GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

Sanitasi Penyedia Makanan

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Untuk menjamin makanan aman

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

Studi Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan Pada Rumah Makan di Kota Makassar

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Lampiran 1. Lembar ObservasiHigiene Sanitasi Pembuatan Ikan Asin di Kota Sibolga Tahun 2012

SANITASI DAN KEAMANAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha kesehatan

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

Jasaboga. Usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau Badan Usaha.

PANDUAN LINEN DAN LAUNDRY DI RUMAH SAKIT MULYASARI JAKARTA

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

PENANGANAN LINEN KOTOR NON-INFEKSIUS DI RUANGAN KEPERAWATAN No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 / 1. RS Siti Khodijah Pekalongan

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT TAHUN 2012

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN DAN PENGERTIAN RESTORAN HOTEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

INSPEKSI HIGIENE DAN SANITASI DI WILAYAH KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

terlebih dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan. 2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda ( ) pada jawaban yang

pengaliran khusus untuk pembuangan limbah di instalasi gizi. Peralatan yang di gunakan untuk kegiatan penyelenggaraan makanan dibersihkan terlebih

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Responden

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Limba U I Kec. Kota Selatan Kota Gorontalo. Pasar sental Kota Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

LEMBAR OBSERVASI PENELTIAN PENYELENGHGARAAN KESEHATAN LINGKUNGANSEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DAN SD SWASTA AL-AZHAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan yang meliputi upaya peningkatan

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

KUESIONER PENELITIAN

Transkripsi:

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 10 GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Siti Yuliani Malinda* dan Hj. Aprianti** ABSTRAK Makanan yang akan dihasilkan selain berkualitas baik, penampilan yang menarik, cita rasa yang baik, bernilai gizi tinggi, juga bersih, aman serta tidak berbahaya bagi kesehatan. Kebersihan merupakan standar utama yang harus dilaksanakan dalam penyediaan makanan bermutu, aman bagi masyarakat. Hasil survey sebelumnya di Instalasi Gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan standar seperti Higiene tenaga pengolah makanan yang tidak memperhatikan penggunaan celemek dan sarung tangan, sanitasi sarana fisik serta sanitasi peralatan pengolahan. Tujuan penelitian ini mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi sarana fisik serta peralatan pengolahan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai. Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan sasaran, tenaga pengolah makanan, peralatan pengolahan, dan sarana fisik pengolahan bahan makanan. Data didapat dengan cara pengamatan menggunakan lembar check list dan kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil yang didapat bahwa hygiene tenaga pengolah makanan dan sanitasi sarana fisik sudah cukup baik, hanya saja ada beberapa yang masih tidak sesuai dengan standar, seperti tidak mencuci tangan, tidak menggunakan celemek, tidak menggunakan sarung tangan, tidak memeriksakan diri kedokter minimal 2 kali setahun, tidak tersedianya fasilitas cuci tangan, tempat sampah sementara tidak tertutup serta ventilasi yang tidak memiliki kasa dan jendela yang tidak mudah dibuka. Sedangkan untuk hasil sanitasi peralatan masih dikatakan kurang dilihat seperti adanya peralatan yang tidak disimpan dalam keadaan kering, beberapa peralatan yang susah dibersihkan, tidak melakukan proses sterilisasi dan peralatan yang telah dicuci tidak diletakkan ditempat rak khusus. Saran untuk Instalasi Gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai agar tenaga pengolah makanan diberi penyuluhan tentang hygiene sanitasi, sehingga dapat mengetahui tentang pentingnya hygiene sanitasi. PENDAHULUAN Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik dilingkungan keluarga maupun diluar lingkungan keluarga (Moehyi, 1992). Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai pada pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat (Aritonang, 2012). Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan bagi pasien yang dirawat dan berobat jalan, dengan tujuan tersedianya gizi yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasinya dengan pelayanan kesehatan lain di Rumah Sakit (Depkes, 1991). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit diperlukan adanya standar masukan dan standard proses. Standar masukan (input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan, sedangkan * Alumnus POLTEKKES Kemenkes Banjarmasin Jurusan Gizi ** Tenaga Pengajar POLTEKKES Kemenkes Banjarmasin Jurusan Gizi

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 11 standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, serta pengolahan & pendistribusian makanan (Depkes, 2002). Konstruksi sarana fisik, peralatan dan perlengkapan sangat mempengaruhi efisiensi kerja pelayanan makanan di rumah sakit. Namun hingga saat ini, masih sering dijumpai sarana fisik instalasi hanya merupakan lokasi atau ruangan yang tersisa, sehingga letaknya kurang memenuhi syarat dan kurang menyenangkan (Manajemen PGRS, 2002). Makanan yang berkualitas baik, selain penampilan yang menarik, cita rasa yang baik, bernilai gizi tinggi, juga harus bersih, aman serta tidak berbahaya bagi kesehatan. Kebersihan dan penyehatan merupakan standar utama yang harus dilaksanakan dalam penyediaan makanan yang bermutu dan aman bagi masyarakat (Mukrie, dkk., 1990). Oleh sebab itu maka petugas pengolah bahan makanan lebih memperhatikan kebersihan diri yang artinya harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai atau sesudah bekerja, setiap keluar dari wc, sesudah menjamah bahan yang kotor, pergunakan masker bila diperlukan, tidak merokok serta menggunakan celemek dan corfus (Mukrie, dkk. 1990). Ruang bekerja atau dapur juga lebih diperhatikan, seperti tersedianya fasilitas cuci tangan, tersedianya air mengalir yang cukup, tersedianya sabun, ruang dapur juga harus bersih diluar ruangan dapur terdapat fasilitas tempat pengumpulan sampah yang tertutup (Aritonang, 2012). Selain itu lantai, dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang halus, tidak menyerap air, serta mudah dibersihkan. Cahaya dan penerangan didalam dapur harus cukup, pintu dan jendela mudah dibuka dan ditutup, diberi kasa atau kaca untuk menghindari lalat, ventilasi cukup sehingga sirkulasi dalam ruangan cukup baik. Tersedianya penyaluran air kotor yang lancar, tempat sampah sementara harus tertutup rapat agar tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dan untuk peralatan pengolahan bahan makanan juga harus diperhatikan seperti penggunaan alat masak yang terbuat dari logam yang tidak bereaksi dengan makanan, alat mudah dibersihkan, keringkan alat pada rak khusus, dan permukaan alat utuh atau tidak cacat. Sehingga penyelenggaraan makanan akan berjalan dengan semestinya (Mukrie, dkk 1990). RSUD Pambalah Batung Amuntai merupakan rumah sakit kelas C. RSUD Pambalah Batung Amuntai ada mempunyai 17 tenaga penyelenggaraan makanan, terdiri dari 4 tenaga Ahli Gizi dan 13 orang tenaga pengolah makanan. Jumlah tempat tidur di RSUD Pambalah Batung Amuntai adalah 143 tempat tidur dan 6 tempat tidur di ruangan ICU dengan kapasitas BOR sebanyak 82%. Berdasarkan survey pendahuluan hygiene dan sanitasi sarana fisik serta peralatan pengolahan, penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Umum Daerah Pembalah Batung Amuntai ditemukan permasalahan pada petugas pengolah bahan makanan, tenaga pengolah makanan tersebut terdiri dari 13 orang, yang terbagi dalam 2 orang untuk mengolah snack, 4 orang untuk tenaga cuci, dan 7 orang mengolah bahan makanan baik itu menu biasa ataupun menu khusus RS. Dari 13 orang tenaga pengolah tersebut hanya ada 3 orang yang menggunakan celemek dan corfus padahal segala sesuatu yang berhubungan dengan hygiene tenaga pengolah bahan makanan sudah disediakan oleh pihak rumah sakit, semua itu terjadi karena kurangnya perhatian dari tenaga pengolah bahan makanan tersebut seperti dengan tidak digunakannya celemek dan corfus, kemudian

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 12 untuk sanitasi sarana fisik di Instalasi Gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai masih tidak sesuai dengan standar dilihat seperti lantai yang kotor, basah dan licin karena jarang dibersihkan begitu juga dengan dinding dan langit-langit yang terlihat kotor serta jarang dibersihkan. Sedangkan untuk sanitasi peralatan dilihat dari luas ruang dapur yang kecil/sempit sehingga peralatan (panci, wajan, dsb) yang telah dicuci atau dibersihkan ditelakkan begitu saja tanpa diberi alas. Dari permasalahan tersebut akan berdampak terhadap kualitas makanan yang akan disajikan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada Rumah Sakit Pembalah Batung Amuntai. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif karena penelitian ini hanya ingin mengetahui dan mempelajari tentang hygiene dan sanitasi sarana fisik serta peralatan pengolahan di RSUD Pembalah Batung Amuntai. Objek dari penelitian ini adalah gambaran tentang hygiene dan sanitasi sarana fisik serta peralatan pengolahan pada kegiatan penyelenggaraan makanan di RSUD Pembalah Batung Amuntai. HASIL DAN PEMBAHASAN Higiene Tenaga Pengolah Makanan Dari hasil penelitian di Instalasi Gizi tentang hygiene tenaga pengolah makanan dapat dikatakan sudah cukup baik, tetapi ada beberapa yang masih tidak sesuai dengan standar, seperti tidak mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan, tidak menggunakan celemek, tidak menggunakan sarung tangan, dan tidak memeriksakan diri kedokter 2 kali dalam setahun. Tenaga pengolah makanan yang tidak mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan tersebut dikarenakan mereka tidak tahu, karena sebelum berangkat bekerja mereka sudah mandi dan merasa sudah bersih, sehingga mereka tidak perlu mencuci tangan sebelum bekerja. Padahal diketahui kegiatan proses cuci tangan sebelum memulai pekerjaan ini sangat diutamakan apalagi untuk tenaga pengolah makanan itu sendiri karena apabila mereka tidak melakukan proses kegiatan cuci tangan sebelum memulai pekerjaan maka akan berdampak atau akan berpengaruh terhadap proses akhir dari pada kegiatan pengolahan makanan, makanan yang akan dihasilkan kemungkinan sudah terkontaminasi oleh bakteri yang dibawa dari tenaga pengolah makanan itu sendiri, dan selain itu kebiasaan tenaga pengolah makanan yang tidak mencuci tangan nantinya juga akan berakibat terhadap gangguan kesehatan kulit dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukrie (1990) mengatakan bahwa disamping bekerja sesuai dengan prosedur yang ada, kebiasaan atau sikap bekerja yang baik harus ditanamkan bagi setiap pegawai antara lainnya yaitu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai dan sesudah bekerja, setiap keluar dari wc, atau sesudah menjamah bahan yang kotor. Di instalasi gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai ada 13 orang tenaga pengolah bahan makanan, terbagi dalam 2 orang pada pengolahan snack (Pagi dan Sore), 4 orang pada tenaga cuci, dan 7 orang pada tenaga pengolahan (Pagi 2 orang, Siang 3 orang, dan Sore 2 orang). Dalam pengamatan selama 5 hari tersebut, hanya ada beberapa orang yang menggunakan celemek hanya ada 4 orang yang menggunakan celemek pada hari pertama pengamatan, kemudian pada hari ke dua pengamatan 5 orang yang menggunakan celemek, begitu juga dengan hari seterusnya

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 13 hanya ada 7, 2, dan 5 orang saja yang menggunakan celemek pada saat bekerja. Maka dapat disimpulkan bahwa tenaga pengolah makanan di Instalasi Gizi tersebut tidak menggunakan celemek. Begitu juga dengan penggunaan sarung tangan, pada saat proses pengamatan yaitu selama 5 hari, tenaga pengolah bahan makanan tidak ada yang menggunakan sarung tangan pada saat kegiatan pengolahan bahan makanan. Padahal diketahui untuk peralatan keselamatan kerja seperti celemek dan sarung tangan tersebut sudah disedikan dan dilengkapi oleh pihak Rumah Sakit itu sendiri. Tenaga yang tidak memperhatikan penggunaan celemek dan sarung tangan akan berpengaruh terhadap kegiatan dalam pengolahan bahan makanan, karena diketahui bahwa celemek berfungsi untuk melindungi pakaian dari kotoran akibat proses pengolahan, sedangkan sarung tangan berfungsi melindungi bahan makanan dari bakteri yang ada ditangan petugas pengolah makanan yang memungkinkan kontaminasi bakteri yang dibawa oleh tenaga pengolah makanan tersebut, terjadinya resiko kecelakaan kerja juga sangat besar, misalnya pada saat proses pemotongan bahan makanan tangan bisa luka, dan bahan makanan dapat kotor sehingga mengakibatkan makanan yang seharusnya disajikan dalam keadaan sehat tanpa kita ketahui sudah mengandung bakteri-bakteri jahat akibat dari kelalaian tenaga pengolah bahan makanan itu sendiri. Selain karena tidak adanya rasa kesadaran diri dari tenaga pengolah bahan makanan terhadap kegiatan hygiene tenaga pengolah, tenaga pengolah juga tidak pernah mendapatkan penyuluhan secara khusus sehingga tidak dapat menerapkan prinsip hygiene dan sanitasi, selain itu juga dikarenakan latar belakang pendidikan tenaga pengolah makanan yang hanya berpendidikan SMP dan SMA. Kemudian dilihat dari pihak Ahli Gizi Rumah Sakit tersebut mereka juga tidak pernah melakukan teguran atau sanksi kepada tenaga pengolah makanan yang tidak menggunakan celemek ataupun sarung tangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1990 tentang pengetahuan sikap dan perilaku seorang tenaga pengolah makanan dan minuman yang harus memenuhi proses kerja dan pelayanan makanan yang benar dan tepat, mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan di institusi. Selain itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 juga mengatakan bahwa selain petugas harus memperhatikan kebiasaan atau sikap bekerja, petugas pengolah makanan juga harus memperhatikan penggunaan perlengkapan pelindung pengolahan makanan seperti celemek/apron, penutup rambut, dan mulut serta sepatu dapur. Selama melakukan tugas tenaga pengolah makanan harus terlindung/menghindari kontak langsung dengan tubuh misalnya menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garfu, dan sejenisnya. Petugas pengolahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Pembalah Batung Amuntai juga tidak pernah melakukan pemeriksaan diri kedokter secara berkala minimal 2 kali dalam setahun, dikarenakan tidak adanya program khusus dari rumah sakit itu sendiri yang meminta petugas pengolah makanan untuk mempunyai kartu bukti sehat yang didapat dengan cara memeriksakan diri 2 kali dalam setahun, padahal sebagai seorang tenaga pengolah makanan mereka harus mempunyai kartu bukti sehat yang menandakan bahwa mereka tidak mengidap suatu penyakit menular apapun, mereka hanya akan bertemu dengan dokter pada saat menderita suatu penyakit tertentu saja dan tidak pernah memeriksakan diri secara berkala 2 kali setahun sesuai dengan ketentuan Departemen

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 14 Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002 yang mengatakan bahwa petugas pengolah makanan harus mempunyai badan yang sehat, dan memeriksakan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali setahun oleh dokter yang berwenang, sehingga dapat diketahui bahwa tidak akan terjadi kontaminasi akibat dari tertularnya suatu penyakit yang dibawa oleh tenaga pengolah makanan itu sendiri. Sanitasi Sarana Fisik Instalasi Gizi Dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan dari lembar check list didapatkan hasil untuk sanitasi sarana fisik juga sudah cukup baik hanya saja ada beberapa item yang masih tidak sesuai dengan standar seperti tidak tersedianya fasilitas cuci tangan, tempat sampah sementara yang tertutup, ventilasi yang tidak dilengkapi dengan kasa dan jendela yang tidak mudah dibuka. Di Instalasi Gizi yang telah diamati bahwa tidak tersedianya fasilitas cuci tangan khusus, sehingga para pengolah makanan hanya mencuci tangan pada tempat pencucian peralatan pengolahan. Itu terjadi dikarenakan fasilitas cuci tangan tidak tersedia karena keterbatasaan ruang dan tempat yang tidak memungkinkan untuk tersedianya tempat cuci tangan (westafel). Alangkah baiknya apabila ruang pengolahan juga mempunyai tempat cuci tangan khusus sehingga tenaga pengolah makanan menjadi rajin dalam proses cuci tangan, baik sebelum ataupun sesudah melakukan pekerjaan. Instalasi gizi juga tidak mempunyai tempat sampah sementara yang tertutup, tempat sampah sementara di instalasi gizi hanya berupa tong besar yang mempunyai roda dan tanpa tutup. Tempat sampah tersebut juga berada tepat dibelakang ruang pengolahan. Sampah yang dimasukkan kedalam tempat pembuangan sampah sementara tersebut tanpa diberi plastik terlebih dahulu sehingga sampah menimbulkan bau dan aroma yang tidak sedap, selain itu juga menjadi sarang lalat, nyamuk bahkan tikus, apalagi diketahui sampah tersebut hanya akan diangkut oleh truk sampah pada saat pagi hari setelah proses kegiatan pengolahan makan pagi berakhir untuk selanjutnya dibuang ketempat pembuangan akhir. Dari tempat sampah sementara yang tanpa tutup tersebut maka akan berdampak terhadap makanan yang akan disajikan, makanan akan mudah terkontaminasi dari bakteri-bakteri yang berterbangan dari tempat sampah yang tanpa diberi tutup tersebut apalagi dengan jarak yang sangat dekat dengan ruang pengolahan. Hendaknya tong tempat sampah sementara tersebut diberi tutup atau sampah yang akan dimasukkan kedalam tong tempat sampah sementara tersebut lebih baik dimasukkan kedalam kantong plastik terlebih dahulu dan di ikat sehingga tidak akan menjadi sarang lalat, nyamuk ataupun tikus. Hal ini tidak sesuai menurut pendapat Mukrie (1990) yang mengatakan bahwa tempat pembuangan sampah jauh dari dapur, tempat sampah sementara harus tertutup, tidak bocor, dan tidak menimbulkan bau yang kurang sedap. Selalu dibersihkan dan selalu diberi bahan pembersih/pembunuh kuman setelah dipakai. Untuk lantai dapur sebenarnya sudah memenuhi persyaratan yaitu terbuat dari keramik yang kedap air, tetapi lantai dapur hanya dibersihkan setiap pagi sesudah kegiatan pengolahan makan pagi, setelah pengolahan snack, makan siang, dan makan sore lantai tidak dibersihkan lagi, karena tidak adanya petugas khusus yang bertugas untuk membersihkan lantai tersebut, sehingga keadaan lantai pun menjadi basah, licin, kotor, berbau dan berlumut karena ruang pengolahan jadi satu dengan ruang pencucian peralatan dan pencucian bahan makanan. Lantai yang jarang dibersihkan tersebut akan mem-

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 15 pengaruhi kelancaran kegiatan pengolahan makanan, karena lantai yang jarang dibersihkan mengakibatkan lantai menjadi basah dan licin, sehingga akan memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Dinding instalasi gizi berwarna putih terang dan sudah memenuhi persyaratan tetapi dinding tersebut tidak pernah dibersihkan sehingga kotoran bekas percikan minyak menempel pada dinding dan menyebabkan dinding menjadi kotor dan berwarna buram. Langit-langit yang ada di instalasi gizi sudah sesuai tetapi karena jarang dibersihkan sehingga langit-langit menjadi kotor dan genteng dari instalasi gizi tersebut ada yang bocor sehingga langit-langit yang hanya terbuat dari pliwod apabila ada hujan maka ada air yang akan menggenang di langit-langit tersebut. Seharusnya dinding dan langit-langit tersebut dibersihkan secara berkala, atau apabila ada kerusakan atau kebocoran alangkah baiknya ditanggulangi secepatnya, sehingga proses kebersihan dari sanitasi sarana fisik akan terjamin. Sumber air yang digunakan untuk kegiatan instalasi gizi menggunakan air ledeng dari PDAM, sehingga terjamin kebersihannya. Air tersebut dialirkan melalui kran air yang terdapat di bagian belakang dan ditampung dari bak air, dan dapat membantu proses kebersihan dari sanitasi sarana fisik di Instalasi Gizi itu sendiri. Cahaya dan penerangan yang digunakan cukup baik selain ruangan dapur dikelilingi oleh kaca nako juga tersedianya lampu-lampu yang digunakan setiap kali kegiatan pengolahan makanan berlangsung. Sedangkan pada ventilasi ruang instalasi gizi sebenarnya sudah dilengkapi dengan kasa hanya saja karena sudah lama, dan jarang dibersihkan sehingga ventilasinya sudah menjadi rusak/hancur, banyak kasa-kasa yang terlepas dan mengakibatkan sirkulasi udara dari luar menjadi masuk. Untuk jendela di ruangan instalasi gizi tidak dapat berfungsi dengan baik dikarenakan hampir semua jendela sudah tidak dapat dibuka lagi dan rusak. Itu terjadi karena tidak adanya perawatan secara berkala, sehingga terjadi sirkulasi udara dan pencahayaan yang kurang, seharusnya untuk ventilasi dan jendela itu harus diperhatikan betul-betul perawatan kebersihannya. Hal tersebut di atas tidak sesuai karena menurut Purnawijayanti, 2001 bahwa lantai dapur dan daerah penyajian sebaiknya dari bahan yang tidak licin (anti slip). Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa semua peralatan yang digunakan di dapur dan di ruang penyajian dalam keadaan bersih. Sedangkan menurut Nursiah Mukri, 1990 cahaya dan penerangan dalam dapur harus cukup, sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan layak. Lantai, dinding sebaiknya terbuat dari bahan yang halus tidak menyeraap air berwarna terang serta mudah dibersihkan. Sanitasi Sarana Peralatan Pengolahan Bahan Makanan Pada penelitian tentang sanitasi peralatan pengolahan bahan makanan dikatakan masih kurang karena ada beberapa hal yang masih tidak sesuai dengan standar seperti peralatan tidak disimpan dalam keadaan kering, sehingga peralatan dan rak tempat penyimpanan peralatan menjadi lembab, dan berbau. Kemudian juga ada beberapa peralatan yang susah untuk dibersihkan, tidak merendam atau melakukan proses sterilisasi, dan setelah dicuci alat tidak diletakkan ditempat rak khusus. Dilihat bahwa peralatan yang telah dicuci langsung dimasukkan kedalam lemari rak piring tidak dikeringkan terlebih dahulu, sehingga rak

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 16 piring menjadi basah, lembab dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Berdasarkan hasil wawancara yang sempat dilakukan, mengapa peralatan yang telah di cuci langsung dimasukkan kedalam lemari tanpa dikeringkan terlebih dahulu, mereka menjawab bahwa mereka tidak pernah mengeringkan peralatan yang telah dicuci dikarenakan keterbatasan tempat, sehingga tidak memungkinkan untuk mengeringkan peralatan terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam lemari. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002) bahwa peralatan agar dicuci segera setelah digunakan, selanjutnya didesinfeksi atau dikeringkan dengan bantuan sinar matahari/pemanas buatan dan tidak boleh dilap dengan kain, kemudian peralatan yang sudah bersih disimpan dalam keadaan kering pada tempat yang tidak lembab, tertutup/terlindung dari pencemaran binatang pengganggu. Ada beberapa peralatan yang susah dibersihkan, seperti bakul besar untuk mencuci beras, tirisan kelapa, panci bekas bubur, dan baskom plastik hanya bagian dalamnya saja yang cuci untuk bagian luar masih menempel kotoran, seharusnya tenaga cuci pada instalasi gizi harus lebih memperhatikan kebersihan peralatan, dan juga harus lebih teliti lagi dalam mencuci peralatan pengolahan yang seharusnya dibersihkan secara menyeluruh bukan hanya bagian dalamnya saja. Peralatan pengolahan bahan makanan juga tidak pernah dilakukan sterilisasi atau perendaman dengan air panas selama 2 menit. Dikarenakan berdasarkan hasil wawancara dengan 4 orang tenaga cuci di instalasi gizi tersebut mereka mengatakan bahwa mereka kurang mengetahui langkah-langkah dalam sanitasi peralatan pengolahan bahan makanan. Padahal diketahui bahwa proses sterilisasi atau perendaman dengan air panas tersebut sangat baik, karena akan menghentikan bakteri atau virus-virus yang telah menempel di peralatan pengolahan, tetapi apabila tidak dilakukan proses sterilisasi maka akan mengakibatkan kontaminasi dari bakteri-bakteri yang ada di peralatan pengolahan tersebut. Selain itu kompor tidak dibersihkan karena tenaga pengolah makanan baik itu pengolah makan pagi, snack, siang dan sore hari tidak melakukan pembersihan setelah selesai kegiatan pengolahan, serta tidak adanya rasa tanggung jawab petugas pengolahan terhadap kebersihan peralatan. Apabila dapur kotor atau tidak bersih dapat mengakibatkan terkontaminasinya bahan makanan dan minuman yang akan di olah. Sehingga kebersihan dapur harus mendapatkan perhatian yang lebih. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukrie, dkk 1991 yang menyatakan bahwa pemeliharaan dan perbaikan peralatan dapur harus teratur dan kontiyu, dilakukan dalam penyelenggaraan makanan. Tugas pembersihan, peralatan atau perkakas serta ruangan dapur adalah pekerjaan rutin yang tidak boleh ditunda pelaksanaannya. Untuk menjamin lancarnya tugastugas ini, maka perlu dibuat prosedur kerja yang jelas dan yang harus ditetapkan dan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Selain itu Mukrie dkk (1990) juga mengatakan bahwa dalam sanitasi peralatan ada langkah-langkah yang harus diperhatikan, seperti bersihkan alat dari noda, kotoran, lemak, jamur kerak dengan sempurna. Kemudian gunakan air panas 100-160 C dan rendam air panas 180 C selama dua menit, kemudian keringkaan alat pada rak khusus, kena sinar matahari, terhindar dari debu, serangga dan pada sirkulasi udara yang baik.

Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 17 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Dari hasil penelitian di Instalasi Gizi tentang hygiene tenaga pengolah makanan dapat dikatakan sudah cukup baik, tetapi ada beberapa yang masih tidak sesuai dengan standar, seperti tidak mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan, tidak menggunakan celemek, tidak menggunakan sarung tangan, dan tidak memeriksakan diri kedokter 2 kali dalam setahun. Dari penelitian yang telah dilakukan berdasarkan dari lembar check list didapatkan hasil untuk sanitasi sarana fisik juga sudah cukup baik hanya saja ada beberapa item yang masih tidak sesuai dengan standar seperti tidak tersedianya fasilitas cuci tangan, tempat sampah sementara yang tertutup, ventilasi yang tidak dilengkapi dengan kasa dan jendela yang tidak mudah dibuka. Pada penelitian tentang sanitasi peralatan pengolahan bahan makanan dikatakan masih kurang karena ada beberapa hal yang masih tidak sesuai dengan standar seperti peralatan tidak disimpan dalam keadaan kering, sehingga peralatan dan rak tempat penyimpanan peralatan menjadi lembab, dan berbau. Kemudian juga ada beberapa peralatan yang susah untuk dibersihkan, tidak merendam atau melakukan proses sterilisasi, dan setelah dicuci alat tidak diletakkan ditempat rak khusus. Disarankan kepada pihak Instalasi Gizi ataupun tenaga pengolah bahan makanan hendaknya lebih memperhatikan kebersihan diri ataupun hygiene sanitasi sarana dan peralatan pengolahan bahan makanan di Instalasi Gizi. Aritonang, Irianton, 2012, Penyelenggaraan Makanan: Manajemen Sistem Pelayanan Gizi Swakelola dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit, Leutika dan Cebios dan Jurusan Gizi-Poltekkes, Yogyakarta. Depkes RI., 2002, Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI., 2003, Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Moehyi Sjahmien, 1992, Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga, Bhratara, Jakarta. Muchatob, E. dkk., 1991, Manajemen Pelayanan Gizi Makanan Kelompok, SPAG, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Mukrie, Nursiah, 1990, Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Lanjut, Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Purnawijayanti, Hiasinta A., 2002, Sanitasi higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan, Kanisus, Yogyakarta.