Strategi Dalam Teknik Pengendalian Otomatis Dalam merancang sistem pengendalian ada berbagai macam strategi. Strategi tersebut dikatakan sebagai strategi konvensional, strategi modern dan strategi berbasis kepakaran. Pada strategi konvensional yang dikenal sebagai perancangan sistem pengendalian didasarkan pada model matematik dari sistem yang dikendalikan. Dan strategi dikatakan modern, merupakan strategi yang menggunakan perangkat komputer, dan dengan cara ini perlu dilakukan transformasi model dari sistem yang dikendalikan dalam bentuk model yang dipahami oleh sebuah komputer. Sedangkan strategi berbasis kepakaran merupakan strategi yang menggunakan kaidah / aturan aturan yang mengikuti pola pikir dari kepakaran. Yang termasuk dalam strategi konvensional adalah pengendali P (Proportional), I (Integral), D (Derivatif) dan atau kombinasi dari ketiganya tersebut, dan pula sistem pengendalian yang dikatakan sebagai adaptif. Untuk sistem pengendalian modern, dikenal dalam beberapa contoh kasus adalah sistem pengendalian optimal, dan robust / kokoh. Sistem pengendalian modern ini didasarkan pada model sistem yang dikendalikan dinyatakan dalam bentuk persamaan state space - ruang keadaan. Sedangkan untuk sistem pengendalian kepakaran sebagai contoh adalah sistem pengendalian logika fuzzy (Kontrol Logika Fuzzy - KLF), sistem pengendalian dengan jaringan syaraf tiruan (Neural Network - NN) maupun kombinasi dari keduanya dan algoritma genetika. Pengendalian Konvensional Pada sistem pengendalian konvensional yang digunakan untuk mengontrol plant dengan model parameter tetap, diantaranya dinyatakan dalam bentuk tabel di bawah ini. Tabel 1.3 Aksi pengendali konvensional P-I-D Tipe Pengendali Karakteristik plant Aksi pengendali Parameter pengendali Konvensional Time invariant P Proportional Kp I Integral Ki D Derivatif Kd PI Proportional dan Integral Kp, Ki PD Proportional dan Derivatif Kp, Kd PID Proportional, Derivatif dan Integral Kp, Ki, Kd Karakteristik respon dari sistem dengan aplikasi pengendali PID, dapat dinyatakan dalam bentuk tabel berikut ini. Tabel 1.4 Karakteristik respon dari sistem pengendali PID Aksi Rise Time Overshoot Kestabilan
Kenaikan Kp Lebih cepat Naik Cenderung jelek Kenaikan Kd Lebih lambat Turun Naik Kenaikan Ki Lebih cepat Naik Jelek Pengendali Proporsional (P) Besar output unit pengendali Proporsional sebanding dengan besarnya input(eror). Berikut persamaan matematis dari elemen proportional : o = G c.i + bias...(1.1) Dengan o = output, i = input. Gain (G c ) unit pengendali proporsional dapat berupa bilangan bulat, atau bilangan pecahan. Semakin besar nilai Gain akan menyebabkan pengendali semakin reaktif terhadap eror, hal ini ditandai dengan adanya overshoot pada kondisi transien dan sebaliknya. Unit pengendali ini tidak tergantung pada fungsi waktu. Gain dapat direpresentasikan dengan besaran lain yaitu Proportional Band PB dengan persamaan sebagai berikut : 10 G c (1.2) PB Input (error) G c Output Gambar 1.13 Diagram blok pengendali proporsional Output dari pengendali proporsional selalu mengikuti input secara proporsional. Naik turunnya input diikuti secara langsung oleh output, dan besarnya selalu sama dengan input dikalikan gain. Dari persamaan (1.1) dapat dilihat bahwa ada besaran lain yang ditambahkan dengan Gc x eror yaitu bias. Besaran ini digunakan untuk mempertahankan output pada saat eror sama dengan nol. Kekurangan dari pengendali ini adalah adanya offset. Offset merupakan eror yang ditinggalkan oleh pengendali proporsional. Offset tidak dapat diperkecil begitu saja dengan memperbesar gain, kemungkinan sistem menjadi tidak stabil. Apalagi kalau gain dibuat tak terhingga, maka sistem pengendali menjadi sistem pengendali on-off. Kerja pengendali proporsional dapat dianalogikan dengan kerja batang pengungkit. Andaikata sebuah sistem pengendali proporsional dengan PB 4, berarti gain 2,5 dan bias disetel, maka pengendali dapat digambarkan seperti gambar 1.15.
Input Waktu Output Gp(x) Waktu Gambar 1.14 Response sebuah pengendali proporsional 10 10 7 PB = 4 3 Skala variabel terukur Skala output (bukaan control valve) Gambar 1.16 Daerah kerja pengendali proporsional dengan PB 4 dan bias. Pada gambar diatas ditunjukkan pada waktu set point dan variabel pengukuran sama dengan, output pengendali juga karena bias juga. Kerja control valve pada skala kanan dimulai dari sinyal sampai 10. Sinyal itu sama dengan 3-15 psi untuk pengendali pneumatik dan sama dengan 4-20 ma untuk pengendali elektronik. Secara teoritis kalau PB 4 (gain 2,5) eror sebesar 2 harus menghasilkan variabel termanipulasi sebesar. Kalau eror sebesar 3, seharusnya menghasilkan manipulated variabel sebesar 75%. Dari gambar 11.6, jelas bahwa walaupun eror besarnya sampai 3, variabel termanipulasi tidak pernah menjadi 125% (bias ditambah aksi proporsional 75%), karena control valve memang tidak dapat lebih terbuka lagi. Dengan demikian, koreksi untuk eror 2 sama saja dengan koreksi untuk eror 3. Kenyataan ini sangat penting pada efektivitas kerja sistem pengendalian. Karena PB dibuat 4, efektivitas kerja sistem pengendali benar-benar hanya 4, yaitu pada variabel terukur 3 sampai 7. Sistem pengendali tidak mampu mengoreksi variabel pengukuran di bawah 3 dan di atas 7. Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa proporsional band PB menentukan daerah di mana kerja pengendali proporsional masih tetap efektif. Perubahan daerah kerja ternyata tidak hanya tergantung pada
PB, tetapi juga tergantung pada bias. Misalkan PB sama dengan 4 seperti contoh di atas, tetapi bias dibuat 75%, daerah kerja berubah seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.17. Pada saat set point dan measurement variable kedua-duanya di, output kini menjadi sebesar 75% (sebesar biasnya). Dengan penjelasan yang sama dapat dimengerti bahwa daerah kerja variabel terukur tidak lagi 3-7, tetapi 4-8. Ini berarti bahwa perubahan bias juga menyebabkan bergesernya seluruh daerah kerja pengendali proporsional. 10 10 PB = 4 8 4 75% Skala variabel terukur Skala output (bukaan control valve) Gambar 1.17 Daerah kerja pengendali proporsional dengan PB 4 dan bias 75% Apa yang terjadi kalau PB tetap 4 tetapi sekarang bias dinaikkan sampai 10? Gambar 1.18 menunjukkan bahwa daerah kerja measurement variable. sekarang bergeser menjadi -9. Itu berarti sistem tidak mampu lagi mengendalikan measurement variable dari - dan dari 9-10. 10 10 9 PB = 4 75% 4 Skala variabel terukur Skala output (bukaan control valve) Gambar 1.18 Daerah kerja pengendali proporsional dengan PB 4 dan bias 10 Pengendali Integral Kekurangan pengendali Proporsional ditutupi oleh pengendali Integral yang mampu menghilangkan offset. Dengan persamaaan sebagai berikut : dimana : 1 o G T i c e. dt B (1.3)
o = output e = eror T i = integral time B = Bilangan tetap (yang merupakan bias atau hasil dari hasil integral sebelumnya) G C = Gain pengendali Integral time (T i ) adalah waktu yang diperlukan pengendali integral untuk menghasilkan output sebesar G C x input. Atau jika G C dianggap sama dengan 1, maka integral time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan pengendali integral untuk mencapai output sebesar input. Pengendali Proporsional Integral (PI) Gabungan pararel antara pengendali Proporsional dan Integral digunakan untuk memperbaiki respon sistem dan meminimalisir offset yang ditinggalkan oleh pengendali Proporsional. o G 1 e Ti c. e dt (1.4) Kelebihan dan kekurangan dari pengendali PI merupakan gabungan dari proporsional dan Integral. Sifat pengendali proorsional yang selalu meninggalkan offset dapat ditutupi oleh kelebihan pengedali integral, sedangkan sifat pengendali integral yang lambat ditutupi oleh pengendali proporsional. Karena sifatnya yang sederhana dan efektif, pengendali jenis ini paling banyak dipakai untuk berbagai macam aplikasi di industri. Sama hanya dengan derivative (D), Integral bisa dikatakan tidak dapat berdiri sendiri sebagai pengendali. Elemen pengendali ini akan di pararel dengan Proporsional menjadi pengendali PI. Kerena pada pengendali PI ini terdapat dua variabal yang saling berpengaruh, yaitu PB dan T R, agar mendapatkan nilai parameter tersebut harus ditentukan secara optimal melalui aktifitas tuning. Pengendali Differensial Setelah kekurangan pengendali P yang meninggalkan offset diperbaiki oleh pengendali Integral, dan kekurangan pengendali Integral yang masih lambat diperbaiki oleh pengendali PI yang masih saja mempunyai response yang lambat. Hal ini akan lebih lambat ketika proses yang dikendalikan berjalan lambat, misalnya pada pengendalian suhu. Upaya memperbaiki response dapat dialkukan dengan menggunakan unit pengendali deferensial atau derivatif (D). Derivatif artinya output pengendali marupakan fungsi deverensial dari input. Pengendali D tidak pernah dapat berdiri sendiri. Unit pengendali D selalu dipakai dalam kombinasi dengan P dan I, menjadi pengendali PD atau pengendali PID. Selain itu, pengendali D
tidak dapat dipakain untuk proses variabel yang beriak (mengandung noise) karena karekteristik pengendali ini adalah sangat responsif. Fungsi transfer dari pengendali deferensial adalah : dimana : o G. T c D de B dt G C = Gain pengendali E = eror T D = time derivatif B = Bias (1.5) Dari fungsi tranfer tersebut dapat dilihat bahwa besarnya output tergantung pada gain (G C ), time derivatif (T D ), dan besarnya perubahan eror. Pengendali deferensial sangat bermanfaat bagi pengendali suhu karena mampu bereaksi secara cepat terhadap perubahan input. Namun disisi lain sifat reaktif ini justru membatasi pemakaian pengendali diferensial. Pengendali ini tidak akan pernah dipakai pada proses variabel yang bergelombang atau mengandung noise, misalnya pengendali level atau flow. Dimana sinyal yang keluar dari kedua process variable tersebut mengandung riak dan gelombang, yang oleh pengendali D akan dideferensialkan menjadi pulsa pulsa yang tidak beraturan. Akibatnya control valve akan membuka dan menutup secara tidak beraturan dan sistem menjadi kacau. Kerusakan ini akan berdampak juga pada peralatan mekanik, aktuator maupun elemen elemen lain penyusun loop pengendali. Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID) Untuk menutupi semua kekurangan pengendali PI maupun PD, maka ketiga mode yang ada digabung menjadi mode pengendali PID. Unsur P, I, maupun D berfungsi untuk mempercepat reaksi sistem, menghilangkan offset, dan mendapatkan energi ekstra ketika terjadi perubahan load. Namun semua kelebihan PID tidak dapat dipakai untuk mengedalikan semua proses variable. Hanya proses variabel yang tidak mengandung riak yang boleh menggunakan pengendali D. Oleh karena itu, pengendali PID umumnya digunakan untuk mengendalikan suhu. Karena masing masing mempunyai kelebihan, maka dengan mentuning PB, TR maupun TD, satu atau dua dari ketiga unsur tersebut dibuat lebih menonjol dari pada yang lain. Misanya untuk P dibuat lebih menonjol dari I maupun D, atau unsur I dibuat lebih menonjol dari pada P maupun D, unsur yang menonjol itulah yang kemudian akan membawa pengaruh pada response sistem secara keseluruhan.
Funsi transfernya : 1 o Gc e Ti 10 1 o e PB Ti e. dt T D e. dt T de B dt D de B dt (1.6) Pada beberapa aplikasi di industri, pekerjaan men tuning pengendali PID merupakan pekerjaan rutin dilakukan. Tuning Tuning adalah suatu aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan parameter pengendali PID yang optimal sesuai dengan kebutuhan proses. Proses tuning ada beberapa cara, dua diantaranya adalah sebagai berikut yang diperkenalkan oleh Ziegler dan Nichols dengan metode osilasi maupun kurva reaksi. Metode Osilasi Tuning menggunakan metode osilasi dilakukan dengan hanya menggunakan pengendali P. PB (Proportional Band) diubah - ubah sampai loop tepat berosilasi dengan amplitudo tetap (sustain oscillation). Pada metode ini, gain pada saat itu disebut Ultimate Gain (Gcu), PB-nya disebut Ultimate Proportional Band (PBu), dan periode osilasinya juga disebut Ultimate Periode (Pu). Gambar 1.19 Osilasi amplitudo konstan Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mula-mula, pengendali dijalankan pada mode manual. Bila pengendali mengandung unsur Integral dan/atau Derivative maka kedua unsur tersebut harus dihilangkan dengan mengatur integral time (ti) menjadi tak terhingga dan derivative time (td) menjadi sekecil mungkin.
2. Memasukkan nilai setpoint di sekitar atau di daerah kerja yang diharapkan. Atur bukaan valve agar nilai measured variable sama dengan set point dan offset sama dengan nol. Jika kondisi sudah tercapai maka pengendali diubah pada posisi auto. 4. Atur nilai PB / Kp supaya sistem berosilasi dengan amplitudo tetap. 5. Setelah osilasi terjadi, catat nilai PBu dan Pu pada keadaan itu. Dari kedua nilai tersebut dapat diperoleh nilai Kp, Ti dan Td dengan menggunakan tabel berikut : Tabel 1.5 Tunning model osilasi Pengendali P PI PID PB PBu/0,5 PB/0,45 PBu/0,6 Ti Pu/1,2 Pu Td Pu/8 Metode Kurva Reaksi Metode ini dilakukan secara open loop dengan langkah langkah sebagai berikut: 1. Ubah mode Pengendali ke Manual. 2. Kemudian naikkan bukaan Control Valve (Variabel Termanipulasi / MV) secara mendadak sebesar 5 %. Catat variabel proses dengan interval waktu yang tetap dan gambarlah hasil pencatatan pada kertas grafik sehingga akan didapat kurva S seperti pada gambar dibawah 3. Gambarlah garis singgung yang securam mungkin tetapi masih berhimpitan dengan bagian tengah kurva S. Carilah besar Reaction Rate (R) dengari persamaan R = B / A 4. Hitung unit Reaction Rate (R) dengan persamaan berikut: R = ( % variabel proses/menit ) / ( % kenaikan MV) 5. Garis potong antara slope/garis singgung dengan sumbu waktu menghasilkan dead time atau lazim disebut effective lag yang ditandai dengan L. 6. Berdasarkan R dan L, bisa ditentukan nilai PB, Ti, Td dengan mengunakan tabel berikut: Tabel 1.6 Tunning model kurva reaksi Pengendali P PI PID PB R1*L R1*L/0,9 R1*L/1,2 Ti 3,33L 2L Td 0,5L
Variabel R B L A Gambar 1.20 Kurva respon berbentuk S Waktu