BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak akibat kerja merupakan suatu keadaan kulit yang disebabkan oleh paparan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini terjadi pada pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus di tempat kerja (Lind M., 2005). Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengn 14%-20% (Taylor dkk, 2008). Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi, 2003). Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa 1
2 Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004). Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan dan agent penyakit namun apabila manusia tidak bisa mengendalikan agent penyakit maka terjadi ketidakseimbangan dan manusia akan jatuh sakit, hal ini sesuai dengan teori yag dikemukakan oleh Gordon (1950), bahwa hubungan antara manusia (host), penyebab penyakit dan lingkungan (environment) dalam bentuk interaksi interaksi tersebut ibarat timbangan dengan tuas bertumpu pada titik lingkungan (Budiarto & Anggraeni, 2002). Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan aktivitas memproduksi makanan minuman dan barang lain. Selain menghasilkan barangbarang yang akan dikonsumsi, setiap aktivitas yang dilakukan selalu menghasilkan bahan buangan yang tidak digunakan lagi yang disebut dengan sampah (Sarudji dan Keman, 2010 dalam Listautin. 2012). Menurut Adnani (2011) sampah apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kesehatan. Pengaruh tersebut bisa secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung disebabkan karena adanya kontak langsung antara manusia dengan sampah tersebut. Sedangkan pengaruh tidak langsung umumnya disebabkan oleh adanya vektor yang membawa kuman penyakit yang berkembang biak dalam sampah dan menularkannya kepada manusia.
3 Salah satu penyakit akibat sampah berupa penyakit kulit yang disebabkan beberapa jenis jamur mikroorganisme patogen yang hidup dan berkembang biak di dalam sampah (Soemirat, 2009). Penyakit kulit merupakan penyakit pada bagian tubuh paling luar dengan gejala berupa gatal-gatal dan kemerahan yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab misalnya bahan kimia, sinar matahari, virus, imun tubuh yang lemah, mikroorganisme, faktor kebrsihan dan lain-lain (Budiono, 2011 dalam Listautin 2012). Kondisi lingkungan kerja pemulung yang langsung berhubungan dengan debu, sampah, dan sengatan matahari tentunya dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Kurniawati, 2006). Keluhan gangguan kulit pada pemulung menunjukan ada hubungan paparan terhadap cahaya matahari, zat kimia hidrogen sulfida, jam kerja, kebrsihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan kuku dan kaki, dan alat pelindung diri (Rianti et al.,2010). Kebiasaan memakai alat pelindung diri (APD) diperlukan untuk melindungi pemulung dari kontak dengan bahan iritan, dimana pekerja yang selalu menggunakan alat pelindung diri dengan baik akan menurunkan angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) baik jumlah maupun lama perjalanan dermatitis kontak (Bourke, 2001). Berdasarkan penelitian dari Lestari dan Utomo (2007) melaporkan bahwa pekerja dengan penggunaa APD yang baik sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 pekerja terkena dermatitis kontak, Sedangkan dengan penggunaan APD yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 pekerja.
4 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan dermatitis kontak pada pemulung di TPA Supit Urang Malang. 1.2 Rumusan Masalah Adakah Hubungan penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan dermatitis kontak pada pemulung di TPA Supit Urang Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri terhadap keluhan dermatitis kontak pada pemulung di TPA Supit Urang Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran keluhan gangguan kulit pada pemulung di TPA Supit Turang Malang. 2. Mengetahui profil karyawan (alat pelindung diri, lama kerja, usia, riwayat atopi, personal hygiene dan jumlah pemulung yang menderita dermatitis kontak) TPA Supit Turang Malang. 3. Mengetahui pengaruh faktor resiko (alat pelindung diri, lama kerja, usia, riwayat atopi, personal hygiene) terhadap keluhan dermatitis kontak pada pemulung di TPA Supit Turang Malang.
5 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan dermatitis kontak. 1.4.2 Manfaat Masyarakat 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan dermatitis pada pemulung di TPA Supit Urang Malang. 2. Sebagai masukan terhadap pemulung di TPA Supit Urang untuk dapat melakukan upaya pencegahan terhadap timbulnya keluhan dermatitis kontak 1.4.3 Manfaat Institusi Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang pentingnnya menjaga kesehatan kulit. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan bagi Puskesmas setempat mengenai keluhan dermatitis kontak yang dialami pemulung sehingga bisa diciptakan suatu program kesehatan yang dapat dijangkau pemulung.