1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi sistem informasi kesehatan memiliki potensi untuk meningkatkan performa sarana pelayanan kesehatan, menghemat biaya operasional, dan meningkatkan kepuasan pasien (Goldwzweig et al., 2009). Manajemen informasi kesehatan memfokuskan kegiatannya pada pelayanan kesehatan dan sumber informasi pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami data, struktur dan menerjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan dan pelayanan kesehatan perorangan, pasien dan masyarakat. Penanggung jawab manajemen informasi kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data pelayanan kesehatan primer dan sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber informasi bagi kepentingan penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi. Teknologi Informasi (TI) yang terus berkembang mendorong Dinas Kesehatan di daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kesehatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan dan memfasilitasi proses pengumpulan data dan pengolahan data sehingga dapat mendukung peranan sistem informasi dalam pelayanan kesehatan (Pusat Data dan Informasi, 2011). Proses pengelolaan data/informasi kesehatan memerlukan standar tertentu. Standar data/informasi di Indonesia, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan maupun teknologi informasi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya kesehatan juga tidak merata. Akibatnya, setiap institusi kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini menjadikan sistem informasi dan teknologi informasi yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu, kepemilikan 1
2 dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang untuk penyediaan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan (Pusat Data dan Informasi, 2011). Kaplan & Shaw (2004) menyatakan bahwa sebanyak 40% pengembangan teknologi informasi termasuk dalam sektor kesehatan dinyatakan gagal atau ditinggalkan. Salah satu faktor utamanya adalah kurang memadainya pemahaman aspek teknologi informasi, terutama masalah adopsi dari teknologi informasi yang akan diimplementasikan. Puskesmas di wilayah Kota Yogyakarta telah menerapkan sistem informasi kesehatan sebagai salah satu komponen pendukung paradigma sehat dalam bidang pembangunan sistem informasi kesehatan. Sistem informasi yang digunakan beragam, antara lain: 1) sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS), 2) sistem informasi tuberkulosis terpadu (SITT), 3) software BPJS on line, 4) sistem informasi manajemen imunisasi terpadu (SIMUNDU), 5) software kesehatan ibu dan anak (KARTINI), dan 6) sistem informasi HIV/AIDS (SIHA), serta 7) sistem informasi gizi (SIGIZI). Hasil penelitian McAlearney et al. (2010) menunjukkan bahwa penerapan sistem informasi kesehatan baru akan menambah alur kerja (workflow) baru dan menghasilkan lebih banyak pekerjaan. Pengguna harus meng-entry data beberapa kali di setiap sistem informasi kesehatan yang berbeda. Selain itu, kegiatan tambahan lainnya adalah kegiatan mengecek validitas data dan entry data secara manual ke dalam sistem informasi kesehatan ketika data tidak berhasil di diimport. Demikian halnya di puskesmas, dengan semakin banyaknya sistem informasi yang diterapkan, setiap petugas harus memasukkan data ke masingmasing sistem informasi kesehatan tersebut. Artinya, pekerjaan yang dilakukan oleh petugas bertambah. Penelitian-penelitian dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi pemanfaatan teknologi informasi dan adopsi sistem informasi. Salah satu model penilaian yang banyak digunakan adalah technology acceptance model (TAM) (Davis, 1989). Dalam bidang teknologi informasi kesehatan, TAM telah digunakan secara luas. TAM secara konsisten dapat menjelaskan sekitar 40% dari
3 varians niat individu untuk menggunakan IT dan penggunaan IT secara aktual (Venkatesh, 2008). Persepsi kegunaan (perceived usefulness) dan kemudahan penggunaan (perceived ease of use) yang merupakan kunci utama TAM menjadi faktor kesuksesan adopsi electronic health record di klinik kesehatan primer (Iqbal et al., 2013). Implementasi sistem informasi kesehatan di puskesmas wilayah Kota Yogyakarta sudah berlangsung sejak tahun 2005. Sistem informasi kesehatan yang digunakan awalnya adalah Simpus Jojok dan MEDCIS. MEDCIS merupakan cikal bakal dari sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) yang merupakan sistem informasi kesehatan utama yang digunakan di puskesmas. Pada tahun-tahun berikutnya, sistem informasi kesehatan yang lain mulai diimplementasikan. Sistem yang digunakan terus bertambah hingga saat ini berjumlah tujuh buah. Namun demikian, penilaian mengenai penerimaan sistem informasi kesehatan khususnya sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) di puskesmas wilayah Kota Yogyakarta belum pernah dilakukan. Berdasarkan penelitian-penelitian dan referensi yang dikemukakan, suatu penilaian perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana pemanfaatan sistem informasi kesehatan yang digunakan di puskesmas wilayah Kota Yogyakarta. Penilaian difokuskan pada aspek keberterimaan SIMPUS yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa SIMPUS yang tersedia benar-benar digunakan dan bermanfaat bagi puskesmas. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Penerimaan tenaga kesehatan terhadap sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) di puskesmas wilayah Kota Yogyakarta belum sesuai harapan. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan dalam memanfaatkan sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) di Puskesmas wilayah Kota Yogyakarta.
4 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan masukan untuk pemerintah dalam perencanaan program kesehatan dan pengembangan sistem informasi kesehatan. 2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan tingkat puskesmas dan dinas kesehatan untuk perbaikan dalam pengembangan dan penerapan khususnya sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS). 3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Sebagai referensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian di bidang sistem informasi kesehatan khususnya sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) selanjutnya. E. Keaslian Penelitian 1. Prasetia (2011), dengan judul Penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) di Puskesmas Kota Mukomuko. Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus deskripsi. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, observasi dan catatan lapangan. Proses penerapannya diawali dengan sosialisasi, pelatihan, penerapan SIMPUS, supervisi dan observasi serta evaluasi dan wawancara. Hasilnya didapat bahwa dari segi manusia, kepuasan end user menunjukkan hasil yang baik serta motivasi menggunakan SIMPUS. Segi organisasi kondisi positif bagi penerapan SIMPUS dengan dukungan Dinas Kesehatan serta Kepala Puskesmas Kota Mukomuko. Sosialisasi dan pelatihan menumbuhkan minat dan pengetahuan petugas. Prosedur tetap dibutuhkan agar SIMPUS berjalan dengan baik. Dari segi teknologi, SIMPUS relatif mudah dan ringan serta mendapat support system dari vendor. Namun demikian, laporan dan menu belum semua bisa dioperasikan karena keterbatasan komputer. Perbedaan: jenis penelitian, metode pengumpulan dan analisis data. 2. Widodo (2013), dengan judul Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) Di Kabupaten Bantul. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan eksploratif. Pengumpulan
5 data dilakukan dengan wawancara pada informan, observasi, dan dokumentasi tertulis tentang kegiatan penerapan SIMPUS. SIMPUS telah digunakan di Puskesmas Kabupaten Bantul yang berperan memperkuat pelayanan kesehatan dengan mengacu pada kesesuaian antara manusia, organisasi dan teknologi. Hambatan penerapan SIMPUS di Kabupaten Bantul adalah keterbatasan faktor sumber daya manusia, namun faktor organisasi mampu memberikan dukungan sepenuhnya yang memungkinkan SIMPUS sebagai faktor teknologi tetap digunakan menjadi sistem informasi pengelola data. Perbedaan: jenis penelitian, metode pengumpulan dan analisis data. 3. Licia (2010), dengan judul Evaluasi Implementasi Sistem Informasi Imunisasi Puskesmas Kota Dalam di Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan deskriptif yang bersifat eksploratif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Hasilnya menunjukkan bahwa teori TAM cocok digunakan dalam mengevaluasi implementasi sistem informasi di Puskesmas Kota Dalam. Hal ini terlihat dari persepsi kemudahan, persepsi kegunaan, keinginan petugas untuk menggunakan sistem informasi imunisasi, dan petugas telah menggunakan sistem informasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mendorong kesuksesan implementasi sistem informasi imunisasi adalah adanya komitmen tim. Faktor yang menghambat implementasi sistem informasi imunisasi adalah hardware yang masih belum memadai dan belum adanya surat keputusan dari dinas kesehatan setempat terkait implementasi sistem informasi imunisasi. Perbedaan: jenis penelitian, metode pengumpulan dan analisis data. 4. Kijsanayotin et al. (2009), dengan judul Factors influencing health information technology adoption in Thailand s community health centers: Applying the UTAUT model. Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mempelajari adopsi dan penggunaan teknologi informasi di pusat kesehatan masyarakat di Thailand dengan menggunakan model unified theory of acceptance and use of technology (UTAUT). Hasilnya
6 menunjukkan bahwa keberterimaan teknologi informasi dipengaruhi oleh performance expectancy, effort expectancy, social influence, dan voluntariness. Teknologi informasi kesehatan didukung oleh pengalaman TI terdahulu (previous IT experience), niat menggunakan sistem informasi (intention to use the system), dan kondisi fasilitas yang ada (facilitating condition). Perbedaan: model pengukuran.