Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

dokumen-dokumen yang mirip
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT

EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

A. PROSES PEMBENTUKAN KEKAR, SESAR, DAN LIPATAN

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

Asas Stratigrafl, Satuan Pengendapan, dan Karakter Perlapisan

PENYELIDIKAN MINERAL LOGAM DASAR DAN LOGAM BESI DAN PADUAN BESI DI DAERAH LELOGAMA KABUPATEN KUPANG (TIMOR BARAT) PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR S A R I

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

DESKRIPSI MINERAL PENGOTOR (GANGUE MINERALS)

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Gambar 1. Lokasi kesampaian daerah penyelidikan di Daerah Obi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

MINERAL DAN BATUAN. Yuli Ifana Sari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bayat merupakan salah satu daerah yang menarik sebagai obyek penelitian

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISA POTENSI SUMBER DAYA DAN KEBENCANAAN GEOLOGI DESA BESUKI, KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

sumber daya alam yang tersimpan di setiap daerah. Pengelolaan dan pengembangan

Endapan Mineral Logam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral. Kriteria geologi meliputi kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, geomorfologi, paleogeografi, paleoklimat, dan historis. Perencanaan eksplorasi hanya bisa dilakukan jika diketahui beberapa hal terlebih dahulu, yaitu : 1. Apa yang dicari (formulasi obyektif serta spesifikasinya) 2. Dimana harus dicarinya (pada lingkungan geologi yang bagaimana) 3. Bagaimana cara mencarinya (strategi pentahapan serta metoda yang dipakai) Dalam pencarian deposit mineral adalah tidak mungkin untuk memeriksa secara detail setiap luas daerah. Di suatu daerah yang terdapat indikasi kuat adanya sumberdaya mineral, maka dapat dilakukan pembatasan daerah prospek dengan memanfaatkan kriteria geologi. Menurut Kuzvart and Bohmer (1986), kriteria geologi secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dugaan adanya keberadaan sumberdaya mineral yang ekonomis. Beberapa kriteria geologi tersebut adalah kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, metamorfogenik, geomorfologi, paleogeografi, iklim purba, dan sejarah geologi. 1. Kriteria stratigrafi Kriteria stratigrafi digunakan jika suatu endapan mineral ditemukan dalam lapisan stratigrafi. Tugas utama dalam tahap prospeksi yaitu menentukan secara stratigrafi kedudukan endapan mineral, seperti determinasi singkapan dan menentukan luas horison (singkapan horison diikuti sepanjang strike dan dip), kemudian dipetakan secara detail. Kriteria stratigrafi penting artinya untuk mencari endapan sedimen dan endapan hipogene yang berasosiasi dengan lapisan sedimen, seperti batubara, bijih tembaga sedimen, uranium, bauksit, endapan placer, lempung, karbonat dan garam. 2. Kriteria litologi Kriteria litologi terbagi menjadi dua, pada endapan primer dan pada endapan 1

sekunder. Pada endapan primer, dilihat secara genetik (dari komposisi endapan mineral yang terbentuk). Pada endapan sekunder, contohnya seperti endapan placer, litologi batuan sangat penting karena variasi litologi awal yang tererosi akan mempengaruhi produk/akumulasi mineral berat yang terbentuk. 3. Kriteria struktur Struktur pada kerak bumi sering merupakan faktor pengontrol dalam formasi endapan mineral (seperti perlipatan yang diiringi dengan intrusi). Smirnov (1957) dalam Kuzvart and Bohmer (1986) membagi struktur mineralisasi menjadi 6 grup, yaitu : 1. Struktur konkordan dari lapisan batuan 2. Endapan mineral yang berasosiasi dengan sesar 3. Endapan mineral dalam zona stress akibat tektonik 4. Endapan mineral pada kontak dengan batuan beku 5. Endapan mineral dalam kombinasi struktur 6. Endapan mineral dalam intrusi. 4. Kriteria magmatogenik Kriteria magmatogenik terbagi menjadi : 1. Hubungan antara deposit dengan komposisi magma 2. Hubungan antara deposit dengan diferensiasi magma dan kristalisasi 3. Hubungan antara endapan/deposit dengan alterasi batuan 4. Hubungan antara deposit dengan ukuran butir batuan. 5. Kriteria geomorfologi Kriteria geomorfologi memiliki peranan yang penting pula, sebagai contoh dalam prospeksi endapan placer/letakan. 6. Kriteria paleogeografi Kriteria paleogeografi dapat diterapkan pada eksplorasi endapan placer, nikel laterit dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengetahui perkembangan lembah. 7. Kriteria paleoklimat Kriteria paleoklimat diterapkan pada endapan mineral yang mengalami pengkayaan akibat pelapukan. Contoh, kaolin yang merupakan hasil lapukan batuan feldspatik, dan timah sekunder di P. Bangka. 2

8. Kriteria historis Kriteria sejarah meliputi laporan tambang tua, peta terdahulu, bekas-bekas penambangan, dan nama-nama/sebutan masyarakat lokal untuk endapan mineral tersebut. II.2. Petunjuk ke arah bijih Kata bijih (ore) pada awalnya hanya terbatas untuk mendefinisikan material yang dapat mengandung logam yang bernilai ekonomis. Suatu endapan bijih yang ekonomis sering disebut sebagai tubuh bijih (orebody). Kedua istilah ini (bijih dan tubuh bijih) sering memberikan kerancuan, meskipun masih tetap digunakan oleh ahli geologi (ekonomi). Mineral bijih dapat diartikan sebagai suatu mineral yang dapat diekstraksi menjadi logam. Mineral industri telah didefinisikan sebagai suatu batuan, mineral atau bahan alam yang lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mineral bijih, minyak bumi dan batupermata. Sehingga yang termasuk dalam kategori ini misalnya asbes, barit, atau oksida atau ikatan kimia yang lain yang dihasilkan dari mineral yang dapat digunakan untuk industri (pengguna). Ini termasuk granit, pasir, kerikil, batugamping yang dapat digunakan untuk bahan konstruksi (yang sering disebut sebagai agregat bahan bangunan), begitu juga mineral-mineral yang memiliki sifat kimia dan fisika yang khusus, seperti florit, fosfat, kaolinit dan perlit. Mineral industri sering disebut sebagai mineral bukan logam (non-metallics). Sekarang ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam industri pertambangan. Menurut Taylor (1989) dalam Evans (1993) mendefinisikan bijih sebagai batuan yang diharapkan dapat ditambang dan darinya suatu logam yang bernilai dapat diekstraksi. Bijih juga didefinisikan sebagai suatu agregat mineral dalam bentuk padat yang terbentuk secara alamiah, yang dengan keinginan ekonomis suatu bahan ternilai dapat diekstraksi melalui suatu perlakuan. Bahan lain yang dapat diperoleh pada eksploitasi mineral bijih adalah mineral pengotor (gangue), yang kadang-kadang bisa mempunyai nilai ekonomis, misalnya pada eksploitasi logam emas pada endapan epitermal dan urat kuarsa yang kadar emasnya rendah dapat dipergunakan sebagai bahan baku perhiasan (gemstone). Untuk mengetahui dan menilai ekonomis tidaknya suatu cebakan mineral perlu 3

dilakukan penyelidikan lapangan atau eksplorasi geologi. Eksplorasi ini dilakukan secara bertahap dari penyelidikan yang bersifat umum atau sepintas sampai terperinci (detail). Berbagai tahap eksplorasi yang dilakukan bergantung kepada jenis dan sifat cebakan yang diselidiki (Sudrajat, 1982). Darijanto (1992) menyebutkan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mencari adalah asosiasi batuan, dimana setiap jenis batuan akan memberikan lingkungan pengendapan unsur/endapan bahan galian tertentu, seperti : Pada batuan asam, mineral-mineral sulfida yang ada umumnya mengandug logamlogam berharga seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), air raksa (Hg), emas (Au), perak (Ag). Selain itu terdapat pula mineral-mineral oksida seperti timah (Sn) dan mineral-mineral hidroksida seperti alumunium (Al). Batuan intermediet umumnya mengandung emas (Au) dan perak (Ag). Batuan basa atau ultra basa akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk intan, nikel (Ni), kobalt (Co), platina (Pt), kromit (Cr) serta beberapa jenis batupermata seperti garnet dan lain-lain. Pada batuan metamorf (malihan) memungkinkan ditemukan endapan marmer, asbes, batupermata dan lain-lain. Batuan sedimen dapat menghasilkan asosiasi dengan karbonat (CaCO 3 ataupun MnCO 3 ), sedangkan pada endapan aluvial dapat memberikan endapan bijih yang relatif tahan terhadap perlapukan seperti timah (kasiterit/sno 2 ), emas (Au dalam bentuk nugget), perak (Ag), pasir besi (Fe). Sedangkan untuk endapan laut dapat dijumpai antara lain nodul nikel atau Ca/Gips. II.3. Korelasi fenomena geologi Dalam melakukan kegiatan eksplorasi, korelasi gejala-gejala geologi yang terdapat di daerah penyelidikan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk daerah yang mengalami mineralisasi (Darijanto, 1992). Fenomena geologi yang ada di alam perlu dicermati untuk mengetahui gejala geologi yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral sehingga kita dapat melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral tertentu. Korelasi ini didasarkan atas : 1. Tipe batuan, yaitu : a. Korelasi outcrops (singkapan) atau float 4

b. Korelasi litologis c. Korelasi paleontologis d. Korelasi vegetasi e. Korelasi topografis 2. Struktur geologi, yaitu : a. perlipatan (folding) b. Patahan/sesar (fault) 1. Tipe batuan a. Korelasi outcrops Dari pemetaan singkapan atau float dapat dibuat gambaran penyebaran mineralisasi endapan. Dari penggambaran tersebut, kemudian dapat diduga/diinterpretasi letak atau dimensi badan bijih yang sebenarnya. Kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu : Karena kemungkinan outcrops tertutup oleh overburden, maka kontinuitas terganggu. Kemungkinan terdapatnya patahan-patahan yang mengganggu. b. Korelasi litologis Korelasi berdasarkan sifat-sifat batuan yang sama dapat memberikan gambaran mengenai jenis serta dimensi batuan. Sifat-sifat tersebut adalah : Tipe batuan (berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf) Kandungan mineral Tekstur, warna dan bentuk struktur-struktur batuan primer Urutan stratigrafis Tebal/lebar singkapan Penentuan urutan stratigrafis dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu : 1. Pengenalan urutan stratigrafi yang sama terhadap suatu formasi pada tempattempat yang berbeda namun dapat dikorelasikan. Dalam keadaan normal, maka lapisan yang berada di atas selalu lebih muda. 2. Pengenalan suatu lapisan tertentu yang penyebarannya luas dan memiliki selang umur yang pendek, serta mudah dikenal yang dapat dipakai sebagai suatu marker bed (key bed). 6

c. Korelasi paleontologis Cara ini dalam keadaan tertentu dapat sangat membantu terutama pada daerah yang memiliki litologi berupa batuan sedimen yang mengandung fosil. Dalam hal ini keterdapatan fossil index sangat penting. d. Korelasi vegetasi Korelasi vegetasi dilihat dari adanya tumbuhan tertentu yang bersifat sangat selektif dalam pertumbuhannya terhadap lingkungan, seperti : Kondisi air (dangkal/dalam) Tipe tanah (kandungan mineral, pelapukan, dll). e. Korelasi topografis Batuan yang bersifat resisten terhadap pelapukan/erosi umumnya memiliki topografi yang lebih menonjol dibanding batuan yang mudah lapuk/lunak. Cara ini banyak dipakai dalam penyelidikan-penyelidikan pendahuluan dalam eksplorasi, tetapi tidak terlalu reliable untuk penentuan kontinuitas suatu formasi. 2. Struktur Geologi Cara korelasi ini didasarkan atas penyelidikan terhadap struktur geologi yang ada seperti lipatan, patahan, kekar, dan lain-lain. Pada korelasi ini, hal yang sangat penting ialah kepastian akan adanya struktur tersebut sebelum dikorelasi. Hal ini memerlukan penguasaan yang baik atas tandatanda yang ada di lapangan dan harus berdasarkan fakta bukan berdasarkan interpretasi. 7