BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA SEMINAR DAN PAMERAN HASIL PENELITIAN DI MANADO. Manado, Oktober 2012

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman kayu putih sebagai salah satu komoditi kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

I PENDAHULUAN. serius terkait dengan semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengelolaannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

KONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas juta

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Menimbang : Mengingat :

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Kenya, 2013, p.18). Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan.

Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

OLEH: LALU ISKANDAR,SP DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa prilaku yang mesti dilakukan oleh sesorang yang menduduki suatu posisi.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

Pembangunan Kehutanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

Membangun Moral Rimbawan di Tengah Krisis Kebijakan dan Laju Deforestasi Hutan (Pengantar Praktek Umum Kehutanan) Edy Batara Mulya Siregar

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga hutan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai satu kesatuan. Bagi masyarakat modern hutan memiliki berbagai macam fungsi seperti fungsi ekonomi, fungsi perlindungan, dan fungsi keindahan (Simon, 2006). Menurut Simon (2008), perkembangan pengelolaan hutan yang ada di Jawa telah mengalami pergeseran paradigma yaitu dari paradigma konvensional yang menitik beratkan pada pengelolaan hutan untuk menghasilkan kayu dengan memberikan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya bagi pengelola atau perusahaan hutan, menjadi paradigma social forestry yaitu pengelolaan hutan yang berorientasi kepada pemenuhan kemakmuran masyarakat sambil tetap menjaga fungsi hutan untuk perlindungan lingkungan. Paradigma social forestry dibedakan antara Forest Resource Management (FRM) dan Forest Ecosystem Management (FEM) yang membedakan dari keadaan fisik wilayahnya, baik fungsi ekonomi maupun fungsi lindungnya. Secara garis besar FRM akan lebih banyak fungsi untuk memenuhi fungsi ekonomi, kemudian fungsi sosial budaya dan terakhir fungsi perlindungan sedangkan FEM porsi fungsi perlindungan lingkungan hidup yang lebih besar diikuti fungsi ekonomi dan terakhir fungsi sosial budaya (Simon, 2007;48,2000;86) 1

Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi pergeseran paradigma dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Pergesaran paradigma ini disebabkan oleh perubahan kondisi sumberdaya hutan dan sosial ekonomi masyarakat. Paradigma yang digunakan pertama kali yaitu paradigma Kehutanan Konvensional. Paradigma ini menganggap kayu sebagai satu-satunya hasil hutan yang mendatangkan uang. Pada paradigma ini hasil hutan lainnya tidak mendapat perhatian yang serius. Kebijakan yang ditetapkan mengarah pada memperoleh hasil hutan kayu yang maksimal. Pandangan konservasi dan perlindungan belum menjadi aspek yang dipertimbangkan secara serius dalam kegiatan pengelolaan hutan. Paradigma kehutanan konvensional memiliki dua strategi pengelolaan yaitu timber extraction dan timber management. Strategi timber extraction tidak dilakukan permudaan karena pada awalnya laju permudaan alam mampu mengimbangi laju penebangan, akan tetapi lama kelamaan laju permudaan alam ini tidak mampu lagi mengimbangi laju penebangan, sehingga terjadi kerusakan sumberdaya hutan. Kemudian bergeser ke strategi timber management, dengan menggunakan prinsip kelestarian hasil (sustainable yield principle) sebagai landasannya (Awang, 2003). Berakhirnya penerapan strategi ini karena kerusakan sumberdaya hutan diakibatkan konflik pertentangan antara masyarakat dengan pemerintahan sehingga tekanan sosial ekonomi terhadap sumberdaya hutan semakin meningkat. Dengan adanya kerusakan hutan yang semakin parah akibat dari beberapa alasan yaitu pemanfaatan sumberdaya hutan yang semakin meningkat karena tingkat kebutuhan masyarakat semakin meningkat, tuntunan sosial ekonomi masyarakat, pencurian kayu sudah mulai tinggi, kegagalan dalam pembuatan tanaman dan 2

ditambah lagi dengan akumulasi konflik pada berakhirnya jaman orde baru yaitu penjarahan kayu yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan oknum petugas yang tidak bertanggung jawab mengakibatkan jutaan pohon hilang dan ratusan ribu hektar hamparan tanah kosong sehingga mulai diberlakukannya paradigma social forestry/kehutanan sosial (Awang, 2004). Tujuan kehutanan sosial telah tersirat dalam UU No. 41 Tahun 1999 dalam pasal 23 yaitu pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf b, bertujuan memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Tujuan ini dapat diartikan bahwa isu-isu yang dihadapi mulai ada cara penyelesaiannya yaitu kerusakan sumberdaya hutan, kekurangan pangan dan energi, serta pengangguran. Selain itu paradigma kehutanan sosial memberikan peluang yang lain yaitu membuka kesempatan kerja dan pendapatan, baik di bidang kehutanan maupun dalam pengolahan hasil. Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengatasi isu-isu/ permasalahan yang dihadapi yaitu : 1. Mengatasi isu deforestasi: dilakukan dengan kegiatan penanaman pohon serta menciptakan kelestarian penggunaan lahan untuk mengurangi masalah kerusakan hutan, melakukan kegiatan persuasif kepada masyarakat untuk tidak menanam di lahan miring dan menebang pohon-pohon tanpa kendali lingkungan. 2. Penyediaan kayu bakar: dilakukan dengan penanaman jenis pohon pada lahan hutan negara yang diperuntukkan untuk kayu bakar masyarakat (Awang, 2003). 3

Salah satu program kehutanan sosial di Indonesia adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm). Tujuan yang ingin dicapai dalam program HKm yaitu untuk mengatasi degradasi hutan dan mengurangi kemiskinan masyarakat desa dalam satu paket program dengan membuka akses masyarakat setempat, khususnya yang sangat tergantung pada sumberdaya dan langsung menggunakannya (selanjutnya kita sebut sebagai masyarakat lokal/masyarakat desa hutan (MDH)) melalui proses demokratis perumusan program dan pengambilan keputusan serta pelaksanaan kegiatan hutan (Gauld, 2000 dalam Maryudi et.al,2012). Menurut P.37/2007, Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Kawasan hutan yang dapat dialokasikan untuk HKm adalah hutan lindung dan hutan produksi. Melalui HKm, masyarakat dapat memperoleh hak pemanfaatan hutan selama jangka waktu 35 tahun. Hutan kemasyarakatan juga dapat diartikan sebagai salah satu sistem pengelolaan hutan yang ditujukan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumberdaya alam tanpa mengurangi fungsi pokoknya (Suyanto, 1996). Pelaksanaan hutan kemasyarakatan diprioritaskan pada masyarakat setempat yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Hutan dan masyarakat sekitarnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang satu sama lain saling ketergantungan. Hutan bagi masyarakat tradisional dianggap sebagai sumber penghasil makanan/kebutuhan, seperti buah-buahan, berburu binatang, bahan bakar, dan lain-lain. Sebaliknya masyarakat modern lebih memandang 4

hutan sebagai sumber bahan mentah bagi proses manufaktur untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih lanjut. Atas dasar ini, semua diaktualisasikan dalam bentuk pemberian hak pengusahaan kepada masyarakat lokal untuk mengusahakannya (Wardoyo, 1997). Keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam berkontribusi terhadap upaya pengelolaan hutan dan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya. Dalam upaya pengembangan kualitas masyarakat khususnya yang bermukim di dalam dan sekitar hutan agar maju dan mandiri sebagai pelaku pembangunan kehutanan, maka strategi pemberdayaan masyarakat dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan mutlak dilaksanakan (Mairi, 2003). Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki. (Sulistiyani, 2004) Pada kenyataannya dilapangan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan masih lemah karena belum didukung oleh kelembagaan masyarakat yang kuat antara lain pengetahuan dan ketrampilan yang rendah, sistem pengorganisasian yang belum sempurna, kesulitan memperoleh modal dan akses pemasaran yang belum memadai. Padahal aspek kelembagaan mempunyai peranan sangat besar bagi kesuksesan pembangunan hingga dapat dikatakan 5

bahwa kegagalan pembangunan umumnya dikarenakan lemahnya kelembagaan yang ada termasuk sektor kehutanan. Dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri sebagai pelaku pembangunan kehutanan dimasa yang akan datang sebagaimana semangat dalam program Social Forestry maka hal yang sangat penting dilakukan adalah membangun, memperkuat dan mengembangkan kelembagaan masyarakat yang terkait dengan pembangunan kehutanan (Mairi, 2003). Untuk itu diperlukan suatu analisis terhadap kelembagaan masyarakat agar tercapai pembagungan kehutanan yang sukses. Pentingnya analisis kelembagaan yaitu untuk memperkuat pengetahuan dan ketrampilan, menjadikan sistem pengorganisasian lebih sempurna, memberikan akses pemasaran yang belum memadai dan memberikan kemudahan untuk memperoleh bantuan modal. Penelitian ini dilakukan di Desa Getas, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Dusun Gubugrubuh dimana HKm itu berada. Hutan kemasyarakatan di Desa Getas berada di petak 74 yang merupakan hutan produksi yang dicadangkan untuk pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 57,4 Ha. Desa Getas dipilih sebagai lokasi penelitian karena daerah ini menarik untuk dilakukan penelitian terkait dengan sosial budaya masyarakatnya. Sosial budaya masyarakat Desa Getas kaitannya dalam pengelolaan hutan yaitu terlihat dari pemanfaatan lahan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup pada masyarakatnya serta adat istiadat yang berkaitan dengan kehutanan yang masih dijalankan seperti tradisi Selamatan dan Gumrekan. Dari 3 kelompok tani hutan kemasyarakatan yang ada di Desa Getas yaitu KTHKm Wana Lestari I, KTHKm Wana Lestari II dan KTHKm Wana Makmur, 6

kelembagaan KTHKm Wana Lestari II dipilih karena kondisi fisik lahan andil HKm yang ditangani oleh KTHKm (Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan) serta kelembagaan yang ada di kelompok tersebut sudah dapat mewakili KTHKm yang lain. 1.2 Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sistem kelembagaan dalam pengelolaan HKm yang ada di Desa Getas? 2. Bagaimana dinamika kelembagaan kelompok tani HKm di Desa Getas? 3. Problematika apa saja yang dihadapi kelompok tani HKm ini dan bagaimana alternatif solusinya? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui sistem kelembagaan dalam pengelolaan HKm yang ada di Desa Getas. 2. Mengetahui dinamika kelembagaan kelompok tani HKm di Desa Getas. 3. Mengetahui problematika apa saja yang dihadapi kelompok tani HKm dan alternatif solusinya. 7

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Memperoleh informasi yang dapat digunakan menjadi bahan pembelajaran dan evaluasi dalam pengembangan dan pengelolaan kelembagaan masyarakat lokal dalam mengelola hutan kemasyarakatan (HKm) di masa mendatang. 2. Memberikan masukan bagi pihak pengambil kebijakan dalam perumusan kebijakan dan dapat menjadi acuan untuk menetapkan proses-proses pembinaan selanjutnya. 8