 61 IV. METODOLOGI PENELITIAN... 63 4.1. Penentuan Tempat Penelitian... 63 4.2. Jenis dan Sumber Data... 64 4.3. Pengambilan Sampel... 65 4.4. Perumusan Model dan Analisis Data... 66 4.4.1. Analisis Perilaku Produksi Rumahtangga Petani... 66 4.4.2. Analisis Perilaku Konsumsi Rumahtangga Petani... 71 4.4.3. Estimasi Pengaruh Keuntungan terhadap Konsumsi 74 4.5. Definisi Operasional... 76 V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA... 79 5.1. Karakteristik Petani Padi... 79 5.2. Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani..... 84 5.2.1. Pola Tanam Lahan Sawah... 84 5.2.2. Diversifikasi Usahatani... 86 5.3. Keragaan Usahatani Padi... 90 5.3.1. Input Produksi... 90 5.3.2. Produktivitas Padi... 96 5.3.3. Analisis Usahatani Padi... 98 5.3.3. Usahatani Sayur... 100 5.4. Ekonomi Rumahtangga Petani Padi... 104 5.4.1. Curahan Waktu Anggota Rumahtangga Petani Padi 104 5.4.2. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi... 106 5.4.3. Struktur Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi... 108 VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA... 113

6.1. Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir.. 113 6.1.1. Efisiensi Keuntungan Usahatani... 115 6.1.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Keuntungan... 118 6.2. Analisis Penawaran Output dan Permintaan Input... 120 6.3. Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input... 125 6.3.1. Elastisitas Penawaran Output... 126 6.3.2. Elastisitas Permintaan Input... 130 VII. PERILAKU KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA... 133 7.1. Estimasi Parameter Fungsi Permintaan... 134 7.1.1. Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Irigasi... 134 7.1.2. Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Tadah Hujan... 140 7.2. Respon Perubahan Harga... 143 7.2.1. Elastisitas Harga Sendiri... 144 7.2.2. Elastisitas Harga Silang... 148 7.3. Respon Perubahan Pendapatan... 152 7.4. Elastisitas Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pertanian... 153 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN... 163 8.1. Kesimpulan... 163 8.2. Saran-Saran... 165 DAFTAR PUSTAKA... 167 LAMPIRAN... 175

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia, Tahun 2000 2008... 3 2. Perkembangan Kebijakan Harga Gabah dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Urea, Tahun 2000-2009... 4 3. Perkembangan Konsumsi Beras dan Non Beras, Tahun 2000-2009 6 4. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Sayuran di Sulawesi Tenggara, Tahun 2000 2008... 8 5. Pencapaian Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Peserta Prima Tani di Sulawesi Tenggara, Tahun 2008...... 17 6. Perkembangan Produksi Padi dan Ketersediaan Beras di Indonesia, Tahun 2000-2008... 20 7. Perkembangan Produksi Bahan Pangan Utama di Indonesia, Tahun 2000-2008... 21 8. Perkembangan Produksi Bahan Pangan Utama di Sulawesi Tenggara, Tahun 2000-2008... 22 9. Rumus Elastisitas Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pertanian terhadap Harga dan Upah... 75 10. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Usia, Pendidikan dan Pengalaman Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 80 11. Karakteristik Anggota Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009.. 82 12. Kepemilikan Lahan dan Status Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 84 13. Jumlah Petani Padi dan Penerapan Pola Tanam Lahan Sawah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 86 14. Jumlah Petani Padi dalam Diversifikasi Usahatani di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 88

15. Rata-rata Jumlah dan Nilai Ternak di Tingkat Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 90 16. Jumlah Petani Padi dalam Menerapkan Teknologi Non Biaya Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 91 17. Jumlah Petani Padi yang Menggunakan Pupuk Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 93 18. Rata-rata Penggunaan Input Produksi per Hektar Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 94 19. Rata-rata Curahan Waktu Tenaga Kerja Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 96 20. Analisis Usahatani Padi per Hektar di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 98 21. Rata-rata Penggunaan Input Produksi per Hektar Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 101 22. Analisis Usahatani Sayur per Hektar di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 102 23. Jumlah Rumahtangga Petani Padi Berdasarkan Jenis Kegiatan Anggota Rumahtangga di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 104 24. Rata-rata Curahan Waktu Aktivitas Tenaga Kerja Keluarga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 105 25. Alokasi Waktu Tenaga Kerja Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 106 26. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 107 27. Rata-rata Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 109 28. Rata-rata Pengeluaran Pangan Berdasarkan Pola Empat Sehat Lima Sempurna Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 110 29. Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 114

30. Nilai Efisiensi Keuntungan Usahatani Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 116 31. Sumber-Sumber Inefisiensi Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 118 32. Estimasi Parameter Fungsi Pangsa Output dan Pangsa Input Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 121 33. Elastisitas Penawaran Output, Permintaan Input dan Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 125 34. Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 136 35. Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 141 36. Elastisitas Harga Sendiri Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Petani Padi terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 145 37. Elastisitas Harga Silang Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Petani Padi terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 149 38. Elastisitas Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Petani Padi terhadap Pendapatan di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 153 39. Nilai Rata-Rata Komponen Pembentuk Elastisitas Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pertanian terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 154 40. Elastisitas Permintaan Pangan dan Non Pangan Rumahtangga Pertanian terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009... 157

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Maksimisasi Utilitas dengan Kendala Garis Anggaran.. 40 2. Utilitas Tidak Langsung pada Tingkat Harga dan Pendapatan.. 42 3. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan terhadap Perubahan Harga... 45 4. Respon Perubahan Pendapatan........ 46 5. Respon Perubahan Harga terhadap Konsumsi pada Rumahtangga Petani... 55 6. Kerangka Pemikiran Model Rumahtangga Petani Padi... 56 7. Bagan Pengambilan Sampel Rumahtangga Petani Padi... 64

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Penurunan Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input... 177 2. Penurunan Elastisitas Permintaan Model Almost Ideal Demand System... 179 3. Rumus Elastisitas Permintaan yang Diturunkan dari Model Rumahtangga Pertanian... 182 4. Prosedur Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir Usahatani Padi dan Usahatani Sayur Petani Peserta Prima Tani Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Tenggara dengan Metode Maximum Likelihood... 188 5. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur Petani Peserta Prima Tani Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Tenggara dengan Metode Maximum Likelihood... 190 6. Prosedur Estimasi Parameter Fungsi Pangsa Output dan Pangsa Input Lahan Sawah Irigasi dan Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression... 192 7. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Pangsa Output dan Pangsa pada Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression... 194 8. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Pangsa Output dan Pangsa Input Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression... 198 9. Hasil Uji-F Model Sistem Permintaan Pangan dan Non Pangan Tanpa dan Dengan Restriksi.... 203 10. Prosedur Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Irigasi dan Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression...... 203 11. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression... 206

12. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression..... 210 13. Hasil Estimasi Parameter Fungsi Permintaan Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara dengan Metode Seemingly Unrelated Regression... 214

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan hak dasar (basic right) bagi setiap warga negara, oleh karena itu setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Masalah pangan merupakan permasalahan yang kompleks terkait dengan kepentingan banyak individu dengan segala perbedaan yang mendasari kepentingan itu. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah untuk menjembatani adanya beberapa kepentingan yang dimulai dari proses produksi hingga konsumsi. Dari sisi produksi, perhatian pemerintah terhadap produksi komoditas tanaman pangan khususnya produksi padi nasional sudah lebih dari 50 tahun dengan melakukan berbagai program peningkatan produksi dimulai dengan adanya program Bimas, Insus dan Supra Insus. Pada dasarnya program tersebut merupakan program introduksi teknologi baru pada budidaya tanaman padi yang dikenal dengan istilah Panca Usahatani, yaitu penggunaan varietas unggul, pemupukan, penanaman, pemakaian obat-obatan dan pengairan yang didukung dengan pembangunan infrastruktur di pedesaan seperti jaringan irigasi, transportasi, lembaga penyuluhan dan penelitian. Keberhasilan program-program tersebut ditandai dengan dicapainya swasembada beras pada tahun 1984, namun keberhasilan program tersebut tidak dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama yang ditandai dengan merosotnya produksi padi pada tahun-tahun berikutnya. Untuk meningkatkan produksi padi

pemerintah kembali membuat gerakan peningkatan produksi tanaman pangan melalui program Gerakan Mandiri Padi, Palawija dan Jagung (Gema Palagung) pada tahun 2001, Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) pada tahun 2006-2009 dan Sekolah Lanjutan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang dimulai pada tahun 2010. Walau dua program terakhir tidak dikhususkan untuk komoditas tanaman pangan namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan program Prima Tani dan SLPTT lebih banyak diimplementasikan untuk petani tanaman pangan khususnya petani padi. Pengembangan teknologi pada kedua program tersebut lebih disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat yang dikenal dengan teknologi spesifik lokasi. Pencapaian produksi padi sawah dengan adanya program-program tersebut selama kurun waktu 2000 2008 menunjukkan peningkatan produksi sebesar 1.92 persen per tahun dan produktivitas meningkat 1.38 persen per tahun dengan perluasan lahan sebesar 0.75 persen per tahun, sedangkan produktivitas padi ladang pada kurun waktu tersebut menunjukkan peningkatan produksi lebih tinggi, yaitu 2.09 persen per tahun dengan laju produktivitas 3.29 persen per tahun dan luas areal menurun sebesar 0.81 persen per tahun (Tabel 1). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa produktivitas padi lahan sawah irigasi lebih tinggi daripada produktivitas padi lahan sawah tadah hujan, dan peningkatan produksi padi lebih disebabkan dengan peningkatan produktivitas dibandingkan dengan perluasan areal. Inovasi teknologi dibandingkan dengan perluasan areal sehingga untuk meningkatkan produksi padi pada masa yang akan datang lebih tepat dengan perbaikan teknologi spesifik lokasi.

Tabel 1. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia, Tahun 2000 2008 Padi Sawah Padi Ladang Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Prodv. (ku/ha) Luas Panen (ha) Produksi (ton) Prodv. (ku/ha) 2000 10 617 600 49 207 201 46.34 1 175 875 2 691 651 22.89 2001 10 419 375 47 895 512 45.97 1 080 622 2 565 270 23.74 2002 10 456 979 48 899 065 46.76 1 064 187 2 590 629 23.34 2003 10 394 516 49 378 126 47.50 1 093 518 2 759 478 25.23 2004 10 799 472 51 209 433 41.66 1 123 502 2 879 035 25.63 2005 10 733 576 51 317 758 47.81 1 105 484 2 833 339 25.63 2006 10 713 014 51 647 490 48.21 1 073 416 2 807 447 26.15 2007 11 041 225 54 199 693 49.09 1 106 412 2 957 742 26.73 2008 11 257 753 57 169 771 50.78 1 069 672 3 156 154 29.51 Rata-rata 10 726 989 51 464 606 47.12 1 089 602 2 818 637 25.43 r (%/tahun) 0.75 1.92 1.38-0.81 2.09 3.29 Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pada bidang produksi hingga saat ini adalah dengan intervensi harga melalui kebijakan harga output dan kebijakan harga input sejak tahun 1969. Kebijakan harga tersebut selain untuk memotivasi petani dalam berproduksi juga untuk meningkatkan pendapatan petani dengan menetapkan Harga Dasar Gabah (HDG) yang kemudian diubah menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah (HDPP) pada tahun 2002 selanjutnya menjadi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) pada tahun 2005 mencakup HPP Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG) dan HPP beras yang diperbaharui setiap tahun, serta masih diberlakukannya kebijakan harga pupuk bersubsidi. Perkembangan kebijakan harga dari tahun 2000 2009 ditampilkan pada Tabel 2. Walau harga yang diterima petani masih dibawah HPP, namun dampak dari perubahan HPP tersebut dapat meningkatkan harga di tingkat petani. Demikian pula terhadap kebijakan harga input melalui harga pupuk, meskipun pemerintah menaikkan subsidi harga pupuk namun harga yang dibayar petani masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Dengan fenomena yang terjadi

dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan harga gabah dan harga pupuk menciptakan efek samping, yaitu harga jual gabah petani lebih rendah dari HDG atau HDPP serta harga beli pupuk bersubsidi oleh petani di atas HET. Fakta tersebut menggambarkan bahwa kebijakan harga gabah dan harga pupuk belum efektif sampai di petani karena terdapat perbedaan harga antara HPP dan HET dengan harga yang diterima maupun yang dibayar oleh petani. Tabel 2. Perkembangan Kebijakan Harga Gabah dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Urea, Tahun 2000-2009 (Rp) Tahun HPP GKP Harga Gabah Petani HET Urea 2000 1 012 00950.50 1 115 1 093 2001 1 123 1 092.00 1 050 1 027 2002 1 230 1 224.25 1 050 1 357 2003 1 230 1 222,67 1 150 1 280 2004 1 250 1 211.20 1 150 1 400 2005 1 730 1 500.00 1 150 1 430 2006 1 730 2 115.33 1 200 1 450 2007 2 000 2 192.00 1 200 1 600 2008 2 240 2 438.11 1 200 1 650 2009 2 400 2 687.59 1 200 1 800 r (%/tahun) 10.59 12.88 0.89 6.21 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010a dan Departemen Pertanian, 2010 Harga Urea Petani Kajian Kariyasa dan Adnyana dalam Kariyasa (2003) bahwa harga gabah di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan yang diterima petani mendekati HPP, artinya harga di tingkat petani masih belum sesuai dengan harapan, sedangkan harga pupuk yang lebih tinggi dari HET disebabkan tidak tersedianya pupuk pada waktu yang diperlukan. Demikian pula kajian di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa rata-rata harga gabah yang diterima petani hanya sekitar Rp 1500/kg GKP atau sekitar 86.7% dari HPP yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2005 (Kariyasa, 2007). Namun sejak tahun 2006 terlihat bahwa harga gabah di tingkat petani sudah di

atas HPP. Hal ini disebabkan bahwa HPP bukan lagi merupakan batas harga dasar yang memerlukan pengamanan khusus agar harga pasar tidak melampaui dari HPP sehingga HPP lebih merupakan harga rujukan bagi petani dan harga yang terjadi lebih ditentukan oleh mekanisme pasar, sedangkan harga sebelum tahun 2006 merupakan peralihan dari harga dasar menjadi HPP. Kebijakan harga yang ditetapkan pemerintah digunakan sebagai faktor pendorong bagi peningkatan produksi padi, namun secara statistik HPP gabah dan HET pupuk Urea tidak mempengaruhi produksi padi, pengaruh yang nyata terhadap produksi adalah harga yang diterima petani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan harga secara langsung tidak menjadi pemacu peningkatan produksi, akan tetapi memacu peningkatan harga di tingkat petani. Oleh karena itu, keberhasilan peningkatan produksi padi lebih ditentukan oleh harga yang diterima petani dibandingkan dengan kebijakan harga. Oleh karena itu perlu memperhatikan perubahan harga di petani dalam mengambil suatu keputusan yang berkenaan dengan proses produksi. Dari sisi konsumsi, kebutuhan beras untuk waktu mendatang diperkirakan mencapai 36.32 juta ton karena hampir semua (97.07 persen) penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok dan terjadinya peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun. Analisis data Susenas menunjukkan bahwa konsumsi beras penduduk Indonesia pada tahun 2004 sebesar 99.04 kg/kapita/tahun menjadi 107.80 kg/kapita/tahun pada tahun 2008, bahkan jika perhitungan konsumsi beras dengan pendekatan neraca bahan makanan agregat, yaitu kebutuhan konsumsi rumahtangga dan kebutuhan industry maka kebutuhan beras per kapita mencapai 139.15 kg/kapita/tahun (Sumaryanto, 2008).

Permintaan beras lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan bahan pangan lainnya karena beras digunakan untuk konsumsi rumahtangga, stok beras nasional, dan berkembangnya industri makanan yang berbahan baku beras. Selain itu beras masih menjadi makanan pokok bagi masyarakat sehingga kebutuhan konsumsi beras per kapita lebih tinggi dibandingkan kebutuhan konsumsi pangan selain beras. Perkembangan permintaan beras dan permintaan pangan non beras disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Beras dan Non Beras, Tahun 2000-2009 Tahun Konsumsi (kg/kapita/tahun) Beras Jagung Umbi Sayur Ikan Buah 2000 120.00 46.71 17.50 31.28 18.63 39.99 2001 133.00 37.62 17.93 27.98 19.29 56.14 2002 100.70 33.78 21.26 47.5 15.40 57.40 2003 127.89 37.74 21.84 35.36 22.84 65.80 2004 099.04 37.50 19.32 37.49 23.18 69.01 2005 105.00 39.27 18.97 37.68 18.60 63.08 2006 119.00 20.17 17.41 40.37 23.08 69.78 2007 120.20 22.18 18.37 40.14 28.05 72.93 2008 107.80 20.04 10.50 41.20 21.65 50.96 2009 101.15 20.80 12.34 42.38 24.84 65.78 r (%/th) 0-0.58-6.49-1.99 05.81 05.67 07.52 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010b dan Departemen Pertanian, 2010 Tabel 3 memperlihatkan bahwa konsumsi beras dalam rumahtangga selama 10 tahun terakhir menurun rata-rata 0.58 persen per tahun, demikian pula dengan konsumsi jagung dan umbi-umbian. Hal ini menggambarkan bahwa konsumsi beras masyarakat Indonesia sudah mulai menurun dan kemungkinan bersubstitusi dengan makanan jadi karena permintaan beras per kapita dengan memperhitungkan industri sebesar 139 kg/kapita/tahun. Dengan demikian pemerintah masih tetap memprioritaskan pengembangan komoditas padi dibanding komoditas pangan lain yang selama ini dimanfaatkan langsung sebagai

makanan utama masyarakat Indonesia. Konsumsi pangan lainnya (ikan, sayur dan buah) menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi menggambarkan telah membaiknya pola pangan masyarakat. Produksi padi di Indonesia dihasilkan dari lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, lahan lebak dan rawa dengan sumbangan produksi tertinggi diperoleh dari lahan sawah irigasi diikuti dengan lahan sawah tadah hujan. Hingga saat ini usahatani padi masih menjadi usahatani dominan yang dilakukan di lahan sawah dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan lainnya. Namun pada umumnya petani tidak hanya mengusahakan tanaman padi melainkan juga dengan tanaman pangan lainnya (multi-crop) karena usahatani padi merupakan usahatani yang rentan terhadap perubahan iklim (Sumaryanto, 2008) dan keterbatasan air irigasi. Oleh karena itu untuk menjaga risiko gagal produksi maka petani padi melakukan diversifikasi usahatani antara usahatani padi dengan usahatani tanaman yang lain. Diversifikasi usahatani telah banyak dilakukan oleh petani di berbagai wilayah di Indonesia. Di Kalimantan Selatan, kegiatan usahatani padi dilakukan hingga dua kali setahun, sedangkan usahatani sayuran diusahakan pada sebagian lahan sawah bagi petani yang mempunyai lahan cukup luas atau diusahakan pada surjan yang dibuat di areal persawahan (Zuraida dan Hamdan, 2008). Tanaman sayuran juga merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang dipilih oleh petani padi di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan. Walaupun harga sayur cukup berfluktuasi dan merupakan komoditas yang mudah rusak, namun petani tetap mengusahakannya baik di lahan

sawah maupun di lahan kering. Beberapa jenis sayuran yang dominan diusahakan oleh petani di Sulawesi Tenggara disajikan pada Tabel 4. Table 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran di Sulawesi Tenggara, Tahun 2003 2008 Jenis Tanaman Tahun %/tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Luas panen (ha) : 1. Bayam 482 1 171 822 1 055 1 225 716 23.21 2. Kacang panjang 0 816 1 397 1 221 1 579 1 854 1 101 12.94 3. Kangkung 447 1 977 0 792 1 031 1 054 0 662 55.51 4. Ketimun 364 562 569 573 536 423 05.76 5. Terung 284 0 859 0 760 0 954 0 970 0 580 35.59 6. Cabai 696 1 544 1 338 1 644 1 419 1 038 18.17 7. Tomat 404 1 000 0 715 1 067 1 037 0 613-8.03 Produksi (ton) : 1. Bayam 794 2 942 2 119 2 243 2 687 1 715 46.41 2. Kacang panjang 2 961 7 763 5 505 6 417 7 605 3 521 22.89 3. Kangkung 1 062 3 002 4 556 5 833 6 947 2 178 42.58 4. Ketimun 1 653 2 641 2 931 2 911 2 313 1 455 02.49 5. Terung 1 796 4 805 6 379 5 371 7 616 2 560 31.98 6. Cabai 1 447 3 058 1 538 2 732 2 417 1 572 18.55 7. Tomat 1 287 5 089 3 895 5 090 5 258 2 220 49.63 Produktivitas (ku/ha) : 1. Bayam 16.50 25.10 25.80 21.26 21.93 24.00 09.98 2. Kacang panjang 36.30 55.57 45.10 41.64 41.02 32.00 00.62 3. Kangkung 23.80 35.40 57.53 56.58 65.91 32.90 15.20 4. Ketimun 45.40 46.99 51.51 50.80 43.15 34.40-4.72 5. Terung 63.24 55.94 83.93 56.30 78.52 44.14 00.25 6. Cabai 20.79 67.06 36.20 58.37 57.88 53.61 45.91 7. Tomat 25.06 50.90 54.50 47.70 50.70 36.22 37.17 Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Produktivitas sayuran di Sulawesi Tenggara relatif masih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas sayuran di daerah lain. Zuraida dan Hamdan (2008) mendapatkan produktivitas terung di Kalimantan Selatan sebesar 11.3 ton/ha, produktivitas kacang panjang di Samarinda sebesar 11.15 ton/ha (Wijayanti, 2006) dan produktivitas kangkung di Sumatera Utara sebesar 12.50 ton/ha (Kartika, 2007). Walaupun produktivitas sayuran belum mencapai maksimal, namun petani padi masih tetap mengusahakan karena usahatani sayuran relatif lebih mudah dan tidak memerlukan biaya produksi yang tinggi

sebagaimana usahatani padi. Hasil produksi tidak saja untuk konsumsi sehari-hari tetapi juga untuk dijual sehingga dapat menambah pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga petani sebagian berasal dari usahatani sehingga fluktuasi produksi akan mempengaruhi keuntungan dan tingkat kesejahteraan rumahtangga petani. Oleh karena itu untuk menstabilkan dan meningkatkan pendapatan rumahtangga petani maka pemerintah telah melakukan upaya dengan memberikan kebijakan harga output (kebijakan harga gabah) dan kebijakan harga input. Bagi petani padi yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha tani, maka kebijakan tersebut akan mempengaruhi perilaku petani terhadap produksi maupun terhadap konsumsi karena rumahtangga petani padi selain berperan sebagai produsen juga berperan sebagai konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat perilaku produksi dan konsumsi pada rumahtangga petani yang memiliki lebih dari satu jenis usahatani khususnya pada rumahtangga petani padi di Sulawesi Tenggara. 1.2. Perumusan Masalah Sektor pertanian di Sulawesi Tenggara masih memegang peranan yang cukup penting sebagai penyedia bahan pangan, penyumbang devisa, penyerap tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat tani. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar dibandingkan sektor lainnya, yaitu mencapai 36.44 persen (BPS. 2010). Meskipun sumbangan sub sektor tanaman pangan relatif kecil jika dilihat dari luas penggunaan tanah, namun sub sektor tanaman pangan mempunyai andil yang cukup besar bagi ketahanan pangan daerah sebagai penghasil padi dan bahan pangan lainnya.

Sebagian besar petani tanaman pangan di Sulawesi Tenggara mengusahakan padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, kacang hijau dan sayuran, namun petani tidak hanya mengusahakan satu jenis komoditi tertentu melainkan beberapa komoditi yang ditanam di lahan sawah maupun di lahan kering. Dalam berusahatani petani menghadapi masalah produktivitas yang rendah, baik produktivitas padi maupun non padi. Hal ini disebabkan oleh luas kepemilikan lahan yang sempit, modal dan penggunaan input yang terbatas serta kondisi infrastruktur lahan yang kurang memadai. Modal yang terbatas merupakan kendala bagi petani untuk memperoleh produksi maksimal karena petani tidak dapat menggunakan input produksi secara optimal. Kondisi lain yang terjadi adalah kualitas sumberdaya manusia khususnya petani tanaman pangan relatif masih rendah sehingga akses terhadap informasi dan teknologi terbatas. Infrastruktur lahan seperti kesuburan tanah, ketersediaan air irigasi dan jalan usahatani yang kurang memadai tanpa disertai input produksi yang seimbang juga menjadi penyebab rendahnya produktivitas usahatani. Melihat produktivitas tanaman pangan yang masih rendah maka pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi karena produksi hasil usahatani merupakan indikator bagi kesejahteraan rumahtangga. Produksi yang diperoleh akan dijual dan dikonsumsi dengan proporsi yang berbeda sesuai dengan kemampuan petani menyediakan pangan bagi anggota keluarga (Purwantini dan Ariani, 2008). Namun hingga saat ini produktivitas tanaman pangan masih stagnan dan pendapatan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga.

Selama ini kebijakan pangan pemerintah lebih diarahkan pada komoditi padi, baik dari sisi teknologi maupun dari sisi ekonomi. Hal ini terlihat dari adanya program Bimas, Insus dan Supra Insus disertai dengan pembangunan jaringan irigasi, hingga program Prima Tani dan SLPTT yang lebih banyak diintroduksikan kepada petani padi, sedangkan kebijakan dari sisi ekonomi dengan menetapkan kebijakan harga baik kebijakan harga input maupun kebijakan harga output. Kebijakan harga input dengan memberikan subsidi pupuk untuk tanaman pangan dan kebijakan harga output dengan menetapkan Harga Dasar Gabah (HDG) yang sekarang menjadi HPP gabah dan HPP beras. Walaupun subsidi pupuk diberikan untuk tanaman pangan namun penggunaan pupuk bersubsidi lebih banyak untuk tanaman padi, sehingga diasumsikan subsidi pupuk untuk tanaman padi. Kebijakan pemerintah tersebut bias ke padi sehingga akan mempunyai dampak yang berbeda bagi petani yang mengusahakan padi dan tanaman lainnya dalam mengambil keputusan produksi diantara tanaman padi dan non padi. Kebijakan teknologi produksi lebih diarahkan ke lahan sawah dibandingkan lahan kering karena sebagian besar produksi padi dihasilkan dari lahan sawah. Lahan sawah di Sulawesi Tenggara seluas 96 991 ha, terbagi atas lahan sawah irigasi seluas 73 766 ha dan lahan sawah tadah hujan seluas 23 225 ha. Dengan adanya lahan sawah irigasi dan non irigasi maka petani memiliki pilihan untuk mengusahakan tanaman padi dan non padi di lahan sawah dengan teknologi dan ketersediaan air yang berbeda.

Agroekosistem lahan sawah yang berbeda menyebabkan produktivitas lahan juga berbeda. Produktivitas lahan sawah irigasi rata-rata lebih tinggi dari produktivitas lahan sawah non irigasi. Hal ini dapat dilihat dari produktivitas padi sawah irigasi sebesar 4.33 ton per hektar dibandingkan dengan 2.74 ton per hektar produktivitas padi ladang, produktivitas kedelai lahan sawah irigasi sebesar 2.80 ton per hektar dibandingkan 1.6 ton per hektar produktivitas kedelai di lahan non irigasi (Pesireron, 2010). Dengan perbedaan hasil tersebut maka pendapatan yang diperoleh petani juga berbeda sehingga petani pada kedua jenis lahan tersebut mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan harga output maupun harga input di dalam mengambil keputusan produksi dan konsumsi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana respon produksi padi dan non padi terhadap perubahan harga output dan harga input pada agroekosistem lahan yang berbeda? 2. Bagaimana respon konsumsi rumahtangga petani terhadap perubahan harga output dan harga input pada agroekosistem lahan yang berbeda? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian bertujuan untuk mempelajari perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga petani padi baik rumahtangga petani lahan sawah irigasi maupun rumahtangga petani lahan sawah tadah hujan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh harga output dan harga input terhadap efisiensi produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi pada usahatani padi dan non padi berdasarkan teknologi dan agroekosistem lahan sawah.

2. Mengkaji respon penawaran output dan permintaan input terhadap perubahan harga output dan harga input pada rumahtangga petani berdasarkan agroekosistem lahan sawah. 3. Mengkaji respon konsumsi rumahtangga petani terhadap perubahan harga dan pendapatan rumahtangga berdasarkan agroekosistem lahan sawah dan efisiensi keuntungan usahatani. 4. Membandingkan respon konsumsi rumahtangga petani sebagai konsumen murni dan respon konsumsi rumahtangga petani sebagai produsen dan konsumen berdasarkan agroekosistem lahan sawah dan efisiensi keuntungan usahatani. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tenggara pada dua kabupaten, yaitu kabupaten Konawe sebagai sentra produksi padi lahan sawah irigasi dan Kabupaten Konawe Selatan sebagai sentra produksi padi lahan sawah tadah hujan. Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian adalah : 1. Responden adalah petani padi yang pernah mengikuti program Prima Tani dan yang tidak mengikuti program Prima Tani. 2. Pola tanam yang diamati adalah pola tanam pada tahun 2009 dimana tidak semua petani menanam padi sebanyak dua kali sehingga untuk kepentingan analisis dibatasi pada data Musim Tanam pertama (MT I/2009). 3. Rumahtangga petani menghasilkan lebih dari satu jenis komoditi sehingga pendekatan analisis multi output didasarkan pada produksi yang dijual dan yang dikonsumsi, yaitu padi dan sayuran. Produksi tanaman lainnya (produksi

palawija dan tanaman tahunan) diperhitungkan nilainya sebagai pendapatan rumahtangga. 4. Analisis produksi dan konsumsi dengan pendekatan multi input dan multi output pada rumahtangga petani dibedakan antar jenis lahan sawah. 5. Analisis produksi menggunakan model keuntungan stokastik frontir untuk mengetahui efisiensi produksi dan model Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk mengetahui pangsa penawaran output dan pangsa permintaan input, sedangkan analisis konsumsi menggunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS). 6. Data konsumsi pangan rumahtangga dilakukan dengan merecall data konsumsi selama satu minggu terakhir, sedangkan konsumsi non pangan dengan mencatat pengeluaran rumahtangga selama satu bulan. 7. Analisis produksi pada penelitian ini diduga dengan dua metode yang berbeda, yaitu dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk analisis efisiensi produksi dan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk analisis pangsa output dan pangsa input. 8. Metode MLE selanjutnya digunakan untuk mengestimasi respon konsumsi pangan dan non pangan yang diturunkan dari Model Rumahtangga Pertanian (MRP).