KAJIAN KONFLIK SOSIAL KEHUTANAN PT WIRAKARYA SAKTI 1 Legalitas: PT. Wirakarya Sakti merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang kehutanan berdasarkan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman ( IUPHHK- HT ) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 454 /Kpts- II/92, tanggal 14 Mei 1992 Tentang Pemberian HPHTI Kepada PT Wirakarya Sakti seluas 241.115 Ha. 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 744 / Kpts II / 1996, tanggal 25 Nopember 1996 Tentang Pemberian HPHTI Atas Areal Hutan Seluas ± 78.240 Ha Di Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Kepada PT Wirakarya Sakti. 3. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 64 / Kpts II / 2001, tanggal 15 Maret 2001 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 744/Kpts- II/1996 Tanggal 25 Nopember 1996 Tentang Pemberian HPHTI Atas Areal Hutan Seluas ± 78.240 Ha Di Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Kepada PT Wirakarya Sakti. luas 191.130 Ha 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 228 / Menhut II / 2004, Tanggal 09 Juli 2004 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 744/Kpts- II/1996 Tanggal 25 Nopember 1996 Tentang Pemberian HPHTI Atas Areal Hutan Seluas ± 78.240 Ha Di Propinsi Jambi Kepada PT Wirakarya Sakti luas 233.251 Ha. 5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK 346 / Menhut II / 2004, tanggal 10 September 2004 Tentang Perubahan Ke Tiga Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 744/Kpts- II/1996 Tanggal 25 Nopember 1996 Tentang Pemberian HPHTI Atas Areal Hutan Seluas ± 78.240 Ha Di Propinsi Jambi Kepada PT Wirakarya Sakti, luas 293.812 Ha 1 Disampaikan oleh Lisman Sumardjani, Assessor Kamar Bisnis DKN 1
Rencana Tata Ruang: Peruntukan Tanaman Pokok Tanaman Unggulan Tanaman Kehidupan Kawasan Lindung Sarana Prasarana Ladang / Enclave TOTAL Luas (Ha) 178,560 29,282 14,635 33,120 10,702 27,513 293,812 % 61 10 5 11 4 9 100 Ha 28.282 10% Ha 14.635 5% Ha 33.120 11% Ha 10.702 4% Ha 27.513 9% TP TU TK KL Ha 178.560 61% SP LD/OVERLAP Dari total 293 ribu hektar areal konsesi PT WKS, hanya sejumlah 61%nya (atau 178 ribu) hektar yang ditanami tanaman pokok. Sesuai ketentuan, tanaman unggulan dan tanaman kehidupan mencakup areal seluas 10% dan 5%nya. Sedangkan enclave dimana masyarakat ada di dalam kawasan areal konsesi mencakup 9%nya. CSR dan Peran Ekonomi dan Sosial Peran sosial perusahaan atau pembangunan kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh perusahaan(csr atau CD), dalam 3 tahun terakhir ini tercatat seperti diperlihatkan dalam tabel dan grafik di bawah ini. Sedangkan khusus CSR atau CD yang dilaksanakan di Desa Senyerang diperlihatkan di tabel dan grafik selanjutnya. Tabel Realisasi CSR/CD Provinsi Jambi Tahun 2009-2011 A. ASPEK EKONOMI ASPEK DAN KEGIATAN 2009 2010 2011 1. Kewirausahaan (pembibitan dan kontraktor 628.072.570 876.246.012 1.860.328.000 2. Pengembangan pangan 134.655.000 242.705.000 44.616.500 3. Pembentukan kelompok usaha (koperasi, KUB dll) 35.000.000 Sub Total 1) 762.727.570 1.153.951.012 1.904.944.500 B. ASPEK SOSIAL BUDAYA 1. Kesehatan (pengobatan gratis, Fogging) 120.010.852 241.136.700 267.826.000 2. Kemasyarakatan (HUT RI dan Hari Nasional) 84.458.100 141.033.250 131.220.000 3. Lingkungan (Penyiraman jalan + Penghijauan) 261.470.667 271.007.495 109.868.318 4. Kegiatan kepemudaan 82.898.000 51.920.000 124.532.387 2
5. Adat 7.500.000 Sub Total 2) 548.837.619 705.097.445 640.946.705 C. ASPEK KEAGAMAAN 1. Bantuan perayaan keagamaan 23.250.000 30.000.000 60.000.000 2. Bantuan perlengkapan ibadah 20.000.000 16.376.900 46.357.300 Sub Total 3) 43.250.000 46.376.900 106.357.300 D. ASPEK PENDIDIKAN 1. Pelatihan bagi masyarakat 72.516.000 70.000.000 64.000.000 2. Bantuan fasilitas/perlengkapan pendidikan 50.000.000 29.000.000 80.000.000 3. Program 1 Juta Buku 40.000.000 25.595.000 4. Bantuan Penelitian 7.828.000 15.000.000 18.133.000 Sub Total 4) 170.344.000 139.595.000 162.133.000 E. ASPEK INRASTRUKTUR 1. Infra Ekonomi Jalan dan Kanal 3.192.319.311 2.994.960.400 3.312.977.810 2. Fasilitas kesehatan + Umum (Posyandu, kantor desa dll) 240.141.100 194.737.650 104.635.500 3 Keagamaan 245.486.000 636.000.200 212.598.776 4. Pendidikan 209.680.000 264.250.000 103.659.560 Sub Total 5) 3.887.626.411 4.089.948.250 3.733.871.646 GRAND TOTAL 1)+2)+3)+4)+5) 5.412.785.600 6.134.968.607 6.548.253.151 Dari total Rp 1,64 milyar dana yang dicurahkan ke Desa Senyerang, bagian terbesar diberikan dalam pembangunan Aspek Ekonomi, sebesar Rp 883 juta (54%) untuk kegiatan wirausaha (tenaga kerja lokal Senyerang). Kemudian diikuti oleh Aspek Infrastruktur, sebesar Rp 552 juta (atau 34%) utamanya untuk pembangunan mesjid. Tabel Komposisi CSR yang diberikan ke Desa Senyerang ASPEK X Rp 1 juta % Infrastruktur 552,83 33,7% Keagamaan 14,16 0,9% Sosbud 160,80 9,8% Pendidikan 30,29 1,8% Ekonomi 883,38 53,8% Total 1.641,46 100% 3
Dalam Rupiah 7.000.000.000 6.000.000.000 5.000.000.000 4.000.000.000 3.000.000.000 2.000.000.000 1.000.000.000-2009 2010 NOV 2011 Figure 1. Realisasi Dana CD/CSR 500,00 450,00 400,00 350,00 Rp 1 juta 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00-2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 EKONOMI - 33,51 1,05 2,00-71,06 131,73 223,87 247,48 137,25 35,43 PENDIDIKAN - 3,75-2,25 1,65 5,53 2,00 6,56 8,56 - - SOSBUD 140,50 - - 1,50-4,39 2,40 6,65 1,00 1,22 3,15 KEAGAMAAN 6,95 3,61 1,10-2,00 - - 0,50 - - - INFRASTRUKTUR 300,00 60,50 43,75 33,75 9,00-77,99 10,56 17,29 - - Figure 2. Realisasi CD {CSR} di Desa Senyerang Periode 2001-2011 (x Rp 1 juta) KRONOLOGIS KASUS KONFLIK Silakan klik di sini untuk laporan kronologis lengkap. ANALISA SITUASI: 1. Areal yang diklaim oleh masyarakat Desa Senyerang, berdasar surat (1 Maret 2000) dari Kelompok Tani (Bp. Asmawi Syam), adalah areal yang 4
menurut mereka, lahan untuk cadangan perkebunan masyarakat Desa Senyerang, yang dianggapnya sebagai areal APL. 2. Walau areal tersebut dulunya adalah APL yang kemudian diubah menjadi HP dan menjadi bagian dari areal kerja PT WKS, namun Citra Landsat tahun 1999 tidak menunjukkan adanya kegiatan masyarakat di areal yang diklaim. Umumnya areal yang diklaim sebagai (kebun) milik masyarakat bisa ditunjukkan dengan adanya aktivitas kegiatan yang ada di sana. Misalnya dalam bentuk kanal. Namun Citra Landsat tidak menunjukkan adanya kanal- kanal di areal yang diklaim. Walaupun kalaupun ada parit, bisa saja itu bekas kanal banjir- kap, dan bukannya bekas kegiatan perkebunan. Citra Landsat diperlihatkan di bawah ini. Figure 3. Citra Landsat Tahun 1999 Distrik VI 3. PT WKS memperoleh lahan areal kerja adalah berdasarkan ijin resmi dari pemerintah. Seperti yang diperlihatkan dokumen berikut di bawah ini: a) Areal yang diklaim masyarakat Senyerang telah dicadangkan kepada PT Wirakarya Sakti melalui SK Nomor : 1006/Menhut- IV/1996 tanggal 19 Juli 1996 Perihal : Kebutuhan areal HTI PT Wirakarya Sakti di Propinsi Jambi, terdiri dari areal HPH dan areal pencadangan kebun belum aktif. b) Kemudian ada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 747/Kpts- II/1997 Tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi Seluas ± 27.850 Hektar Dan 5
Penunjukan Sebagian Kawasan Areal Penggunaan Lain Seluas ± 20.150 Hektar Pada Kelompok Hutan S. Pengabuan S. Baung Bukit Baling, Yang Terletak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Tanjung Jabung Dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batanghari, Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap. c) Kemudian ditegaskan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 64 / Kpts II / 2001, Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 744/Kpts- II/1996 Tanggal 25 Nopember 1996 Tentang Pemberian HPHTI Atas Areal Hutan Seluas ± 78.240 Ha Di Propinsi Daerah Tingkat I Jambi Kepada PT Wirakarya Sakti. luas 191.130 Ha 4. Pada pertemuan tanggal 15 September 2000, di PT. WKS dihadiri Pemda/Instansi terkait, Desa/wakil masyarakat Senyerang mengutarakan tuntutan/usulan : a. Dana kompensasi Rp 2,5 milyar dari hasil yang didapat atas lahan yang diakui masyarakat sebagai hutan desa yang dikelola oleh PT.WKS. b. Areal dalam RKT PT.WKS yang di klaim desa seluas 6.402 ha disetujui oleh Desa/wakil masyarakat Senyerang untuk dimitrakan seluas 50 % (3.201 ha) dan 50 % sisanya (3.201 Ha) kembali dikelola PT.WKS. 5. Baru 4 (empat) tahun kemudian, pada tanggal 10 Juni 2004 disepakati solusi untuk menyelesaikan konflik yang ada. Kesepakatan ini kemudian sudah dipenuhi dan dilaksanakan oleh PT WKS. Namun dalam prosesnya sering terjadi perbedaan dan ketidak- kompakkan diantara masyarakat Desa Senyerang sendiri, termasuk penggantian akibat ketidak percayaan anggota Tim. Bahkan luasan lahan yang diklaim- pun berubah- ubah, dari semula 6.402 ha menjadi 7.224 ha. Akibatnya gangguan kepada perusahaan tetap berjalan- walaupun perusahaan telah berusaha memenuhi semua kewajibannya. Tabel perbandingan antara kesepakatan dan realisasi: Kesepakatan (2004) Pemenuhan 1. Perusahaan melaksanakan 1. HTPK dengan pembagian 2 pembangunan HTPK kelompok yaitu : seluas 673 hektar KT Mawar Jaya (Ketua Rusmin) seluas 358 ha (selesai tahun 2004) saat ini sudah daur ke- 2 KT Sukadamai (Ketua belum ada) seluas 170 ha (selesai tahun 2007) Sisa areal (145 ha) tidak bisa ditanami karena konflik internal masyarakat 2. Perusahaan melaksanakan Program Tanaman 2. Pembangunan tanaman kehidupan dengan jenis jelutung seluas 109 6
Kehidupan seluas 251 hektar 3. Perusahaan membangunkan Masjid Al Jami Desa Senyerang dan Perusahaan memberikan Dana PMDH sebesar Rp 140.000.000,- 4. Perusahaan menerima 10 orang karyawan yang berasal dari warga Senyerang asli 5. Perusahaan memberikan Kesempatan kerja borongan seluas- luasnya bagi Masyarakat Senyerang 6. Masyarakat sepakat dan menerima hasil tata batas areal/kawasan hutan (konsesi WKS) ha. Tahun 2004 ditanami jenis kelapa dan karet. Karena tidak berhasil baik diganti dengan jelutung tahun 2009. Sisa lahan seluas 142 ha tidak bisa ditanami karena konflik internal masyarakat. 3. Pembangunan Masjid Al Jami (selesai tahun 2005) dan pembayaran dana PMDH sebesar 140.000.000,- (selesai tahun 2004) 4. Sejumlah [lebih dari 40 orang] dari Desa Senyerang sdh diterima bekerja di PT WKS di HTI dan pabrik. Jumlah ini melebihi kewajiban dalam kesepakatan. 5. Kontraktor pembangunan HTI ( 3 kontraktor) dengan jumlah karyawan 310 orang. Sampai tahun 2009 hubungan antara PT WKS dan masyarakat Desa Senyerang berlangsung secara harmonis. Hubungan dengan masyarakat yang ada di lokasi 41.000 ha pun tidak pernah ada permasalahan apapun. 6. Surat Gubernur Jambi No 522.54/820/4- Ekbang&SDA, tertanggal Jambi, 9 Maret 2011 Perihal Penyelesaian Konflik Lahan Masyarakat Senyerang, yang ditujukan kepada Dirjen BUK Kemenhut di Jakarta, memuat hal- hal yang sepertinya sudah berat sebelah. Poin Isi atau sebagian dari isi surat No 1 pihak Kepolisian,, mengharapkan agar penyelesaian masalah konflik lahan dapat segera diselesaikan, karena akan berdampak terjadi bentrokan antara aparat Kepolisian dan masyarakat. 2a APL yang dimintakan, secara keseluruhan, telah lama digarap oleh masyarakat Senyerang 2c HTPK sesuai permintaan masyarakat agar ditinjau ulang Komentar Sepertinya kalimat itu berbunyi: daripada bentrok sebaiknya penuhi saja permintaannya. Pengamatan udara tidak demikian adanya Sudah berjalan dan dipenuhi, tentunya 7
2d 2e 2f Tanaman kehidupan hasilnya kurang memberikan manfaat keinginan masyarakat bukan di kawasan APL, melainkan pada areal kawasan Hutan Produksi, yang sebelumnya merupakan APL dan saat ini telah menjadi areal kerja PT WKS. bahwa Desa Senyerang terletak pada akses vital jalur transportasi air bagi PT WKS, 1 mohon kiranya dapat ditetapkan suatu solusi yang bijak dari Kemenhut atas tuntutan masyarakat Desa Senyerang tersebut. tidak bisa minta ditinjau ulang. Kurang atau lebih tentunya sangat relatif. Tidak seharusnya aparat negara mengikuti kecenderungan yang melanggar aturan. Kesan pesan yang ingin disampaikan lebih berupa ancaman daripada akses ini ditutup? Sepertinya Gubernur meminta Kemenhut untuk melakukan apapun untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Dalam surat dari Gubernur Jambi, No 522/2695/4- Ekbang&SDA, tertanggal 16 Agustus 2011 kepada Menteri Kehutanan RI, pada poin 3 juga mendesak Menhut untuk memenuhi permintaan masyarakat, seperti disebutkan sehingga terpenuhinya seluruh atau sebagian usulan masyarakat Desa Senyerang 7. Pertemuan rapat masyarakat Kelurahan Senyerang, (tertulis dalam pengumuman sebagai ter- tgl 6 Desember 2011), bersama asesor DKN, menghasilkan keputusan berikut: No Isi atau sebagian isi keputusan Komentar 1 Selama dalam proses maka hendaknya lahan kosong di dapat dikelola oleh masyarakat Senyerang Dalam kondisi sengketa, umumnya yang dipertahankan adalah 2 Lahan kosong yang telah dipanen oleh PT WKS agar tidak boleh ditanam dan segera mungkin lahan yang dipersengketakan dapat disediakan bibit karet unggul untuk ditanam oleh masyarakat Senyerang 4...agar menjadi kesepakatan bersama antara DKN dengan masyarakat Senyerang kondisi status quo Harusnya ada perlakuan yang adil kepada para pihak yang bersengketa Tentunya kesepakatan dipenuhi oleh para pihak, dan bukan tugas asesor bertindak atas nama DKN dalam membuat kesepakatan. 8
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Sesungguhnya lahan yang diklaim oleh masyarakat Senyerang, Distrik VI Kanal 1 19, merupakan lahan milik negara. PT WKS hanya pemegang hak pengolahan saja. Sehingga setiap klaim atas lahan di kawasan hutan hendaknya ditujukan ke pemerintah via Kementrian Kehutanan. Berdasar Citra Landsat tahun 1999, areal yang diklaim merupakan LOA atau bekas eksploitasi yang tidak ada bekas- bekas kegiatan aktivitas (kebun) masyarakat. PT WKS memperoleh lahan termaksud berdasar ijin resmi dari pemerintah (via Kemenhut) 2. Aturan yang berlaku apabila hendak mengubah status lahan adalah melalui mekanisme Revisi RTRWP, yang diusulkan oleh Bupati melalui Gubernur ke Menteri Kehutanan. Sehingga Gubernur Jambi seharusnya bila ada permintaan lahan atau klaim dari masyarakat maka permintaan itu tidak perlu langsung diteruskan ke Menteri Kehutanan. Gubernur Jambi, untuk mengakomodasi permintaan rakyatnya, bisa mengajukan perubahan status kawasan hutan melalui usulan Revisi RTWP yang memang menjadi kewenangannya. 3. Pemda, baik itu Pemprop maupun Pemkab, tidak perlu tersandera oleh ancaman demo dan kegiatan anarkis lainnya. Akan sangat mengkhawatirkan apabila keputusan negara diambil berdasar ketakutan atas ancaman demo dan anarkis, karena bila diikuti maka hal ini akan dijadikan pola oleh kasus- kasus lainnya dan akan menyebabkan keadaan yang tidak terkendali. Pemerintah akan terlihat lemah tidak berdaya dalam menegakkan aturan dan ketentuan yang ada, padahal itu adalah tugas dan kewajiban dari pemerintah. Seharusnya pemerintah dalam menghadapi tekanan demo dan anarkis disesuaikan dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Sehingga pemerintah dalam mengambil keputusan, bisa dilakukan secara jernih berdasar aturan dan ketentuan yang berlaku. Bukan karena atas tekanan atau bahkan tersandera oleh ancaman (ketakutan) adanya demo dan kegiatan anarkis. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan seringkali merasa dikorbankan dan ditinggalkan sendiri, karena Pemda dan Pemerintah (serta pihak lainnya) sepertinya lebih memperhatikan tekanan dan usulan dari masyarakat tanpa memperhatikan aturan dan ketentuan yang menjadi pegangan dan dasar kegiatan perusahaan. Sehingga bila ingin mempertahankan kondisi status quo karena konflik belum 9
diselesaikan - - maka hal itu seharusnya tidak hanya berlaku bagi perusahaan namun juga berlaku bagi masyarakat. 4. Kasus Desa Senyerang ini, sesungguhnya sudah selesai. Perusahaan berdasar kesepakatan bersama dengan masyarakat dan disaksikan oleh aparat Bupati Tanjung Jabung Barat, pada tanggal 10 Juni 2004, sudah memenuhi semua kewajibannya. Apabila diumpamakan sebagai jual- beli, maka transaksi dan pembayaran sudah dilaksanakan sesuai kesepakatan bersama. Masyarakat tidak bisa menjual (kembali) barang yang sudah dijual dan menjadi milik orang lain. 5. Mengingat kasus Desa Senyerang ini merupakan kelanjutan dari kasus yang lama, baik objek maupun pelakunya yang sama, yang sudah dituntaskan kesepakatannya, maka Menteri Kehutanan, Gubernur Jambi dan Bupati Tanjab Barat dalam menghadapi permasalahan kasus ini harus menjadikan kesepakatan tanggal 10 Juni 2004 sebagai dasar pertimbangan utama. 6. Untuk itu baik Menteri Kehutanan, Gubernur Jambi dan Bupati Tanjab Barat seharusnya menolak tuntutan masyarakat Desa Senyerang dengan tegas, karena sudah selesai dan dipenuhi permintaannya sejak tahun 2004. Bila tuntutan seperti ini diakomodasi, apalagi sampai dimenangkan, maka hal ini akan menjadi preseden yang tidak baik yang melanggar aturan serta etika. Bukan saja akan muncul kasus baru tetapi kasus lama yang sudah tuntaspun bisa dikutak- kutik lagi dan muncul menjadi kasus baru atau kasus ulangan. Bila hal itu terjadi maka tidak akan ada kasus konflik yang bisa diselesaikan. 7. Tampaknya munculnya kembali kasus Senyerang ini, dimana pada tanggal 21 Desember 2011 masyarakat menyerang, menduduki dan merusak tanaman di Kanal 16 dan19 mengikuti pemberitaan dan modus Kasus Mesuji, Kasus Pulau Padang maupun Kasus Bima. Ada kemungkinan pula kasus ini muncul setelah mendapatkan momentum dari kunjungan Kamar LSM DKN ke lokasi pada tanggal 16-17 Desember 2011. 8. Upaya penyelesaian konflik lahan seperti ini, sebaiknya Kementrian Kehutanan tetap menggunakan skema dan pola- pola penyelesaian yang ada yang berpegang kepada aturan dan ketentuan yang berlaku, misalnya melalui pola kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat. Dimana perusahaan tidak dirugikan, secara langsung maupun tidak langsung, dan kepentingan masyarakatpun tetap diakomodasi. *** 10