LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK Nama : Idatul Fitriyah NIM : 4301412036 Jurusan : Kimia Prodi : Pendidikan Kimia Dosen : Ella Kusumastuti Kelompok : 7 Tgl Praktikum : 21 Maret 2014 Kawan Kerja : 1. Izza Ratna Kumala (4301412007) 2. Suci Larasati (4301412019) 3. Anis Qori Aeni (4301412021) KEKUATAN MEDAN LIGAN A. Tujuan Percobaan Mempelajari kekuatan medan antara ligan ammonia dan air B. Landasan Teori Teori medan ligan adalah satu dari teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori ini adalah aplikasi teori medan kristal pada sistem kompleks. Setiap ligan, entah itu suatu molekul netral atau ion negatif, menyumbang sepasang elektron untuk membentuk sebuah ikatan dengan ion atau atom pusat. Gaya yang diadakan terhadap ion atau atom pusat oleh elektron-elektron ini, dan oleh muatan netto ligan-ligan, disebut medan ligan. (Kleinfelter, 1999 dalam Hurul Silmi) Teori medan kristal ini dikembangkan oleh Bethe dan Van Vieck. Teori ini mengasumsikan bahwa interaksi antara ion pusat dan ligan hanya merupakan interaksi elektrostatik. Ion atau atom pusat dipandang sebagai partikel bermuatan positif, sedangkan ligan sebagai partikel bermuatan negatif, karena pada umumnya ligan bermuatan negatif atau molekul polar. (Nuryono,1999 dalam Hurul Silmi) Medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan akan mempengaruhi elektron-elektron pada ion pusat dan medan listrik yang ditimbulkan ion pusat juga mempengaruhi electron pada ligan-ligan yang mengelilinginya. Electron-elektron pada ion pusat yang paling dipengaruhi oleh medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan adalah electron pada orbital d, karena electron d tersebut yang sangat berperan dalam membentuk ion kompleks.(nuraini S,1994 dalam Hurul Silmi) 1
Kelima orbital d (dx 2 -y 2, dz 2, dxy, dyz dan dxz) dalam ion logam bentuk gas mempunyai tingkat energi yang sama, karenanya mempunyai kesamaan kemungkinan yang sama untuk mendapatkan elektron dalam kelima orbital tersebut. Gambar 1 menunjukkan pendekatan teori medan kristal tentang perubahan yang terjadi pada ion logam karena suatu ligan mendekati ion logam untuk membentuk suatu ion kompleks. Dalam teori medan kristal, ligan-ligan direduksi menjadi titik yang bermuatan. Interaksi muatan-muatan titik ini dengan elektron dalam orbital d ion logam akan menaikkan energi semua orbital d, tetapi mereka tidak lagi memiliki energi yang sama. Elektronelektron dalam orbital dz 2 dan dx 2 -y 2 akan mengalami interaksi yang lebih besar dengan muatan-muatan ligan yang mendekatinya daripada elektron-elektron dalam orbital dxy, dxz dan dyz. Pertimbangan simetri juga menghasilkan kesimpulan yang sama terhadap orbital-orbital d lainnya. Pola pemisahan tersebut berlaku untuk semua ion kompleks yang terkoordinasi secara oktahedral. Δo (didefinisikan sebagai 10 Dq = E) menunjukkan perbedaan energi antara tiga orbital setingkat dxy, dyz, dxz dengan dua orbital setingkat dx 2 -y 2, dz 2. Pada absorpsi suatu photon ekivalen energi dengan Δo, elektron dalam salah satu orbital d dengan energi lebih rendah akan dinaikkan ke orbital d dengan energi lebih tinggi dx2-y2 atau dz2. Besarnya 10 Dq tersebut dipengaruhi oleh jenis ion logam, bilangan oksidasi dan ligan yang terlibat. Transisi elektrinik dari tingkat energi pertama ke tingkat energi yang lain jatuh pada daerah sinar tampak atau spektrum elektromagnetik. Warna yang nampak adalah komplemen warna cahaya yang diserap, sebagai contoh kompleks [Ti(H2O)6] 3+ berwarna violet berarti warna yang diserap adalah komplemen warna violet yaitu hijau kekuningan. Hubungan antara daerah panjang gelombang yang diabsorbsi dan warna yang nampak ditunjukkan oleh Tabel 1. 2
Bila pada ion kompleks diberikan energi dalam bentuk cahaya, maka elektron pada orbital yang lebih rendah energinya dapat tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi energinya. Dengan menyerap cahaya yang energinya sama dengan harga A. Makin kecil energi yang diperlukan pada eksitasi tersebut seperti telah diketahui energi cahaya bergantung pada λ-nya. Yaitu makin pendek λ makin tinggi energinya. Cahaya tampak terdiri dari cahaya radiasi dengan λ yaitu 400-700 nm, tapi dalam praktikum ini digunakan λ 550-700 nm karena sesuai dengan warna larutan Cu 2+. Suatu larutan/zat padat memiliki warna tertentu karena menyerap sebagian dari komponen sinar tampak. Makin kecil λ cahaya yang diserap (makin besar energinya) makin besar harga A atau makin kuat ikatan antara ion pusat dan ligan. Urutan kekuatan ligan sebagai berikut : < < < < < (Vogel. 1990) Ditinjau dari muatan ligannnya, maka ion logam dengan muatan yang lebih besar akan menghasilkan harga A yang lebih besar pula karena lebih mudah mempolarisasikan elektron yang terdapat dalam ligan. Ukuran dari muatan logamnya mempengaruhi harga A misalnya harga A untuk ( ) lebih besar daripada harga A untuk ( ) makin besar ukuran ion maka makin besar hargaa. (Syarifelin, Nuraini. 1990) Pelarutan Cu,,, dalam asam menghasilkan ion warna hijau kebiruan ditulis ( ). Dua dari molekul-molekul berada lebih jauh daripada 4 lainnya : ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) + ( ) ( ) 3
( ) ( ) + ( ) ( ) C. Alat dan Bahan Alat-alat 1. Labu ukur 10 ml 2. Pipet volume 10 ml 3. Beaker glass 100 ml 4. Pipet gondok 5. Pipet tetes 6. Spektrofotometer Genesys 20 7. Kufet 8. Rak tabung 9. Tabung reaksi 10. Gelas ukur 10 ml (Cotton & Wilkinson. 1989) Bahan 1. Larutan ammonia 1 M 2. Larutan Cu2+ 0,1 M 3. Aquades 4
D. Langkah Kerja Larutan A (Cu2+) Larutan B (Cu2+ 50% + NH3 50%) Larutan C (Cu2+ 25% + NH3 50%) λ= 550-700 nm interval 10 nm Hubungan A dan λ dibuat grafik λmax =??? λ pendek energy tinggi A besar ikatan ligan semakin kuat Dicari energinya dengan rumus E = h c λ E. Data Pengamatan No. λ (nm) Absorbansi Absorbansi Absorbansi Cu2+ (air) Cu2+ (50 air: 50 amonia) Cu2+ 925 air : 75 amonia) 1 550 0.008 2.204 0.923 2 560 0.017 2.302 1.042 3 570 0.026 2.389 1.142 4 580 0.040 2.466 1.222 5 590 0.056 2.179 1.264 6 600 0.077 2.208 1.307 7 610 0.105 2.228 1.330 8 620 0.140 2.244 1.340 9 630 0.176 2.254 1.334 10 640 0.224 2.259 1.315 11 650 0.281 2.285 1.285 12 660 0.346 2.301 1.245 13 670 0.412 2.290 1.199 14 680 0.491 2.291 1.146 15 690 0.570 2.301 1.089 5
Absorbansi (A) 16 700 0.652 2.289 1.029 17 710 0.739 18 720 0.824 19 730 0.903 20 740 0.973 21 750 1.036 22 760 1.093 23 770 1.138 24 780 1.170 25 790 1.194 26 800 1.208 27 810 1.214 28 820 1.211 29 830 1.202 F. Analisis Data 1.4 1.2 Plot antara A dan λ larutan A 1 0.8 0.6 0.4 λ max 0.2 0 550 570 590 610 630 650 670 690 710 730 750 770 790 810 830 Panjang Gelombang (λ) plot antara absorbansi dan panjang gelombang Energy larutan A E = h = 6,63.10-34 Js. = 2,4556. 10-19 J 6
550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 Absorbansi (A) 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 Absorbansi (A) 2.5 2.45 2.4 2.35 2.3 2.25 2.2 2.15 2.1 2.05 2 Plot absorbansi A dan λ larutan B λ max Absorbansi (A) Panjang gelombang (λ) Energy larutan B E = h = 6,63.10-34 Js. = 3,4293. 10-19 J 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Plot A dan λ larutan C λ max Absorbansi (A) Panjang gelombang (λ) Energy larutan C E = h = 6,63.10-34 Js. = 3,2081. 10-19 J 7
G. Pembahasan Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonia dan air. Ligan merupakan molekul terkoordinasi dengan ion pusat masingmasing. Semakin kuat ligan, maka semakin besar energi transisinya. Dilihat secara teori, kekuatan ligan lebih kuat dari sehingga λ kompleks akibat pengaruh ligan lebih pendek. Hal ini akan membuktikan bahwa akan menghasilkan energi transisi ( E) yang besar. Langkah awal adalah mempersiapkan larutan ( ) dan ( ). Dalam percobaan ada tiga macamlarutan yaitu larutan A adalah larutan Cu 2+ 0,1 M. larutan tersebut dibuat dengan cara melarutkan 2,4968 gram CuSO4.5H2O dalam aquades sampai volume100 ml. Larutan B adalah campuran Cu 2+ 0,1 Mdan NH 3 1 M dengan perbandingan 50:50, larutan NH 3 dibuat dengan cara melarutkan 7,50 ml larutan NH 3 25% (ρ= 0,91 kg/l) dengan aquades sampai volume 100 ml. Larutan B ini dibuat dengan menuangkan 5 ml larutan Cu 2+ kedalam labu ukur 10 ml kemudian ditambah NH3 sampai batas, jangan lupa segera dikocok agar tidak terjadi endapan. Dan larutan C adalah campuran Cu 2+ dan NH 3 dengan perbandingan 25: 75, cara pembuatannya sama dengan larutan B, hanya perbandingannya saja yang berbeda yaitu Cu 2+ sebanyak 2,5 ml dan NH3 7,5 ml. Perubahan warna ( ) berubah warna menjadi biru muda. Sedangkan ( ) berwarna biru tua. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: Cu 2+ + 6H2O ( ) ( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) + ( )( ) ( )( ) + ( ) Ligan akan memberikan harga E yang lebih besar daripada. Perbedaan energi tersebut menyebabkan masing-masing transisi akan dinaikkan dan akan mengalami pergeseran ketiga absorbsi Cu 2+ ke panjang gelombang yang lebih pendek. Hal ini sesuai rumus : E = h Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang dan absorbansi untuk masingmasing larutan yang telah dibuat menggunakan spektrofotometer Genesys 20. Energy dari masing-masing larutan sebagai berikut: 8
Larutan A : 2,4556. 10-19 J Larutan B : 3,4293. 10-19 J Larutan C : 3,2081. 10-19 J Nilai E pada larutan yang mengandung ligan ammonia lebih besar dibandingkan dengan larutan yang mengandung ligan air murni. Hal ini menandakan bahwa ligan ammonia mempunyai kekuatan ligan yang lebih kuat. Dan hasil ini sesuai urutan kekuatan ligan atau deret spektrokimia. Tetapi ada fenomena yang terjadi yaitu nilai E pada larutan B dan C adalah terbalik akibat dari panjang gelombang B lebih pendek dari C, secara teoritis seharusnya panjang gelombang B lebih kecil dari C karena ammonia yang terikat pada larutan B lebih sedikit dari larutan C. Semakin kuat medan ligan (yang ditandai pula dengan makin banyaknya kandungan ammonia) maka semakin kecil panjang gelombang maksimum yang diserap (Hk. Lambert Beer) sehingga semakin besar nilai E yang diperoleh, maka semakin kuat medan ligannya. Fenomena pada larutan B dan C tersebut disebabkan karena larutan Cu2+ dan NH3 yang ditambahkan perbandingannya sama, dan kedua larutan tersebut apabila dicampurkan mudah membentuk endapan, pada percobaan yang telah dilakukan setelah larutan B dimasukkan kedalam kufet dan di masukkann kedalam spektrofotometer Genesys 20, larutan B mengendap sehingga absorbansi dari larutan B tersebut dari 2.466 menjadi 2.179 sehingga λ maksimumnya sudah tercapai yaitu 580 nm. Secara teoritis seharusnya larutan B mempunyai λ (panjang gelombang) yang lebih panjang dari larutan C yaitu 620 nm. Telah diketahui bersama, bahwa nilai E ini merupakan energi yang dibutuhkan untuk terjadinya pemisahan orbital d atau elektron yang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika diberi energy cahaya yaitu dari orbital t2g ke orbital eg. Nilai E yang lebih tinggi terjadi pada larutan B, tetapi secaraseharusnya terjadi pada larutan C karena energi pemisahan orbital tersebut tinggi, sedangkan pada larutan A tidak begitu tinggi. Perbedaan ini juga diakibatkan dari adanya pasangan elektron bebas pada ligan ammonia dan air. Pada ligan ammonia terdapat 1 pasang elektron bebas sedangkan pada ligan air terdapat 2 pasang elektron bebas. Hal ini menyebabkan ikatan antara ligan ammonia dan ion Cu2+ lebih besar sehingga mendapatkan nilai E yang besar pula atau dengan kata lain elektron lebih suka berpasangan terlebih dahulu di orbital yang mempunyai energy rendah (t2g) baru menempatkan di orbital eg yang mempunyai energy lebih tinggi. Berikut gambaran tingkat energi yang terjadi pada masing-masing ion kompleks yang terbentuk. 9
1.Kompleks pada larutan A Cu: 3d 10 4s 2 4p 4d Cu 2+ : 3d 10 4s 4p 4d Kemudian ion Cu 2+ berikatan dengan ligan H20 sehingga mengalami hibridisasi Diperkirakan hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2 maka bentuk ion kompleks ini adalah oktahedral dengan energy eksitasi elektron dari t2g ke eg sebesar 2,4556. 10-19 J. Karena ligan H2O termasuk ligan yang mempunyai kuat ligan sedang mendekati lemah maka tolakan yang terjadi antara energi pada orbital t2g dengan eg tidak terlalu besar. Oleh karenanya nilai perbedaan energy kedua orbital tersebut tidak terlalu tinggi. Gambaran pembelahan orbital d dengan tingkat energy kompleks tersebut adalah: 2.Kompleks pada larutan B Konfigurasi ion Cu 2+ pada ion kompleks ini sama dengan yang terjadi pada larutan A dengan perkiraan hibridisasi yang terjadi sama yaitu sp3d2 tetapi karena disini terdapat ligan kuat maka perbedaan energi orbital t2g dengan eg menjadi lebih besar yaitu 3,4293. 10-19 J akibat dari tolakan yang terjadi antara elektron pada orbital t2g dengan eg..dengan energi sebesar itulah warna komplementer muncul yaitu berwarna biru muda. 3.Kompleks pada larutan C. Konfigurasi ion Cu 2+ pada ion kompleks ini sama dengan yang terjadi pada larutan A dan B dengan perkiraan hibridisasi yang sama yaitu sp3d2 tetapi karena disini terdapat ligan kuat maka perbedaan energy orbital t2g dengan eg menjadi lebih besar walaupun 10
perbandingannya sama yaitu 3,2081. 10-19 J. Energy sebesar inilah yang diserap oleh larutan dan mengeluarkan warna komplementer biru tua. Dari perhitungan pada analisis data didapatkan bahwa kuat medan ligan >. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kuat medan lebih besar daripada. H. Simpulan 1. Medan ligan lebih kuat daripada medan ligan karena senyawa kompleks yang mengandung energinya lebih besar daripada senyawa kompleks yang mengandung sehingga λ pada lebih pendek daripada. 2. Dari hasil percobaan a. Larutan A λ =810 nm, A=1,214, E=2,4556. 10-19 J b. Larutan B λ =580 nm, A=0,040, E=3,4293. 10-19 J c. Larutan C λ =620 nm, A=1,340, E=3,2081. 10-19 J I. Saran 1. Pada saat percampuran Cu 2+ dan NH 3 dengan perbandingan 50:50 harus langsung dikocok karena jika tidak langsung dikocok akan terjadi endapan yang berwarna putih, dan jika terjadi endapan spektrofotometer Genesys 20 tidak bisa membaca berapa absorbansinya. 2. Pada saat melakukan praktikum ini praktikan diharapakan tenang dan hati-hati dalam menggunakan spektofotometer Genesys 20. J. Daftar Pustaka Anonim. 2009. Kimia Anorganik II. Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Sebelas Maret. HIMAMIA Kimia FMIPA UNS.. Kekuatan Ligan Amonia dan Air pada Kompleks Ni (II) dan Cu (II). http://himamia@uns.com. Diunduh pada tanggal 7 Maret 2014. Lailis, Nur Chamimah. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Nikel(Ii) dengan Ligan Etilendiamintetraasetat (EDTA). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Artikel dari Seminar Nasional Kimia Surabaya, 23 Nopember 2010 Diselenggarakan oleh Jurusan Kimia FMIPA-ITS. Onggo, Djulia, dkk. 2000. Transisi Spin dalam Spesies Turunan Tris[2-(Pirazol-3- il)piridina]besi(ii). Jurdik Kimia, FPMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal dari JMS Vol. 4 No. 2, hal. 83-96 Oktober 1999. 11
Silmi, Hurul. 2009. Kekuatan Medan Ligan. Yogyakarta: UGM. Kekuatan Ligan Amonia dan Air pada Kompleks Ni (II) dan Cu (II). http://hurulsilmi.blogspot.com/. Diunduh pada tanggal 7 Maret 2014. 12
K. Lampiran 13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33