ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto

dokumen-dokumen yang mirip
ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

IMPLEMENTAS I PERAWAT PRAKTEK MANDIRI. Ns. SIM SAYUTI, S.Kep NIRA : Beprofessional nurse Knowledge, skill, & attitude

INFORMED CONSENT. Dedi Afandi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGERTIAN DAN CONTOH PENERAPAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN ANESTESI. Disusun untuk Memenuhi Tugas Etika dan Aspek Legal

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN

ANITA ISTININGTYAS, M.Kep KEP_S.CER/ S-1/ IV/ 2014 PRINSIP LEGAL ETIS SISTEM PENCERNAAN

CURICULUM VITAE Nama : Sagung Putri M.E.

INFORMED CONSENT. dr. Meivy Isnoviana,S.H

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan ilmu

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan:

PRINSIP DASAR BIOETIKA. Oleh: E. Suryadi Fakultas Kedokteran UGM

Ide pokok Pengertian :

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

dr. SETYO TRISNADI, Sp.F, G.Bioethics

tindakan pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

Komunikasi Dokter dengan Sejawat Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. Apakah landasan dari informed consent?

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

Dari uraian diatas kelompok merasa tertarik untuk menguraikan konsep penanganan masalah bioetik disertai dngan studi kasus. B.

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Definisi

vii DAFTAR WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

PANDUAN INFORMED CONSENT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

KODE ETIK PSIKOLOGI. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

Kode etik perawat. Profesi moral community : Cita-cita dan nilai bersama. Anggota profesi disatukan oleh latar belakang pendidikan yg sama Profesi mem

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR PT. RUMAH SAKIT...No. T E N T A N G KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

PELANGGARAN ETIK, DISIPLIN PROFESI & GUGATAN HUKUM DI AREA PRAKTEK KEDOKTERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER PADA MASYARAAT

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

RUMAH SAKIT UMUM AULIA Jl. Raya Utara No. 03 Telp. (0342) , Fax. (0342) Kembangarum - Sutojayan - Blitar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

BAB II ISI A. Pengertian

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM ETIKA KEPERAWATAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN RSIA NUN SURABAYA 1. LATAR BELAKANG

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BAB III TINJAUAN TEORITIS

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM KEPERAWATAN

SISTEM LEGISLASI TENAGA KEPERAWATAN. Sumijatun Oktober 2008

ETIKA KEDOKTERAN GIGI & UURI No 29 TH HARUM SASANTI Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Definisi Etika Penelitian B. Prinsip Prinsip Etika Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang

Informed Consent INFORMED CONSENT

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

ETIKA KEPERAWATAN. OLEH : Hamsiah Hamzah,SKM,M.Kep

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN CRITICAL CARE V. Nurhayati HIPERCCI JATENG/ RS Panti Wilasa Dr Cipto DESKRIPSI SINGKAT Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik menunjukan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan suatu pelanggaran terhadap kode etik tersebut, maka pihak organisasi berhak memberikan sanksi bahkan bisa mengeluarkan pihak tersebut dari organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis, klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal. Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian. Namun mengapa masih banyak terjadi berbagai bentuk kelalaian tanpa tanggung jawab dan tanggung gugat? Hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam memahami kode etik itu sendiri. Sehingga tindakan yang dilakukan adakalanya akan berdampak pada keselamatan pasien. Oleh sebab itu, banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang berpotensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya berdampak pada persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan. Oleh karena itu, sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu memahami dengan baik dan benar tentang kode etik dan salah satu kuncinya yaitu banyak membaca dan memahami pentingnya keselamatan pasien sehingga keinginan untuk mempelajari kode etik sebagai landasan tindakan bisa lebih bermanfaat. KONSEP LEGAL 1. Pengertian Legal Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. 47

Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang memberikan jaminan hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis, seperti: UU Kes, PERMENKES dan peraturan lainnya 2. Maksud dan Tujuan a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum. e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. 3. Penerapan legal dalam area critical care Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila bekerja di dalam suatu institusi. Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing. a. Fungsi Hukum dalm Praktik Perawat Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai dengan hukum Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain 48

Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum. b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15 dan 16 Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dokter Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban : Menghormati hak pasien Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Memberikan informasi Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan Melakukan catatan perawatan dengan baik c. Larangan Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi d. Sanksi: sesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit e. Hak dan Kewajiban Perawat Aspek Legal Keperawatan juga meliputu Kewajiban dan hak Perawat : 1) Kewajiban: Setiap perawat wajib mempunyai: - Sertifikat kompetensi - Surat Tanda Registrasi - Surat ijin Praktek (SIP) - Memperbaharui sertifikat kompetensi Menghormati hak pasien Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani 49

Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-undang keperawatan Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan kewenangan Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat sesuai dgn kondisi pasien baik secara tertulis. Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai peraturan dan SOP yang berlaku Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai dengan kewenangan Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Mentaati semua peraturan perundang-undangan Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya. 2) Hak-Hak Perawat Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum. Hak mendapat upah yang layak. Hak bekerja di lingkungan yang baik Hak terhadap pengembangan profesional. Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan. KONSEP ETIK 1. Pengertian Etik Etik adalah sistem nilai pribadi yang digunakan untuk memutuskan apa yang benar atau apa yang paling tepat, memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. 50

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah dan tindakan apa yang akan dilakukan. Etika Keperawatan merefleksikan bagaimana seharusnya perawat berprilaku, apa yang harus dilakukan perawat terhadap kliennya dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis. 2. Maksud dan Tujuan Aspek Etik dalam Crritical Care Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut (kozier, Erb. 1990): a. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat, pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya. b. Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat perawat yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk membantu perawat yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak adil. c. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki jajaran praktik keperawatan profesional. d. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan profesional 3. Penerapan pengetahuan etik di area critical care Terdapat delapan asas etik dalam keperawatan yaitu a. Autonomi (otonomy) Yaitu menghormati keputusan pasien untuk menentukan nasibnya, dalam hal ini setiap keputusan medis ataupun keperawatan harus memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat. Dengan mengikuti prinsip autonomi berarti menghargai pasien untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan keunikan individu secara holistik. b. Non maleficence (tidak merugikan) yaitu keharusan untuk menghindari berbuat yang merugikan pasien, setiap tindakan medis dan keperawatan tidak boleh memperburuk keadaan pasien. Berarti tindakan yang dilakukan tidak menyebabkan bahaya bagi pasien, bahaya disini dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan dan bahaya yang tidak disengaja 51

c. Beneficence ( kemurahan hati) yaitu keharusan untuk berbuat baik kepada pasien, setiap tindakan medis dan keperawatan harus ditujukan untuk kebaikan pasien. Berarti melakukan yang baik yaitu mengimplementasikan tindakan yang menguntungkan pasien dan keluarga d. Justice (perlakuan adil) yaitu sikap dan tindakan medis dan keperawatan harus bersifat adil, dokter dan perawat harus menggunakan rasa keadilan apabila akan melakukan tindakan kepada pasien e. Fidelity (setia, menepati janji ), Berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang.kesetiaan berkaitan dengan kewajiban untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat. Setiap tenaga keperawatan mempunyai tanggung jawab asuhan keperawatan kepada individu, pemberi kerja, pemerintah dan masyarakat. Apabila terdapat konflik diantara berbagai tanggungjawab, maka diperlukan penentuan prioritas sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. f. Veracity (kebenaran, kejujuran), Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu kebenaran, tidak berbohong atau menipu orang lain. Kejujuran adalah landasan untuk informed concent yang baik. Perawat harus dapat menyingkap semua informasi yang diperlukan oleh pasien maupun keluarganya sebelum mereka membuat keputusan. g. Confidenciality ( kerahasiahan ) Prinsip ini berkaitan dengan penghargaan perawat terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dirawatnya. Pasien/klien harus dapat menerima bahwa informasi yang diberikan kepada tenaga profesional kesehatan akan dihargai dan tidak disampaikan/ diberbagikan kepada pihak lain secara tidak tepat. Perlu dipahami bahwa berbagi informasi tentang pasien/klien dengan anggota kesehatan lain yang ikut merawat pasien tersebut bukan merupakan pembeberan rahasia selama informasi tersebut relevan dengan kasus yang ditangani h. Accountability ( akuntabilitas ) Dalam menerapkan prinsip etik, apakah keputusan ini mencegah konsekwensi bahaya, apakah tindakan ini bermanfaat, apakah keputusan ini adil, karena dalam pelayanan kesehatan petugas dalam hal ini dokter dan perawat tidak boleh membeda-bedakan 52

pasien dari status sosialnya, tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian tindakan tersebut pada pasien. Hak-hak pasien haruslah dihargai dan dilindungi, hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self determination, perlakuan adil dan integritas diri. Dilema moral masih mungkin terjadi apabila prinsip moral otonomi dihadapkan dengan prinsip moral lainnya, atau apabila prinsip beneficence dihadapkan dengan non maleficence, misalnya apabila keinginan pasien (otonomi) ternyata bertentangan dengan dengan beneficence atau non maleficence, atau bisa saja apabila sesuatu tindakan mengandung beneficence dan nonmaleficence terjadi secara bersamaan sepeti Rule of Double Effect (RDE) yaitu apabila suatu tindakan untuk memberikan kenyamanan berdasarkan prinsip beneficence tetapi sekaligus memiliki resiko terjadinya perburukan sehingga berlawanan dengan prinsip nonmaleficence. Contoh: pemberian morphin sulfat untuk mengendalikan rasa nyeri hebat yang terjadi pada pasien penderita cancer stadium akhir yang beresiko akan memberikan efek depresan yang dapat menekan pusat pernafasan pasien. Dalam keadaan RDE biasanya dikenal 4 elemen yang harus dipenuhi yaitu: 1. Sifat tindakan haruslah baik atau setidaknya netral 2. Niat tindakan adalah untuk tujuan baik, dampak buruk boleh saja telah dapat dibayangkan tetapi harus bukan diniatkan. 3. Dampak buruk haruslah bukan cara untuk mencapai tujuan baik 4. Dampak baik harus melebihi dampak buruk INFORMED CONSENT Definisi : informed consent adalah pernyataan sepihak dari orang yang berhak (pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berup ijin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medis sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya. Informed consent adalah suatu proses komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Bila dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua fihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 / MENKES / PER / IX /2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis. 53

Informed consent perlu diberikan karena tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung seperti yang diharapakan, tidak ada kepastian dan jaminan yang pasti dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi, latar belakang setiap orang tidak sama, riwayat kesehatan berbeda, derajat pengobatan yang diberikan juga tidak sama serta reaksi tubuh terhadap respon pengobatan juga bebeda Tiga Element Informed Consent 1. Threshold Element Elemen ini sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (mampu). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suatu kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertent. Secara hukum seseorang dianggap kompeten apabila memenuhi kriteria antara lain telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu. 2. Information Elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien,dapat dilihat dari 3 standar yaitu : a. Standar Praktik Profesi. Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga keperawatan. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien. b. Standar Subyektif Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal 54

waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. c. Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam. 3. Consent Elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya. Informed consent harus meliputi : 1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai diagnosa, tindakan, terapi dan penyakitnya 2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya 3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati 4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi, disertai upaya antisipasi yang dilakukan untuk menghindari resiko tersebut. Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan. 5. Biaya yang menyangkut tindakan tersebut walaupun tidak selalu diutamakan Pasien juga berhak untuk mengetahui semua prognosa, komplikasi, sekuele, ketidak nyamanan, kesulitan yang mungkin dalami dengan adanya tindakan tersebut. Masalah yang ditemukan dalam proses informed consent 1. Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis 2. Perilaku dokter yang terburu-buru atau tidak perhatian atau tidak ada waktu untuk tanya-jawab 3. Pasien sedang dalam keadaan stres emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi 55

4. Pasien dalam keadaan tidak sadar/ mengamuk DILEMA ETIK a. Pulang Paksa Pulang paksa adalah istilah yang digunakan apabila pasien tidak mau lagi melanjutkan /menjalani rawat inap lebih lama dan minta dipulangkan, tetapi secara medis belum cukup stabil untuk menjalani perawatan dirumah Penyebab pulang paksa antara lain: 1. Pasien tidak mengerti kmengapa walaupun dirinya sudah menjalani perawatan tetapi belum juga sembuh atau merasa belum ada perbaikan sehingga merasa tidak menjaani perawatanpun tidak ada pengaruhnya, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: penjelasan dokter yang tidak jelas sehingga tidak dipahami pasien, tingkat pendidikan, budaya (sebagian masih menganggap pengobatan alternatif lebih baik) 2. Pasien tidak merasa nyaman dirawat yang dapat dipengaruhi oleh suasana, keadaan ruangan, makanan, teman satu ruangan (pasien lain). 3. Pelayanan dinilai kurang baik, perlakuan tenaga kesehatan dalam hal ini dokter dan perawat yang dianggap kurang simpatik. 4. Keterbatasan finansial (biaya) atau keinginan dirawat ditempat yang lebih bergengsi (pada pasien golongan atas) 5. Ada kepentingan pribadi yang dinilai lebih berharga daripada menjalani rawat inap b. DO NOT RESUSCITATE (DNR): WITH HOLDING/ WITH DRAWAL With holding adalah menunda terapi atau bantuan hidup pada pasien yang dianggap sudah tidak punya harapan hidup lagi, sedangkan with drawal artinya menghentikan bantuan hidup pada pasien yang biasanya terpasang alat bantu penunjang kehidupan seperti ventilasi mekanik, alat pacu jantung, dll. Baik with holding maupun with drawing dilakukan pada pasien yang secara medis tidak punya harapan hidup lagi. Keputusan melakukan ini harus dikomunikasikan dengan keluarga setelah team medis mendiskusikannya dengan team lain. 56

c. EUTHANASIA Kematian pada umumnya disepakati sebagai berhentinya kehidupan, meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti Kematian sebenarnya bukanlah suatu titik waktu, melainkan merupakan suatu tahapan waktu, dimulai dari kematian klinis, kemudian kematian otak, kematian biologis dan akhirnya kematian seluler. Pada kematian klinis ditemukan berhentinya fungsi kardiovaskuler dan pernafasan, yang kemudian akan diikuti oleh kematian otak, kecuali apabila dilakukan resusitasi dan berhasil. Otak tidak dapat hidup lagi dalam waktu 6 sampai 10 menit tanpa oksigen. Kematian otak juga bertahap, biasanya dimulai pada korteks serebri, kemudian disusul oleh serebelum (otak kecil) dan diakhiri dengan kematian batang otak. Apabila terjadi kematian korteks serebri tanpa kematian pusat sirkulasi dan pernafasan, maka terjadilah keadaan ketidaksadaran yang permanen, tetapi kardiovaskuler dan pernafasan masih tetap berfungsi (persistent vegetative state). Setelah semua bagian otak berhenti bekerja maka terjadilah kematian biologis, suatu kematian yang permanen. Selanjutnya dimulailah kematian seluler, yang berbeda-beda waktunya bagi masing-masing jenis jaringan. kapankah seseorang dapat dinyatakan mati, apa kriterianya dan bagaimana prosedur penentuannya. Ketika pasien belum dapat dinyatakan mati, dokter melakukan tindakan secara aktif menghentikan kehidupannya, maka ia dapat dinyatakan sebagai melakukan pembunuhan. Sebaliknya apabila pasien sudah dapat dinyatakan mati, tetapi dokter masih melakukan tindakan terapetik maka ia dapat dinyatakan melanggar profesi karena melakukan tindakan medik pada mayat. Pengakuan atas hak otonomi pasien sedemikian kuat, sehingga tidak hanya hak hidup, hak atas informasi dan hak memperoleh layanan yang layak saja yang dituntut, melainkan juga hak untuk mati secara bermartabat. 57

DAFTAR PUSTAKA Hegner, Barbara R.2003. Nursing Assistant: a Nursing Proses Approach. Jakarta: EGC. http://ppnikabupatenbanjar.wordpress.com/2011/03/30/kode-etik-dalam-keperawatanindonesia_/20/12/2011_09.01 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Praktik Keperawatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 / MENKES / PER / IX /2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis.. 58