BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

PABRIK BIODIESEL dari RBD (REFINED BLEACHED DEODORIZED) STEARIN DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

III. METODA PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM. yang dibawa oleh Mauritius dari Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Pembahasan Degumming

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB II DISKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

A. Sifat Fisik Kimia Produk

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Laporan Praktikum Teknologi Proses PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI. Disusun Oleh:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. DESKRIPSI PROSES

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) dan Metanol Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

Gambar 2.1 Rumus struktur gliserol monooleat (Anonima, 2008)

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

SKRIPSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI BIJI DURIAN MENGGUNAKAN H 2 SO 4 DAN H 2 C 2 O 4 DISUSUN OLEH : ANDI TRIAS PERMANA

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan / industri yang berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis yang dikenal sebagai penghasil minyak sayur ini berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan. Benih kelapa sawit yang pertama kali ditanam di Indonesia adalah di Kebun Raya pada tahun 1884 yang berasal dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911. Pulau Sumatra terutama Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan pusat penanaman kelapa sawit yang pertama kali terbentuk di Indonesia, namun demikian sentra penanaman ini berkembang ke Jawa Barat (Garut Selatan dan Banten Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau, Jambi, serta Irian Jaya. Pada tahun 1995 luas perkebunan kelapa sawit adalah 2,025 juta, dan diperkirakan pada tahun 2005 luas perkebunan menjadi 2,7 juta hektar dengan produksi minyak sebesar 9,9 ton/tahun (MAKSI, 2005). Produk utama pohon kelapa sawit yang dimanfaatkan adalah tandan buahnya yang menghasilkan minyak dari daging buah dan kernel (inti sawit). Minyak kelapa sawit adalah bahan untuk pembuatan: a) mentega, minyak goreng dan kue/biskuit. b) bahan industri tekstil, farmasi, kosmetika, gliserol. c) sabun, deterjen, pomade. Ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi (pengomposan) aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya

pupuk yang dihasilkan. Ampas inti sawit (bungkil) digunakan untuk makanan ternak, sedangkan batang dan pelepah daun merupakan bahan pembuat particle board. Beberapa produk dari kelapa sawit yang umum diperdagangkan adalah (MAKSI, 2005) : 1. Minyak Sawit Kasar atau Crude Palm Oil (CPO) 2. Minyak Inti Kelapa Sawit atau Crude Palm Kernel (CPKO) 3. Inti Kelapa Sawit atau Palm Kernel 4. Bungkil Inti Kelapa Sawit atau Palm Kernel Cake 5. Pretreated Palm Oil 6. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil) 7. Crude Palm Fatty Acid 8. Crude Palm Olein 9. Preteated Palm Olein 10. RBD Palm Olein 11. Crude Palm Stearin 12. Pretreated Palm Stearin 13. RDB Palm Stearin 14. Palm Acid Oil 15. Crude Palm Kernel Fatty Acid 2.2 Metil Ester Methil Ester merupakan senyawa organik (ester) yang pada keadaan normal berupa cairan tak berwarna, berbau khas, larut dalam alkohol, khloroform dan eter dan larut terbatas dalam air. Reaksi pembentukan metil ester dari methanol dan PFAD merupakan reaksi esterifikasi. Reaksi berlangsung bolak-balik. Untuk memperoleh hasil yang optimal dibutuhkan beberapa kondisi sebagai berikut : 1. Suhu tinggi, karena reaksi berlangsung endotermis maka dengan naiknya suhu reaksi akan bergeser kekanan. Selain itu dengan naiknya suhu maka harga k1 akan semakin naik dengan cepat.

2. Salah satu pereaksi dibuat berlebihan karena dengan pereaksi berlebihan reaksi akan bergeser kekanan. 3. Menggunakan katalisator, antara lain H2SO4, HCl dan lain-lain. Katalisator ini berfungsi untuk melepas ion H+ yang akan mengaktifkan gugus karboksilat, sehingga akan terjadi reaksi dengan methanol. 2.3 Proses Pembuatan Metil Ester Teknologi yang paling banyak digunakan dalam pembuatan Metil Ester adalah pirolisis, mikroemulsifikasi dan esterifikasi (Syah, 2006). 2.3.1 Pirolisis Pirolisis menunjukkan reaksi dekomposisi termal. Biasanya berlangsung tanpa oksigen. Pirolisis minyak nabati merupakan pilihan akibat adanya garam logam sebagai katalis. Dulunya perlakuan ini sebagai sarana untuk memproduksi bahan bakar darurat selama perang dunia II. Perlakuan ini menghasilkan campuran dari alkana, alkena, alkadiena, aromatik, dan asam karboksilat yang sama dengan bahan bakar diesel hidrokarbon dalam beberapa hal. Cetane number dari minyak nabati dapat ditingkatkan melalui pirolisis asalkan konsentrasi belerang, air, dan endapan dari produknya masih dalam toleransi yang dapat diterima. Namun, menurut standar bahan bakar modern, viskositas bahan bakar tersebut dianggap terlalu tinggi. Abu dan residu karbonnya jauh melebihi nilai diesel fosil. 2.3.2 Mikroemulsifikasi Mikroemulsifikasi merupakan pembentukan dispersi stabil secara termodinamis dari 2 cairan yang biasanya tidak mudah larut. Proses ini berlangsung dengan satu atau lebih banyak surfaktan. Penurunan diameter dalam mikroemulsifikasi berkisar 100-1000 Å. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji proses mikroemulsifikasi minyak nabati dengan menggunakan pelarut metanol, etanol, atau 1-butanol. Hal tersebut membawa pada kesimpulan bahwa mikroemulsifikasi minyak nabati dan alkohol tidak dapat direkomendasikan untuk jangka panjang terutama untuk mesin diesel dengan alasan yang sama seperti bila diterapkan pada minyak nabati yang efisien. Bahan bakar dari proses ini memproduksi tingkat pembakaran yang tidak sempurna, membentuk deposit

karbon, dan meningkatkan kekentalan minyak pelumas. Lebih lanjut, mikroemulsifikasi menampilkan nilai pemanasan volumetrik yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar diesel hidrokarbon akibat kandungan alkoholnya yang tinggi, dan juga kurang cukup dalam hal jumlah dan perilaku pada suhu dingin (Wikipedia, 2007). 2.3.3 Esterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat. Asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat metil ester dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangkaasam 5 mg-koh/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi (> 5 %), seperti PFAD dan CPO Low Grade maka proses transesterifikasi tidak akan berjalan efisien. Bahan baku tersebut perlu melalui proses esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5 %. Proses esterifikasi memerlukan katalis asam-asam pekat seperti asam sulfat dan asam klorida. Pada tahap ini akan diperoleh minyak campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan transesterifikasi terhadap produk pertama dengan menggunakan katalis alkalin. Pada proses ini digunakan sodium hidroksida 1 wt % dan metanol 10 wt %. Kedua proses esterifikasi tersebut dilakukan pada suhu 55 o C proses ini akan dihasilkan metil ester dibagian atas dan gliserol dibagian bawah. Setelah dipisahkan dari gliserol, selanjutnya dimurnikan (purifikasi), yakni dicuci dengan air hangat dan dikeringkan untuk menguapkan kandungan air yang ada. Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Berry Devanda, 2008).

2.4 Hasil Samping Pembuatan Metil Ester Dengan Bantuan Katalis 2.4.1 Sabun Sabun dapat juga terbentuk selama reaksi berhubung karena adanya reaksi samping dari reaksi transesterifikasi. Mula-mula, etil ester yang terbentuk beraksi dengan air membentuk asam lemak dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Asam Lemak dari Etil Ester Kemudian asam lemak yang terbentuk beraksi dengan katalis sisa (dalam kasus ini berupa KOH) membentuk sabun. Reaksi ini ditampilkan pada gambar 2.8. Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Sabun Namun reaksi diatas sulit terjadi karena sedikitnya kadar air dalam sistem. Air yang dapat muncul ini dapat disebabkan oleh tidak murninya alkohol yang digunakan, air yang berasal dari reaktan lain pada awal proses (dari udara), atau bahkan dari tahap pencucian awal (Khan, 2002). 2.5 Seleksi Proses Kondisi proses yang digunakan dalam pra-rancangan pabrik ini adalah dengan proses esterifikasi. Ester yang digunakan adalah Palm Fatty Acid Distilatte (PFAD). Alasan digunakannya PFAD adalah karena harganya yang murah. Pembuatan metil ester yang dilakukan dengan proses esterifikasi memiliki kelebihan diantaranya : 1. Merupakan proses yang mudah dan umum digunakan pada pembuatan metil ester

2. Menghasilkan metil ester yang memiliki yield mendekati standard biodisel 3. Menghasilkan produk samping berupa sabun. 2.6 Deskripsi Proses Bahan baku yang digunakan pada tahap hidrolisis adalah PFAD, asam sulfat dan metanol. PFAD dipompakan ke heater (E-101), tujuannya adalah untuk menaikkan temperatur PFAD. Sementara itu, asam sulfat dan metanol dipompakan ke tangki pencampur (M-101). Kemudian, campuran asam sulfat dan metanol, serta PFAD dipompakan kedalam reaktor esterifikasi yang beroperasi pada temperatur 70 o C dengan waktu tinggal 60 menit. Reaktor esterifikasi mereaksikan FFA yang terdapat dalam PFAD dengan metanol menjadi metil ester dan air. Untuk mengantisipasi terjadinya reaksi bolak-balik maka ditambahkan metanol berlebih dan penambahan katalisator. Perbandingan molar metanol : FFA adalah 8 : 1. Setelah keluar dari reaktor esterifikasi kemudian campuran dimasukkan ke unit dekanter (FL-101). Lapisan atas adalah berupa campuran asam sulfat, metanol dan air, sementara lapisan bawah merupakan metil ester, asam lemak dan trigliserida yang terbentuk selama reaksi. Lapisan atas selanjutnya masuk ke Flash Drum (D-101) untuk memisahkan metanol dan asam sulfat. Sementara lapisan bawah dialirkan ke Vaporizer (D-102) untuk memisahkan metanol dari campuran untuk kemudian di kirim ke unit reaktor (R- 102) untuk proses netralisasi dengan penambahan NaOH 3 M yang beroperasi pada suhu 65 o C dengan waktu tinggal selama 15 menit. Setelah itu, campuran didinginkan di unit cooler (E-104). Kemudian campuran dipompakan ke unit dekanter (FL-102). Lapisan atas adalah berupa metil ester dan trigliserida, sementara lapisan bawah merupakan sabun yang terbentuk selama reaksi. 2.7 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk 2.7.1 PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) PFAD merupakan hasil samping dari pembuatan minyak goreng. PFAD bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan metil ester yang relatif murah karena harga PFAD adalah 80% dari harga CPO standar. Dengan potensi

tersedianya PFAD sekitar 0,21 juta ton per tahun di Indonesia, maka bisa dihasilkan metil ester sebesar 0,189 juta ton. Nilai ini setara dengan 3,78 juta ton atau 4.195,8 juta liter biosolar per tahun (jenis B5) (Prihandana dkk, 2007). Adapun komposisi dari PFAD (Chongkhong, 2007) : 93 % FFA - Asam palmitat : 45,60% - Asam oleat : 33,30% - Asam linoleat : 7,70% - Asam stearat : 3,80% - Asam laurat : 1,80% - Asam linolenat : 0,80% Trigliserida : 7% 2.7.2 Metanol (CH 3 OH) 1. Berat molekul : 32,04 gr/mol 2. Densitas : 0,7918 gr/cm 3 3. Titik lebur : -97 0 C 4. Titik didih : 64,7 0 C 5. Titik nyala : 11 0 C 6. Keasaman (pka) : 15,5 7. Viskositas pada 25 0 C : 0,59 mpa.s 8. Bentuk molekul : tetrahedral 9. Momen dipol (gas) : 1,69 D (www.engineeringtoolbox.com ; www.wikipedia.com ; Perry, 1997) 2.7.3 Air (H 2 O) 1. Berat molekul : 18 gr/mol 2. Titik beku : 0 0 C 3. Titik didih : 100 0 C 4. Densitas pada 25 0 C : 0,99707 gr/cm 3

5. Viskositas pada 20 0 C : 0,01002 cp 6. Viskositas pada 25 0 C : 0,8937 cp 7. Indeks bias : 1,33 8. Tekanan uap pada 100 0 C : 760 mmhg 9. Tidak berbau dan tidak berasa 10. Pelarut yang baik untuk senyawa organik 11. Larut dalam alkohol 12. Konstanta ionisasinya kecil (www.wikipedia.com ; Geankoplis, 2003 ; Kirk Othmer, 1967 ; Perry, 1997) 2.7.4 Metil Ester 1. Densitas (15 0 C) : 0,8793 gr/cm 3 2. Viskositas (40 0 C) : 4,865 mm 2 /s 3. Angka asam : 0,33 mg KOH/g 4. Titik nyala : 181 0 C 5. Residu karbon : 0,07 %b/b 6. Kadar abu : 0,07 %b/b 7. Kadar air : 0,03 %b/b 8. Kadar ester : 99,48 %b/b 9. Temperatur destilasi 95% : 335 0 C 10. Trigliserida : 0 11. Digliserida : 0,058 %b/b 12. Monogliserida : 0,462 %b/b (Chongkhong, 2007)